Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guritno Wahyu Wijanarko
Abstrak :
Salah satu pendorong terjadinya konvergensi pendapatan per kapita adalah ketersediaan dalam kualitas modal manusia yang sama antar wilayah. Untuk melihat pola konvergensi pendidikan dalam kaitannya dengan konvergensi pendapatan per kapita, dilakukan proses dekomposisi dari pendapatan per kapita yang dibagi dalam tiga komponen, yaitu : kuantitas pendidikan, harga pendidikan dan residu. Dengan pembagian komponen tersebut maka dapat dilihat kontribusi dari masing-masing komponen terhadap perubahan distribusi pendapatan per kapita. Pada konvergensi pendidikan yang dianalisis dalam tesis ini menggunakan dua tinjauan yaitu untuk tingkat pendidikan SMP dan SMA. Dari analisis didapatkan hasil kalau di wilayah Indonesia terjadinya konvergensi pendapatan per kapita ternyata tidak diikuti dengan konvergensi kuantitas pendidikan. Pada tingkat regional di Kawasan Barat Indonesia (KBI) terjadinya konvergensi pendapatan per kapita ternyata tidak diikuti dengan konvergensi kuantitas pendidikan sedangkan Kawasan Timur Indonesia (KTI) tidak terjadi pola konvergensi pendapatan per kapita namun terjadi konvergensi harga pendidikan pada tingkat pendidikan SMP serta konvergensi kuantitas pendidikan pada tingkat pendidikan SMA. Jika ditinjau dari sebelum pelaksanaan otonomi daerah (1993 - 1999) dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah (2000 - 2004) dapat dilihat bahwa di Indonesia sebelum pelaksanaan otonomi daerah terjadi pola konvergensi pendapatan per kapita dan konvergensi harga pendidikan pada tingkat pendidikan SMA namun setelah pelaksanaan otonomi daerah tidak terjadi konvergensi pendapatan per kapita maupun konvergensi pendidikan. Di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sebelum pelaksanaan otonomi daerah terjadi konvergensi pendapatan per kapita yang diikuti dengan konvergensi harga pendidikan pada tingkat pendidikan SMA dan setelah pelaksanaan otonomi daerah terjadi konvergensi pendapatan per kapita yang diikuti konvergensi pada harga pendidikan untuk tingkat pendidikan SMP. Sedangkan Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebelum pelaksanaan otonomi daerah tidak terjadi konvergensi pendapatan per kapita namun terjadi konvergensi kuantitas pendidikan pada tingkat pendidikan SMP dan setelah pelaksanaan otonomi daerah terjadi konvergensi pendapatan per kapita serta konvergensi kuantitas pendidikan pada tingkat pendidikan SMA.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangemanan, Lyndon
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan penduduk periode tahun 1980 -1996 (PelitaIII -Pelita V), atau semasa kepemimpinan orde baru. Berdasarkan studi Iiteratur dan penelitian - penelitian yang telah dilakukan, maka di putuskan untuk dianalisa dan dibahas selanjutnya adalah faktor -faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan di Philipina oleh Esiudilo .1.P. (1997) akan direplikasikan di Indonesia, Selanjutnya dikomhinasikan dengan faktor komponen ekonomi berdasarkan studi .literatur. Setelah dilakukan sludi-studi awal, mengenai ketersediaan data dan kondisi wilayah Indonesia, maka dilakukan beberapa modifikasi, mengenai variabel dan model, .sehingga diduga variabel-varabel berikut ini; 1) proporsi penduduk yang berusia > 60 tahun(X2) ; 2) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang terdidik/ tingkat keahlian (X3) ,- 3) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri ( X4) ; 4) pertumbuhan ekonomi ( X5) ; dan 5) kontribusi pendapatan dari sektor industri pengolahan terhadap total pendapatan(X6). Selanjutnya dari variabel diatas maka variabel ,(1),(2) dan (3) dikelompok dalam komponen demograf/ kependudukan serta variabel (I) dan (5) dikelompokan dalam komponen ekonomi. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dari penelitian maka digunakan adanya keragaman wilayah Indonesia sebagai informasi untuk dianalisa dan dibahas.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Indriawan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T23994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayati
Abstrak :
[ABSTRAK
