Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Larissa Permata Shany
"Latar belakang : Estimasi usia merupakan salah satu upaya yang penting dilakukan dalam identifikasi individu hidup maupun individu mati. Usia 8-16 tahun merupakan usia kritis yang sering berkaitan dengan masalah hukum di Indonesia yang memerlukan pembuktian usia sehingga diperlukan metode yang akurat untuk mengestimasi usia tersebut. Rumus TCI-Khoman merupakan salah satu metode estimasi usia berdasarkandi Indonesia namun belum pernah diuji keakuratannya. Untuk itu dilakukan uji perbandingan estimasi usia dengan metode Demirjian berdasarkan tahapan kalsifikasi gigi geligi karena metode ini telah dibuktikan dapat diterapkan di Indonesia.
Tujuan: Menganalisis ketepatan metode estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar dibandingkan dengan metode Demirjian dalam rentang usia 8-16 tahun di Indonesia.
Metode penelitian: Estimasi usia 8-16 tahun dilakukan menggunakan rumus TCIKhoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar kemudian dibandingkan dengan estimasi usia menggunakan metode Demirjian.
Hasil: Hasil estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman pada gigi insisivus, premolar, dan molar tidak memiliki perbedaan bermakna dengan metode Demirjian (p>0.05), namun hasil estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman pada gigi kaninus memiliki perbedaan bermakna dengan metode Demirjian (p<0.05). Hasil estimasi usia rentang 8-16 tahun menggunakan metode Demirjian cenderung mendekati usia kronologis dengan SE 0,658, diikuti metode TCI-Khoman pada gigi premolar dengan SEE 0,893, metode TCIKhoman pada gigi insisivus dengan SEE 1,117, metode TCI-Khoman pada gigi molar dengan SEE 1,579, dan metode TCI-Khoman pada gigi kaninus sebesar 1,707.
Kesimpulan : Hasil estimasi usia 8-16 tahun menggunakan metode TCI-Khoman tidak memiliki perbedaan bermakna dengan metode Demirjian, kecuali pada gigi kaninus. Hasil estimasi usia 8-16 tahun menggunakan rumus TCI-Khoman mendekati usia kronologis dengan SEE terbesar terdapat pada gigi kaninus dan SEE terkecil terdapat pada gigi premolar.

Background : Age 8-16 is a critical age that often related with legal issues in Indonesia, so that an accurate method is needed to estimate the age in order to help legal process can run as fairly as possible according to their age group. Khoman (2015) found an age estimation formula for Indonesian population based on the analysis of Tooth Coronal Index (TCI) using radiographic of the teeth. The accuracy of TCI-Khoman formula need to be test with other age estimation methods. The Demirjians method is used as a comparison method because in previous studies it has been proven to be the one of age eestimation methods that can be used in Indonesia.
Objective: To analyze the accuracy of the age estimation method using the TCI-Khoman formula in incisors, canines, premolars, and molar teeth compared to the Demirjian method in the 8-16 years age range in Indonesia.
Methodology: Age estimation age 8-16 years were performed using the Tooth Coronal Index (TCI)-Khoman formula in incisors, canines, premolars, and molar teeth and then compared with age estimates using the Demirjians method.
Results: Age estimation using TCI-Khomans formula on incisors, premolars, and molar teeth did not have a significant difference with the result of Demirjians method canine teeth had significan differences with the result of Demirjians method (p< 0.05). Age estimastion 8-16 years using the Demirjians method gives results that are close to the chronological age with SEE 0,658, followed by the TCI-Khomans formula on the premolar teeth with SEE 0,893, insisivus teeth with SEE 1,117, molar teeth with SEE 1,579, and caninus teeth with SEE 1,707.
