Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S8493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Djoko Wihantoro
Abstrak :
Dalam mengemban tugas pendistribusian hasil-hasil pembangunan, pelaksanaan pembangunan di daerah masih menghadapi berbagai masalah, beberapa diantaranya justru membutuhkan pemecahan yang mendasar, seperti pelimpahan wewenang perencanaan, ketimpangan pendapatan antar daerah dan laju pertumbuhan, serta penciptaan lapangan kerja di daerah. Menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat darurat, yang dikenal dengan program Instruksi Presiden (Inpres). Program ini juga ditujukan untuk menunjang otonomi daerah.

Program Inpres Dati II (Inpres No.611984) bertujuan: mempertinggi hasil produksi, memperlancar distribusi bahan dan basil pertanian dalam waktu singkat serta memperbaiki lingkungan hidup masyarakat berpenghasilan rendah, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan partisipasi penduduk dalam pembangunan daerah.

Maksud dari Program Inpres Dati II untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, yaitu : penyerahan urusan pembangunan daerah kepada Pemerintah Daerah, penciptaan kemandirian daerah (Keuangan Daerah), meningkatkan sistem perencanaan pembangunan daerah dengan sistem buttom up planning, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah serta meningkatkan profesionalisme aparatur daerah.

Penelitian ini bersifat kualitatif dan kesimpulannya lebih bersifat deskriptif. Di dalam penelitian menggunakan sumber data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah dan berbagai kebijaksanaan lainnya. Data primer di sini adalah data yang diperoleh langsung dalam penelitian di lapangan, baik berupa hasil wawancara maupun observasi.

