Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Wiyono
"Dewasa ini industri asuransi telah menjelma sebagai salah satu pilar utama perekonomian modern. Perananan sektor asuransi kian signifikan seiring dengan arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan,akselerasi inovasi teknologi dan proses difusinya,serta deregulasi berbagai sektor finansial dan pasar riil. Akan tetapi ditengah perjalanan di dapat beberapa kendala - kendala yang dihadapi oleh pemegang polis, seperti prosedur penyelesaian,kendala di dalam mengurus klaim serta bentuk penyelesaian klaim kurang dipahami. Prosedur penyelesaian yang ditempuh oleh para pihak mengacu pada ketentuan pasal 23 ayat 1 PP No.73 Tahun 1992. Adapun bentuk penyelesaian kendala adalah dengan menyerahkan dokumen - dokumen pendukung sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 butir M Keputusan Menteri Keuangan No.422/KMK.06/2003. Sedangkan bentuk penyelesaian kendala yang ditempuh oleh para pihak adalah musyawarah kekeluargaan,serta jika tidak ada kata sepakat maka ditempuh dengan penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Insurance industry currently has emerged as one of the main pillars of modern economy. increasingly significant role of the insurance sector in line with current globalizm liberalism and trade, technological innovation and accelerate the diffusion process, and deregulation of the financial sector and the real market. But on the way to some of the constraints faced by the policyholder, such as settlement procedures, difficulties in managing the claim and claim settlement is less understood. The resolution procedures adopted by the parties refer to the provisions of article 23 paragraph 1 of Government Regulation No. 73 year 1992. Form of constraint solving is to hand over documents - supporting documents as stipulated in article 8 M clause in the decision of the Minister of Finance of the number 422 in 2003. While the form of constraint resolution adopted by the parties is a family consultation, and if no agreement is reached by settlement through national arbitration bodies Indonesian (BANI)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24864
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Hartati B. Bangsa
"Diagnosis COVID-19 akibat kerja pada tenaga kesehatan pegawai negeri sipil (ASN) berpeluang untuk dilakukan klaim santunan tidak mampu bekerja (STMB), namun terdapat kendala dalam proses klaim yang menyebabkan lamanya waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran lama waktu pengajuan klaim santunan tidak mampu bekerja (STMB) COVID-19 akibat kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi lama waktu pengajuan klaim STMB di RSUD Ciawi pada perusahaan asuransi PT. Taspen. Penelitian ini menggunakan desain metode campuran dengan wawancara mendalam dan analisis data sekunder terhadap dokumen klaim dan rekam medis. Hasil pada penelitian ini menunjukkan gambaran rata-rata lama waktu klaim STMB adalah 87,65 hari. dimana waktu klaim paling cepat adalah 7 hari dan paling lama 196 hari. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi lama waktu pengajuan klaim baik dari unsur input, proses maupun output. Kendala terkait dengan sumber daya manusia, sistem rumah sakit, dan kebijakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah proses pengajuan klaim santunan tidak mampu bekerja memakan waktu sekitar 7 hari sampai kurang lebih 6,5 bulan dengan factor-faktor yang mempengaruhinya. Kata Kunci : COVID-19 Akibat Kerja, klaim STMB, lama waktu, faktor yang berpengaruh.
The diagnosis of work- related COVID-19 in civil servant health workers (CSHW) has an opportunity to compensate claims for being unable to work (STMB), however, there have been obstacles in the claim process which causes prolong time. This study aims to determine the length of time taken for the claim submission of compensation for being unable to work (STMB) for COVID-19 and the factors that affect the duration for submitting STMB claims at Ciawi Hospital at the insurance company PT. Taspen. This study used a mixed methods design with in-depth interviews and secondary data analysis on claim documents and medical records. The results of this study showed that the average duration for STMB claims is 87.65 days where the fastest claim duration is 7 days and the longest is 196 days. Some factors that affected the duration of submitting claims include input, process, and output elements. Constraints involved human resources, hospital systems, and policies. This study concludes that (The conclusion of this study is) the process of claims submission for compensation for being unable to work takes around 7 days to approximately 6.5 months with the factors that took place. Keywords : work-related COVID-19; insurance claims; length of time; determinant factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Alya Chandra Kirana Dessanties
"Salah satu jenis teknologi yang sering digunakan di bidang perasuransian karena keakuratannya dalam menghitung dan mengolah data serta kemampuannya dalam mempercepat proses perasuransian khususnya dalam penanganan klaim adalah Artificial Intelligence (AI). Di Indonesia, AI belum diatur, tetapi AI dapat dianggap sebagai Agen Elektronik menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Setiap Agen Elektronik wajib mematuhi Pasal 15 UU ITE untuk mematuhi hukum, termasuk AI. Meskipun teknologi ini sangat canggih, namun kesesuaiannya dengan prinsip asuransi, khususnya Utmost Good Faith dalam klaim, perlu digali lebih dalam karena penggunaan mesin tidak sesuai dengan prinsip dasar yaitu transparansi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan akan menguraikan lebih lanjut bagaimana AI digunakan untuk menangani klaim asuransi, kesesuaian penerapan AI dalam menangani klaim asuransi dengan itikad baik, dan kesesuaiannya dengan Pasal 15 UU ITE. Studi ini menemukan bahwa penggunaan AI di Insurtech dapat diimplementasikan melalui berbagai aplikasi AI, dan AI tidak sepenuhnya mematuhi prinsip-prinsip Utmost Good Faith. Namun, hal itu sesuai dengan prinsip dalam Pasal 15 UU ITE. Untuk melengkapi kajian tersebut, Indonesia membutuhkan regulasi AI, Insurtech, dan pengawasan ketat terkait penggunaan mesin agar sesuai dengan prinsip.