Conclusion: Age estimation 8-16 years old using TCI-Khomans formula did not have a significant difference with the result of Demirjians method except on canine teeth. Age estimation 8-16 years old using the TCI-Khomans formula gives results that are close to chronological age with the biggest SEE found in canine teeth and the smallest SEE is found in premolar teeth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Putri Secoria
"Latar Belakang : Pada sebagian besar kasus maloklusi skeletal kelas III terdapat kombinasi antara elemen dental dan skeletal yang bervariasi. Beberapa elemen tersebut diantaranya adalah pola kerangka vertikal wajah dan inklinasi insisivus mandibula. Hubungan antara gigi insisivus mandibula dan posisinya terhadap bidang mandibula seringkali menjadi pedoman dasar dokter gigi untuk merencanakan perawatan ortodontik, karena dianggap sebagai salah satu kunci dalam diagnostik ortodontik. Tujuan : Mengetahui perbedaan inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, Hiperdivergen. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif numerik secara potong lintang. Penelitian dilakukan pada 54 sefalomeri lateral pasien ortodontik sesuai kriteria inklusi. Digunakan uji komparasi One-Way ANOVA dan uji Post Hoc Bonferroni untuk melihat perbedaan inklinasi insisivus mandibula antar kelompok. Hasil : Uji komparasi One-Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik inklinasi gigi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III antara ketiga kelompok wajah tersebut. Selanjutnya berdasarkan uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola wajah Hipodivergen. Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara inklinasi gigi insisivus mandibular pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, dan Hiperdivergen.

Background : There are various combinations of dental and skeletal elements in most cases of class III malocclusion. Some of these elements include the vertical facial patterns and the mandibular incisors inclination. The relationship between the mandibular incisors and their position towards the mandibular plane is often the basic guideline for dentists to plan orthodontic treatment, because it is considered as one of the keys in orthodontic diagnostics. Objective : To compare the difference of mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns. Methods : This research was a comparative numerical analytic study with cross-sectional design. It was conducted on 54 lateral cephalometrics of orthodontic patients according to the inclusion criteria. One-Way ANOVA comparison test and Bonferroni Post Hoc test were used to see differences in the inclination of the mandibular incisors between groups. Results : One-Way ANOVA comparison test showed that there was a stastically significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases between three facial groups. Furthermore, based on the Bonferroni Post Hoc test, it showed that there was a significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion with a Hypodivergent facial pattern. Conclusion : There was a statistically significant difference between the inclination of the mandibular incisor in class III malocclusion with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bilqis Nurul Azizah
"Latar Belakang: Kasus bencana yang diakibatkan oleh alam dan manusia di Indonesia menimbulkan banyak korban jiwa. Terdapat usia kritis yang terkait dengan undang-undang yang berkaitan dengan usia. Dibutuhkan metode yang paling baik dalam uji estimasi usia, sehingga perlu dicari metode uji estimasi usia yang akurat untuk di Indonesia. TCI-Khoman baru dikemukakan pada tahun 2015, estimasi usia pada metode ini menggunakan gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar pada radiograf periapikal yang  hasilnya belum pernah dibandingkan dengan metode estimasi usia yang sudah ada. Metode atlas Blenkin-Taylor merupakan metode estimasi usia dengan menggunakan atlas tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi usia prenatal hingga 25 tahun  pada pria dan wanita, populasinya pada Australia Modern dengan menggunakan radiograf panoramik atau sefalometrik yang telah digunakan sebagai acuan tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi di dunia. Sehingga dibutuhkan penelitian untuk membandingkan antara hasil estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman yang baru ditemukan, dengan metode atlas Blenkin-Taylor yang sudah menjadi acuan di dunia. Tujuan: Menganalisis keakuratan metode estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman dibandingkan dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar di Indonesia dalam rentang usia 8-25 tahun. Metode: Pengujian estimasi usia pada 123 sampel dengan menggunakan rumus TCI-Khoman kemudian dibandingkan dengan estimasi usia menggunakan metode atlas Blenkin-Taylor. Hasil: Metode TCI-Khoman dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Hasil perbandingan antara estimasi usia dengan menggunakan metode TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Hasil perbandingan antara usia kronologis dengan masing-masing metode estimasi usia TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Uji estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada rentang usia 8-25 tahun sama-sama dapat digunakan di Indonesia dengan menggunakan radiograf panoramik.

