Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kresna Satya Prameswara
Abstrak :

Penelitian ini meneliti terkait perilaku inovatif 179 karyawan perusahaan yang tersebar diseluruh Indonesia dan Output Inovasi yang dihasilkannya. Pengukuran menggunakan skala pengukuran yang diadaptasi utama dari model Lukes dan Stephan (2017) dengan dimensi variabel independen yakni perilaku inovatif yang dibagi tiga yakni pembuatan ide, pencarian ide, dan pengomunikasian ide, serta variabel dependennya yakni output inovasi. Desain penelitian merupakan riset causal dengan metode Structural Equation Method (SEM) yang diolah menggunakan piranti lunak Lisrel 8.5. Hasil temuan penelitian adalah bahwa pembuatan ide  dan pengomunikasian ide secara signifikan berpengaruh positif terhadap output inovasi, namun pencarian ide tidak terbukti signifikan secara statistik. Diskusi lebih lanjut dapat dilihat pada kesimpulan dan saran bagi pemangku kepentingan. 

 


 

This research examines the innovative behavior of 179 company employees spread throughout Indonesia and the Output of Innovations that they produce. Measurements using the main adapted measurement scale from Lukes (2017) model with the dimensions of independent variables namely innovative behavior which is divided into three namely idea generation, idea search, and idea communication. Innovation Output will serve as the dependent variable. The research design is causal research using the Structural Equation Method (SEM) which is processed using Lisrel 8.5 software. The results of the research findings are that the generation and communication of an ideas significantly had a positive effect on the output of innovation, but idea search did not prove to be statistically significant. Further discussion can be seen in conclusion and suggestions for stakeholders.

 

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, John Fredy Bobby
Abstrak :
ABSTRAK Kala pendekatan fisik tidak mampu memahami karya arsitektur secara tuntas, maka pendekatan metafisik (non material culture) yang merupakan hasil ide atau reka pikir yang kadang tidak terkait langsung dengan obyek fisik yang diamati dapat digunakan (Hardjoko, 2011). Dan perkembangan pengetahuan arsitektur pun akan terjadi bila paradigma merancang tidak hanya dibatasi pada makna desain sebagai representasi yang terkonstruksi tetapi ide dan gagasan yang melatarbelakangi kehadiran objek atau representasi tersebut (Yatmo, 2014). Bagi anak, ide bermain sesungguhnya adalah sesuatu yang penuh gembira, peristiwa yang penuh kegirangan, ide bermain adalahngenggar-enggar ati atau nyenengke ati(menyenangkan hati).Gembira dan menyenangkan hati adalah sesuatu yang terkait dengan perasaan dan bersifat psikis dan oleh sebab itu ide bermain adalah sesuatu yang termanifestasi dalam kerja pikir/ laboring mind.Fenomena bermain anak di lingkungan RW 02 Perumahan Medang Lestari ini akhirnya membuktikan arti bermain yang sebenarnya yaitu upaya untuk memperoleh kegembiraan yang salah satunya teridentifikasi dengan tertawa pada saat bermain dan bermain pun itu sebagai strategiuntuk mengatasi kejenuhan yang dialami anak. Dengan memposisikan ide bermain sebagai kerja pikir maka kehadiran anak padasalah satu spasial untuk bermain dipastikan memiliki argumentasi. Ketertarikan anak untuk menggunakan jalan, selokan, sawah, dekker sebagai spasial bermain lebih disebabkan karena faktor metafisik spasial yang bebas, exciting dan surprise. Ide serta gagasan tersebutlah yang menyebabkan spasial tersebut berhasil menarik perhatian anak untuk menggunakannya. Dengan mengambil lokus penelitian di RW 02 Perumahan Medang Lestari Tangerang dan menjadikan anak usia 6 ? 12 tahun sebagai informan penelitian serta dengan menggunakan metode kualitatif yang berbasis grounded theory sebagai analisis, penelitian ini menemukan hal yang berbeda dengan paradigma dominan spasial bermain. Jalan, selokan, sawah, dekker atau tempat-tempat lainnya adalah spasial yang berpotensi menimbulkan sensasi yang dapat dicerap oleh indera anak dan kehadiran anak pada spasial tersebut membuktikan bahwa bagi anak ruang adalah sebuah kesepakatan. Dan akhirnya dari sensasi yang dihadirkan oleh spasial menghantarkannya sebagai sensatopia, sebuah spasial yang hadir bukan karena materialistic atau spiritualistic tetapi karena faktor sensasionalistic yang dapat dirasakan oleh aktor yang hadir dan menggunakan spasial tersebut.
