Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, Irwan
"Sektor perbankan memiliki peranan penting dalam perekonomian. Peranan perbankan ini terkait dengan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Dampak dari aktivitas intermediasi bank ini akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan sumber dana untuk pembiayaan investasi dan modal kerja kepada sektor swasta. Dengan kata lain, efek dari pembiayaan bank ini akan mendorong kegiatan sektor rill melalui interaksi berbagai pelaku ekonomi sehingga mengakibatkan peningkatan permintaan input produksi yang pada akhimya akan mendorong terjadinya peningkatan output produksi nasional.
Namun fungsi intermediasi perbankan terganggu sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Melemahnya nilai tukar rupiah yang berkepanjangan telah menimbulkan kesulitan likuiditas perbankan yang sangat besar. Depresiasi rupiah yang kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga sebagai konsekuensi upaya menstabilkan harga dan nilai tukar rupiah telah memperburuk kinerja debitur sehingga kredit bermasalah semakin menumpuk. Bank-bank mengaami negative spread sebagai akibat peningkatan suku bunga dana (borrowing rate) yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan suku bunga pinjaman (lending rate). Situasi tersebut telah menggerogoti permodalan bank sehingga banyak bank yang mengalami kekurangan modal (under capitalized).
Dalam upaya menyehatkan sistem perbankan dan meningkatkan peran intermediasi bank, salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah melakukan peningkatan permodalan bank atau yang dikenal dengan istilah "rekapitalisasi perbankan" yang dimulai pada tahun 1998 dan selesai tahun 2000 yang menelan biaya sebesar Rp431,1 triliun.
Berdasarkan kondisi diatas, menjadi menarik untuk mengkaji fungsi intermediasi perbankan setelah program rekapitalisasi. Kajian dibatasi pada enam bank besar di Indonesia yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank BTN , Bank BCA dan Bank Danamon (BDI) yang menerima 89% dari total dana rekapitalisasi dan menguasai lebih kurang 65% dari total aset perbankan nasional. Kajian ini untuk mengetahui sejauh mana pengaruh rekapitalisasi terhadap intermediasi bank serta untuk melihat faktor-faktor internal dan eksternal perbankan yang mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan.
Data yang digunakan adalah laporan neraca publikasi bank dan data sekunder dari Bank Indonesia secara series bulanan dari September 2000 (setelah program rekapitalisasi berakhir) sd September 2003 dengan sampel enam bank besar tersebut diatas. Selanjutnya dilakukan analisis data dengan Cara (1) menghitung rasio keuangan yang terkait dengan tujuan penulisan yaitu rasio CAR, LDR, BOPO, NPLs, pertumbuhan kredit, pertumbuhan dana, pertumbuhan aktiva produktif non kredit dan rasio kredit terhadap aktiva produktif, (2) melakukan estimasi fungsi kredit menggunakan model regresi linear berganda dengan dua persamaan tunggal (single equation) dan enam persamaan sistem (system equation) melalui metode pooled least square dan seemingly unrelated regression estimation dan (3) melakukan uji statistik Wald-test dan F-test untuk rnelihat pengaruh faktor internal dan eksternal secara bersama-sama terhadap kredit perbankan serta uji statistik T-test untuk melihat pengaruh parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel terikat adalah kredit, sedangkan variabel bebas, untuk faktor internal adalah modal, dana pihak ketiga (DPK), aktiva produktif non kredit (APNK) dan non performing loans (NPLs). Sedangkan variabel bebas faktor eksternal adalah pertumbuhan produk domestik bruto, suku bunga SBI dan perubahan wholesales price index.
Dari hasil pengujian statistik memperlihatkan rekapitalisasi perbankan berpengaruh dalam meningkatkan pemberian kredit. Hasil yang sama juga terIihat dari pengujian statistik secara individual (T-tets) dimana masing-masing variabel bebas juga berpengaruh terhadap pemberian kredit. Sementara dari hasil pengujian Wald-tets dan F-test, faktor internal dan faktor eksternal secara bersama-sama juga berpengaruh terhadap pemberian kredit.
