Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rury Nur Utomo
"Menyadari tren pembelian kapal feri bekas dari luar negeri untuk dioperasikan di Indonesia dengan mengabaikan aspek stabilitas kapal ketika memodifikasi dan pemindahan operasi kapal ke rute pelayaran baru yang hanya mementingkan masalah bisnis menjadi hal sangat penting dipertimbangkan sebagai salahsatu penyebab kecelakaan kapal tenggelam. Salah satu hal yang mempengaruhi stabilitas kapal adalah pengaruh ketinggian gelombang yang ada dilautan. Oleh karena itu penting dilakukannya analisa stabilitas kapal terhadap ketinggian gelombang mengacu pada persyaratan International Maritime Organization (IMO).
Hasil analisis menunjukan semakin tinggi ketinggian gelombang yang diberikan terhadap suatu kapal maka kapal pun akan merespon dengan semakin tingginya besaran maksimum lengan penegak dengan berupaya mempertahankan sudut maksimum lengan penegak berada untuk mendekati posisi stabil. Kriteria stabilitas berdasarkan perhitungan stabilitas yang mengacu pada IMO A.749 (18) menyatakan bahwa ada satu poin yang tidak memenuhi standar persyaratan yaitu sudut maksimum lengan penegak yang kurang dari 25ᵒ. Selebihnya kapal ini memenuhi standarisasi stabilitas yang telah ditetapkan oleh IMO, baik itu kriteria tambahan untuk kapal penumpang. Faktor kenyamanan pun tak luput diperhatikan dimana rolling period kapal ini tidak memenuhi batas minimum kenyamanan kapal penumpang yaitu 8 second.
......
Aware of trends in the purchase of former ferry from abroad to operate in Indonesia by ignoring aspects of the ship’s stability when modifying and operating the ship transfer to the new route which is only concerned with the bussiness aspects become very important things considered as one of the main causes of the accident the ship sank. One of the things that affect the stability of the ship is the influence of the waveheight in the ocean. Therefore it is important to do ship stability analysis of waveheight refers to the requirements of the International Maritime Organization (IMO).
Results of analysis showed the higher height of waves given to a ship, then the ship will respond by increasing the maximum magnitude of the enforcement arm strives to maintain the maximum angle it to approach the enforcement arm is stable. Stability criterion based on calculation of calculation of stability which refers to IMO A.749 (18) states that there is one point that does not meet the standard requirements of enforcement arm of the maximum angle of less than 25ᵒ. This meets the standars of the rest of the ship’s stability set by the IMO, whether additional criteria for passanger ships. The comfort factor is not escaped note where the rolling period this ship does not meet minimum passenger ship’s convenience limit that is 8 second."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sila Selvina
"Penelitian ini membahas permasalahan tentang peran International Maritime Organization (IMO) melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya dalam menanggulangi masalah pembajakan kapal laut dengan melihat studi kasus pembajakan yang terjadi di perairan Indonesia. Pembajakan kapal laut merupakan kejahatan transnasional yang tindakannya sampai melintasi batas negara, sehingga upaya penanganannya melalui sebuah kerjasama internasional.
Melalui wadah IMO, terciptalah suatu kerjasama di dalam upaya memberantas pembajakan kapal laut yang terjadi di seluruh dunia. Peran IMO sebagai sebuah organisasi internasional di dalam menanggulangi masalah ini sesuai dengan fungsinya sebagai wadah kerjasama, pemberi saran, tempat konsultasi, pembuat kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
Dari peran IMO tersebut diharapkan dapat menanggulangi permasalahan pembajakan kapal laut yang saat ini banyak menjadi sorotan negara-negara di dunia terutama Indonesia. Kasus pembajakan kapal laut diperairan Indonesia mengalami peningkatan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah faktor geografi, ekonomi, keamanan dan state sponsorship.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka IMO berusaha untuk menanggulangi permasalahan yang ada melalui kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan upaya pencegahan (preventive) dan pemberantasan (suppression) aksi pembajakan kapal laut. Dari perannya tersebut diharapkan IMO dapat membantu Indonesia dalam menanggulangi dan berupaya mengurangi tingkat kejadian pembajakan kapal laut di perairan Indonesia.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan IMO berkaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan aksi pembajakan kapal laut dinilai tidak efektif bagi penyelesaian masalah pembajakan di perairan Indonesia. Hal itu disebabkan karena IMO bukan sebuah rezim organisasi internasional sehingga IMO tidak bisa mendesak Indonesia untuk segera meratifikasi kebijakan-kebijakan yang dibuatnya tentang pencegahan dan pemberatasan pembajakan kapal laut.
Permasalahan ini menjadi kelemahan bagi IMO karena tidak bisa meyakinkan pemerintah Indonesia untuk secepatnya meratifikasi kebijakankebijakan IMO tersebut mengingat kasus pembajakan kapal laut di perairan Indonesia mengalami peningkatan. Selain itu juga dengan lemahnya fasilitas penjagaan perairan Indonesia sehingga dianggap perlu untuk meratifikasi kebijakan-kebijakan tersebut agar dapat memberikan langkah-langkah pencegahan pembajakan kapal laut kepada para pengguna laut dan masyarakat maritim.
