Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saskia Kirana Anjani
"Latar Belakang: Bruksisme, yang meliputi kegiatan mengatupkan rahang atas dan bawah dengan keras (clenching) dan mengasah gigi-gigi (grinding), dapat terjadi saat terjaga (awake bruxism atau diurnal bruxism) dan saat tidur (sleep bruxism). Kondisi ini dapat memberikan beban oklusal berlebih pada gigi dan implan dental. Kegagalan implan dental adalah istilah yang digunakan untuk kondisi implan yang harus dilepas atau hilang. Komplikasi implan dental dapat dikategorikan menjadi komplikasi klinis dan komplikasi mekanis. Bruksisme dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kegagalan seperti patah implan atau sekrup implan dental, longgarnya sekrup implan dental, dan patah veneer porselen. Tujuan: Untuk menganalisis hubungan antara bruksisme dengan kegagalan dan komplikasi implan dental. Metode: Tinjauan sistematis (PROSPERO CRD42024591936) dengan pencarian literatur pada online database yaitu PubMed, EBSCO, dan SpringerLink. Studi yang diidentifikasi kemudian melalui tahapan skrining, penilaian eligibilitas, dan inklusi menggunakan kerangka Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA). Hasil: Sebanyak enam studi memenuhi kriteria inklusi untuk dilakukan systematic review. Berdasarkan hasil analisis studi yang diinklusi, terdapat hubungan antara bruksisme dengan kegagalan implan dan komplikasi implan, baik komplikasi klinis maupun mekanis. Kesimpulan: Kebiasaan bruksisme memengaruhi keberhasilan implan dental dan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi klinis serta mekanis, terutama jika disertai faktor risiko tambahan, seperti merokok.

Background: Bruxism, which includes clenching and grinding, can occur during wakefulness (awake bruxism or diurnal bruxism) and sleep (sleep bruxism). This condition can create an excessive occlusal load on teeth and dental implants. Dental implant failure is the term to describe where the implant must be removed or lost. Dental implant complications can be categorized into clinical complications and mechanical complications. Bruxism can be one of the risk factors for implant failure, such as implant or screw fracture, screw loosening, and porcelain veneer fracture. Objective: To analyze the relationship between bruxism and implant failure and complications. Methods: Systematic review (PROSPERO CRD42024591936) with literature searches in online databases namely PubMed, EBSCO, and SpringerLink. The identified studies then went through screening, eligibility assessment, and inclusion stages using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) framework. Results: A total of six studies met the inclusion criteria for systematic review. Based on the analysis of the included studies, there was an association between bruxism and implant failure and complications, both clinical and mechanical complications. Conclusion: Bruxism affects dental implant success and both clinical and mechanical complications, especially if accompanied by additional risk factors such as smoking."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saskia Kirana Anjani
"Latar Belakang: Bruksisme, yang meliputi kegiatan mengatupkan rahang atas dan bawah dengan keras (clenching) dan mengasah gigi-gigi (grinding), dapat terjadi saat terjaga (awake bruxism atau diurnal bruxism) dan saat tidur (sleep bruxism). Kondisi ini dapat memberikan beban oklusal berlebih pada gigi dan implan dental. Kegagalan implan dental adalah istilah yang digunakan untuk kondisi implan yang harus dilepas atau hilang. Komplikasi implan dental dapat dikategorikan menjadi komplikasi klinis dan komplikasi mekanis. Bruksisme dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kegagalan seperti patah implan atau sekrup implan dental, longgarnya sekrup implan dental, dan patah veneer porselen. Tujuan: Untuk menganalisis hubungan antara bruksisme dengan kegagalan dan komplikasi implan dental. Metode: Tinjauan sistematis (PROSPERO CRD42024591936) dengan pencarian literatur pada online database yaitu PubMed, EBSCO, dan SpringerLink. Studi yang diidentifikasi kemudian melalui tahapan skrining, penilaian eligibilitas, dan inklusi menggunakan kerangka Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA). Hasil: Sebanyak enam studi memenuhi kriteria inklusi untuk dilakukan systematic review. Berdasarkan hasil analisis studi yang diinklusi, terdapat hubungan antara bruksisme dengan kegagalan implan dan komplikasi implan, baik komplikasi klinis maupun mekanis. Kesimpulan: Kebiasaan bruksisme memengaruhi keberhasilan implan dental dan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi klinis serta mekanis, terutama jika disertai faktor risiko tambahan, seperti merokok.

