Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haris
"Latar belakang dan tujuan: Infark miokardium merupakan salah satu penyumbang kematian terbesar di Dunia. Evaluasi ukuran akhir infark merupakan prediktor kuat untuk menentukan prognosis pada pasien dengan infark miokardium. Saat ini belum ada penelitian infarct model pada hewan coba (babi) yang membandingkan pengukuran area infark miokardium dengan menggunakan metode MRI di Indonesia. Metode : Eksperimental 13 sampel dengan pembuatan infarct model. Pengukuran massa dan ukuran infark miokardium dilakukan setelah 6-8 minggu perlakuan dengan menggunakan metode LGE MRI dan hitung massa dengan timbangan secara manual dissection. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon, kemudian ketepatan data dipertajam dengan analisis berulang secara intraclass correlation (ICC). Hasil: Massa area infark menurut MRI 4,62 gr (2,58 gr-14,08 gr) vs massa area infark menurut manual dissection 7,68 gr (2,31 gr -17,99 gr), dengan p = 0,093, dengan nilai korelasi yang rendah pada uji ICC (r value 0,084). Ukuran area infark menurut MRI 3,20 % (1,68 %-12,01%) vs ukuran area infark menurut manual dissection 4,48 % (1,23 % - 9,19 %), dengan p = 0,721, dengan nilai korelasi yang rendah pada uji ICC (r value 0,17), tidak ada perbedaan bermakna pada pengukuran MRI dibandingkan dengan manual dissection pada timbangan, akan tetapi memiliki korelasi yang rendah. Simpulan: Pada penelitian ini perhitungan massa infark maupun ukuran infark antara metode MRI dan hitung massa (timbangan) secara manual dissection tidak setara. Metode manual dissection yang dilakukan pada penelitian ini tidak ideal dalam perhitungan massa maupun ukuran infark miokardium.

Background: Myocardial infarct is one of the most prevalent causes of death worldwide. Evaluation of the resulting infarction area is a strong predictor for the prognosis of patients post myocardial infarction (MI). At the moment, there has not been a study in Indonesia that compares magnetic resonance imaging (MRI) and direct mass weighing in a porcine model. Methods: 13 samples were made using an infarct porcine model. Measurements of MI weight and infarct size were conducted 6 to 8 weeks after coronary artery ligation using both LGE MRI and direct mass weighing following manual dissections. Data were tested using Wilcoxon test, and further analyzed using intraclass correlation (ICC). Results: Infarct area weight calculation using MRI averaged 4,62 gr (2,58 gr -14,08 gr) while infarct area weight calculation using mass weighing averaged 7,68 gr (2,31 gr-17,99 gr), with p = 0,093, with a very low correlation score from ICC test (r value 0,084). Infarct size area calculation using MRI averaged 3,20 % (1,68 %-12,01%) while infarct size calculation using mass weighing averaged 4,48 % (1,23 % - 9,19 %), with p = 0,721, with a very low correlation score from ICC test (r value 0,17) Conclusion: The results between infarct area weight and infarct size using MRI with mass weighing after manual dissection was not comparable. Manual dissection method that has been used in this study was not ideal to calculate myocardial infarct area weight and myocardial infarct size."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiowati
"ABSTRAK
Latar Belakang. Jaringan parut fibrosis pasca infark berpotensi menyebabkan aritmia fatal, iskemia berulang, gagal jantung, dan kematian jantung mendadak. Deteksi jaringan parut akan menentukan strategi tatalaksana selanjutnya yang menguntungkan setiap pasien. Resonansi magnetik jantung (RMJ) merupakan alat diagnostik baku emas yang tidak dapat diterapkan pada semua pasien. EKG 12 sadapan dapat menjadi pilihan alternatif. Rasio initial dan terminal ventricular activation velocity (vi/vt) pada EKG membandingkan kecepatan impuls listrik pada awal (vi) dan akhir (vt) kompleks QRS. Jaringan parut akan mempunyai vi/vt yang berbeda dari jaringan normal karena kondisi iskemia mengubah aktivitas elektrik dan penjalaran impuls listrik akibat remodeling kanal ion dan proses transport ion.
Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang, mengikutsertakan subyek yang menjalani RMJ di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama Januari 2013-Agustus 2014 yang diambil secara konsekutif. Penilaian jaringan parut miokardium pada RMJ dilakukan dengan teknik late gadolinium enhancement yang dinilai secara kualitatif. Vi/vt diukur secara manual pada EKG 12 sadapan kemudian diambil reratanya pada tiap sadapan bersuaian.
Hasil. Sebanyak 113 subyek laki-laki dengan rerata umur 55.7±9.7 tahun diikutsertakan dalam analisis. Mayoritas subyek mempunyai jaringan parut ≥1 teritori dan melibatkan teritori yang diperdarahi arteri left anterior descending (LAD). Analisis vi/vt secara umum di tiap sadapan menunjukkan nilai vi/vt yang lebih kecil secara signifikan terhadap keberadaan jaringan parut miokardium dengan nilai p<0.001 untuk sadapan V1-V5, p=0.006 untuk sadapan I, aVL, V6 dan p=0.004 untuk sadapan II, III, aVF. Analisis secara spesifik nilai vi/vt sadapan V1-V5 bermakna terhadap teritori LAD yang isolated maupun mixed, sedangkan sadapan I, aVL, V6 dan sadapan II, III, aVF hanya bermakna terhadap jaringan parut yang mixed. Dari analisis ROC didapatkan nilai ambang batas vi/vt ≤1.35 mV di sadapan V1-V5 dengan sensitivitas 71.4% dan spesifisitas 75%. Nilai ambang batas vi/vt di sadapan II, III, aVF adalah ≤1.20 mV dengan sensitivitas 69.4% dan spesifisitas 66.7%.
Kesimpulan. Vi/vt pada EKG 12 sadapan memiliki hubungan dengan lokasi dan keberadaan jaringan parut miokardium. Nilai vi/vt 1.20-1.35 mV berhubungan dengan keberadaan jaringan parut miokardium di teritori LAD dan RCA dengan sensitivitas 69.4-71.4% dan spesifisitas 66.7-75%.

ABSTRACT
Background. Fibrotic scar tissue post infarction may potentially lead to fatal arrhythmias, recurrent ischaemia, heart failure, and sudden cardiac death (SCD). Detecting myocardial scar will guide further treatment which has the most advantages for each patient. Cardiac magnetic resonance (CMR) is still a gold standard which cannot be applied to every patient. A 12-leads ECG might be an alternative. Initial and terminal ventricular activation velocity ratio on surface ECG is comparing elecrical conduction at the beginning (vi) and at the end (vt) of the QRS complex. Myocardial scar tissue will have a different vi/vt than a normal tissue because ischaemia change cellular electrical activity and impulse propagation due to remodelling of intracellular ion channels and transport processes.
Methods. This is a cross-sectional study. A consecutive subjects who underwent CMR in National Cardiac Centre Harapan Kita during January 2013 and August 2014 were included. Myocardial scar were analyzed visually using late gadolinium enhancement CMR. Vi/vt on 12-leads ECG were measured manually on each lead and mean of each contiguous leads were included into analysis.
Results. A total of 113 male subjects with average age of 55.7±9.7 years old were enrolled. Myocardial scar were located in 1 territory or more in most of subjects and left anterior descending (LAD) territory as the most common territory. General analysis of vi/vt in each contiguous leads shows significantly smaller vi/vt value in myocardial scar presence with p value <0.001 in V1-V5 leads, p=0.006 in I, aVL, V6 leads, and p=0.004 in II, III, aVF leads. Specific analysis of vi/vt in V1-V5 leads show significant difference of vi/vt in isolated and mixed scar in LAD territory, meanwhile vi/vt in I, aVL, V6 and II, III, aVF leads show significant difference of vi/vt only in mixed scar in each territory according to contiguous leads. A cut-off value ≤1.35 mV of vi/vt in V1-V5 leads with 71.4% sensitivity and 75% specificity and a cut-off value ≤1.20 mV of vi/vt in II, III, aVF leads with 69.4% sensitivity and 66.7% specificity were obtained by ROC analysis.
