Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atkinson, William
Yogyakarta: Bright Publisher, 2023
155.25 ATK m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Roirlke Mardiana Bewinda
"Kehidupan di kota Jakarta begitu kontras. Bahkan bila kita melihat grafik atau data di kantor milik aparat keamanan, di tiap sudut kota maka akan terlihat, bagaimana tingkat kriminalitas begitu tampak nyata hadir dalam kehidupan masyarakat kota metropolitan ini. Michel Faucault, seorang ahli sosiologi mengatakan bahwa 'No crime mean no police'. Keduanya saling membutuhkan kehadiran satu dan yang lain, tetapi juga saling bertolak belakang berlawanan. Lalu bagaimana mungkin mewujudkan tindak kriminalitas yang sama sekali bersih di lingkungan masyarakat, bila dalam artikel pemberitaan dan televisi masih tersiar kabar setiap hari tentang krimalitas yang berbahaya di sisi lain yang digambarkan oleh media. Bagi Bordieu komunikasi merupakan pertukaran bahasa yang berlangsung sebagai hubungan kekuasaan simbolis di mana terwujud hubungan kekuatan antara pembicara dan mitra atau lawan bicara dalam suatu komunitas (Bourdieu,1982:14). Dan hubungan sosial adalah hubungan dominasi yang ditandai oleh interaksi simbolis. Serta dalam komunikasi melibatkan pengetahuan dan kekuasaan(Haryatmoko,2010). Dan bagaimana masyarakat memaknai ini semua Pemalakan, perkelahian, penyiksaan, penghakiman warga oleh tetangga sendiri, kekerasan yang dipicu oleh pengunaan narkotika dan obat terlarang, tindakan sewenang-wenang aparat keamanan yang terjadi di sekitar lingkungan kita adalah juga tindakan kekerasan yang dapat membawa dampak pada tiap-tiap pribadi. Yang kemudian peristiwa-peristiwa itu tersimpan dalam ingatan masing-masing orang, lalu menimbulkan pemaknaan tersendiri sehingga hubungan antar sesama manusia menjadi berubah dari keadaan yang tertata sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana memahami budaya takut yang terjadi dalam kehidupan bertetangga dalam ingatan yang tersisa dari peristiwa kekerasan yang pernah dialami warga penghuni kompleks Permata dan bagaimana warga memaknainya. Penelitian ini dilakukan di Kompleks Permata, Jakarta Barat dari Juni 2009 hingga Mei 2010. Mengunakan metode penelitian kualitatif ethnography dan pelaksanaan partisipasi observasi di lapangan selama kurang lebih 2 bulan.
Dari hasil penelitian ini diketahui, budaya takut yang didapat dari ingatan kolektif terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi menjadikan masyarakat sebagai subordinate di lingkungan tersebut melakukan resistensi dalam beragam bentuk terhadap dominasi oleh pihak dominant, baik pada aparat keamanan maupun kepada tetangga di lingkungannya sendiri. Atau kompromi atas kehadiran kekerasan di lingkungannya. Untuk itulah diperlukan adanya perubahan untuk membantu masyarakat warga kompleks Permata dalam mengatasi permasalahannya.

The life in Jakarta city are so contrast, even if we looked at the charts or data in the security forces office it will shown that now the crime rate seemed truly has become a part of the lives of the metropolis people in every corner of the city. Michel Faucault, a sociologist said that no crime means no police that both needs each others presence, but always conflicting and in a contacting position to one another. But then how we achive a clean society without any acts of criminality, when everyday the media, both printed or televisions are broadcasting news about dangerous criminal and describing it from a bad angle. For Bordieu, communication is an exchange languanges that took place as symbolic of power relations where the true streght of the relationship between the speker and the partner or the other person within the community ( Bourdieu,1982:14). And that a social relations are characterized by the dominance relation of symbolic interaction. And that in communications involved both knowledge and power( Haryatmoko,2010). How does people interpret's it all? Robbery, fights,torture, citizens judgemented their own neighbors, violence triggered. By the used of drugs and narcotics, arbitrary actions by security forces that has an impact on each individuals. Which will be stored in each person's memories and it will developed its own meaning, so the relationship between fellow human beings changed from the orderly state it was.
