Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iskandar Fitriana Sutisna
"Tesis ini tentang proses penyidikan tindak pidana korupsi oleh Satuan V Tipikor Direktorat Reskrimsus Polda Metrojaya. Permasalah penelitian ini adalah penyidikan tindak pidana korupsi ada yang sesuai prosedur dan ada yang tidak sesuai prosedur atau menyimpang, sedangka Fokus penelitian tersebut adalah berupa penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik Sat. V Tipikor DiLReskrimsus Polda Metrojaya.
Penelitian ini dimaksudkan adalah untuk menunjukan proses penyidikan tindak pidana korupsi terutama beberapa penyimpangan yang dilakukan ofeh penyidik Sat V Tipikor Dit. Reskrimsus Polda Metrojaya, dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan etnografi sehingga peneliti dapat menggambarkan dan memotret secam utuh mengenai tindakan dan perlakuan penyidik anggota Sat. V Tipikor dalam melakukan penyidikan.
Hasil dari penelitian ditemukan bermacam ragam tindakan dan perlakuan penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi. Tindakan tersebut digambarkan mulai dari kegiatan penyelidikan, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan, penangkapan, penahanan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut.
Terdapat juga tindakan lain yang terjadi dalam proses penyidikan yaitu berupa penyimpangan-penyimpangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan penyidik. Bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik Sat V Tipikor adalah berupa penyimpangan dalam : prosedur pemanggilan saksi; perlakuan pemaksaan, penghinaan, membentak dalam pemeriksaan tersangka; penangguhan penahanan dengan imbalan uang; penghentian penyidikan dengan imbalan uang; menyidik perkara yang bukan merupakan tindak pidaka korupsi. Sedangkan faoktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan yaitu: faktor anggaran penyidikan; pendidikan; pemenuhan kebutuhan pribadi dan kesatuan; hubungan internal dan esktemal yang negatif seperti budaya Polisi yang menghalalkan segala cara (istilah 86).
Proses penyidikan dalam konteks penegakan hukum yang telah dilakukan oleh Poiri adalah merupakan barometer untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Raid dan citra baik dari institusi Polri. Apabila Polri lambat dafam melakukan proses penyidikan terhadap tindak pidana, maka dianggap tidak profesional dan proposional serta semakin subumya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi sehingga akan semakin terpuruknya citra Poiri dimata Masyarakat dan Pemerintah."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fera Belinda
"Tesis ini membahas proses penegakan hukum oleh Subdit III Tipikor Direktorat Reserses Kriminal Khusus Polda Bali terkait penyidikan tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah (studi kasus : kasus dugaan korupsi pipanisasi yang melibatkan Bupati Karangasem Bali I Wayan Geredeg). Permasalahan penelitian difokuskan pada proses penyidikan kasus korupsi pipanisasi yang dilakukan oleh penyidik Subdit Tipikor berjalan lambat. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pencarian data-data di lapangan melalui wawancara terhadap informan serta studi dokumentasi. Temuan fakta di lapangan guna menjawab masalah penelitian mengapa penyidikan tindak pidana korupsi pipanisasi berjalan lambat dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyidikan kasus tersebut.
Hasil penelitian menemukan fakta bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserses Kriminal Khusus Polda Bali terhadap kasus korupsi pipanisasi yang melibatkan Bupati Wayan Geredeg berjalan lambat. Penyidikan yang tidak kunjung tuntas sejak Oktober 2011 hingga saat ini dinilai tidak lazim dalam proses penyelidikan dan penyidikan jika berpedoman pada Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Penyidik mengalami beberapa hambatan dalam menuntaskan kasus ini, yaitu: membutuhkan lintas koordinasi, perbedaan persepsi antara penyidik dan penuntut umum terkait kerugian negara, serta perbedaan sistem kerja yang dijalankan masing-masing unsur penegak hukum.
Selain beberapa hambatan tersebut, beberapa faktor lain juga mempengaruhi lambatnya proses penyidikan yang dijalankan oleh Subdit Tipikor diantaranya : sumber daya manusia yang belum memenuhi kebutuhan dari segi kuantitatif (jumlah personil yang masih kurang) maupun kualitatif (pendidikan dan keterampilan terbatas), penerapan metode manajemen penyidikan yang tidak sesuai, kesejahteraan personil, serta komitmen pimpinan Polri dan jajarannya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah proses penegakan hukum yang dijalankan Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali terhadap penyidikan tindak pidana korupsi pipanisasi berjalan lambat karenanya Polri perlu menjalin komunikasi dan koordinasi yang lebih intensif antar instansi yang terlibat (Kejaksaan, BPKP, KPK, Tim Ahli) untuk memperlancar dan mempercepat proses penyidikan. Selain itu perlu ada kesepakatan antara penyidik dan penuntut umum dalam pemenuhan syarat materiil dan formil dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi, salah satunya terkait kerugian negara.
......
This thesis discussed the legal processes carried out by Bali's Police Special Crimes Investigation Directorate in particular Sub-Directorate III, which oversees corruption crimes, in the corruption case of a regional head (a case study of the pipelines corruption case involving Bali's Karangasem Regent, I Wayan Geredeg). The research lays its focus on the slow-handling of the investigative processes carried out by the directorate's investigators. The research uses qualitative approach, by employing several methods of data collection techniques in the field, such as interviews with related individuals and documentation study. The process of data collection is geared towards finding out why the investigation ran at a slow-paced speed and what are the causes or factors that contributed to such condition.
The research's findings confirmed the slow-paced nature of the investigation. The never-ending investigation that started in October 2011 until the present time communicated a sense of abnormality in particular against the backdrop of the national police's head regulation number 14 issued in 2012 on the management of a criminal act. Investigators seemed to encounter several obstacles in solving the case such as the need for a cross-coordination, difference in perceptions between the investigators and the prosecutors in determining the amount of state liabilities or state loss and the difference found in the work ethics of each member of the law enforcers.
In addition to the obstacles mentioned above, other factors also seemed to contribute to the slow-paced nature of the investigation by the directorate, including factors such as the need for more human resources both in quantitative terms and qualitative terms (several investigators are known to have limited educational backgrounds and skills), the application of an inappropriate or unsuitable investigative management method, investigator's welfare issues and the police's own commitment in solving the case.
The research concludes that the legal processes undergone by investigators from the directorate in the pipelines corruption case were lagging behind because the police needed to establish a more intensive communication and coordination strategy between the related law enforcement agencies such as the prosecutors office, term of experts, the corruption eradication commision and the development finance comptroller (BPKP) to hasten the investigative process. More over there need to be an agreement in place between the investigators and the general prosecutors in meeting the material and formal prerequisites in the legal process of a corruption case, for example in determining the amount of state liabilites or loss."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library