Conclusion. Vi/vt on 12-leads ECG associated with myocardial scar presence and location. A value of vi/vt 1.20-1.35 mV associated with myocardial scar presence in LAD territory and RCA territory with 69.4-71.4% sensitivity and 66.7-75% specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermono Superaya
"Latar belakang: Kardiomiopati iskemik merupakan gangguan sistolik ventrikel kiri yang disebabkan oleh infark miokardium (IM). Durasi infark yang terjadi sangat mempengaruhi perubahan fungsi jantung terutama dari segi histopatologi. Saat ini belum ada penelitian IM akut pada jantung yang menggunakan hewan coba babi sebagai landasan evaluasi dasar maupun terapi berbasis sel dan belum ada studi yang meneliti perbandingan ekspresi matriks ekstraselular kolagen tipe 1 dan 3 dalam segi histopatologi secara bersamaan pada kasus IM.
Metode: Pada uji klinis eksperimental acak berikut, secara operatif dilakukan tindakan ligasi cabang arteri koroner sirkumfleksa selama 60 menit terhadap 4 hewan coba babi (Sus scrofa domesticus) dan 4 hewan coba babi tanpa perlakuan sebagai kontrol. Jaringan jantung pasca perlakuan diambil dengan menggunakan pisau bedah, dilakukan perwarnaan jaringan dan immunohistokimia, dievaluasi secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan aplikasi ImageJ terhadap kolagen tipe 1, 3, α-SMA, dan α-aktinin.
Hasil: Durasi ischemia selama 60 menit telah memberikan gambaran infark miokardium. Terdapat penurunan yang signifikan (p<0,05) terhadap gambaran ekspresi kolagen tipe 1, 3, dan α-aktinin secara kuantitatif bila dibandingkan dengan gambaran jantung normal. Ekspresi ekstraselular matriks tersebut secara kualitatif berkurang ketika terjadinya infark miokardium.
Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa waktu 60 menit pada serangan infark miokardium memberikan gambaran kerusakan dan penurunan matriks ekstraselular jantung yang signifikan secara kualitatif dan kuantitatif.

Background: Ischemic cardiomyopathy is a left ventricular systolic disorder caused by myocardial infarction (MI). The duration of the infarct affects changes in cardiac function, especially in terms of histopathology. Currently there are no studies of acute MI in the pig heart as the basis for basic evaluation or cell-based therapy and there are no studies that examine the comparison of the expression of type 1 and 3 extracellular matrix collagen in terms of histopathology simultaneously in IM cases.
Methods: In this randomized experimental clinical trial, circumflex coronary artery branch ligation was performed intra-operatively for 60 minutes on 4 pigs (Sus scrofa domesticus) and 4 pigs without treatment as controls. Post-operative, the heart tissue was taken using a scalpel. Then, tissue staining and immunohistochemistry were performed, evaluated qualitatively and quantitatively using the ImageJ application for collagen type 1, 3, α-SMA, and α-actinin.
Results: The duration of ischemia for 60 minutes has given a picture of myocardial infarction. There was a significant decrease (p<0.05) in quantitative expression of collagen types 1, 3, and α-actinin when compared to normal cardiac images. The expression of the extracellular matrix is qualitatively reduced in the presence of myocardial infarction.