Program Inpres Dati II telah memberikan dampak positif, yaitu transportasi lancar, meningkatnya hasil pertanian, meningkatnya taraf hidup masyarakat dan perekonomian daerah. Dan dampak utama yang diharapkan tersebut di atas Program Inpres Dati II telah menimbulkan dampak sampingan yang tidak diharapkan yaitu ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat. Di samping itu, tujuan/maksud Program Inpres Dati II sebagian besar tidak tercapai dan Program Inpres Dati II berdasarkan analisis/penelitian di Kab. Sleman belum berperan dalam pelaksanaan otonomi daerah, disarankan kepada Pemerintah Pusat segera mengambil kebijakan agar Program Inpres Dati II berperan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
S7589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liswarti Hatta
Abstrak :
Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilandasi oleh Kebijakan Keputusan Presiden (Kepres) No. 3 tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan telah berjalan sejak 1 April 1994. Program ini secara ideal adalah untuk memberdayakan kaum miskin dan desa tertinggal baik di pedesaan maupun perkotaan Dari dimensi politis program ini adalah untuk menunjukkan bahwa pembangunan adalah untuk rakyat, artinya kepedulian pemerintah terhadap kaum tertinggal (penduduk dan desa miskin) bukan sekedar slogan pembangunan. Sebuah program adalah perencanaan yang terkadang antara konsep dan pelaksanaan di lapangan berbeda, perbedaan ini dapat disebabkan oleh konsep yang terlalu sulit untuk diterapkan, pelaksana di lapangan yang tidak mampu menterjemahkan suatu konsep ataupun kedua-duanya. Pelaksanaan program IDT di desa yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan kurangnya sinkronisasi dan pengawasan program yang ketat terutama dalam pemberian dana dari pemerintah Kurangnya sinkronisasi menunjuk pada pembangunan infrastruktur desa yang kurang diarahkan pada variabel ketertinggalan desa (dalam penentuan desa tertinggal menggunakan 27 variabel, lihat lampiran 2); kurang tanggapnya Pemerintah Daerah dalam memberikan informasi dan mempersiapkan penduduk miskin calon penerima IDT sehingga terkesan program ini hanya'membagi-bagi dana tanpa membekali calon penerima dengan manajemen pengelolaan dana yang memadai. Sedangkan pengawasan yang kurang ketat menunjuk pada kurangnya instansi terkait dari pihak pemerintah dalam memberikan pengawasan pengelolaan uang dari para penerima dana IDT atau kurang ketat dalam mengevaluasi pengguliran dana, sehingga kurang jelas tingkat keberhasilan dari kelompok-kelompok masyarakat sebagai basis penerima dana IDT. Program IDT yang memberikan dana kepada masyarakat tertinggal di desa tertinggal sebanyak Rp. 20.000.000,- per desa/tahun dan setiap desa penerima akan menerima selama 3 tahun berturut turut jadi dalam 3 tahun (1994, 1995 dan 1996) setiap desa penerima IDT mendapatkan dana sebanyak Rp. 60.000.000,- yang langsung diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat di desa yang sengaja telah dibentuk untuk menyongsong program ini. Dari banyaknya dana tersebut, jika dikelola dengan baik akan memberikan prospek yang cerah pada setiap desa tertinggal. Pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana dari setiap penerima IDT sangat diperlukan demi tercapainya program ini yakni memberdayakan masyarakat miskin. Pemberdayaan masyarakat harus mencakup segala dimensi seperti sosial, ekonomi, budaya, politik dan hukum. Artinya dimensi ekonomi lewat pemberian dana IDT kepada masyarakat tertinggal harus pula dibarengi dengan pemberdayaan dimensi lain agar sesuai dengan maksud dan tujuan pemerintah yakni pembangunan disegala bidang. Pembangunan yang berhasil apabila semua program mampu membangkitkan daya masyarakat untuk secara otonom menjadi subjek dalam pembangunan.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Wibowo
Abstrak :
Di dalam tata pemerintahan suatu negara, hukum melaksanakan fungsinya sebagai sebuah kerangka yang merupakan perwujudan dari kebijakan pihak pemerintahan yang bersangkutan. Adalah menjadi sebuah kelaziman pada sebuah negara hukum bahwa setiap kebijakan pemerintah dituangkan di dalam sebuah bentuk peraturan perundang-undangan, dengan maksud di samping adanya kepastian tentunya diharapkan akan menjadi pedoman bagi pelaksanaan kebijakan tersebut. Demikian halnya apabila pemerintah memiliki sebuah program tertentu yang akan diiaksanakan, maka akan dituangkan di dalam kerangka yakni peraturan perundang-undangan mengenai program bersangkutan, secara tahap demi tahap sesuai sasaran diharapkan dari program tersebut. Untuk mencapai pada suatu bidang sasaran tertentu seperti yang diharapkan dari sebuah program, dapat dijembatani oleh beberapa peraturan perundang-undangan sesual dengan tahapan waktu maupun sesuai dengan tahapan tingkat pelaksanaan dari program tersebut. Oleh karena itu untuk mencapai kepada sasaran tersebut, dituntut