Untuk mendorong intermediasi perbankan, kiranya perlu dilakukan kebijakan yang dapat menjadi stimulus bagi peningkatan pemberian kredit perbankan seperti aturan yang bersifat mandatori bagi bank untuk menyalurkan UKM, menerapkan good corporate governance pada usaha bank, relaksasi aturan kualitas kredit oleh Bank Indonesia, restrukturisasi kredit dan tidak melakukan reprofiling terhadap seluruh obligasi rekap yang jatuh tempo."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anas Izzuddin
"Literatur perdagangan internasional semakin sering mengadopsi posisi kritis terhadap Teori Stolper Samuelson yang menyatakan liberalisasi perdagangan akan menurunkan ketimpangan dalam sebuah negara. Berangkat dari ide bahwa pengaruh dari perdagangan internasional terhadap ketimpangan bersifat spesifik secara kasus bergantung pada karakteristik dan kondisi negara yang bersangkutan, penelitian ini mendalami dampak dari liberalisasi perdagangan internasional terhadap ketimpangan dalam kabupaten/kota di Indonesia pada periode commodity boom dan meningkatnya partisipasi Indonesia dalam kerjasama perdagangan antara tahun 2003 – 2010. Untuk membedakan antara efek liberalisasi perdagangan dalam barang jadi dan barang antara, penelitian ini menggunakan pengukuran tarif input dan tarif output dalam Analisa yang dilakukan. Penelitian ini menemukan antara tahun 2003 – 2010, peningkatan paparan Kabupaten/Kota pada tarif output diasosiasikan dengan penuruan ketimpangan. Sementara itu, penelitian ini menemukan peningkatan paparan Kabupaten/Kota terhadap tarif input diasosiasikan dengan penurunan ketimpangan.
......
Literature in international trade has been increasingly taking a more critical stance towards the Stolper-Samuelson Theorem, which states that as countries become more open to international trade inequality in the population of the respective country will fall. Motivated by many arguments stating that the effect of trade liberalization on inequality depends on the nature and condition of each country, this research investigates the impact of international trade liberalization to district-level inequality in Indonesia between the period of the commodity boom and Indonesia’s increasing engagement in trade cooperation during 2003 – 2010. Differentiating the effect of trade liberalization in final goods and intermediate inputs, this research employs measures of output tariff and input tariff in its analysis. During the period, districts’ increase of exposure in output tariff was associated with decreasing inequality in districts while the opposite trend was observed for increases in input tariff."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrijono
"Molahidatidosa merupakan kehamilan yang abnormal yang pada pemeriksaan histopatologi ditandai dengan proliferasi sel sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan intermediate trofoblas. Vitamin A mengontrol proliferasi sel, dan penurunan kadar vitamin A menyebabkan proliferasi tidak terkontrol. Sampai saat ini, belum diketahui apakah terdapat hubungan antara defisiensi vitamin A dengan molahidatidosa. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keberadaan reseptor retinol binding protein (RBP) pada sel trofoblas molahidatidosa, sehingga dapat menjelaskan hubungan vitamin A dengan molahidatidosa. Penelitian ini adalah penelitian deskriftif. Spesimen penelitian adalah blok parafin molahidatidosa tahun 2005. Pemeriksaan dilakukan dengan teknik imunohistokimia tidak langsung. Dilakukan pemeriksaan sebaran sel yang berekspresi, kekuatan ekspresi dan letak ekspresi reseptor RBP. Terdapat 21 spesimen dengan sebaran ekspresi reseptor RBP pada sel trofoblas molahidatidosa antara sedang sampai padat. Ekspresi reseptor RBP pada sel sinsitiotrofoblas lebih kuat jika dibandingkan dengan sel sitotrofoblas. Ekspresi reseptor RBP dijumpai pada membran sel dan sitoplasma.

Hydatidiform mole is an abnormal pregnancy characterized by the proliferation of cytotrophoblastic, syncytiotrophoblastic, and intermediate trophoblastic cells in histological specimens. Vitamin A plays a role in controlling cell proliferation, and decrease in vitamin A level will cause an uncontrollable proliferation. To date, it is not known whether there is a relationship between vitamin A deficiency and hydatidiform mole. This study aimed to demonstrate the presence of retinol binding protein (RBP) receptors in the hydatidiform mole trophoblastic cells, that would provide explanation on the relationship of vitamin A and hydatidiform mole. The study was a descriptive study. The specimens of the study were paraffin blocks of hydatidiform mole made in 2005, and the examinations were performed by indirect immunohistochemistry. We examined the distribution of the cells showing expression of RBP receptor, the strength of expression, and location of the expression. As many as 21 specimens were collected, and the distributions of RBP receptor expression in hydatidiform mole trophoblastic cells ranged from moderate to dense. The expression in syncytiotrophoblastic cells was stronger than that in cytotrophoblastic cells. Furthermore, the expressions were found in the cell membranes and cytoplasm."
2007
MJIN-16-3-JulySept-2007-146
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurina Aini Herminindian
"Menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh sampah harus ditangani secara serius. Ibarat sebuah "bom waktu? masalah sampah dapat menjadi bencana besar bagi umat manusia, karena dapat meledak kapan saja. Pada tanggal 8 September 2006 pukul 00.00 WIB, telah terjadi tragedi yang menelan korban jiwa di TPA Bantar Gebang milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Keadaan ini semata-mata bukanlah sekedar persoalan kelemahan teknologi, melainkan sistem pengelolaan persampahan yang tidak terpadu.