116 hal, xiv hal, 1 Label, 1 diagram, 1 gambar, 6 buku (1987-2000), 10 dokumen, 7 makalah, 2 jurnal, 20 data internet, 1 majalah, 2 koran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13738
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maretta Trimirza
"Persetujuan Paris Agreement UNFCCC mengatur mengenai kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) yang harus dilakukan oleh setiap negara. International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan “initial strategy on reduction of GHG emissions from ships” untuk mengurangi emisi sektor pelayaran. Untuk mewujudkan komitmen target yang Indonesia yang dibuat sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC), pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan untuk bisa memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada tahun 2030. Maka permasalahan yang diteliti mengenai Bagaimana penerapan kebijakan dan peraturan pemerintah dapat memenuhi target NDC Indonesia sesuai dengan ketentuan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change. Dan Bagaimana kebijakan dekarbonisasi dalam industri pelayaran sesuai dengan NDC Indonesia dan ketetapan oleh International Maritime Organization (IMO). Penelitian ini adalah jenis penelitian doktrinal, yang data digunakan adalah data sekunder yang didukung oleh wawancara dengan narasumber informan dan jenis-jenis bahan hukum lainnya, pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan studi kepustakaan. Untuk mewujudkan komitmen NDC Indonesia dalam penurunan emisi, pemerintah telah mengeluarkan roadmap atau peta jalan yang menggambarkan langkah-langkah, tahapan program, aktivitas, penanggung jawab, strategi pelaksanaan yang jelas dan rencana aksi mitigasi. Pemerintah telah membuat aksi mitigasi untuk sektor pelayaran yaitu implementasi onshore power supply (OPS), penggunaan bahan bakar low sulfur dan bahan bakar non karbon. Maka dalam kesimpulan penelitian ini bahwa pemerintah mengeluarkan roadmap atau peta jalan yang menggambarkan langkah-langkah, tahapan program, aktivitas, penanggung jawab, dan strategi pelaksanaan yang jelas dan aksi mitigasi yang dibuat seperti OPS yang sudah berjalan dengan baik dan bahan bakar non karbon masih berjalan. Aksi mitigasi ini efektif dalam penurunan emisi karbon.
......The UNFCCC Paris Agreement regulates the nationally determined contribution (NDC) that each country must make. The International Maritime Organization (IMO) has issued an "initial strategy on reduction of greenhouse gas emissions from ships" to reduce emissions in the shipping sector. In order to realize Indonesia’s target commitments made in accordance with the Nationally Determined Contribution (NDC), the government has issued a range of regulations and policies to be able to meet the nationally determined contribution target of Indonesia by 2030. Then the question is how the implementation of government policies and regulations can meet the goals of NDC Indonesia in accordance with the provisions of the Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change. And how the decarbonization policy in the shipping industry is in line with the NDC Indonesia and the provisions of the International Maritime Organization (IMO). This research is a type of doctrinal research; the data used is secondary data supported by interviews with informant sources and other types of legal materials. Data collection is carried out by conducting library studies. To realize NDC Indonesia’s commitment to emissions reduction, the government has issued a roadmap that outlines measures, program phases, activities, accountability, clear implementation strategies, and mitigation action plans. The government has taken mitigation measures for the shipping sector, including the implementation of onshore power supply (OPS), the use of low sulfur fuels, and non-carbon fuels. So in the conclusion of this study, the government issued a roadmap describing the steps, program phases, activities, accountabilities, and clear implementation strategies and mitigation actions made such as the OPS already running and non-carbon fuels still running. This mitigation action is effective in reducing the carbon emissions of the maritime transport sector."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Dhani Ekaputra
"Berdasarkan aturan IMO tentang Konvensi Polusi Laut, yaitu pada MARPOL 73/78 - Annex I, seluruh kapal tanker diharuskan memiliki konstruksi double hull untuk pencegahan polusi laut. Pengkajian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pilihan yang paling tepat dalam hal waktu dan biaya jika membandingkan antara konversi dari single hull menjadi double hull, pembelian kapal bekas dengan tipe double hull atau pengadaan kapal baru dengan tipe double hull. Berdasarkan perhitungan waktu dan biaya serta data yang diperoleh tercapailah kesimpulan yang paling efisien ditinjau dari penghematan waktu dan biaya adalah dengan konversi single hull menjadi double hull.
......Under the rules of the IMO Convention on Marine Pollution, namely the MARPOL 73/78 - Annex I, the entire tanker required to have a double hull construction for the prevention of marine pollution. This assessment has the aim to determine the most appropriate choice in terms of time and cost when comparing the conversion of single hull into double hull, the purchase of second-hand vessels with the type of double hull or procurement of new ships with double hull type. Based on the calculation of time and costs, and also the data obtained it has reached the conclusion that the most efficient in terms of time and cost savings is the conversion of single hull into double hull."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64113
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Iman Rahmadsyah
"ABSTRAK Convention On The International Regulation For Preventing Collisions At Sea 1972/COLREG 1972 diratifikasi oleh Indonesia melalui Kepres Nomor 50 Tahun 1979. Dengan terjadinya tubrukan kapal di ALKI maka COLREG 1972 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran belum maksimal memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran di ALKI karena Indonesia belum menetapkan Traffic Separation Schemes (TSS)/ skema jalur pemisah pelayaran di ALKI. Dari penelitian hukum yuridis normatif dengan pertimbangan kepadatan trafik, bahaya navigasi, sudah saatnya Indonesia menetapkan Traffic Separation Scheme (TSS) pada Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Jawa Sebelah Barat, Selat Lombok, Selat Makassar, Selat Ombai dan Laut Flores Seblah Tenggara. Dengan terdapatnya kelemahan Pasal 330 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, maka perlu direvisi dengan menambahkan perwira kapal dan awak kapal yang lain ikut bertanggung jawab secara pidana apabila lalai melakukan pencegahan kecelakaan kapal. Diperlukannya pengendalian Perairan Indonesia di ALKI melalui eksistensi kekuatan negara sepanjang ALKI. Untuk peningkatan pemahanan dan pengetahuan dalam penanganan Tindak Pidana Pelayaran perlu diadakan pelatihan bersama antara Penyidik dibidang pelayaran yaitu Polri, PPNS Perhubungan, Perwira TNI AL, Kejaksaan, Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Hakim Mahkamah Agung.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library