sebuah kerangka hukum yang konsisten baik secara hirarkhis maupun horisontal. Kondisi seperti tersebut sudah seharusnya yang diaplikasikan oleh bangsa Indonesia apabila menghendaki terlahirnya sebuah mobil nasional sebagai sebuah program. Untuk menciptakan sebuah mobil nasional dibutuhkan sebuah perencanaan yang cermat dan matang, serta harus mengerahkan sumber daya yang ada. Hal ini dikarenakan untuk membuat sebuah mobil yang terdiri dari ribuan komponen, diperlukan kemampuan rancang bangun, teknologi, perhitungan ekonomis yang tidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap, serta dibutuhkan perencanaan tahap demi tahap untuk melokalisasi komponen-komponen yang diperlukan. Keadaan yang demikian tentunya harus diberikan sebuah kerangka hukum yang sesuai agar pentahapan sasaran yang dimaksud dapat terpedoman secara transparan. Menjadi sebuah hal yang beralasan apabila bangsa lndonesia memiliki sebuah mobil nasional apabila harus dikaitkan dengan kondisi geografis maupun perkembangan masyarakat pada saat ini sehingga dikatakan sarana transportasi memiliki nilai strategis. Di samping kondisi daya serap pasar yang cukup besar, serta pertimbangan era pasar bebas yang tidak menghendaki Indonesia hanya menjadi pasar bagi prinsipal asing. Sebagai sebuah program tentunya harus didukung peraturan perundang-undangan sebagai sebuah kerangka kebijakan haruslah bersifat konsisten agar dampak negatif dapat ditekan seminim mungkin. Konsistensi pada saat ini bukan hanya bersifat hirarkis, tetapi juga bersifat multidisipliner serta mengacu kepada ketentuan Internasional karena lingkup bisnis pada dewasa ini bersifat transnasional, serta telah terbentuknya WTO sebagai wadah lalu lintas perdagangan Internasional.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Sumaryadi
Abstrak :
Kondisi desa-desa di seluruh Indonesia sebelum dilaksanakannya Repelita, pada umumnya sangat memprihatinkan, khususnya keterbatasan prasarana desa, tingkat pendidikan relatif rendah dan pendapatan perkapita penduduk demikian rendahnya. Bertitik tolak dari berbagai masalah keterbatasan itu maka Pemerintah memberikan setiap desa, Inpres Bantuan Pembangunan Desa yang dimulai sejak Repelita I. Meningkatnya dana Inpres Bantuan Pembangunan Desa dari tahun ke tahun telah mengurangi penduduk miskin dari 60% (1970) menjadi 11,36 % pada tahun 1995, dengan jumlah desa tertinggal 20633 desa. Dalam upaya mempercepat proses pengentasan kemiskinan maka pemerintah memberikan setiap desa dana IDT sesuai Inpres No. 5 Tahun 1993. Untuk melihat keberhasilan program Inpres dapat diwujudkan perlu diteliti, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT dalam perspektif penanganan kemiskinan di Desa tertinggal. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka alat analisis yang digunakan adalah model deskriptif dan didukung analisis kuantitatif model regresi liner berganda. Dan dari hasil analisis dapat disimpulkan, bahwa hipotesis alternatif yang diajukan dapat diterima dengan sangat nyata, yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT adalah Peranan Pendampingan PP), Peranan Aparat (PA), Kemampuan Pokmas (KP), Jenis Usaha (7U), Pengawasan (EP), Motivasi Pokmas (MP) dan Distribusi Pendanaan (DD) (koefisien determinasi sebesar 65,25%). Secara parsial bahwa masing-masing variabel bebas berpengaruh positif terhadap PED sebagai berikut : 1. PP berpengaruh positif terhadap PED, artinya bila PP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,2732%. 2. Bila PA ditingkatkan 1 % maka PED akan meningkat sebesar 0,17%. 3. Bila KP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,057 % . 4. Bila MP ditingkatkan 1 % maka PED akan meningkat sebesar 0,047%. 5. Bila DD ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,035%. 6. Bila .7U ditingkatkan 1% maka PED akan ineningkat sebesar 0,053%. 7. Bila EP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,0525%. Berdasarkan faktor-faktor dominan tersebut maka strategi meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT dalam penanganan kemiskinan di desa tertinggal, adalah pertama, meneruskan kontribusi kebijakan IBD dan IDT dengan melalui prioritas program pada faktor-faktor yang diduga sangat berpengaruh tersebut. Kedua, memformulasikan kebijakan pemerintah yang bare sebagai pemantapan program pendukung XBD dan XDT secara terpadu dan terintegrasi lintas sektoral.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengkung, Leonardus Ricky
Abstrak :
ABSTRAK
Kemiskinan dapat dikatakan sebagai suatu situasi serba kekurangan yang menyebabkan ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurunnya penduduk miskin dari 70 juta pada tahun 1970 menjadi 27 juta pada tahun 1990 merupakan hasil nyata dari pelaksanaan berbagai program pembangunan. Meskipun telah jauh berkurang, jumlah penduduk miskin tersebut masih cukup besar, sehingga diperlukan upaya khusus untuk menanggulanginya.