Jumlah penduduk di DKI Jakarta, berdasarkan Jakarta Dalam Angka 2003 (tidak termasuk wilayah Kepulauan Seribu) tercatat sebanyak 7.438.008 jiwa dengan tingkat kepadatan 11.244 jiwa/km2. Berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta diperkirakan telah menghasilkan sampah padat kurang lebih 22.265 m3 per hari atau sekitar 6.000 ton per hari. Pola pengelolaan sampah di Kota Jakarta umumnya masih menganut pola sistem kumpul-angkut-buang dari sumber hingga ke TPA. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta pada tahun 2001, estimasi sampah padat yang terkumpul dan diangkut kurang lebih 70% ke TPA Bantargebang, 16,5% ke lokasi-lokasi informal, dan 13% tidak terkelola (seperti dibuang ke sungai dan sepanjang pinggir jalan), TPA Bantar gebang semula direncanakan untuk ditutup pada tahun 2003. Sementara mencari altematif pengganti TPA Bantar Gebang yang lain, Pemda DKI Jakarta berusaha mencari jalan keluar, .yaitu memperpanjang usia lahan tersebut dengan melakukan pengolahan sampah 3R (reduce, reuse, recycle) sebelum sampah masuk ke TPA. Salah satu bentuk usaha lain untuk pengurangan sampah pra TPA yaitu dengan membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) I Intermediate Treatment Facilities (1TF) di 4 wilayah Kota Jakarta berdasarkan hasil kajian review master plan DKI Jakarta 2005 - 2015.
Tujuan penelitian ini untuk: (1) Mendapatkan informasi mengenai kondisi eksisting sistem pengelolaan sampah di DKI Jakarta khususnya proses pengambilan keputusan tentang pemilihan teknologi pengolahan sampah terpadu 1 intermediate Treatment Facilities (ITF) dan prosedur kerjasama antara pihak Pemda dengan swasta yang telah berjalan saat ini, (2) Menentukan prioritas pilihan teknologi ITF yang dibutuhkan untuk kota Jakarta, (3) Merumuskan Strategi untuk mendukung kelancaran penerapan ITF di dalam sistem pengelolaan sampah DKI Jakarta.
Konsep pengelolaan sampah paradigma baru yaitu dengan melakukan intervensi pengolahan sampah dengan cara 3R (reduce, reuse,recycle) dari sumber hingga ke TPA. Untuk mengubah pola kebijakan pengelolaan sampah setidaknya meliputi 5 (lima) aspek yaitu: (1) aspek hukum, (2) aspek kelembagaan, (3) aspek pembiayaan, (4) aspek sosial budaya, dan (5) aspek teknis operasional/ teknologi.
Pada tahap penentuan prioritas pemilihan teknologi ITF menggunakan model Analytical Hierarchy Process (AHP) dan perumusan strategi pengelolaan sampah dipergunakan model analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threaths).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) hingga akhir tahun 2006 rencana pembangunan intermediate Treament Facilities (ITF) belum ada yang terealisasi, baru sampai dengan tahap perjanjian kerjasama antara pihak Pemda dan Swasta. Proposal penawaran teknologi ITF yang diterima belum disertai panduan hasil kajian jenis teknologi pengolahan sampah yang sesuai dengan kondisi kota Jakarta; (2) berdasarkan kaidah kriteria pembangunan berkelanjutan, kecenderungan pemilihan teknologi pengolahan sampah berdasarkan hasil analisis AHP adalah teknologi composting & recycling 68% dibandingkan dengan incinerator 32%, dengan overall inconsistency index 0.05. Teknologi tersebut akan dapat memperpanjang usia pemakaian TPA yang telah ada, serta produk akhir berupa kompos lebih aman diserap lingkungan dan dapat digunakan sebagai tanah penutup sanitary landfill; (3) untuk mendukung penerapan ITF agar terkelola dengan baik dan mendukung fungsi pembangunan berkelanjutan, maka hasil rumusan dari analisis SWOT menjelaskan posisi daya saing Pemda DKI Jakarta berada pada posisi yang memiliki kekuatan dan menghadapi ancaman. Istilah lain pada kuadran ini adalah mobilization strategy yaitu strategi memobilisasi kekuatan yang dimiliki lembaga untuk mengatasi hambatan /ancaman. Pada posisi tersebut telah dirumuskan beberapa strategi yaitu: (i) perlu dibuat desain socio-engineering untuk mengantisipasi protes/penolakan masyarakat dengan keinginan Pemda DKI Jakarta untuk mewujudkan pengelolaan sampah terpadu, (ii) pengalokasian dana APBD untuk penanganan sampah dan socio¬engineering, dan (iii) melibatkan peran serta stakeholder sejak awal desain perencanaan pengelolaan sampah.