ABSTRACT When the physical approach is not able to understand architectural design thoroughly, the metaphysical (non-material culture) approach, that is the result of an idea or thought that sometimes they are not directly related to the observed physical object can be used (Hardjoko, 2011). And the development of architectural knowledge will happen when the paradigm of designing not only restricted to the significance of design as a representation constructed but the idea and concept behind the object or the presence of such representations (Yatmo, 2014). For children, the actually idea of play is something that is full of joy and frolic, the idea of play is ngenggar -enggar ati or nyenengke (in Javanesse). Joy and frolic is something associated with psychic and therefore the idea of play is something that is manifested as laboring mind. The phenomenon of children playing in the district 02 of Medang Lestari Housing ? Tangerang, is finally live up to their actual play as an attempt to obtain the excitement, that one of them identified with a laugh while playing, and even play as a strategy to copying stress by children. When the idea of play as a laboring mind the presence of children in one spatial to play certainly has arguments. When children more interest to use roads, ditches, fields, dekker as spatial for play driven more by metaphysical factors which are free, exciting and surprise. That ideas would be the reasons which made the spatial attract the children to use it. By taking the locus of research in district 02 Medang Lestari Housing - Tangerang and made children aged 6-12 years as an informant research and using qualitative methods based on grounded theory as the analysis method, this research found the idea that in contrast to the dominant paradigm of spatial play. Roads, ditches, fields, dekker or other places were spatial which had potential to produce a sensation which can be perceived by the senses of the child. So, the child's presence in those spatial proved that in children?s viewspatial is anagreement. Finally, the research found that the spatial chosen not because of the materialistic or spiritualistic but because sensasionalistic factors that can be felt by the actors who are present and use spatial. Based on the presented sensation that is delivering a spatial as sensatopia.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
D2115
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidauruk, Agi Rico
Abstrak :
Tesis ini akan membahas teori Plato tentang konsep negara yang adil. Konsep Plato tidak terlepas dari pengaruh gagasan keadilan pada masa itu seperti Homer, Hesiod, dan Solon serta dari konteks sejarah dan latar belakang kehidupan masa lalunya. Apa yang ingin Anda tunjukkan dalam tesis ini adalah bagaimana konsep keadilan Platon menanggapi penolakan gagasan pada saat itu. Lalu, akhirnya, bagaimana pengaruh konsep keadilan Plato terhadap sejarah filsafat barat. ......This thesis will discuss Platos theory of the concept of a just state. Platos concept is inseparable from the influence of ideas of justice at that time such as Homer, Hesiod, and Solon as well as from the historical context and the background of his past life. What you want to show in this thesis is how Plato's concept of justice responded to the rejection of ideas at the time. Then, finally, how the influence of Plato's concept of justice on the history of western philosophy.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belsky, Scott
Jakarta: Noura Books, 2016
658.409 BEL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Kristiyantoro
Abstrak :
ABSTRAK
Telah menjadi sebuah keniscayaan bahwa pertumbuhan kota dari tahun ketahun akan selalu menghadirkan drama pertentangan antara proses pemadatan permukiman dengan tuntutan akan kehidupan yang nyaman di kota. Hal tersebut bukan hanya dirasakan dalam skala umum wilayah kota secara keseluruhan saja, namun sudah menyentuh pada tataran mikro dari sebuah sistem kota yaitu skala neighborhood. Kondisi dualisme permasalahan tersebut semakin diperburuk dengan banyaknya anggapan mengenai karakter masyarakat kota yang individualistik dan kurang peduli terhadap kondisi lingkungan bermukimnya. Sehingga solusi-solusi yang dihadirkan untuk penanganannya-pun juga akan sulit dilakukan secara bersama. Namun sepertinya anggapan tersebut tidak dapat dijadikan untuk memukulratakan karakteristik masyarakat kota secara keseluruhan.Penelitian kualitatif-fenomenologi yang dilakukan pada masyarakat skala neighborhood di wilayah RW 16, Baktijaya, Kota Depok menunjukan pembelajaran unik yang berbeda. Komposisi penduduk yang heterogen yang berasal dari berbagai suku bangsa, tidak menghalangi semangat untuk membentuk struktur masyarakat yang baru dengan landasan kesadaran berkomunitas spasial dan rasa senasib sepenanggungan sebagai kaum migran di kota. Dengan landasan tersebut, masyarakat RW 16 yang pada awalnya sangat labil, bertransformasi menjadi masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat dan mampu merespon secara kolektif permasalahan yang ada di lingkungan bermukimnya, salah satunya adalah masalah kegersangan. Keterbatasan lahan akibat tingginya intensitas pembangunan, tidak menghalangi tekad masyarakat untuk menghilangkan kegersangan dengan aksi kolektifnya. Ruang-ruang sisa antara bangunan dan jalan, diubah secara kolektif menjadi koridor ldquo;gang hijau rdquo; yang menciptakan nuansa kesegaran. Adanya kompetisi hijau dalam berbagai tingkatan juga seolah menjadi ruang ekspresi masyarakat untuk mengaktualisasikan ide-ide kreatifnya dalam penghijauan. Dengan keunikan fenomena perwujudan setting tata perumahan padat bernuansa hijau secara kolektif tersebut, kini RW 16, Baktijaya, menjadi sebuah referensi yang sangat menarik untuk solusi mengatasi kegersangan di wilayah perkotaan.