Background: Bruxism, which includes clenching and grinding, can occur during wakefulness (awake bruxism or diurnal bruxism) and sleep (sleep bruxism). This condition can create an excessive occlusal load on teeth and dental implants. Dental implant failure is the term to describe where the implant must be removed or lost. Dental implant complications can be categorized into clinical complications and mechanical complications. Bruxism can be one of the risk factors for implant failure, such as implant or screw fracture, screw loosening, and porcelain veneer fracture. Objective: To analyze the relationship between bruxism and implant failure and complications. Methods: Systematic review (PROSPERO CRD42024591936) with literature searches in online databases namely PubMed, EBSCO, and SpringerLink. The identified studies then went through screening, eligibility assessment, and inclusion stages using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) framework. Results: A total of six studies met the inclusion criteria for systematic review. Based on the analysis of the included studies, there was an association between bruxism and implant failure and complications, both clinical and mechanical complications. Conclusion: Bruxism affects dental implant success and both clinical and mechanical complications, especially if accompanied by additional risk factors such as smoking."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Febrian Nasrul
"Pendahuluan: Fraktur intertrochanter dapat dilakukan tata laksana dengan beberapa metode, di antaranya dengan proximal femoral nail antirotation (PFNA). PFNA merupakan tindakan yang minimal invasif dan dapat mempercepat proses penyembuhan ekstremitas. Namun, pada beberapa kasus dapat terjadi kegagalan yang dipicu oleh berbagai faktor, di antaranya pemasangan yang kurang tepat dan kualitas densitas tulang yang buruk. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kegagalan implan pada pasien fraktur intertrochanter pasca PFNA.
Metode: Sebuah penelitian kohort retrospektif dilakukan melibatkan pasien dengan intertrochanter yang dilakukan fiksasi menggunakan PFNA di RSCM, RSUP Fatmawati, dan RSUP Persahabatan pada Januari 2019 – Desember 2023. Penelitian ini menilai hubungan posisi blade screw, panjang nail, tip-apex distance (TAD), calcar-referenced tip-to-apex distance (CalTAD), tipe fraktur intertrochanter, neck shaft angle (NSA), densitas tulang, dan kualitas reduksi terhadap kejadian kegagalan implan pasca PFNA dan luaran fungsional menggunakan harris hip score.
Hasil dan Diskusi: Sebanyak 48 sampel dengan fraktur intertrochanter yang menjalani operasi PFNA dengan 4 (8,33%) kasus kegagalan implan. Terdapat hubungan signifikan antara kualitas reduksi dengan kejadian kegagalan implan (p = 0,015) dan harris hip score (p < 0,001). Tidak terdapat hubungan signifikan antara posisi blade screw berdasarkan indeks parker anteroposterior dan lateral, TAD, CalTAD, panjang nail, tipe fraktur intertrochanter, NSA, dan densitas tulang dengan kejadian kegagalan implant PFNA (p > 0,05).
Kesimpulan: Kualitas reduksi merupakan faktor risiko utama terjadinya kegagalan implan fraktur intertrochanter dengan PFNA.

Introduction: Management of intertrochanteric fractures can be conducted through various methods, among which is the Proximal Femoral Nail Antirotation (PFNA). PFNA offers a minimally invasive approach and can facilitate early healing of the extremity. However, in some cases, failure may occur due to various factors, including blade screw position and poor bone density quality. Therefore, this study aims to identify factors contributing to implant failure in patients with intertrochanteric fractures after PFNA.
Methods: A retrospective cohort study was conducted involving patients with intertrochanteric fractures treated with PFNA fixation at Cipto Mangunkusumo Hospital, Fatmawati Hospital, and Persahabatan Hospital from January 2019 to December 2023. This research examines the relationship of blade screw position, nail length, tip-apex distance (TAD), calcar-referenced tip-to-apex distance (CalTAD), intertrochanteric fracture type, neck shaft angle (NSA), bone density, and reduction quality with PFNA implant failure and functional outcomes using Harris Hip Score.
Results and Discussion: A total of 48 samples with intertrochanteric fractures undergoing PFNA surgery were analyzed, with 4 (8.33%) cases of implant failure. There was a significant relationship between the reduction quality and the occurrence of implant failure (p = 0.015) and Harris Hip Score (p < 0.001). There were no significant relationships between the position of the blade screw based on the parker index anteroposterior and lateral, TAD, CalTAD, nail length, type of intertrochanteric fracture, NSA, and bone density with PFNA implant failure.
Conclusion: Reduction quality is a primary risk factor for the occurrence of implant failure in intertrochanteric fractures treated with PFNA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library