Disarankan untuk mendukung rencana pembangunan ITF perlu diketahui jenis dan teknologi yang benar-benar dibutuhkan bagi Kota Jakarta. Sesuai dengan rencana hasil kajian persampahan dari Bank Dunia, residu dari ITF dapat diteruskan untuk dikelola ke TPA Regional melalui Jabodetabek Waste Management Corporation, maupun ke TPA Bantar Gebang milik Pemda DKI Jakarta. Untuk penerapan ITF di salah satu wilayah Kota Jakarta, maka perlu disertakan konsep desain socio¬engineering-nya. Target socio-engineering tersebut yaitu merubah pola pikir masyarakat NIMBY (Not in My Back Yard) Syndrome menjadi "Sampahku Tanggung Jawabku". Untuk melakukan proses tender pun, kecenderungan pilihan teknologi komposting pada penelitian ini dapat memudahkan pihak Pemda-DKI Jakarta jika tertarik untuk menseleksi tawaran-tawaran proposal teknologi dari pihak swasta yang masuk untuk pengolahan sampah.
Seleksi bukan lagi antara teknologi yang tidak sejenis, tapi seleksi antara teknologi yang sejenis dari pihak yang berbeda-beda. Pemda dapat fokus untuk memilih swasta yang profesional dan berpengalaman menangani masalah sampah. Proses seleksi ini sudah diatur oleh Pemerintah Pusat di dalam Perpres No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam upaya Penyediaan Infrastruktur. Selain itu upaya 3R juga sudah dilakukan dari sumber, sarana dan prasarana persampahan sudah mulai dipilah-pilah sesual komposisi sampahnya. Tidak hanya dimulai dari sistem pewadahan yang terpilah namun hingga transportasi pengangkutan sampahnya pun mulai tidak bercampur lagi. Truk-truk pengangkut sampah diharapkan dalam kondisi yang layak, sehingga tidak lagi menyebabkan tetesan air lindi yang menetes disepanjang perjalanan menuju lokasi pengolahan seperti sekarang ini.
......Degrading quality of the environment caused by waste should be taken seriously. Like a "time bomb" that may go off any time, the problem of waste may turn into a great disaster for people unexpectedly. On September 8, 2006, at 00.00 hours, a tragedy at Bantar Gebang garbage dump (TPA Bantar Gebang) owned by the city administration of Jakarta took place and cost many lives. The cause was not a lack of technology; rather, it was the waste management system that was not implemented in an integrated manner.
According to '2003 Jakarta in Figures' data, the capital city (Kepulauan Seribu not included) had a population of 7,438,008 with population density of 11,2441sq.km. The city's sanitary service estimates that these people produce solid waste of around 22,265 cu.m. per day or 6,000 tons daily. Garbage in Jakarta is still handled using the conservative collect-transport-dump system, from collection sites to dump sites. The sanitary service's 2001 data show that of all solid waste collected, about 70% was transported to Bantar Gebang landfill site and 16.5% was taken to unofficial locations while 13% was not properly handled (dumped to rivers and on roadsides). The city originally planned to close down TPA Bantar Gebang in 2003. While looking for alternative landfills sites, the city administration tried to find solutions to the problem - one of them was to extend the life of landfill use by handling waste using 3R (reduce, reuse, recycle) method before taking it for final processing at garbage dump sites. Another attempt made by city officials was to reduce the amount of waste going to these sites by constructing intermediate treatment facilities (ITF) in 4 areas prescribed according to the results of Jakarta's 2005-2015 master plan review.
This research aims at: (1) describing existing conditions of Jakarta's waste management system, with respect to the plan to install intermediate treatment facilities (ITFs); (2) giving recommendations as to one single technology for use in the ITF installation plan using Analytical Hierarchy Process (AHP) method; and (3) analyzing strategies devised by the city administration in connection with ITF installation plan using SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) analysis.
The new concept of waste management is to handle waste using the 3R (reduce, reuse, recycle) method. In order for the city to be able to change its current waste management policy, the following five aspects should be considered: (1) legal; (2) institutional; (3) financial; (4) socio-cultural; and (5) operational/technological.
Problems were assessed using AHP (Analytical Hierarchy Process) and SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) analysis. The AHP model was used at the technical stage in which ITF technologies were selected while the SWOT analysis method was used at the waste management strategy identification stage.
