Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vicky Novita Mulya
"Karies merupakan salah satu komplikasi yang umumnya terjadi pada gigi impaksi. Penelitian yang membahas mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi impaksi sudah banyak dilakukan di berbagai negara, namun di Indonesia masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi molar tiga kelas IA di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif yang bersifat retrospektif dengan sampel penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari kartu status pasien RSKGM FKGUI periode Januari 2010-Juli 2013.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa prevalensi impaksi molar tiga bawah kelas IA sebesar 42,5% dari 496 kasus impaksi molar tiga bawah. Rasio laki-laki : perempuan yang mengalami impaksi molar tiga kelas IA adalah 1:1,7. Mayoritas pasien berusia 17-35 tahun dan kebanyakan berasal dari suku Jawa (44,1%). Sebanyak 23,2% pasien mengalami karies pada gigi impaksinya dan umumnya terjadi pada impaksi mesioangular (17,2%). Permukaan oklusal merupakan daerah yang paling rentan terhadap terjadinya karies baik pada impaksi mesioangular, vertikal, horizontal, maupun transverse, yaitu sebanyak 59,6%.

Caries is one of the complications commonly arise in impacted teeth. Studies concerning frequency distribution of caries in impacted third molar are widely available in several countries, but not in Indonesia. This study aims to get information regarding frequency distribution of caries in class IA impacted third molar among patients of Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Research was done using retrospective descriptive study through observation of patient’s status cards at RSKGM FKGUI from January 2010 to July 2013.
The results indicate that prevalence of class IA impacted third molar is 42.5% out of 496 cases of all impacted mandibular third molar. Gender ratio of male to female is 1: 1.7, whereas the majority of the patients are aged 17-35 years old and of Javanese origins (44.1%). Some patients have caries in their impacted third molar (23.2%), especially in mesioangular impaction (17.2%). Occlusal surface accounts for the most susceptible site to caries in class IA impacted third molar (59.6%) in all mesioangular, vertical, horizontal and transversal impaction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Ghassani Putri
"Latar Belakang: Molar tiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Impaksi gigi molar tiga seringkali dikaitkan dengan berbagai macam kondisi patologis, salah satunya adalah karies pada molar tiga itu sendiri. Penelitian mengenai distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga yang impaksi telah dilakukan di berbagai negara, namun di Indonesia masih sedikit penelitian yang membahas hal ini.
Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga yang impaksi di RSKGM FKG UI Periode Januari 2014-Desember 2016.
Metode: Studi deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari rekam medik pasien RSKGM FKG UI periode Januari 2014-Desember 2016.
Hasil: Analisis dilakukan pada 442 kasus impaksi molar tiga yang diindikasikan untuk dilakukan tindakan odontektomi. Dari 442 molar tiga yang impaksi, sebanyak 136 gigi 30,8 mengalami karies. Karies paling banyak terjadi pada pasien usia 26-30 tahun 32,4. Karies lebih banyak ditemukan pada pasien laki-laki 55,1 dan pada elemen gigi 38 58,1. Karies paling sering terjadi pada molar tiga dengan impaksi mesioangular 72, kelas II 63,2, dan posisi A 80,1. Permukaan yang paling sering mengalami karies adalah permukaan oklusal 47,8. Sebagian besar karies yang terjadi pada molar tiga impaksi telah mencapai kateogori advanced 61,8.
Kesimpulan: Distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga paling banyak ditemukan pada pasien laki-laki dengan usia 26-30 tahun dan karies paling banyak ditemukan pada molar tiga dengan impaksi mesioangular IIA.