Sejak tahun 1994, pemerintah meluncurkan program khusus sebagai tambahan dari program yang telah ada yaitu program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Program ini dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan penduduk miskin dalam berusaha. Guna mempercepat upaya tersebut disediakan dana sebagai modal kerja bagi penduduk miskin untuk berusaha sehingga mereka bisa membangun dan mengembangkan kemampuan dirinya. Sifat dari usaha yang digerakkan dengan dana bantuan program IDT ini dapat dikatakan sebagai suatu jenis usaha kecil karena melibatkan tenaga atau pekerja yang sedikit dengan jumlah modal yang diusahakan relatif sedikit.

Kesuksesan usaha yang digerakkan dengan dana IDT tentunya tergantung dari beberapa faktor yang ada, baik eksternal maupun internal, misalnya adanya penganalisaan lingkungan usaha, kemampuan kewirausahaan, adanya penentuan strategi usaha, pengelolaan modal yang baik, serta adanya manajemen yang baik.

Dengan mempertimbangkan uraian di atas, maka penelitian ini mencoba untuk melihat tingkat keefektifan pengelolaan dana IDT di Kabupaten Minahasa serta faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat kesuksesan dana IDT. FaktorĀ¬-faktor tersebut adalah ada tidaknya manajemen (planning, organizing, coordinating, staffing dan controlling), ataupun kewirausahaan (entrepreneurship) yang dimiliki para pelaku usaha serta apakah para pelaku usaha mampu melihat lingkungan usahanya (market, consumen, technology dan location analysis) sehingga dapat menentukan jenis usaha yang sesuai. Selain itu, akan dilihat juga pengaruh dari keterlibatan pendamping serta tingkat pendidikan yang dimiliki para pelaku usaha.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah multi stage purpose sampling dengan didasarkan pada kelompok masyarakat (Pokmas) pada desa/kelurahan di Kabupaten Minahasa yang menerima dana IDT dari tahun anggaran 199411995, 1995/1996 dan 199611997. Unit analisa dalam penelitian ini adalah Kelompok Masyarakat (Pokmas).

Dalam penelitian ini dibutuhkan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan berdasarkan wawancara langsung dengan memakai kuesioner serta observasi langsung terhadap lingkungan usaha kelompok. Dalam menguji keakuratan dan kualitas daftar pertanyaan dilakukan Pilot Test yang dilanjutkan dengan Uji Reliabilitas dan Validitas.

Beberapa analisa dan uji statistik yang digunakan adalah analisa deskriptif, pendugaan parameter, teknik korelasi dan analisa logistik. Analisa deskriptif dimaksudkan untuk melihat gambaran setiap variabel bebas (faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi pengelolaan dana IDT) serta variabel tak bebas (sukses dan gagal). Pendugaan parameter bertujuan untuk melihat perbedaan rata-rata masing-masing variabel bebas dari populasi sukses dan gagal. Penghitungan korelasi dimaksudkan pertama, untuk melihat hubungan antar variabel bebas terutama untuk mendeteksi adanya multicollinearity serta kedua, untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Dalam penelitian ini digunakan analisa logistik, karena dependent variable yang bersifat binary choice (sukses dan gagal).

Hasil studi menunjukkan bahwa dari 112 Pokmas yang diteliti terdapat 64 Pokmas yang sukses sedangkan yang gagal berjumlah 48 Pokmas. Berdasarkan pendugaan estimation of population keefektifan pengelolaan dana IDT berkisar antara 53% sampai 69% (untuk a=10%) dan 51% sampai 71% (untuk a=5%).

Tingkat pemahaman para pelaku usaha untuk proses manajemen, secara rata-rata memiliki kemampuan 'cukup' untuk planning, organizing, coordinating, staffing dan controlling. Dalam proses analisa lingkungan usaha, para pelaku usaha secara rata-rata juga memiliki kemampuan 'cukup' baik untuk market, consumer, technology dan location analysis. Jika dilihat dari kemampuan kewirausahaan para pelaku usaha dapat dikatakan bahwa dan 112 responden yang diteliti, terdapat 61 (54%) pelaku usaha yang memiliki kemampuan kewirausahaan dan 51 (46%) pelaku usaha yang tidak memiliki kemampuan kewirausahaan. Kemampuan pendidikan para pelaku usaha jika dilihat dari lamanya duduk di bangku pendidikan, paling banyak pada jenjang 9 sampai 10 tahun, sedangkan prosentase keterlibatan pendamping dalam membimbing para pelaku usaha, umumnya pada kategori 'lebih rendah', atau tidak sepenuhnya membimbing para pelaku usaha.