This study aimed to have an understanding about the culture of fear which accured in the neighborhood life of Kompleks Permata and the remaining memories of them experiencing violence incidents, and how they interpret it. This research was conducted in Kompleks Permata West od Jakarta starting June of 2009 until May of 2010. Using ethnography qualitative research methods and an implementation of participating field observation for an approximately two months.
The results of this research noted that the scared cultures derived from the collective memories of the violent events that accured as a subordinate within the community to preforn in various forms of resistancy against the domination of the dominant party, from the security forces and as well from the neighborhood. Or compromising of presence of violent in the neighborhood. That's why it is necessary of transforming the environment to help the society of Kompleks Permata in addressing their problems."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27893
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sally Suciati Adiwardhana
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1981
S2173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sawitri
"ABSTRAK
Keterangan saksi ;nnat dipercaya ojeh orang lain, dan Icjirenanya memiliki peran yang
sangat peiiting. Nainun, saksi beiiLrokan antar agania sering niemberi keterangan yang
berbeda satu sama lain, Perbedaan im dapat dijelaskan dengan teori ingatan sebagai
proses sosial, yaitu (eon yang meliliat mgalan bukan semata-mata pengeluaran infonnasi
yang telali dialanii sebelumnya (seperti alat perekain), nielainkan suatu usaha aktif untuk
merekonstruksi kejadiau, untuk uiembuatnya masuk akal. Dalam model ingatan semacam
ini skema memamkan peran yang sangat penting, yaitu sebagai patokan untuk
mengintegrasikan informasi ke ingatan. Skema yang digunakanyteraktifkan saat melihat
bentrokan antar kelonipok lemiasuk ke dalam tipe role schema, yang karena proses
kategorisasi dan perbandingan sosial bentuknya menjadi favoritisme kelompok-dalam
(Penilaian yang lebiti positif teihadap ingroup dibandtng terhadap outgroup). Pengamh
skema terhadap ingatan masih dip^debatkan. Ahli yang menganut schema view
mengatakan bahwa informasi yang konsisten dengan skema akan diingat, sementara yang
inkonsisten akan terdistorsi/terlupa. Sedangkan alih yang menganut network view
percaya bahwa justni informasi yang inkonsisten dengan skemalah yang akan lebih
dungat dan yang konsisten. Peneliti cenderung menyetujui netwok view. Karenanya
penehtian ini bertujuan untuk melihat pengamh favontisme kelompok-dalam (sebagai
skema) terhadap ingatan episodik, dimana peneliti menduga bahwa pengaruhnya akan sesuai deiigan network view: senmkin tinggi favoritisme kelompok-dalam semakin tinggi
akurasi ingatan akan cerita yang mendiskreditkan keloinpok-dalam (semakin inkonsisten
semakin diingat), dan semakin tinggi favoritisme kelompok-dalam semakin rendah
akurasi ingatan akan cerita yang mendiskreditkan kelompok-luar (semakin konsisten
semakm tidak diingat). Hasil penelitian, yang menggunakan metode kuantitatif dengan
regresi majemuk sebagai metode pengolahan datanya, tidak mendulomg hipotesa diatas.
Walaupun ada kecenderungan data mendukung network view, namun pengaruh
favoritisme kelompok-dalam terhadap akurasi ingatan episodik sangat kecU. Favoritisme
kelompok-dalam hanya dapat memprediksi 22,5% akurasi ingflfan akan cerita yang
inkonsisten dengan skema, dan 6% untuk cerita yang konsisten. Karenanya, imtuk
penelitian selanjutnya disarankan untuk mencari faktor-faktor lain yang berpengamli
terhadap ingatan. Disamping itu juga disarankan untuk meneliti kesalalian ingatan, guna
meliliat bentuk-bentuk kesalahan yang teijadi pada ingatan bentrokan antar agama, dan
menggunakan metode eksperimental."