Background: The third molar is the most common tooth to become impacted. Impacted third molar is often associated with various pathological conditions, one of which is dental caries in the third molar itself. Research about caries in impacted third molar had been done in some countries. However, in Indonesia, the research about this matter is currently limited.
Aim: This research is conducted to see the frequency and distribution of caries in impacted third molar in RSKGM FKG UI from January 2014 ndash December 2016.
Methods: The analysis was conducted on 442 cases of impacted third molar indicated for odontectomy.
Results: From 442 cases of impacted third molar, 136 teeth 30.8 had dental caries. Dental caries mostly found in patients that were 26 30 in age 32.4. Dental caries mostly happen in man 55.1 and mostly found in mandibular left third molar 58.1. Mesioangular angulation 72, class II 63.2, and position A 80.1 impaction are the most common. Caries mostly found in the occlusal surface of the impacted third molar 47,8 . Most of the caries found in the third molar are classified into the advanced category 61.8.
Conclusion Caries in impacted third molar mostly found in male patient that were 26 30 in age and mostly found in third molar with mesioangular IIA classification.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Berwin
"Latar Belakang: Gigi impaksi merupakan kondisi ketika gigi mengalami kegagalan untuk erupsi sepenuhnya ke lengkung gigi dalam waktu yang diharapkan. Berdasarkan frekuensi kejadiannya, gigi molar tiga rahang bawah (M3 RB) paling sering mengalami impaksi dengan prevalensi mencapai 60.6% di Indonesia. Salah satu faktor lokal utama terjadinya gigi M3 RB impaksi adalah kurangnya ruang pada lengkung rahang bawah yang sering dikaitkan dengan proses pertumbuhan tulang mandibula. Beberapa studi menunjukkan bahwa ukuran morfologi tulang mandibula yang mencerminkan kuantitas dan arah pertumbuhan tulang seperti tinggi simfisis mandibula, panjang badan mandibula, dan sudut gonial berpotensi untuk mempengaruhi kejadian gigi M3 RB impaksi.
Tujuan: Mengevaluasi hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan morfologi tulang mandibula.
Metode: Sebanyak 110 sampel sisi rahang bawah diperoleh dari 67 data radiografi panoramik digital pasien RSKGM FKG UI (50 perempuan dan 17 laki-laki; usia: 21.22–30.91 tahun). Sampel yang tersedia kemudian dibagi menjadi kelompok kasus (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang mengalami impaksi baik fully unerupted atau partially erupted) dan kelompok kontrol (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang erupsi sempurna) untuk dilakukan perbandingan. Pada studi ini, uji-t independen dan uji Anova 1 arah digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi normal. Di sisi lain, uji Mann-Whitney U dan Uji Kruskal Wallis digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi tidak normal.
Hasil: Tinggi simfisis mandibula dan sudut gonial secara statistik (p < 0.05) lebih rendah pada kelompok kasus. Sementara itu, panjang badan mandibula antara kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak berbeda secara statistik (p > 0.05). Pada hasil tinjauan pasien laki-laki saja, tidak ditemukan adanya perbedaan tinggi simfisis, panjang badan mandibula, dan sudut gonial antara kelompok kasus dan kelompok kontrol secara statistik (p > 0.05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial. Semakin kecil ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial, semakin besar kemungkinan gigi M3 RB mengalami impaksi. Di sisi lain, tidak ditemukan adanya hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran panjang badan mandibula.

Background: An impacted tooth is a condition when a tooth fails to fully erupt into the dental arch within the expected time. Based on the frequency of occurrence, the mandibular third molar (M3M) is the most frequently impacted with a prevalence of 60.6% in Indonesia. One of the main local factors for impacted M3M is the lack of space in the lower arch which is often associated with the growth process of the mandibular bone. Several studies have shown that the size of the mandibular bone morphology that reflects the quantity and direction of bone growth such as symphisis mandibular height, mandibular body length, and gonial angle has the potential to influence the occurance of impacted M3M.
Objective: To evaluate the relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular bone morphology.
Methods: A total of 110 samples of the mandibular side were obtained from 67 digital panoramic radiographic data of RSKGM FKG UI patients (50 women and 17 men; age: 21.22–30.91 years). The data were then divided into the case group (jaw side with M3M that were fully unerupted or partially erupted) and the control group (jaw side with M3M that fully erupted) for comparison. In this study, an independent t-test and 1-way ANOVA test was used to analyze the relationship between the impaction status of M3M and their classification with the morphology of the mandible in normally distributed data. On the other hand, the Mann-Whitney U test and the Kruskal Wallis test were used to analyze the relationship between the impaction status of the M3M tooth and its classification with the morphology of the mandible bone in abnormally distributed data.
Results: Symphisis mandibular height and gonial angle were statistically (p < 0.05) lower in the case group. Meanwhile, the mandibular body length between the case group and the control group was not statistically different (p > 0.05). In the results of the review of male patients only, there was no statistical difference in symphisis height, mandibular body length, and gonial angle between the case group and control group (p > 0.05).
Conclusion: There is a relationship between the occurance of impacted M3M with the size of the symphisis height and gonial angle. The smaller the size of the symphisis height and gonial angle, the more likely the M3M to experience impaction. On the other hand, there was no relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular body length.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nuryati Ramadhan
"Latar Belakang: Kista dentigerous merupakan hasil pembesaran folikel, berasal dari akumulasi cairan antara epitel email tereduksi dan email gigi impaksi. Mayoritas berhubungan dengan gigi yang paling sering impaksi, seperti molar tiga mandibula, kaninus maksila, molar tiga maksila, dan premolar dua mandibula. Setiap elemen gigi impaksi memiliki potensi yang sama mengalami pembentukan Kista Dentigerous. Untuk mencegah hal tersebut maka dibutuhkan perawatan yang tepat dan pencegahan sedini mungkin sehingga kemungkinan morbiditas lebih lanjut dapat dihindari. Berdasarkan tinjauan di atas, penulis ingin mengetahui data terbaru mengenai distribusi dan frekuensi Kista Dentigerous berdasarkan lokasi kelainan di Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui regio yang paling sering mengalami Kista Dentigerous pada pasien Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008.
Metode: Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif menggunakan data sekunder berasal dari kartu status pasien Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008 yang di dalamnya tercantum biodata, foto panoramik, dan hasil pemeriksaan histopatologis.
Hasil: Didapatkan 49 kasus dan 48 elemen gigi. Distribusi dan frekuensi menggunakan tabel dan pie chart yang menggambarkan berapa banyak kista dentigerous berdasarkan lokasi kelainan yang terjadi.
Kesimpulan: Distribusi dan frekuensi kista dentigerous paling banyak disebabkan oleh gigi Caninus maksila impaksi dan lokasi kelainan Kista Dentigerous paling banyak terjadi pada regio kaninus - kaninus maksila.