Conclusion: This study shows that 60 minutes after a myocardial infarction attack gives a qualitative and quantitative picture of significant damage and decrease in the extracellular matrix of the heart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Partogi, Rynaldo
"Latar belakang dan tujuan: Infark miokardium akut merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan membutuhkan diagnosis yang tepat untuk menentukan rencana tatalaksana. Modalitas diagnostik yang sering digunakan untuk menilai adanya infark adalah ekokardiografi dan MRI. Penelitian ini bertujuan menilai kesesuaian hasil pengukuran dari ekokardiografi dan MRI dalam evaluasi infark miokardium, serta menilai perubahan ketebalan dinding ventrikel kiri pascainfark.
Metode : Dilakukan ligasi LCx pada 13 jantung babi untuk mengkondisikan infark miokardium. Setelah ligasi LCx dilakukan penilaian regional wall motion abnormality dan ketebalan dinding ventrikel kiri pada pemeriksaan ekokardiografi, dan penilaian area infark serta ketebalan dinding ventrikel kiri dari pemeriksaan MRI. Temuan regional wall motion abnormality diuji kesesuaiannya dengan temuan area infark di MRI menggunakan uji Kappa. Ketebalan dinding posterior ventrikel kiri dari ekokardiografi diuji kesesuaiannya dengan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri yang didapatkan dari pemeriksaan MRI menggunakan uji interclass correlation. Untuk perubahan ketebalan dinding ventrikel kiri diuji dengan ANOVA.
Hasil: Perubahan LVPWd praligasi dengan pascaligasi memberikan hasil p = 0,703 yang menunjukkan tidak ada perubahan bermakna. Uji kesesuaian antara area regional wall motion abnormality dengan area infark memberikan hasil κ = 0,14 – 0,27 yang menunjukkan kesesuaian antara ekokardiografi dengan MRI masih kurang. Uji korelasi ketebalan dinding ventrikel kiri dengan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri memberikan hasil r = 0,573 dengan p = 0,029 yang menunjukkan bahwa pemeriksaan ekokardiografi memberikan hasil yang sama dengan MRI.
Simpulan: Terdapat penurunan nilai ketebalan dinding ventrikel kiri setelah 6-8 minggu pascaligasi LCx. Penggunaan ekokardiografi terbukti dapat memberikan keyakinan bahwa akan menunjukkan hasil yang sama dengan MRI dalam menilai ketebalan dinding posterior ventrikel kiri. Namun, dalam evaluasi area infark, hasil pemeriksaan ekokardiografi memiliki reliabilitas yang rendah dibandingkan dengan MRI.

Background: In Indonesia, myocardial infarction accounts for most deaths, and require immediate diagnosis to determine the treatment. The diagnostic modalities used to evaluate myocardial infarction is echocardiography and MRI. The aim of this study is to evaluate the compability between echocardiography and MRI in evaluating myocardial infarction, and to evaluate the changes of left ventricular posterior wall thickness post infarction.
Method : A total of 13 pig heart had their LCx ligated to make the infarct heart model. Echocardiography and MRI were performed after the ligation of LCx. The compability between regional wall motion abnormality found in echocardiography compared to infarct area found in MRI was tested using Kappa test. The compability between left ventricular posterior wall thickness obtained from the echocardiography and MRI was tested using interclass correlation. The changes of left ventricular posterior wall thickness was tested using ANOVA.
Result: The changes of left ventricular posterior wall thickness value showed p value = 0,703 which means that there is no significant changes in left ventricular posterior wall thickness post infarction. The compability test using Kappa in comparing the regional wall motion abnormality with infarct area showed κ = 0,14 – 0,27, which means that the level of compability is low. The correlation test between left ventricular posterior wall thickness with the left ventricular posterior wall thickness showed r = 0,573 with p value = 0,029 which means that the echocardiography gave the same result with MRI.
Conclusion: There is a decline in left ventricular posterior wall thickness value after 6-8 weeks post ligation. The use of echocardiography in evaluating myocardial infarction showed that the echocardiography gave the same result with MRI in the measurement of the left ventricular posterior wall thickness. However, echocardiography was not reliable compared to MRI in evaluating the infarct area.
"
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library