One of the types of technology that is frequently used in the insurance sector due to its accuracy in calculating and processing data and ability to speed up the insurance process, especially in handling claims, is Artificial Intelligence (AI). In Indonesia, AI is not yet regulated, but AI can be considered an Electronic Agent according to the Information and Electronic Transactions Law (ITE Law). Every Electronic Agent must adhere to Article 15 of the ITE Law to comply the law, including AI. Although this technology is highly sophisticated, its suitability with insurance principles, specifically Utmost Good Faith in claims, needs to be explored further due to the use of machines is not in line with the basics of the principle, which is transparency. This study used the normative juridical approach and will elaborate further on how AI is being used to handle insurance claims, the suitability of the implementation of AI in handling insurance claims with Utmost Good Faith, and its suitability in accordance with Article 15 of the ITE Law. This study found that the use of AI at Insurtech can be implemented through different applications of AI, and AI does not fully comply with the principles of Utmost Good Faith. However, it does comply with the principles in Article 15 of the ITE Law. To complete the study, Indonesia needs regulation for AI, Insurtech, and strict supervision regarding the use of machines to comply with the principle."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Marita Kintarso
"Skripsi ini membahas mengenai asuransi siber pribadi serta upaya hukum jika terjadi sengketa klaim dengan judul perlindungan terhadap risiko dan upaya hukum jika terjadi sengketa klaim dalam asuransi siber pribadi. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1) perlindungan terhadap risiko yang diberikan dalam polis asuransi siber pribadi yang diterbitkan oleh PT Asuransi Umum BCA, dan 2) upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Tertanggung jika terjadi sengketa klaim asuransi siber pribadi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode doktrinal. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer dan sekunder. Selain itu juga dilakukan wawancara sebagai penunjang. Akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa asuransi siber pribadi dapat melindungi kerugian finansial tertanggung akibat risiko yang dapat terjadi saat melakukan pembelanjaan online, melakukan transaksi pembayaran internet, dan apabila tertanggung menjadi korban pencurian identitas online. Namun demikian nyatanya pada saat proses pengajuan klaim yang diajukan oleh Tertanggung kepada Penanggung, tak jarang pula terjadi perselisihan antara Tertanggung dengan Penanggung yang tidak dapat diselesaikan melalui internal dispute resolutions. Apabila hal ini terjadi maka diperlukan upaya hukum lain yang dapat dilakukan oleh Tertanggung untuk dapat menyelesaikan sengketa yakni melalui jalur non litigasi (melalui LAPS SJK) maupun jalur litigasi. Skripsi ini menyarankan kepada masyarakat terutama masyarakat yang sering melakukan pembelian secara online untuk membeli polis asuransi siber pribadi sebagai perlindungan terhadap risiko yang dapat terjadi saat melakukan pembelanjaan online, melakukan transaksi pembayaran internet serta apabila masyarakat menjadi korban pencurian identitas online.
This thesis explores personal cyber insurance and legal remedies in case of claim dispute with the title "Protection Against Risk and Legal Remedies in case of Personal Cyber Insurance Claim Disputes." The issues discussed in this thesis are: 1) Protection against risks provided in the personal cyber insurance policy issued by PT Asuransi Umum BCA, and 2) legal remedies that can be taken by the Insured in the event of a personal cyber insurance claim dispute. The method used in this research is doctrinal method. The data used in this research consist of primary and secondary legal materials. In addition, interviews were also conducted to support the validation of this research. It is concluded that personal cyber insurance can protect the insured’s financial losses due to the risks that can occur when making online purchases, making internet payment transactions, and if the insured becomes a victim of online identity theft. However, in fact during the process of submitting claims submitted by the Insured to the Insurer, it is not uncommon for disputes between the Insured and the Insurer to occur that cannot be resolved through internal dispute resolutions. If this happens, other legal remedies are needed that can be taken by the Insured to be able to resolve the dispute, namely through non litigation (through LAPS SJK) or litigation channels. This thesis suggests the public, especially people who often make online purchases, to buy a personal cyber insurance policy as protection against risks that can occur when making online purchases, making internet payment transactions and if people become victims of online identity theft."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library