Persoalan kerusakan lingkungan semakin meningkat dengan terjadinya penurunan luas lahan hutan ke non hutan. Cadangan luas hutan yang semakin terbatas menimbulkan permasalahan dari sisi suplai dan berimplikasi pada peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sebagai gambaran, pada tahun 2005 sebesar 62,8% emisi GRK Indonesia dihasilkan dari perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010). Emisi karbon dari perubahan lahan hutan memiliki keterkaitan erat dengan perekonomian (PDB) suatu wilayah. Salah satu model yang sering digunakan untuk menganalisis hubungan indikator kerusakan lingkungan dan indikator ekonomi di suatu wilayah adalah Environmental Kuznets Curve (EKC). Secara umum di 7 (tujuh) wilayah terjadi penurunan emisi karbon dari perubahan penutup lahan pada periode 1997-2013. Wilayah Sumatera adalah wilayah dengan emisi karbon/tahun tertinggi yaitu 148,08 juta ton CO2, selanjutnya wilayah Kalimantan 130,51 juta ton CO2, wilayah Papua sebesar 66,34 juta ton CO2, dan wilayah Sulawesi sebesar 62,97 juta ton CO2. Sedangkan 3 (tiga) wilayah lainnya yaitu wilayah Maluku sebesar 16,21 juta ton CO2, wilayah Jawa sebesar 9,13 juta ton CO2, dan wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebesar 5,44 juta ton CO2. Hasil estimasi data panel, hubungan emisi karbon per kapita dari perubahan penutup lahan dan PDRB per kapita di Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua digambarkan dengan bentuk kurva U yang berarti bahwa emisi karbon per kapita akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, sedangkan wilayah Jawa dan Maluku digambarkan dengan bentuk kurva U terbalik sesuai dengan hipotesis EKC yang berarti bahwa setelah mencapai titik balik emisi karbon per kapita akan terus menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita.
ABSTRACT
The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita., The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rezeki Handayani
Abstrak :
Penelitian ini akan menganalisis determinan disparitas ekonomi Jawa Barat yang diukur dari pendapatan perkapita. Pengukuran disparitas menggunakan Indeks Theil dalam perhitungannya kabupaten/kota dikelompokkan kedalam tiga wilayah yaitu wilayah pesisir utara, pesisir selatan dan non-pesisir. Dengan menggunakan indeks Theil ditemukan disparitas antar kabupaten/kota tertingi terjadi di wilayah pesisir utara. Selain itu untuk melihat determinan ekonomi digunakan metode regresi Random Effect Model dan ditemukan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel pendapatan perkapita, anggaran pengeluaran publik, pendidikan, kesehatan, pengangguran dan dummy krisis terhadap disparitas pendapatan perkapita.
This research analyse determinants of economy disparity in West Java which is measured by income percapita The measurement of disparity use Theil Index and in calculation the district/cities are grouped into three areas,north coast, south coast, and non-coastal area. Using Theil, this research founded the biggetst disparity between district and cities in north coast area. This research used regression method using Random Effect Model. The result shows that the significant relation among income per capita, public expenditures budget, education, health, unemployment and dummy of financial crisis to disparity of economy output. have significant effect on economic disparity.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S57145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwansyah
Abstrak :
Dibandingkan dengan negara tetangga dilingkunganAsia Tenggara, pembiayaan kesehatan di Indonesia masih relative kecil. Sebelum krisis, biaya kesehatan adalah sekitar 2,5 % GDP atau sekitar $ 12.00 per kapita per tahun. Jumlah tersebut menurun drastis menjadi rata-rata dibawah $ 1.00 atau dibawah Rp.10.000; /capital tahun karena adanya krisis yang berkepanjangan ditambah dengan inflasi biaya kesehatan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peta pembiayaan sektor kesehatan melalui institusi pemerintah menurut sumber dan alokasinya di Kabupaten Lampung Selatan untuk periode tahun 2003. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan yang meliputi Dinas Kesehatan, RSU Kalianda, BKKBN, Dinas PU, Badan PMD, yang kesemuanya yang bersumber dari sektor publik dan memakai dasar alokasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kajian dokumen dan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih. Studi ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pembiayaan sektor kesehatan adalah sebesar Rp. 41.857,38 atau US $ 4.87 per kapita per tahun. Angka dinilai cukup karena sudah memenuhi standard per kapita dari Bank Dunia sebesar Rp.41.174,- Walaupun jumlahnya sudah besar, tetapi alokasi dana belum mengacu pada program prioritas, yakni zona pantai sehat, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan manajemen pelayanan. Hal ini terbukti dari minimnya alokasi dana untuk program-program tersebut, dibandingkan dengan program lain yang tidak menjadi prioritas. Disamping itu juga peruntukkan alokasi dana untuk program