With regard to Jakarta's waste management system, research results showed the following: (1) until the end of 2006 year, the city's plan to install ITFs in support of the overall waste management system is not realization. The city needs to identify a technology appropriate for its waste management requirements; (2) Base on sustainable development principle, the AHP results with regard to appropriate waste management technologies give composting & recycling model than incineration model (with overall inconsistency index of 0.05) as the best approach for Jakarta's waste problem; (3) in order to support technologically manageable for the ITF, SWOT analysis results positioned the city administration in the strengths and threats quadrants in terms of competitive advantages. It is regarding with the mobilization strategy. It has sufficient and favorable internal strengths to mobilize these threats. The strategy are: (i) need a socio-engineering design to anticipate such threats from the society, regarding local government program of integrated solid waste management, (ii) allocate local government fund (APDB) for solid waste management and socio- engineering design, (iii) involve the stakeholder from the first design of solid waste management plan.
A suggestion to support ITF program, the Jakarta city needs to identify a technology appropriate for its waste management requirements. Based on World Bank study/examination, ITF system can be integrated with Regional Sanitary Landfill, on behalf of Jabodetabek Waste Management Corporation or TPA Banter Gebang. In order to implement of 1TF technology in Jakarta's city, it needs a socio-engineering design. Targets of socio - engineering design are changing a society mindset from "Not in My Backyard Syndrome" into "responsibility of my own waste". Concepts of waste management offered by external parties should go through strict selection procedures. A tender should be held by the administration to select offers made by private technology providers. Bidding should not be concerned with the selection of different technologies but with the selection of different providers of one type of technology. The city administration can focus on appointing a professional private company that has extensive experiences in handling waste.
The selection process itself is governed by the National Government Regulation No. 67. of 2005 on the Cooperation between the Government and Business Entities in the Provision of Infrastructures. An ideal waste management is an integrated system of collecting, sorting and processing garbage starting from the collection all through the garbage dump sites. In order to support such integrated system, waste infrastructures and facilities should be arranged differently according to types of waste. Different containers and means of transportation should be used. Garbage trucks should be properly serviceable to prevent waste water (leachate) dripping all the way to .the dump sites, a problem the city is currently struggling to deal with."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Fahri Wibowo
"Penelitian ini dilakukan untuk menilai kinerja kombinasi ozon (O3), O3+TiO2, dan O3+UV-Vis dalam mengolah limbah cair fenol dalam bentuk tingkat toksisitas dari limbah sisa yang dihasilkan dengan mengacu pada hasil penelitian dari Gimeno et al tahun 2005. Senyawa antara yang ditinjau adalah katekol, hidrokuinon, dan benzokuinon yang dibuat secara sintetik terhadap biota uji Daphnia magna.
Data dianalisis uji ANOVA dilanjutkan uji Probit menggunakan Minitab 14 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Berdasarkan LC50 24 jam (aliran statis), senyawa hidrokuinon diketahui lebih toksik dikuti dengan benzokuinon > katekol > fenol. Kadar toksisitas setiap limbah sisa meningkat lebih toksik dari senyawa awalnya karena adanya pengaruh senyawa intermediet yang bersifat aditif terhadap fenol.
Ditinjau dari nilai toksisitasnya, penyisihan fenol dengan metode ozon+UV/Vis menghasilkan limbah sisa dengan toksisitas paling rendah dibandingkan dengan metode ozon+TiO2 dan metode ozon tunggal. Limbah sisa metode ozon+TiO2 lebih toksik dari metode ozon tunggal hanya pada saat waktu penyisihan 20 menit karena pengaruh konsentrasi fenol dan senyawa antaranya yang lebih tinggi

ABSTRACT
This study was conducted to assess the performance of the combination of ozone (O3), O3+TiO2, and O3+UV-Vis in phenol wastewater treatment. The form of phenol residual waste is generated by referring to the results of Gimeno et al, 2005. The intermediate compounds are catechol, hydroquinone, and benzoquinone made synthetically to tested with Daphnia magna as bioassay.
Data were analyzed by ANOVA followed by Probit Analisys using Minitab 14 with a significance level α = 0.05. Based on a 24-hour LC50 (static flow), the most toxic compounds known is hydroquinone followed by benzokuinon> catechol> phenol. The effluent toxicity levels increased than initial compounds because of the influence of intermediate compounds that are additive to the phenol.