ABSTRACT
Conflict between increasing residential density to demand for comfortable life in a growing city is inevitable. This is not only witnessed on a city scale, but can also be observed at a neighborhood scale. Conflicting issues are increasingly aggravated by perception toward urban society character which is considered individualistic and ignorance to their residential environment. Collective efforts to resolve the problems are challenging. However, such conception cannot be stigmatized as urban society character. A Qualitative Phenomenology research in a neighborhood located in RW 16, Baktijaya, Kota Depok presented a unique lessons learnt. The society rsquo s diverse origins engaged them to create a new structure emphasized by spatial awareness and collective supports as urban migrant. This transformed them to be a community with a robust social capital which can collectively respond to environmental problems such as aridity of their residential. Collective efforts generated creativity to use spaces between buildings and roads and turn them to green corridor refreshing the residential nuance. Various green competitions allowed the community to express and translate their creative idea. Collective efforts to convert aridity to green corridor in RW 16, Baktijaya can be referred as an interesting solution to resolve aridity in urban area.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Amadea Svastika
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas pemikiran Agustinian yang bercorak idealis-subjektif mengenai jalan menuju Tuhan dan menginterpretasi ulang pemikiran Agustinus yang pada umumnya dianggap teologis-fideis menjadi filosofis. Perjalanan menuju Tuhan merupakan suatu perjalanan jiwa yang berkembang dengan sikap ragu-ragu sebagai landasan utamanya, yang kemudian mengakibatkan pemerolehan iluminasi atau cahaya ilahiah. Sikap ragu-ragu atau skeptisisme dalam perspektif Agustinian bertujuan untuk mencapai kebenaran. Hal yang diragukan dalam perjalanan ini adalah doktrin dan wahyu yang berasal dari agama warisan, sehingga skeptisisme yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu upaya kritis untuk melawan doktrinasi berlandaskan agama yang dapat membawa jiwa manusia ke dalam ilusi dan pemahaman yang salah akan Tuhan. Dengan memiliki sikap ragu-ragu, iluminasi ilahiah yang berasal dari Tuhan diperoleh manusia yang kemudian membawa jiwanya ke dalam pemahaman ide ilahi yang berpangkal pada Tuhan, sehingga pemahaman akan Tuhan yang hakiki dan menyeluruh tercapai dan jiwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode heuristika, yaitu metode untuk menemukan kebaruan secara ilmiah untuk memecahkan suatu masalah dan melakukan suatu eksplanasi alternatif alternative explanation , bahwa jalan menuju Tuhan dalam perspektif Agustinian tidak sepenuhnya bersifat fideis.