dimaksud kurang mendukung untuk keberhasilan suatu program. Lebih banyak ditemukan mata anggaran yang bersifat umum, belum spesifik untuk menjangkau sasaran program yang diharapkan. Dari wawancara mendalam didapat informasi bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas untuk mendapat prioritas perolehan dana-APBD. Sedangkan dari hasil perhitungan pembiayaan diperoleh bahwa sektor kesehatan mendapat alokasi dana 6,12% dari APBD, masih lebih rendah dari alokasi dana beberapa sektor lain. Sebagai kesimpulan bahwa dari analisis kecukupan, alokasi dana sudah memadai karena sudah memenuhi standard Bank Dunia. Namun dari analisis terhadap program prioritas, alokasi anggarannya tidak sesuai dengan besarnya proporsi yang ditetapkan untuk suatu program prioritas. Disarankan agar dalam menyusun perencanaan anggaran, menyesuaikan dengan program prioritas yang telah disusun, dengan cara meningkatkan alokasi pembiayaannya, disamping juga jenis kegiatan, sifat program, dan mata anggaran harus lebih menyentuh kepentingan rakyat. Daftar bacaan : 32 (1977-2002)
Compared to neighbor countries within South East Asia, health financing in Indonesia is relatively still little. Prior to crisis, the GDP share for health is about 2.5% or about $ 12.00 per capita per year. This amount was drastically reduced to average below $ 1.00 or below Rp 10,000 per capita per year due to prolonging crisis and added by high inflation rate of health cost. This research aims at getting a description of map of health financing of government institutions based on sources and its allocation in the District of Lampung Selatan for the period of 2003. The scope of research is including District Health Office, General Hospital Kalianda, Family Planning, Civil Work Office, and Community Empowerment Board; which is all fund are from public sector and is using allocation based method. Data collected by literature review and in-depth interview with selected informer. This study shows that budget allocation for health sector is about Rp 41.857,38 or US$ 4.87 per capita per year. This figure is adequate and met with the standard per capita from the World Bank at Rp 41.174. Although the amount of allocation is big, however the allocation is not line with program priority such as healthy beach zone, and improvement quality and management of health service. This evidence can be seen from the low amount of budget allocation compared to program, which is not a priority. Beside that, the purpose of allocated fund for program is not directly support the success of program. Mostly found that budget line is still using general category and not yet specifically to reach to the expected target program. From in depth interview shows that health sector is priority to get government allocation fund. Meanwhile from computation shows that health sector get only 6.12% of total government allocation fund, and this figure is still below other sectors. As conclusion, from the viewpoint of adequacy, budget allocation is met to the standard of the World Bank. However, from the viewpoint of program priority, budget allocation is not inline with the proportion of predetermined program priority. Suggested that in the process of budget planning has to follow program priority that is predetermined before, increasing the allocation of budget, variety of activities, type of program, and budget lines has to fulfill the need of people.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Lucyana Handayani
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga nasabah LKM dengan sampel 100 orang nasabah LKM-KKI. Ada 7 variabel bebas yang diuji yang menjadi faktor pengaruh kesejahteraan rumah tangga nasabah LKM, di mana 6 variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita rumah tangga nasabah LKM-KKI, adalah penghasilan suami dan lainnya, lama pendidikan, jumlah tanggungan, jumlah pinjaman, aplikasi 2 pelatihan, dan aplikasi 3 pelatihan. Sedangkan 1 variabel lain, yaitu usia nasabah pengaruhnya tidak signifikan terhadap pendapatan per kapita rumah tangga nasabah LKM-KKI. Dari 7 variabel bebas yang menjadi faktor pengaruh kesejahteraan rumah tangga nasabah LKM, terdapat 6 variabel yang mempunyai pengaruh positif dengan pendapatan per kapita rumah tangga nasabah LKM-KKI, yaitu penghasilan suami dan lainnya, usia nasabah dan lama pendidikan nasabah, jumlah pinjaman, aplikasi 2 pelatihan, dan aplikasi 3 pelatihan. Sedangkan 1 variabel lain, yaitu jumlah tanggungan rumah tangga nasabah merupakan faktor yang mempunyai pengaruh negatif terhadap pendapatan per kapita rumah tangga nasabah.