Based on the value of Toxicant Unit (TU), the effluent of O3+UV-Vis method is less toxic than O3+TiO2method and followed by single ozone method. Effluent from O3+TiO2 method slightly more toxic than the single ozone method only at 20 minutes due to the influence of the higher phenol and intermediate compounds concentrations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nibras Fitrah Yayienda
"SNSU-BSN adalah lembaga yang berada di puncak ketertelusuran fisis di Indonesia dan disarankan memilki penjaminan kualitas pengukuran sesuai dengan arahan ISO 17025:2017 klausa 7.7 tentang pemastian keabsahan hasil. Namun demikian, sejauh ini penjaminan kualitas pada standar referensi di bidang metrologi kelistrikan belum pernah dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan hasil peer review untuk tahun 2017 dan 2019 pada parameter tegangan AC/DC dan arus AC/DC bahwa belum ada proses penjaminan kualitas pada kedua parameter ini. Untuk itu, diperlukan sebuah metode untuk melakukan penjaminan kualitas pengukuran diantara periode kalibrasi, untuk memastikan keabsahan hasil ukur dalam rentang waktu tersebut. Pada penelitian ini diusulkan suatu metode penjaminan mutu pengukuran untuk memastikan kualitas hasil pengukuran diantara periode kalibrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan cek antara yang termasuk didalamnya terdapat proses pembentukan batas kontrol dan melakukan pengujian pada setiap bulan dalam kurun waktu 1 tahun. Pada proses ini, hasil ukur yang keluar dari batas kontrol akan dianalisa lebih lanjut dengan menggunakan Uji Ditribusi F dan Uji T-Student. Uji Distribusi F yang digunakan untuk mengetahui kesetaran sebaran hasil ukur lama dan baru dan Uji T-Student yang digunakan untuk mengetahui kesetaraan rata-rata hasil ukur lama dan baru. Titik ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 V dan 10 V pada paremter VDC; 1 mA dan 10 mA pada parameter IDC; 1 V dan 10 V dengan frekuensi masing-masing 1 kHz pada parameter VAC, serta 1 mA dan 10 mA dengan frekuensi masing-masing 1 kHz pada parameter IAC. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa pada parameter VDC, tidak diperlukan pembaruan batas kontrol. Selanjutnya pada parameter titik ukur 1 mA dan 10 mA, masing-masing terdapat dua kali dan lima kali pembaruan batas kontrol. Kemudian pada parameter VAC terdapat dua kali pembaruan batas kontrol pada titik ukur 1 V dengan frekuensi 1 kHz, dan tidak diperlukan perbaruan batas kontrol pada titik ukur 10 V dengan frekuensi 1 kHz. Selanjutnya, pada titik ukur 1 mA dan 10 mA dengan frekuensi masing-masing 1 kHz, dibutuhkan dua kali pembaruan batas kontrol. Penyebab pembaruan batas kontrol adalah keluarnya hasil ukur dari batas kontrol yang disebabkan oleh drift. Namun demikian, meskipun nilai tersebut bergeser, pengukuran dalam periode tersebut valid, dan terjamin kualitasnya karena tidak ada yang melebihi nilai spesifikasi yang diberikan oleh pabrik.
......As an institution holding the highest level of physical traceability in Indonesia, SNSU BSN is encouraged to have quality assurance of measurements under the directives of ISO 17025:2017 clause 7.7 to ensure the validity of the result. However, quality assurance has never been carried out on reference standards in the field of electrical metrology. This is proved by the results of peer reviews for 2017 and 2019 for the parameters of AC/DC voltage and AC/DC current that there is no quality assurance process for these two parameters. For this reason, a method is needed to guarantee the quality of measurements between calibration periods to ensure the validity of the measurement results within that period. Therefore, this study proposes a measurement assurance method to ensure the quality of measurement results between calibration periods. The research method is an intermediate check, including establishing control limits and conducting monthly tests for one year. In this process, the measurement results that are out of the control limits will be further analyzed using the F Distribution Test and the Student T-Test. The F distribution test determines the variability equivalence, and the Student T-Test determines the variability in an average of former and latest measurement results. The measuring points used in this study were 1 V and 10 V on the VDC parameter; 1 mA and 10 mA on IDC parameters; 1 V and 10 V with a frequency of 1 kHz each on the VAC parameter and 1 mA and 10 mA with a frequency of 1 kHz each on the IAC parameter. From the test results, it is found that the VDC parameter does not need the update of the control limit. Furthermore, at the 1 mA and 10 mA measuring point