Backgroud: Dentigerous cyst is a result of folicle swelling, arise from fluid accumulation between the reduced enamel epithelium and the enamel of the impaction tooth. Most often they involve mandibular third molars, maxillary canines, maxillary third molars, and mandibular second premolars. Every single impaction tooth have same potency to grow a Dentigerous Cyst formation. In order to prevent a Dentigerous Cyts formation, we need a certain treatment and prevention must be done as soon as posible so that probability of next morbidity can be prevent. Based on the theory, the author wants to find the latest data about distribution and frequency of Dentigerous Cyst based on causing tooth element and location of cystic lesion in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo in period of November 1st 2002 - Oktober 31st 2008.
Aim: To know the most region that usually have Dentigerous Cyst formation in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo patients within Period November 1st 2002 - Oktober 31st 2008.
Method: The type of this study is descriptive observation - restrospective study by using secondary data from the dental record of Oral and Maxillofacial Surgery Clinic patients in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo within November 1st 2002 - Oktober 31st 2008 period, which is the content of the dental records is patient`s demographic data, panoramic radiograph, and the result of histopathologic examination.
Results: There are 49 cases and involved 48 teeth. Distribution and frequensy use table and pie chart to describe the number of Dentigerous Cyst based on causing tooth element and location of cystic lesion.
Conclusions: In this distribution and frequency of Dentigerous Cyst study, the Dentigrous Cyst is usually involve maxillary canine impaction teeth and most often site of Dentigerous Cyst is canine to canine region on maxilla."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurwahidah Hasan
"ABSTRAK
Peningkatan jumlah lansia di perkotan berkaitan erat dengan munculnya berbagai masalah termasuk perawatan diri. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung merupakan fasilitas pelayanan sosial usia lanjut yang terletak di area perkotaan dan berperan untuk memberi perawatan kesejahteraan bagi lansia termasuk perawatan diri. Salah satu perawatan diri yang penting bagi lansia adalah perawatan telinga. Impaksi serumen sebagai salah satu masalah telinga adalah produksi serumen yang berlebihan dan menyumbat kanalis auditorius eksternus. Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian distilled water pada masalah impaksi serumen. Distilled water cukup efektif sebagai serumenolitik karena mampu melembutkan serumen dalam waktu 15 menit. Perawat secara mandiri dapat melakukan perawatan telinga pada klien dengan masalah impaksi serumen di fasilitas pelayanan kesehatan lansia.

ABSTRACT
The increasing number of older people in urban areas is nearly related to various health problems including personal hygiene care. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung is an older people social facility located in urban area and has role in providing welfare including self care. One the most important self care for older peolple is ear care. Cerumen impaction is defined as an accumulation of cerumen that blocks external auditory meatus. This scientific paper aimed to analyze the effectiveness of distilled water to clear up impacted cerumen. Distilled water then known effective to soften cerumen in 15 minutes. Nurses who work in older people health care facility are autonomously required to conduct ear care for older people who are suffered for cerumen impaction."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library