Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triana Aprilia
"Penelitian ini membahas tentang influencer TikTok sebagai pekerja immaterial yang melangsungkan aktivitas produksi sekaligus konsumsi dalam proses kerjanya. Influencer TikTok turut memproduksi hasil kerja berupa konten informasi dan konten budaya yang dapat menjaring konsumen. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer media sosial memegang peranan penting dalam membentuk preferensi pengguna media sosial, terutama dalam penggunaan produk skincare. Namun fokus studi-studi terdahulu lebih pada kesuksesan influencer dalam menjangkau konsumen. Studi-studi terdahulu kurang mengelaborasi bentuk kerja serta aktivitas produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh influencer. Padahal, influencer TikTok tidak hanya berperan sebagai produsen konten informasi dan budaya, tetapi juga sebagai konsumen bagi industri skincare yang mereka gunakan. Oleh karena itu, peneliti berargumen bahwa makna produksi dan konsumsi kerap kabur atau dengan kata lain influencer menjalankan praktik prosumption dalam proses kerjanya. Sehingga aktivitas influencer yang terlihat santai dan menyenangkan membuat mereka sukarela melakukan kegiatan yang sebenarnya termasuk bagian dari bekerja. Proses semacam inilah yang menguntungkan perusahaan karena membantu mereka memasarkan produk skincare yang mereka produksi dengan harga minimal. Hasil penelitian menemukan bahwa influencer menghasilkan produk immaterial yang mampu membentuk selera konsumen dan membangun hubungan sosial dengan audiens dan industri produk skincare. Penelitian ini juga menemukan bahwa kondisi kerja influencer media sosial fleksibel dan independent, serta relasi sosial antara influencer dengan kapitalis yang abstrak. Kondisi itu yang justru mengaburkan batasan kegiatan kerja dan non-kerja dalam kehidupan mereka. Akibatnya, aktivitas prosumption konten skincare yang mereka anggap sebagai suatu hobi dan kesenangan tanpa disadari menyamarkan kondisi kerja influencer yang rentan. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi secara daring. Populasi pada penelitian adalah micro-influencer TikTok di bidang skincare dengan rentang usia 13-26 tahun.
......This study discusses TikTok influencers as immaterial labour who carry out production and consumption activities in their work process. TikTok influencers also produce work in the form of information content and cultural content that can attract consumers. Previous studies have shown that social media influencers play an important role in determining the preferences of social media users, especially in the use of skincare products. However, the focus of previous studies was more on the success of influencers in getting consumers. Previous studies did not elaborate on the form of work and production and consumption activities carried out by influencers. TikTok influencers not only act as producers of informational and cultural content but also as consumers of the skincare industry they use. Therefore, the researcher argues that the meaning of production and consumption is often blurred or affects the practice of prosumption in influencer’s job. So, influencer activities that look relaxed and fun make them willingly do activities that are part of work. It is this process that benefits the company as it helps them market the skin care products they manufacture at minimal prices. The study found that influencers produce immaterial products that can shape consumer tastes and build social relationships with the audience and the skin care product industry. This study also finds that the working conditions of social media influencers are flexible and independent, then they have an abstract relationship with the capitalist. This condition blurs the boundaries of work and non-work activities in their lives. As a result, the activity of producing and consuming skincare content which they consider a hobby and pleasure unconsciously disguise the working conditions of vulnerable influencers. Data collection in this study used a qualitative approach with the method of literature studies, in-depth interviews, and online observations. The population in this study are TikTok skincare micro-influencers with an age range of 13-26 years."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Aprilia
"Shopee menciptakan Program Shopee Affiliates sebagai salah satu strategi dalam mempromosikan produknya di masa pandemi Covid-19. Program Shopee Affiliates merupakan suatu program yang memberikan kesempatan kepada content creator atau influencer untuk mendapatkan komisi atau penghasilan tambahan hanya dengan mempromosikan produk-produk yang ada di platform Shopee ke sosial media yang dimiliki. Studi-studi terdahulu cenderung melihat pekerjaan influencer sebagai suatu pekerjaan yang memiliki prospek kerja yang menjanjikan dan menguntungkan. Berbeda dengan studi terdahulu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis bentuk-bentuk kerentanan yang dialami oleh pekerja influencer dalam Program Shopee Affiliates di platform digital TikTok. Penelitian ini berargumen bahwa hadirnya Program Shopee Affiliates memunculkan kelompok pekerja imaterial yaitu pekerja influencer yang dinilai fleksibel tidak adanya ikatan ruang dan waktu, justru memposisikan pekerjaan influencer ini ke dalam kondisi pekerja yang rentan. Penelitian ini menggunakan konsep immaterial labour yang dikemukakan oleh Maurizio Lazzarato dan konsep precarious work yang dikemukakan oleh Guy Standing, dimana kategori-kategori yang telah disebutkan, pekerja influencer tergolong ke dalam jenis pekerjaan yang menghasilkan suatu produk yang bersifat imaterial atau tidak berwujud yang memiliki risiko kerja yang rentan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya fleksibilitas dalam bekerja dan ketidakpastian kontrak kerja menyebabkan influencer Program Shopee Affiliates di TikTok mengalami kondisi kerja yang rentan, seperti ketidakpastian kontrak kerja, ketiadaan perlindungan hak cipta terhadap konten digital yang telah dibuat, ketiadaan perlindungan jaminan sosial dan kesehatan, ketidakpastian jam kerja, ketidakstabilan pendapatan, dan ketiadaan serikat pekerja. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menggambarkan dan mengkaji kerentanan-kerentanan yang dialami oleh pekerja influencer dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam semi-terstruktur, observasi digital, data sekunder, dan studi pustaka.
......Shopee created the Shopee Affiliates program as one of the strategies to promote its products during the Covid-19 pandemic. The Shopee Affiliates program is a program that provides opportunity for content creators or influencers to earn commission or additional income only by promoting products from Shopee using their personal social media. Previous studies tend to view influencer work as a promising and lucrative career prospect. However, this research aims to critically analyze the forms of vulnerability experienced by influencer workers in the Shopee Affiliates Program on the TikTok digital platform. This study argues that the introduction of the Shopee Affiliates Program has given rise to a group of immaterial workers, namely influencer workers, who are considered flexible due to the absence of spatial and temporal constraints. However, this flexibility actually places influencer work in a vulnerable condition. The study adopts the concept of immaterial labor proposed by Maurizio Lazzarato and the concept of precarious work put forth by Guy Standing. Within these categories, influencer work is classified as a type of work that produces intangible or immaterial products, which entails risks and vulnerabilities. The findings of the research indicate that the flexibility of work and the uncertainty of employment contracts contribute to the vulnerability of influencers in the Shopee Affiliates Program on TikTok. They experience precarious working conditions, including uncertain employment contracts, lack of copyright protection for their digital content, absence of social security and health benefits, uncertain working hours, income instability, and the absence of labor unions. This research uses qualitative research methods to describe and study the precarities which are experienced by influencers, while also doing semi-structured in-depth interview, digital observation, and uses secondary data and literature study as the data collection technique."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library