1999
S2567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amurwani Dwi Lestariningsih
"Kajian ini mengungkapkan dan menganalisis gejala sosio-historis mengenai suatu identitas yang diperjuangkan oleh kelompok mantan tahanan politik perempuan berkaitan dengan peristiwa G30S tahun 1965. Tidak seperti kelompok lainnya yang segera dapat beradaptasi, kelompok ini melakukan class action penanda mereka tidak merasa bersalah secara hukum. Kegagalan class action dan dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat mendorong mereka untuk menghimpun dan membentuk suatu organisasi, yang menjadi ruang bagi mereka untuk mengartikulasikan diri yaitu Wanodja Binangkit, Paduan Suara Dialita, dan Kiprah Perempuan. Ruang ini digunakan sebagai tempat untuk mempertahankan identitas dan memperjuangkan nilai-nilai yang mereka yakini, melalui pentasan seni pertunjukan dan lagu-lagu yang dibawakannya. Mereka juga berupaya untuk menghilangkan stigmatisasi dan merekontruksi sejarah terkait dengan identitas, dalam bentuk gerakan budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan memory collective melalui merawat ingatan kolektif masa lalu untuk kepentingan masa kini. Pendekatan ini dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan menelusuri dokumentasi dari ketiga organisasi tersebut. Studi ini diharapkan memberikan perspektif baru sumbangan ilmu sejarah kepada ilmu budaya.

This study reveals and analyzes socio-historical phenomenon regarding an identity that was fought for by a group of former female political prisoners in connection with the G30S-1965 incident. Unlike other groups that quickly adapted, this group carried out class action as a sign that they did not feel legally guilty. The failure of class action and support from Non-Governmental Organizations encouraged them to gather and form an organization, which became a space for them to articulate themselves, namely Wanodja Binangkit, Dialita Choir, and Kiprah Perempuan. This space is used as a place to maintain their identity and fight for the values ​​they believe in, through performing arts performances and the songs they perform. They also seek to eliminate stigmatization and reconstruct history related to identity, in the form of cultural movements. This study uses a collective memory approach through caring for past collective memories for the benefit of the present. This approach is carried out by using in-depth interviews and tracing documentation from the three organizations. This study is expected to provide a new perspective on the contribution of historical science to cultural science."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
"Pramoedya Ananta Toer rewrote the tragic story of Ki Ageng Mangir into aply in 1976 while he was imprisoned in Buru Island and finally saw its publication, entitled Mangir, in 2000. This work owes its importance to pramudya's ability to use the framework of the story to expose the similarities between the Mataram era and the new order era,particularly their manipulations of power. In the traditional story, the tragig hero, Ki Ageng Mangir, is betrayed by his wife and killed by his father-in-law Panembahan Senopati, but Pramoedya reconstructured these myths in a series of "corrections" that move the story closer into history. These"corrections are deconstruction of traditional Javanese symbolisms . This paper explains and explores the historical paradigm that Pramoedya Ananta Toer employs in his rewriting of the story."
2006
SJIS-2-3-2006-53
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Riskianingrum
"Disertasi ini membahas Budaya Risiko di Pulau Sebesi dalam perspektif Perubahan Sosial antara tahun 1883-2018. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah sosial dengan analisisnya menggunakan pendekatan struktural dari Ferdinand Braudel dan konsep tiga Budaya Risiko milik Steicher, et. al.(2018), Cornia, et. al.(2014), dan Beccera, et. al.(2020), yang ketiga konsep tersebut berakar dari Cultural Theory of Risk dari Mary Douglas dan Aaron Wildavsky di tahun 1982. Tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 telah membangkitkan kembali ingatan bersama tentang letusan Krakatau 1883. Bencana yang pada awalnya terlupakan oleh masyarakat di Pulau Sebesi, kembali diingat dan semakin menguat saat mereka mengalami tsunami 2018. Namun demikian, bencana tsunami tidak meninggalkan trauma bagi sebagian besar masyarakat Sebesi, bahkan mereka enggan untuk berpindah dari pulau tersebut, terlepas dari kenyataan bahwa ada ancaman bencana di sekitar lingkungan mereka. Tsunami 2018 pun secara nyata merubah persepsi mereka tentang gunung Anak Krakatau, yang awalnya sebagai pembawa berkah karena mendatangkan turis ke pulau mereka, menjadi ancaman yang bisa menimbulkan risiko bencana. Oleh karena itu, disertasi ini mengkaji pengalaman sosial masyarakat Sebesi yang terkena dampak tsunami 2018 dengan menganalisis faktor-faktor