Hasil analisa secara partial menunjukkan bahwa semua faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT ternyata memiliki kontribusi atau korelasi yang cukup signifikan dalam mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT. Namun, basil analisa dengan model logistik secara 'forward stepwise' menyimpulkan bahwa peluang sukses pelaksanaan usaha yang dijalankan Pokmas hanya dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu Planning (perencanaan), Organizing (organisasi), Consumen (konsumen) dan Kewirausahaan (kewirusahaan). Adanya kolinearitas yang cukup tinggi antar variabel bebas menyebabkan tidak signifikannya variabel bebas lainnya dalam mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun usaha yang dijalankan oleh Pokmas adalah usaha yang berskala kecil, namun pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan praktik pengelolaan usaha berskala besar yang mempertimbangkan faktor proses manajemen, analisa lingkungan usaha, kewirausahaan dalam upaya membantu menyukseskan usaha yang dijalankan Pokmas.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Puspita Andini
Abstrak :
Artikel ini membahas tentang bagaimana peran dan kinerja dari PT Kimia Farma pada tahun 1971 hingga 1981. Tahun 1971 adalah awal mula Kimia Farma bertransformasi dari bentuk Perusahaan Negara Farmasi (PNF) menjadi perseroan. Di waktu yang bersamaan, Indonesia mengalami krisis obat yang diakibatkan oleh kurangnya devisa untuk untuk impor obat. Antisipasinya adalah dengan membuka kesempatan bagi para importir di bidang farmasi agar persediaan obat dalam negeri bertambah. Berkat antisipasi tersebut, jumlah obat memang bertambah namun harganya melonjak. Banyaknya obat di pasaran terlebih dengan harganya yang tinggi ini tidak mampu meraih seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, pemerintah Indonesia menunjuk PT Kimia Farma sebagai salah satu perusahaan yang bertugas sebagai distributor obat-obatan dengan harga yang lebih rendah dan mendorong PT Kimia Farma untuk dapat membuat obat dalam negeri. Dalam penulisan artikel ini, penulis menyoroti sejauh mana kinerja PT Kimia Farma. Hasil dari penelitian ini adalah PT Kimia Farma mampu melakukan kinerja yang efektif dalam upaya penyediaan obat esensial, dengan bekerjasama dengan mitra-mitra, sumber daya manusia serta teknologi. PT Kimia Farma juga dapat mendistribusikan obat esensial ke seluruh Indonesia tanpa melalui hambatan. Penulisan artikel ini menggunakan metode sejarah dan menggunakan berbagai sumber dalam bentuk arsip seperti undang-undang dan peraturan pemerintah, koran sezaman seperti Kompas, Warta Berita dan lainnya, serta majalah sezaman seperti Majalah Kesehatan dan Bulletin Kesehatan. ......This article discusses the role and performance of PT Kimia Farma from 1971 to 1981, which in 1971 was the beginning of Kimia Farma's transformation from the form of the State Pharmaceutical Company (PNF) to a company. At the same time, the Indonesian government was pursuing public health and welfare through various policies. One of the crucial areas was medicines procurement. In the early days of the New Order (Orde Baru), Indonesia experienced a medicine crisis caused by a lack of foreign exchange to import medicines. The anticipation was to open up opportunities for importers in the pharmaceutical sector to increase the supply of domestic medicines. Thanks to this anticipation, the number of medicines did increase but their prices soared. The number of medicines on the market, especially with their high prices, was not able to reach all levels of society. For this reason, the Indonesian government appointed PT Kimia Farma as one of the companies that served as a distributor of medicines with lower prices. In this article, the author highlights the extent to which the performance of PT Kimia Farma. The result of this research is that PT Kimia Farma is able to carry out effective performance in the effort to provide essential medicines, by collaborating with partners, human resources and technology. PT Kimia Farma can also distribute essential drugs throughout Indonesia without going through obstacles. The writing of this article uses the historical method and uses various sources in the form of archives such as government laws and regulations, contemporary newspapers such as Kompas, Warta Berita and others, as well as contemporary magazines such as Majalah Kesehatan and Bulletin Kesehatan
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>