Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triyana Sari
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Metode preparasi spermatozoa yang sering digunakan untuk reproduksi berbantu saat ini adalah metode swim-up dan density-gradient centrifugation. Namun demikian masih banyak didapatkan pertentangan mengenai metode mana yang lebih aman dan dapat menyeleksi spermatozoa dengan kualitas yang lebih baik. Pada penelitian ini dilakukan penilaian kembali pada kedua metode preparasi spermatozoa tersebut terutama dalam hal menyeleksi spermatozoa dengan tingkat integritas DNA tinggi dan apoptosis yang rendah. BAHAN DAN CARA KERJA: Sampel berjumlah 15 pasien yang menjalani preparasi spermatozoa untuk program inseminasi intra uterus di Klinik Yasmin RSCM Kencana, Jakarta. Sampel diambil sebelum dan setelah pencucian spermatozoa untuk dilakukan pemeriksaan konsentrasi dan motilitas spermatozoa menggunakan Makler®. Tingkat integritas DNA spermatozoa dinilai dengan indeks fragmentasi DNA spermatozoa (IFD) yang dilakukan dengan metode SCD. Pemeriksaan konfirmasi berupa viabilitas spermatozoa dengan eosin-Y dan analisis ekspresi protein kaspase 3 dilakukan dengan western blot yang dilanjutkan dengan analisis densitas pita kaspase 3 menggunakan ImageJ. HASIL: Penelitian ini menunjukkan penurunan tidak bermakna pada kelompok IFD > 15% dan peningkatan tidak bermakna pada kelompok IFD ≤ 15%. Ditambah pula, rerata viabilitas spermatozoa menunjukkan peningkatan tidak bermakna setelah pencucian. Aktivitas kaspase menunjukkan penurunan densitas tidak bermakna setelah dilakuan pencucian. Metode preparasi DGC dan SU dapat meningkatkan spermatozoa progresif dan viabilitas spermatozoa serta menurunkan aktivitas kaspase 3. KESIMPULAN: Metode swim-up dan density-gradient centrifugation berhasil menyeleksi spermatozoa dengan tingkat apoptosis dan fragmentasi DNA yang rendah. Metode DGC lebih baik daripada SU dalam hal penurunan aktivitas kaspase.
BACKGROUND: The common methods for sperm preparation prior to assisted reproductive technique are swim-up (SU) and density gradient centrifugation (DGC). However, controversies regarding advantages and disadvantages of these two methods have been reported by many studies. The aim of this study was to reevaluate both methods in selecting better sperm in term of their quality, DNA integrity and apoptotic levels. MATERIAL AND METHOD: Fifteen samples from insemination patients at Klinik Yasmin RSCM Kencana, Jakarta were used in this study. Samples were taken before and after preparation with SU and DGC. Makler® counting chamber and Eosin Y staining were used to analyze motility and viability, respectively. Sperm chromatin dispersion assay was used to determine sperm DNA integrity, while apoptotic levels was determined by Western immunoblotting. RESULTS: This study showed no significant decrease in the group IFD> 15% and a non-significant increase in group IFD ≤ 15% after preparation with SU and DGC. Plus, the average viability of spermatozoa showed improvement after preparation with SU and DGC. Caspase activity was lower when spermatozoa was prepared with SU. DGC and SU preparation method can improve progressive motility and viability of spermatozoa and reduce the caspase activity. CONCLUSIONS: Both swim-up and density-gradient centrifugation selected better sperm motility and viability. Furthermore. these two methods separated spermatozoa with low level of apoptotic and higher DNA integrity. DGC method is better than SU in reduce caspase activity
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiana Hardianingtyas
Abstrak :