pemicu ancaman bahaya di Sebesi, menelaah alasan terbentuknya budaya risiko, serta materialisme budaya risiko pada masyarakat Sebesi. Hasil studi ini juga menjelaskan kehadiran pemerintah dalam penanggulangan bencana di pulau Sebesi. Namun demikian, hal yang menjadi sorotan dalam studi ini bahwa pemerintah cenderung datang saat telah terjadi peristiwa bencana, namun tidak tampak dalam keadaan normal. Keadaan yang terjadi di pulau Sebesi seolah mengembalikan status pendekatan penanganan bencana di Indonesia kepada disaster response based atau tindakan reaktif saat terjadi bencana. Padahal, paradigma pengelolaan bencana di Indonesia saat ini berbasis Pengurangan Risiko Bencana. Seringnya Anak Krakatau ber-erupsi menyebabkan masyarakat seakan terbiasa terhadap perilaku gunung ini. Risiko yang ada dalam keseharian masyarakat Pulau Sebesi telah menjelma menjadi bagian dari budaya kehidupan mereka. Rutinisasi membersamai Anak Krakatau telah mendorong munculnya budaya risiko di pulau Sebesi.

The dissertation discusses Risk Culture on Sebesi Island during the period of 1883-2018 from the perspective of Social Change. This is social history research applying Ferdinand Braudel's structural approach analysed with the risk culture concept from Steicher, et. al. (2018); Cornia, et. al. (2014); and Beccera, et. al. (2020). The three concepts are rooted in the Cultural Theory of Risk from Mary Douglas and Aaron Wildavsky in 1982. The Sunda Strait tsunami on December 22 2018 has revived the memories of the 1883 Krakatau eruption. A disaster that was initially forgotten by the community on Sebesi Island, was remembered again and became even stronger when they experienced the 2018 tsunami. However, the tsunami disaster did not leave a trauma for most of the Sebesi people, in fact they were reluctant to move from the island, despite the fact that there was a threat of disaster around their environment. The 2018 tsunami also significantly changed their perception of Mount Anak Krakatau, which was initially a blessing because it brought tourists to their island, to become a threat that could pose a risk of disaster. Therefore, this dissertation examines the social experiences of the Sebesi community who were affected by the 2018 tsunami by analyzing the factors that trigger the danger in Sebesi, examining the reasons for the formation of a risk culture, as well as the materialism of the risk culture in the Sebesi community. The results of this study also explain the government's presence in disaster management on Sebesi Island. However, what is highlighted in this study is that the government tends to come when a disaster has occurred, but does not appear under normal circumstances. The situation that occurred on Sebesi Island seemed to return the status of the disaster management approach in Indonesia to disaster response based or reactive action when a disaster occurs. In fact, the current disaster management paradigm in Indonesia is based on Disaster Risk Reduction. The frequent eruptions of Anak Krakatau cause people to become accustomed to the behavior of this mountain. The risks that exist in the daily lives of the people of Sebesi Island have become part of their cultural life. The routinization of accompanying Anak Krakatau has encouraged the emergence of a risk culture on Sebesi Island."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Chairunnisa
"Informasi yang diterima setelah kejadian atau post-event information rentan memengaruhi ingatan saksi mata akan kejadian sebenarnya. Apabila saksi menerima post-event information yang tidak konsisten dengan kejadian, saksi kesulitan mengingat kejadian aslinya sehingga detail kejadian yang disampaikan cenderung kurang akurat. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental between subject multigroup design post-test only (N=90). Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan kepada tiga kelompok partisipan, yaitu kelompok eksperimen yang mendapat dua perlakuan berbeda berupa pemberian post-event information melalui sumber kredibel dan sumber non-kredibel; serta kelompok kontrol yang tidak menerima post-event information dalam bentuk apapun. Hasil analisis one-way independent measures ANOVA menunjukkan terdapat pengaruh kredibilitas sumber post-event information yang signifikan terhadap akurasi ingatan saksi mata pada kelompok yang menerima post-event information melalui sumber kredibel, sumber non-kredibel, dan yang tidak menerima post-event information dalam bentuk apapun. Analisis post-hoc Tukey’s HSD menemukan bahwa partisipan yang tidak menerima post-event information memiliki skor true memory pada ingatan saksi mata yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan partisipan yang menerima post-event information melalui sumber non-kredibel. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan rujukan dalam upaya meningkatkan efisiensi dan akurasi dari keterangan saksi mata.