parameters, there are two and five times updates of the control limits, respectively. Then in the VAC parameter, there are two updates of the control limit at the 1 V measuring point with a frequency of 1 kHz and no update of the control limit at the 10 V measuring point with a 1 kHz frequency. Furthermore, at the 1 mA and 10 mA measurement points with a frequency of 1 kHz each, it takes the twice updates of the control limit. The cause of updating the control limit is the out-of-control measured value caused by drift. However, even though the value has shifted, the quality is valid and guaranteed in that period because no measurement value exceeds the specifications determined by the manufacturer."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Magdalena
"Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat saat ini menyebabkan kebutuhan akan sistem telekomunikasi dan sarana transmisi yang dapat menangani permintaan layanan telekomunikasi dan permasalahannya yang kian kompleks. Perkembangan teknologi dijital menyebabkan konsep dijitalisasi mulai diterapkan pada seluruh aspek sistem telekomunikasi dan saran telekomunikasi. Salah satu sarana transmisi adalah melalui satelit dengan teknik FDM/FM/FDMA. Teknik ini memiliki kelemahan-kelemahan, sehingga tidak bisa memenuhi permintaan layanan yang semalan melonjak. Untuk menutupi kelemahan ini serta adanya tuntutan dijitalisasi pada seluruh aspek sistem telekomunikasi, maka Intelsat memperkenalkan suatu teknik transmisi melalui satelit yaitu teknik IDR (Intermediate Data Rafe). Dengan teknik IDR, sinyal dimodulasi QPSK, sedangkan pendudukan di satelit secara FDMA. Dalam penelitian ini telah dilakukan perhituagan kualitas sinyal dengan teknik transmisi IDR. Perhitungan bertujuan untuk mendapatkan C/N, Eb/N,, dan BER untuk setiap stasiun bumi yang dapat beroperasi dengan teknik IDR. Hasil perhitungan menunjukkan kualitas sinyal yang balk, di mans DER untuk stasiun bumi dengan frekuensi operasi C-Band lebih baik daripada spesifikasi yang diberikan Intelsat, dan BER untuk stasiun bumi dengan frekuensi operasi Ku- Band, masih termasuk pada spesifikasi Intelsat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S38724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Kusumadewi
"Degradasi fotokatalitik paraquat diklorida menggunakan fotokatalis magnetik Fe3O4/SiO2/TiO2 telah berhasil dilakukan untuk pertama kali di Indonesia. Paraquat diklorida merupakan salah satu pestisida yang digunakan dalam industri perkebunan kelapa sawit. Paraquat memiliki sifat tidak mudah terhidrolisis, resisten terhadap degradasi mikroba, dan karenanya mempunyai potensi mencemari air tanah di sekitar perkebunan serta berbahaya apabila terpapar pada makhluk hidup. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan aktivitas katalitik degradasi paraquat, digunakan fotokatalis magnetik Fe3O4/SiO2/TiO2 dengan keunggulan seperti mudah dipisahkan setelah digunakan dan memiliki sifat fotoaktif yang baik. Fotokatalis magnetik Fe3O4/SiO2/TiO2 (2:1:3) yang digunakan, dikarakterisasi menggunakan SEM - EDX, FTIR, XRD, dan UV Vis DRS. Analisis menggunakan SEM - EDX memperlihatkan morfologi dari komposit yang didomonasi oleh agregasi mikropartikel dengan komposisi Fe3O4/SiO2/TiO2 (1,04 : 1 : 1,68). Karakterisasi fotokatalis dengan FTIR sebelum dan setelah digunakan untuk reaksi degradasi paraquat menunjukkan bahwa puncak serapan vibrasi ikatan Fe - O, Ti - O - Ti, Si - O - Si, Si - O - Ti tetap dipertahankan keberadaannya, yang menandakan tidak adanya kerusakan yang berarti pada penyusun komposit adalah Fe3O4/SiO2/TiO2 selama pemakaian. Demikian juga hasil analisis XRD fotokatalis sebelum dan setelah pemakaian untuk degradasi menunjukkan bahwa ciri kristal TiO2 anatase, rutil, dan Fe3O4 magnetit tetap dipertahankan. Dari pengukuran band gap menggunakan UV-Vis DRS didapatkan hasil band gap TiO2 sebelum dan setelah digunakan adalah 3,21 dan 3,32 eV. Hasil uji fotokatalisis paraquat selama 4 jam menghasilkan penurunan konsentrasi paraquat sebesar 56%. Sedangkan uji fotolisis dan adsorpsi untuk paraquat tidak menunjukkan penurunan konsentrasi yang berarti. Pola spektrum UV Vis degradasi paraquat selama 15 jam menunjukkan terdapat pola serapan baru pada panjang gelombang 228 nm yang diindikasi merupakan nilai serapan dari senyawa intermediet yang terbentuk. Pola penurunan konsentrasi TOC dan paraquat juga mengindikasikan adanya senyawa intermediet. Uji identifikasi adanya senyawa intermediet menggunakan instrumen MS/MS mengindikasikan terdapat senyawa 4- karboksi-1 metil piridinium klorida sebagai senyawa intermediet hasil degradasi paraquat selama 15 jam.
......