ABSTRACT
The focus of this study is an Augustinian idealist subjective perspective about the way to God and I make a reflection and re interprets Augustine 39 s thought about it. The journey to God is a journey of the soul that develops basically out of doubt, which then acquire an illumination or divine light. The aims of skepticism in the Augustinian perspective is to reaching the truth. The things dubitable in this journey is the doctrine and revelation that reside in the religion, so as to speak skepticism refers to critical effort to refute religious dogmatism, which is the root of misunderstanding of God and the illusion as its implication. Being skeptic is the motor of seeking truth as well as the very foundation for the journey of the soul to God, which has illumination as meaning that destines it to God and the soul can be united with God. This research using heuristical method, which is a method for finding novelty to solve a problem and stating differently the Augustines thought as an alternative explanation , that the way to God in the Augustinian perspective is not a fideist.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Laxman Sanjaya Pendit
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Marlando Wawolumaya
Abstrak :
Tesis ini merupakan penelitian atas pemikiran Gottlob Frege yang mencoba untuk memanifestasikan prinsip-prinsip logika ke dalam tataran bahasa. Penelitian ini pada dasarnya lebih mengacu kepada problem yang krusial dalam logika mau pun bahasa, yaitu kebermaknaan. Kebermaknaan menjadi sebuah isu dalam logika yang menjadi ruang ontologis penyebab dari kesesatan dan ambiguitas. Problem kebermaknaan ini dimodifikasi sedemikian rupa oleh Frege agar mendapatkan definisi, posisi, serta pengertiannya yang tepat dalam tataran logika mau pun bahasa. Hanya dengan memahami isu-isu mengenai problem kebermaknaan lah, kita baru bisa memulai serta memfondasikan aktivitas berpikir kita, khususnya berfilsafat, di atas fondasi logika serta epistemologi yang aman dan dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis.
This thesis is a study of the thought of Gottlob Frege that endeavors the manifestation of logical principles on language. This study is concern with the pivotal problem of logic and language, that is Meaning. Meaning is an issue of logic that has become an ontological space that enables fallacies and ambiguities. This problem of meaning is modified by Frege in order to have its proper definition, position, and concept in logic and language. Only with the understanding of the problem of meaning, we can be able to start and lay our thinking activity, especially philosophizing, on a secure foundation of logic and epistemology that is also philsophically-responsible.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28735
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairil Parmato
Abstrak :
Tubuh merupakan medium yang paling tepat untuk memvisualisasikan diri. Tubuh juga merupakan titik pusat bagi diri. Tubuh yang melekat merupakan jembatan yang menghubungkan diri ini dengan ruang-ruang tak terbatas yang akan memvisualisasikan identitas diri. Dalam sejarahnya, persoalan mengenai tubuh tidak banyak mengambil porsi dalam pembicaraan yang besar seperti politik. Baru pada abad ke-20, tubuh mulai ramai dibicarakan di ruang publik dikarenakan perkembangan teknologi dan media yang ada. Tubuh mulai banyak disorot dan persoalan mengenai tubuh dengan cepat menjadi topik utama dan meluas ke area di mana ada diskursus mengenai citra tubuh yang dibentuk dalam masyarakat sampai mengenai identitas sosial yang dibentuk oleh tubuh. Diskursus mengenai tubuh semakin meluas ketika arus media dan industri fashion mulai berkembang dengan cepat. Berbagai nilai dan konsekuensi yang hares diambil tubuh menjadi suatu hal yang dianggap wajar. Problem tubuh tidak lagi hanya menyangkut masalah nilai dan identitas sosial seorang individu, namun juga meluas kepada problem kesehatan bahkan seksualitas. Dalam sejarah filsafat sendiri, persoalan mengenai tubuh lebih fokus dibahas oleh seorang filsuf Prancis, Michel Foucault. Baginya, tubuh merupakan media bagi sensasi, rasa dan kenikmatan bertempat. Menurutnya, tubuh merupakan satu dimensi dengan empat variabel di dalamnya, yakni kuasa-pengetahuan, kenikmatan, rasa, dan sensasi. Baginya, kuasa bagi tubuh bukanlah alat untuk merepresi tubuh melainkan alat untuk memperluas kemampuan tubuh dan meningkatkan kualitas