Information received after an event, or post-event information, is susceptible to influence eyewitness memory of the actual event. If an eyewitness receives post-event information that is inconsistent with the event, the witness has difficulty recalling the original event, leading to a tendency for the details reported to be less accurate. This study employed a between-subjects multigroup design post-test only experimental design (N=90). The research involved three groups of participants: an experimental group receiving post-event information from either a credible or non-credible source, and a control group receiving no post-event information. he results of a one-way independent measures ANOVA indicated a significant effect of the source credibility of post-event information on the accuracy of eyewitness memory among the groups receiving credible, non-credible, and no post-event information. Post-hoc analysis using Tukey's HSD revealed that participants who did not receive post-event information had significantly higher true memory scores compared to those who received post-event information from non-credible sources. This research is expected to serve as a reference and guide in efforts to improve the efficiency and accuracy of eyewitness testimony."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorio Surya Abdi Julianto
"Generasi muda berada dalam dua kutub narasi yang saling bertentangan, namun secara bersamaan digunakan untuk memahami Peristiwa 1965. Dengan menggunakan pendekatan metode campuran, penelitian ini melakukan intervensi terhadap generasi muda pelajar SMA melalui ingatan kolektif perempuan penyintas 1965 yang tergabung dalam paduan suara Dialita. Penelitian ini bertujuan menganalisis sejauh mana ingatan kolektif penyintas dapat mempengaruhi sikap dan pemahaman generasi muda, pelajar SMA terhadap Peristiwa 1965. Intervensi yang diberikan berupa penayangan video Dialita dan mendengarkan kesaksian hidup dari anggota Dialita, menunjukkan terjalinnya interaksi antar generasi yang berkontribusi pada pembentukan pemahaman pelajar SMA. Analisis berdasarkan data statistik yang diintegrasikan dengan data wawancara pribadi, diskusi kelompok, dan refleksi akhir, mengungkapkan transmisi ingatan kekerasan 1965 kepada pelajar SMA mampu mengurangi kepercayaan terhadap narasi resmi dan meningkatkan keberpihakan terhadap narasi alternatif serta korban politik 1965. Dalam prosesnya, transmisi ingatan antar generasi belum sepenuhnya menghilangkan pengaruh narasi resmi dalam pemahaman sejarah pelajar SMA. Hal ini disebabkan karena tidak maksimalnya proses transmisi ingatan dalam diskusi yang dibangun antar generasi. Penelitian ini turut menegaskan pelarangan diskusi peristiwa 1965 yang dilakukan institusi pendidikan formal—mencerminkan ketakutan yang dipelihara—berkontribusi pada tidak efektifnya intervensi yang diberikan.

The young generation found themselves in two polars of narratives which are opposing each other while remain interwoven in understanding the 1965 Event. Utilizing mixed method, this research conducts intervention towards the young generation of senior high school students through the collective memory of 1965’s women survivors which are joined in the choir group, Dialita. This research aims to analyze how far the collective memory of the survivors could affect the behavior and understanding of the young generation, the high school students, towards the 1965 Event. The given intervention as manifests in the screening of Dialita’s video and the listening of the oral testimony by Dialita’s members, showcases the interaction between generations which contributes to the understanding of the high school students. The analysis based on statistic data which is integrated with personal interview, group discussion, and final reflection, exposes that the memory transmission regarding the 1965 violence to the high school students is able to lessen the reliance towards the official narrative as well as improve the partiality to the alternative narrative and the 1965’s political victims instead. In the process, the memory transmission between generations has yet been fully repealed the influence of the official narrative as embodied within the understanding of the high school students. It is due to the less-than-optimum memory transmission as built between generations. This research also asserts the restriction towards the discussion about the 1965 Event as done by the formal education institution—represents a persisted fear—contributing to the ineffectiveness of the given intervention."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>