ABSTRACT
This study investigates the factors that influence the welfare of household customers of MFI with a sample of 100 KKI MFI clients. There are seven independent variables were tested which factors influence household welfare MFI clients, in which 6 variables that have a significant influence on per capita income households MFI clients KKI, is the husband 39 s income and other, length of education, size of the household, amount of the loan, 2 applications of training, and 3 training applications. While one another variable, namely the age of the customer is not significant infuence on the income per capita household KKI MFI clients. Of the seven independent variables which factors influence household welfare MFI clients, there are six variables that have a positive influence with a per capita income households MFI clients KKI, the husband 39 s income and other, age of the customer, length of education, amount of the loan, the application of 2 training, and 3 training applications. While one another variable, the number of dependents of household customers is another factor that has a negative influence on household income per capita of the client.
Depok: 2018
T49966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walewangko, Een Novritha
Abstrak :
Tesis ini dimotivasi dengan adanya krisis energi , dimana penggunaan energi primer menjadi sangat panting untuk di atur pengolahan dan penggunaannya. Perencanaan dan pembangunan ketenagalistrikan menjadi bagian dari pengembangan kebijakan energi secara terpadu. Tenaga listrik sebagai salah satu energi sekunder yang sangat dibutuhkan masyarakat juga membutuhkan perencanaan guna mengambil kebijakan yang tepat dibidang ketenagalistrikan. Pertumbuhan kebuluhan akan listrik menjadi isu yang penting terutama mengenai penyediaan tenaga listrik yang cukup, berkualitas dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Untuk itulah penelitian ini mengangkat permasalahan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan listrik serta bagaimana pengaruhnya sebelum dan setelah adanya krisis ekonomi akhir tahun 1997. Metodologi penelitian yang digunakan adalah uji regresi panel data pada 26 propinsi di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 sampai 2001. Variabel terikat adalah permintaan listrik, sedangkan variabel bebasnya adalah pendapatan per kapita, harga jual listrik rata-rata, harga minyak tanah dan harga solar. Regresi panel data menggunakan model fixed effect yang dimodifikasi dengan melihat interaksi antara variabel bebasnya sebelum dan selama masa krisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita, harga listrik, harga solar dan harga minyak tanah mempunyai pengaruh yang signifiikan terhadap perrnintaan listrik pada tingkat kepercayaan 99 %, sedangkan interaksi antar variabel bebasnya signifikan pada tingkat kepercayaan 90 %. Baik sebelum dan selama masa krisis , harga minyak tanah dan harga solar mempunyai pengaruh positif ditandai dengan nilai cross elasticity of demand adalah 8,215 unluk minyak tanah dan 0,378 unluk solar. Harga listrik berpengaruh negatif terhadap permintaan listrik dengan nilai price elasticity of demand < O. Sedangkan pendapatan per kapita mempunyai pengaruh negatif pada 2 propinsi sebelum krisis dan menjadi 12 propinsi selama masa krisis. Saat ini kebijakan yang tepat di bidang ketenagalistrikan adalah kebijakan penghematan listrik, karena pertumbuhan permintaan listrik aktual yang terjadi sangat tajam dan telah berada dialas pola permintaan listrik yang dianjurkan dalam penelitian ini kecuali di propinsi Maluku, Papua dan Bengkulu.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo
Abstrak :
Pemerintah telah mengimplementasikan serangkaian kebijakan untuk menangani pendidikan, akan tetapi masih terdapat siswa yang putus sekolah. Putus sekolah ini terjadi karena beberapa faktor seperti ekonomi, prestasi, dan sarana prasarana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi angka putus sekolah di sekolah dasar dengan menggunakan data panel dari tahun 2008 - 2012. Variabel penelitian ini meliputi bantuan siswa miskin (BSM), bantuan operasional sekolah (BOS), APBD urusan pendidikan, angka mengulang, pendapatan perkapita dan rasio siswa per sekolah. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap angka putus sekolah adalah BOS, APBD urusan pendidikan, dan angka mengulang. Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh adalah BSM, pendapatan perkapita dan rasio siswa per sekolah.
Government has implemented many policies to manage the primary school education, unfortunately we still find students who dropout from school. The dropout is caused by several factors such as economy, low academic achievment, and infrastructures. The study aims at analyzing the the factors influencing dropout in primary schools. Variables of the study consist of poor student scholarship (BSM), school operational assistance (BOS), regional budget (APBD) for education affairs, repeatition rate, income per capita and student ratio.This study applies quantitative method using panel data from 2008 to 2012. The finding shows that the factors influencing are BOS, APBD for education affairs, and repeatition rate. Meanwhile, the factors not influencing are BSM, income per capita and student ratio per school.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library