tubuh. Foucault membuat tiga bentuk analisanya terhadap tubuh, yakni force relation, di mana di sini ia mengemukakan mengenai kekuasaan dan tubuh. Kemudian ia juga mengemukakan mengenai anatomi tubuh dan perwujudan kekuasaan dalam tingkah laku. Yang terakhir, ia berbicara mengenai tubuh sosial di mana, di sinilah adanya perwujudan kekuasaan dan tubuh. Bagi Foucault, sebuah diskursus mengenai tubuh tidak akan habis dibahas karena pembicaraan ini menyangkut segala aspek yang ada di masyarakat, karena nilai-nilai sosial yang dibentuk dalam masyarakat, bahkan identitas sosial seorang individu akan berakar pada tubuh. Tubuh merupakan benda sosial di mana ia adalah penanda bagi sebuah masyarakat. Perkembangan masyarakat dengan sistem kapitalisme globalnya, membuat masyarakat modem terjebak pada sebuah era eksplorasi dan eksploitasi tubuh. Itulah mengapa Foucault mengatakan bahwa tubuh manusia merupakan tempat yang paling esensial untuk pengoperasian kekuasaan. Tubuh juga merupakan tempat untuk tempat di mana praktek-praktek sosial terjadi. Dan sini tercapai sebuah kejelasan bagaimana tubuh sampai digolong-golongkan, dikonstitusi, dan dimanipulasi oleh kekuasaan. Diskursus mengenai tubuh mulai melebar lagi ketika negara dan media mengambil tempat di dalanmya. Mulailah ada proses normalisasi dan idealisasi yang dibentuk oleh negara dan media. Problematika yang terjadi menjadi bertambah luas ketika perkembangan media menawarkan berbagai idealisasi di dalamnya. Hal ini membuat tubuh bukan lagi seonggok daging dengan kebebasan dan kuasa di dalamnya, melainkan tubuh sebagai barang bongkar-pasang yang bisa diutak-atik sesuai dengan keinginan, kapan pun dan di mana pun. Diskursus mengenai tubuh tidak akan luput dari pembahasan seksualitas. Perkembangan seksualitas sering kali mengalami represi, yang dimulai dari zaman Victoria. Bahkan, sampai sekarang pun represi terhadap seksualitas masih terjadi dengan adanya bentukan idealisasi dan normalisasi dan negara dan media tali. Kuasa yang tadinya berfungsi melebarkan sayap kualitas tubuh menjadi berbalik menghakimi dan membatasi ruang gerak tubuh. Diskursus yang ada mulai membuat sebuah nilai kebenaran mengenai tubuh dan seksualitas. Tubuh merupakan sebuah media tempat segala macam aksesoris melekat. Sekarang, tubuh bisa dengan mudah dibentuk, dimanipulasi, dan direpresi. Diskursus mengenai tubuh dan seksualitas tidak akan pernah memiliki truth (kebenaran) dengan T besar di dalamnya, karena my body, your body, our body is wonderland!
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Awal dan Akhir. Kehidupan manusia selalu berawal dan berakhir, begitulah kenyataan hakekat yang kita terima sebagai manusia. Berawal dari kelahiran yang begitu amat sangat dirayakan scbagai suatu kebahagiaan selepas penderitaan, Iayaknya pelangi setelah prahara hujan ataupun terang matahari pagi yang muncul setelah kegelapan malam, sebuah masa penuh dengan nuansa sukacita. Namun, hidup juga pasti akan berakhir. Akhir tersebut bernama kematian, yang selalu dipandang sebagai satu momen yang menjadi momok mengerikan, satu tilik dalam hidup yang membuat hidup menjadi hancur dan berakhir, sebuah masa penuh dengan nuansa dukacita. Martin Heidegger, dalam buku Being and Time, memberikan alternatif pemahaman yang berbeda terhadap problem kematian. Kematian bukanlah suatu hal yang sedemikian mengerikan, yang dengan sewenang-wenang merenggul nyawa dan mengakhiri begitu saja kehidupan manusia tanpa belas kasih, sehingga manusia kehilangan makna dirinya, yang berujung pada kehilangan ke-otentik-annya. Kematian, menurut Heidegger, seharusnya dipandang scbagai suatu kemungkinan unik dan tersendiri di antara berbagai kemungkinan dalam kehidupan. Kematian sebagai kemungkinan tersebut haruslah diterima manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, manusia akan menyadari dan menerima bahwa dirinya memiliki kemungkinan yang niscaya, yang mengakhiri kemungkinan-_kemungkinan lain. Kesadaran tersebut membuat manusia keluar dari kesehariannya, mencoba mencapai makna terdalam dirinya, dan kemudian mengantisipasi masa depan melalui perjalanan hidup yang bermakna, otentik. Akhirnya, kematian akan menjadi penutup yang manis dan momen selebrasi bagi cerita kehidupan manusia, bukan lagi dukacita, melainkan sebagai suatu pintu gerbang menuju ke ke-otentik-an manusia.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16043
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>