Background: Cases of human or natural disasters in Indonesia have caused many victims. There is a critical age associated with laws relating to age. The best method for age estimation is needed, so it is necessary to find an accurate age estimation for Indonesian people. TCI-Khoman discovered in 2015, the age estimation in this method uses incisor, canine, premolar, and molar teeth on periapical radiographs whose results have never been compared with existing age estimation methods. The Blenkin-Taylor Atlas method using atlas order of eruption between prenatal age to 25 years old in men and women with Modern Australian population uses panoramic or cephalometric radiographs that have been used as a reference for tooth development and eruption atlas in the world. So the research is needed to compare the results of age estimation using the newly discovered TCI-Khoman method, with the Blenkin-Taylor atlas method that has become a reference in the world. Objectives: To analyze the accuracy of the age estimation method using the TCI-Khoman formula in incisor, canine, premolar, and molar  teeth compared to the Blenkin-Taylor atlas method in Indonesia in the age range of 8-25 years. Methods: Testing age estimations in 123 samples using the TCI-Khoman formula then compared with age estimation using the Blenkin-Taylor atlas method. Results: The TCI-Khoman method can use in both periapical and panoramic radiographs. The results of the comparison between age estimations using the TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant difference. The results of the comparison between actual age between each TCI-Khoman age estimation method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant differences. Conclusion: Both age estimation methods, TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas method, in the age range of 8-25 years can be used in Indonesia using a panoramic radiograph."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angeline Pandora Djuhadi
"Latar Belakang: Inklinasi gigi insisivus merupakan titik utama dalam menentukan rencana perawatan demi mewujudkan hasil yang estetis dan seimbang. Profil wajah seseorang sangat mempengaruhi persepsi estetika dan penampilan. Di Indonesia, penelitian mengenai hubungan inklinasi gigi insisivus dengan profil jaringan keras dan lunak wajah masih sangat jarang dilakukan, terutama pada pasien dengan maloklusi kelas II. Di sisi lain, pasien dengan maloklusi skeletal kelas II seringkali memiliki masalah pada inklinasi gigi dan profil wajah sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilakukan. Tujuan: Mengetahui korelasi inklinasi gigi insisivus rahang atas dan bawah terhadap profil jaringan keras dan lunak wajah pada pasien maloklusi skeletal kelas II.Metode: Pengambilan sampel penelitian berupa radiograf sefalometri lateral digital pasien dengan skeletal kelas II yang diperiksa dengan alat yang terstandarisasi dari suatu klinik yang sama kemudian dilakukan identifikasi landmark dan analisis sudut dengan aplikasi OneChep untuk diperoleh data berupa besar sudut inklinasi insisivus dari analisis Eastman, profil jaringan keras wajah dari analisis Down, dan profil jaringan lunak wajah dari analisis Holdaway. Analisis data dengan uji korelasi Pearson. Hasil: Uji korelasi Pearson antara inklinasi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap seluruh parameter uji profil jaringan keras dan lunak wajah menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan skeletal kelas II. Tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang bawah terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap profil jaringan lunak dan keras wajah pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II.

Background: Incisors inclination is one of the main point on deciding the treatment plan to bring an aesthetic and balanced result. Facial profile also have a great impact on the perception of aesthetic and appearance. In Indonesia, research about the correlation of incisors inclination with facial profile is rarely done, especially in patient with class II skeletal malocclusion. On the other hand, patient with class II skeletal malocclusion usually have problems regarding incisors inclination and facial profile. Hence, research about the correlation on incisors inclination with soft and hard tissue facial profile is really important to conduct. Objective: Determine the correlation of incisors inclination with soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion. Method: 52 sample of lateral cephalometric radiograph from patient with class II skeletal malocclusion from standardized lab were analyzed with an application called OneChep to gain the data of incisors inclination from Eastman analysis, hard tissue facial profile from Down analysis, and soft tissue facial profile from Holdaway analysis. Then, the data was tested for correlation using Pearson Correlation test. Result: Pearson correlation test on class II skeletal malocclusion patient showed the significance value between maxillary and mandibular incisors inclinations towards hard and soft tissue facial profile were >0.05 on each of the parameter. The parameters used on hard tissue facial profile were facial angle and angle of convexity from Down analysis. The parameter used on soft tissue facial profile was soft tissue facial angle by Holdaway analysis. Thus, there were no correlation between maxillary incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle, also no correlation between mandibular incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle in patient with class II skeletal malocclusion. Conclusion: There were no correlation between maxillary and mandibular incisors inclination toward soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library