Kriopreservasi adalah salah satu prosedur yang termasuk ke dalam serangkaian TRB. Prosedur ini telah secara rutin diaplikasikan untuk penggunaan spermatozoa di masa depan. Namun, pada praktiknya, spermatozoa yang dikriopreservasi akan mengalami penurunan kualitas terutama pada kemampuan motilitasnya, hingga menyebabkan kematian spermatozoa. Penurunan pada parameter spermatozoa pasca thawing diyakini paling utama disebabkan karena produksi berlebih dari ROS akibat kejutan suhu dan osmotik selama proses pembekuan dan pencairan. Pada penelitian ini, dilakukan suplementasi antioksidan dengan vitamin C, ALA, dan pentoksifilin pada medium kriopreservasi untuk dianalisis pasca thawing terhadap beberapa parameter di antaranya kualitas spermatozoa, kadar MDA, Indeks Fragmentasi DNA (IFD), dan apoptosis spermatozoa melalui ekspresi caspase-3 pada subyek normozoospermia dan non-normozoospermia. Hasil menunjukkan secara umum antioksidan vitamin C, ALA, dan pentoksifilin cenderung meningkatkan kualitas spermatozoa pasca thawing dengan meningkatkan motilitas, cryosurvival dan viability rate. Secara signifikan, peningkatan kualitas spermatozoa pasca thawing ditunjukkan oleh pentoksifilin dengan meningkatkan motilitas pasca thawing dan cryosurvival rate. Ketiga antioksidan cenderung menurunkan konsentrasi MDA dan apoptosis, namun hanya vitamin C yang menurunkan IFD. ......Cryopreservation is one of the procedures included in a series of TRB procedures. This procedure has been routinely applied for future use of spermatozoa. However, practically, cryopreserved spermatozoa will experience a decrease in quality, particularly in their motility ability, which in turn causing cell death. The decrease in post-thawing spermatozoa parameters is believed to be mainly due to the overproduction of ROS due to temperature and osmotic shock during freezing and thawing. In this study, antioxidant supplementation with vitamin C, ALA, and pentoxifylline was supplemented in cryopreservation medium and carried out for post-thawing analysis of several parameters including spermatozoa quality, MDA levels, DNA Fragmentation Index (DFI), and apoptosis through the activation of caspase-3 expression in normozoospermic and non-normozoospermic subject. The results showed that in general, the antioxidants included vitamin C, ALA, and pentoxifylline improved the quality of post-thawing spermatozoa by increasing motility, cryosurvival, and viability rate. The quality of spermatozoa post-thawing was significantly improved by pentoxifylline, which significantly improved motility and cryosurvival rate. The antioxidants reduced the concentration of MDA and apoptosis insignificantly, yet only vitamin C decreased the DFI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasha Brigitta Selene
Abstrak :
Latar belakang: Preparasi spermatozoa dengan metode swim-up (SU) dapatmeningkatkan kualitas spermatozoa sehingga meningkatkan kemungkinan konsepsi untuk pasangan yang akan menjalani inseminasi intrauterin (IIU), tetapi angka keberhasilan IIU masih rendah. Pentoksifilin (PTX) adalah senyawa yang menginhibisi kerja enzim Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) yang dapat meningkatkan motilitas spermatozoa dan merupakan senyawa antioksidanyang melindungi spermatozoa dari kerusakan DNA dari radikal bebas. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian suplemen PTX terhadap motilitas dan fragmentasi DNA spermatozoa. Metode: Sample semen diperoleh dari pasangan infertil yang akan menjalani terapi IIU. analisis semen dilakukan sebelum dan sesudah dilakukannya preparasi spermatozoa dan dilanjutkan dengan pemberian PTX dalam tiga konsentrasi berbeda: 50µg (SU1), 100µg (SU2), dan 200µg (SU3). Selain motilitas spermatozoa, pengukuran IFD spermatozoa sebagai parameter fungsional spermatozoa jugadilakukan sebelum pencucian, sesudah pencucian, dan sesudah suplementasi PTX dengan metodesperm chromatin dispersion (SCD). Hasil: Motilitas spermatozoa meningkat dan presentase IFD menurun setelah dilakukan pencucian dengan metode SU (setelah SU) dibandingkan dengan semen utuh (sebelum SU).Suplementasi dengan PTX dalam konsentrasi 200 ug setelah SU menunjukan peningkatan presentase motilitas spermatozoa dan penurunan DFI tertinggi. Dari ketiga konsentrasi, hanya PTX 200 ug menunjukan hasil yang signifikan secara statistik dalam meningkatkan rata-rata motilitas spermatozoa (p=0.005) sedangkan rata-rata DFI menurun setelah SU dan suplementasi PTX namun tidak signifikan secara statistik. (p>0.05). Konklusi: Suplementasi dengan PTX dapat meningkatkan motilitas spermatozoa secara signifikan dan menurunkan IFD secara tidak signifikan, sehingga suplementasi PTX dapat digunakan untuk memilih spermatozoa dengan kualitas yang lebih baik. ......Introduction: Sperm preparationusing swim-up (SU) method is commonly done which may increase the chance of conception inintrauterine insemination (IUI). However, the success rate is still low. Pentoxifylline (PTX) is Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) inhibitor which may increase spermatozoa motility and also acts as antioxidant, preventing DNA damage due to reactive oxygen species (ROS). Objective: This study aims to evaluate the effect of PTX supplementation in increasing spermatozoa quality by increasing spermatozoa motility and decreasing DNA fragmentation index (DFI) Method(s): Semen samples were obtained from infertile couple who seek IUI treatment. Semen analysis was performed before and after spermatozoa preparation using SU method then followed by incubating the samples with PTX in three different dose: 50µg (SU1), 100µg (SU2), and 200µg (SU3). Aside from spermatozoa motility, DFI acts as a functional parameter of spermatozoa and was performed using Sperm chromatin dispersion (SCD) test to assess DNA fragmentation in whole semen and prepared sample as well as after supplementation with PTX. Result(s): The mean spermatozoa motility increased and DFI decreased in prepared spermatozoa (after-SU) compared to whole semen (before SU). PTX supplementation in 200 µg showed the highest increase in spermatozoa motility and reduction of DFI. However, only 200 µg of PTX is statistically significant to increase spermatozoa motility ((p=0.005), while there is no statistically significant result in the reduction of DFI after SU and PTX supplementation. (p>0.05). Conclusion(s): After PTX supplementation, spermatozoa motility increased significantly and DFI decreased insignificantly thus PTX supplementation may select spermatozoa with better quality.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Farihatul Izza
Abstrak :
Latar Belakang : Pencucian spermatozoa dengan metode Density Gradient Centrifugation (DGC) pada Inseminasi Intrauterin (IIU) untuk menyeleksi spermatozoa motil telah umum digunakan, akan tetapi angka keberhasilan masih tergolong rendah. Pentoksifilin merupakan antioksidan biologis poten yang berperan dalam perlindungan sel dari kerusakan oksidatif akibat Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat berkontribusi pada kerusakan DNA spermatozoa. Selain itu, pentoksifilin juga bertindak sebagai inhibitor Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) yang dapat meningkatkan motilitas spermatozoa. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pentoksifilin terhadap motilitas dan fragmentasi DNA spermatozoa setelah dilakukan pencucian dengan metode DGC. Metode : Sampel semen didapatkan dari 15 laki-laki yang telah menjalani analisis semen dengan hasil normozoospermia. Analisis semen terhadap motilitas dan indeks fragmentasi DNA dilakukan sebelum dan sesudah pencucian. Setelah pencucian spermatozoa dengan metode DGC, sampel kemudian diinkubasi pada berbagai konsentrasi pentoksifilin, yaitu 50μg (PTX1), 100μg (PTX2), dan 200μg (PTX3). Selanjutnya dilakukan uji sperm chromatin dispersion (SCD) untuk mengevaluasi fragmentasi DNA spermatozoa. Hasil : Persentase motilitas spermatozoa meningkat dan IFD spermatozoa menurun setelah dilakukan pencucian dengan metode DGC (setelah DGC) dibandingkan dengan semen awal (sebelum DGC). Penambahan PTX dengan konsentrasi 200 μg (PTX3) setelah DGC menunjukkan peningkatan persentase motilitas dan penurunan IFD spermatozoa tertinggi. Dari ketiga konsentrasi, PTX 100μg dan PTX 200 μg menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik dalam meningkatkan rata-rata motilitas spermatozoa (p<0.05). Rata-rata IFD menurun setelah DGC dan penambahan PTX pada ketiga dosis PTX (p>0.05). Kesimpulan : Penambahan PTX dapat meningkatkan motilitas spermatoza secara signifikan dan menurunkan IFD spermatozoa, sehingga