Photocatalytic degradation of paraquat dichloride using magnetic Fe3O4/SiO2/TiO2 composite has been successfully conducted. Paraquat dichloride is one of pesticides used in the palm plantation. Paraquat is not easily hydrolyzed, resistant to microbial degradation, and therefore have potential to contaminate ground water nearby the palm plantation, and it is dangerous if exposed to a living things. In order to eliminate paraquat from the contaminated water by photocatalytic degradation, the magnetically separable Fe3O4/SiO2/TiO2 composite (with the formula raito of Fe3O4:SiO2:TiO2 is 2:1:3) was used. The Fe3O4/SiO2/TiO2 composite, was characterized by SEM- EDX which showed that the morphology of composite dominated by the aggregation of microparticles, where as the elemental composition ratio of Fe3O4:SiO2:TiO2 is 1.04:1:1.68. The photocatalyst before and after being used for paraquat degradation was subjected to FTIR, XRD, and UV Vis DRS measurements. FTIR characterization indicated that peaks absorption spectra correspond to vibration of Fe- O, Ti- O-Ti, Si-O- Si, and Si- O-Ti were relatively unchanged. In addition, XRD analysis also indicated that no significant change in diffraction pattern corresponding to rutile, anatase, and magnetite phase. Similar trend was also observed in their UV-Vis DRS spectra. These evidence indicate that no significant damage of the composite during photocatalytic process. The photocatalytic degradation of paraquat for 4 hours resulted decreasing paraquat concentration up to 56%. While the adsorption and photolysis of paraquat did not show significant decrease in the paraquat concentration. UV Vis spectral pattern of paraquat during 15 hours show a gradual changes, which are absorption peak at 257 nm disappear, while a new absorption peak at a wavelength of 228 nm occured, indicating the formation of intermediate compound. The decline pattern of Total Organic Carbon (TOC) was observed slower than that of paraquat concentration, give further indication of intermediate compound formation. The occurence of 4-carboxyl-1-methyl pyridinium chloride as intermediate compound was confirmed based on MS/MS analysis of treated water, after being photocatalytically degraded for 15 hours. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54474
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Yanuar
"Perkembangan teknologi akses nirkabel berkembang secara pesat untuk memenuhi tuntutan pengguna yang membutuhkan komunikasi dengan kecepatan tinggi, kapasitas besar (broadband) dan mobilitas yang tinggi. Salah satu teknologi yang dihasilkan adalah WiMAX (Worldwide interoperability for Microwave Access) yang berdasarkan standar IEEE 802.16. Di Indonesia sistem komunikasi mobile WiMAX ini bekerja pada spektrum frekuensi 2. 3 GHz sesuai dengan keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia.
Untuk mengantisipasi perkembangan trend WiMAX di Indonesia, kami mencoba untuk melakukan riset yang fokus pada perangkat RF (Radio Frequency) yaitu mixerfilter dengan menggunakan teknologi RF-MEMS yang naik daun sejak akhir abad 20. MEMS mixer-filter terdiri atas dua buah clamped resonator yang masingmasing mempunyai frekuensi center dan terhubung dengan sebuah batang (bar). Resonator pertama berfungsi sebagai mixer dan kedua sebagai filter, dimana mempunyai selective low-loss filtering yang tinggi. Kedua resonator dan coupling bar dirancang dengan menggunakan dua buah material yang bertumpuk, yaitu polysilicon dan zinc oxide untuk mendapatkan frekuensi yang tinggi. Mixer-filter ini dapat mengkonversikan frekuensi RF (Radio Frequency) 2,3 GHz dan frekuensi LO (Local Oscillator) sebesar 2,2 GHz menjadi frekuensi IF (Intermediate Frequency) sebesar 99,69 MHz yang mempunyai bandwidth 4,3 MHz.

The development of wireless access technology has rapidly evolved to meet the demands of users who require high-speed communications, large capacity (broadband) and high mobility. One of the resulting technology is WiMAX (Worldwide interoperability for Microwave Access) is based on the IEEE 802.16 standard. In Indonesia, the WiMAX mobile communication system is working on 2.3 GHz frequency spectrum. In accordance with the decision of the Minister of Communications and Information - Republic of Indonesia.
To anticipate the trend growth of WiMAX in Indonesia, we are trying to do research that focuses on the device RF (radio frequency) i.e. a mixer-filter using RF-MEMS technology that has been booming since last 20th century. Mixer-filter MEMS consists of two clamped resonator each have a center frequency and is connected to a rod (bar). The first resonator functions as a mixer and the second as a filter, which has a selective filtering of low-loss high. Both resonator and coupling bar designed by using two overlapping material, i.e poly-silicon, and zinc oxide to obtain high IF (intermediate frequency). Mixer-filter can down-convert the RF frequency of 2.3 GHz and LO frequency of 2.2 GHz to IF frequency of 99.69 MHz which has a bandwidth of 4.3 MHz.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27875
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>