suplementasi PTX dapat digunakan untuk memilih spermatozoa dengan kualitas yang lebih baik setelah pencucian dengan metode DGC. ......Background : Several methods were done to improve the success rate of intrauterine insemination (IUI), including Density Gradient Centrifugation (SDG) sperm preparation, nevertheless the successs rate still remain low. Pentoxifylline is known as a potent biological antioxidant that can play role to protet cells from oxidative damage caused by reactive oxygen species (ROS), which ultimately contribute to DNA damage of the sperm. Pentoxifylline can also play role as Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) inhibitor which may increase spermatozoa motility. Objective : This study aimed to evaluate the effect of pentoxifylline supplementation on DNA fragmentation index (DFI) and sperm motility using DGC methods. Methods : Semen samples were obtained from 15 men from partners of women who infertile (normozoospermia) and underwent IUI. Semen analysis was performed before and after sperm preparation using DGC methods. Then, samples were incubated with PTX in 50μg (PTX1), 100μg (PTX2), and 200μg (PTX3) concentration. Sperm DNA fragmentation index (DFI) was performed by sperm chromation dispersion (SCD) test to assess DNA fragmentation in whole semen and prepared sample as well as after supplementation with PTX. Results : The percentage of spermatozoa motility increased and spermatozoa DFI decreased in prepared spermatozoa (after DGC) compared to whole semen (before DGC). PTX supplementation in 200μg showed the highest increase in spermatozoa motility and highest decrement of DFI. However, only 200 μg and 100 μg of PTX is statistically significant to increase spermatozoa motility ((p<0.05). There is statistically significant result in the reduction of DFI after DGC and PTX supplementation. (p<0.001). Conclusion : After PTX supplementation, spermatozoa motility increased and DFI decreased significantly thus PTX supplementation may select spermatozoa with better quality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramety Utami
Abstrak :
Hampir 50% kasus infertilitas disebabkan oleh faktor pria. Infertilitas pria dapat tidak terdeteksi dengan analisis sperma dan mempengaruhi keluaran Teknologi Reproduksi Berbantu. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pemeriksaan untuk meramalkan infertilitas pria. Dengan desain potong lintang dan consecutive sampling didapatkan 2 kelompok subjek, infertil (78 subjek) dan fertil (36 subjek). IFD sperma diperiksa menggunakan metode sperm chromatin dispersion (SCD) dengan kit Halosperm®. Didapatkan nilai median IFD sperma kelompok infertil lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok fertil. IFD sperma juga memiliki AUC yang paling tinggi dibandngkan ketiga komponen analisis sperma (konsentrasi, motilitas, dan morfologi). IFD sperma memiliki nilai diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan analisis sperma dengan titik potong optimal 26,1% dengan sensitivitas 80,8%, spesifisitas 86,1%, NDP 92,6%, dan NDN 67,4%. ......Almost 50% of infertility are caused by male factors. Male infertility could not be detected by conventional sperm analysis and affect the outcome of Assissted Reproductive Technology. This study aim to develop a method to predict male infertility better. Using cross-sectional design and consecutive sampling, obtained two groups of subjects, infertile (78 subjects) and fertile (36 subjects). Sperm DNA fragmentation index (DFI) was examined using sperm chromatin dispersion (SCD) test by Halosperm® kit. Median value of sperm DFI on infertile group was significantly higher compared to fertile group. Sperm DFI also had the highest AUC compared to the three components of conventional sperm analysis (concentration, motility, and morphology). Sperm DFI had a higher diagnostic value than the sperm analysis with optimal cut-off-point of 26.1% with sensitivity of 80.8%, specificity of 86.1%, PPV of 92.6%, and NPV of 67.4%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library