Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putra Riza Pratama
"Jengkol merupakan makanan yang cukup populer karena rasa khasnya dan bau yang kuat di Indonesia. Meskipun diketahui punya pengaruh buruk terhadap saluran kemih, jengkol mengandung banyak gizi seperti protein, asam amino, lemak, mineral, dan juga beberapa vitamin. Selain itu jengkol mengandung suatu zat yg bernama asam jengkolat. Struktur molekular dari zat ini sangat mirip dengan struktur sistin, yang telah diketahui memiliki efek antioksidan. Oleh karena itu, jengkol memiliki potensi memiliki sifat antioksidan.Percobaan ini ingin melihat apakah ekstrak jengkol mampu memberikan efek antioksidan kepada sel darah merah domba SDMD . SDMD tersebut juga diberikan paparan oksidatif dengan menggunakan hidrogen peroksida dan divariasikan menjadi beberapa kelompok. Dengan begitu, efek protektif dan kuratif dari jengkol terhadap SDMD akan terlihat.Namun, hasil percobaan tidak seperti ekspektasi. SDMD yang diberikan jengkol saja memiliki tingkat methemoglobin yang tinggi, bahkan lebih tinggi daripada yang diberikan hidrogen peroksida saja. Campuran keduanya tentu menyebabkan tingkat methemoglobin yang jauh lebih tinggi. Dengan demikian, tidak terbukti bahwa jengkol memiliki sifat antioksidan, bahkan menurut hasil ternyata jengkol kemungkinan besar bersifat peroksidan.
......Jengkol is a popular food in Indonesia, known for its distinctive taste and strong odor. Despite being known to give bad effect to the urinary tract system, jengkol contain vital nutritions such as protein, amino acid, fat, minerals, and several vitamins. Other than that, its bean is known to contain a substance called Djenkolic acid. This substance is molecularly similar to cystine, which has been known to have antioxidant effect. Therefore, Jengkol has potential to have antioxidant characteristic.This study want to see whether jengkol water extract is able to give antioxidant effect to sheep red blood cells SRBC . These SRBC also exposed to oxidative stress with the help of hydrogen peroxide and the treatments are varieted into several groups. Therefore, the protective and curative effect of jengkol can be observed.Unfortunately, the results are not what is expected. SRBC treated with only jengkol have a high methemoglobin level, even higher than treated with only hydrogen peroxide. A combination of both also shows high methemoglobin level. Therefore, it is not proven that jengkol have antioxidant characteristics. Even from the result, indicate that jengkol may very well be peroxidant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Faisal Adam
"Berbagai penyakit yang disebabkan radikal bebas semakin meningkat khususnya di Indonesia mengingat paparan sinar ultraviolet yang cukup banyak di daerah tropis, pembangunan yang pesat, serta adanya perubahan gaya hidup. Oleh karena itu peran antioksidan eksogen diperlukan untukomembantu antioksidan endogen, seperti enzim katalase, agar terhindar dari stres oksidatif yang ditimbulkan radikal bebas. Jengkol (Archidendron pauciflorum), salah satu tanaman tropis Indonesia, memiliki potensi antikosidan kuat karena memiliki asam jengkolat,oyang tersusun dari dua molekul sisteinlyangodikenal sebagai antioksidan. Selain itu jengkol juga memiliki kandungan antioksidan lain seperti vitamin C dan flavonoid, terutama pada bijinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji jengkol pada aktivitas spesifik katalase jaringan hati tikus. Sebanyak 32 ekor tikuslSprague Dawley dibagi dalam empat kelompok secara acak, yaitu kelompok perlakuan standar, kelompok dengan pemberian ekstrak biji jengkol, kelompok dengan pemberian CCl4 sebagai indikator kerusakan hati, serta kelompok dengan pemberian ekstrak biji jengkol disertailCCl4. Homogenatkhati tikus masing-masing kelompok diukur aktivitas spesifik katalasenyaldengan metode Mates. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak biji jengkol dapat menurunkan aktivitaslspesifik katalase, baik pada hati tikus normal (p=0.000) maupun pada hati yang dirusak CCl4, walaupun tidak bermakna (p=0.832).lHal tersebut diperkirakan karena gugus sulfhidiril (SH) dari sistein yang dibebaskan dari asam jengkolat, yang dapat menginaktivasi kerja enzim katalase.
......Free radical-related disease are more increasing especially in Indonesia because of tropical situation there such as ultraviolet and life style changes. Exogen antioxidants are increasingly needed to help endogen antioxidants activity, such as catalase, to avoid oxidative stress induced by free radical exposure. One of indonesian tropical plant, Jengkol (Archidendron pauciflorum) is believed have strong potential antioxidant source, jengkolic acid, a compund consisting of two cysteine molecules which has been known as antioxidants, besides, their other known sources of antioxidant: vitamin C, and flavonoid. Research is conducted to find the effect of Jengkol seeds extract towards specific catalase activity of rat?s liver. Thirty two Spraguedawley strain rats are divided into four groups: control group, a group given jengkol seeds extract, a negative control group given CCl4 to show hepatocytes toxicity, and a group given both CCl4 and jengkol seeds extract. Homogenate of rat liver from each groups are measured for their spesific catalase activity using Mates methods. The result shows jengkol seeds extract reduced specific catalase activity in normal rat liver significantly (p=0,000), also in injuried liver by CCl4, although no significant correlation found (p=0,832). This finding shows a possible inactivation of catalase enzyme due to sulfhydril (SH) groups from cysteine after being released by jengkolic acid. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafifah Hasna
"Indonesia, sebagai negara agraris, memiliki aneka ragam hasil pertanian yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan, salah satunya jengkol. Produksi serta konsumsi jengkol terus meningkat setiap tahunnya, hingga pada tahun 2020, tercatat masyarakat Indonesia mengonsumsi jengkol 0,68 kg/kapita/tahun. Secara umum jengkol dimanfaatkan tanpa kulitnya, sedangkan kulit jengkol banyak mengandung senyawa metabolit sekunder yang mempunyai banyak kegunaan, salah satunya sebagai pembasmi hama atau bioinsektisida. Salah satu kandungan senyawa dalam limbah kulit jengkol yang bersifat toksik bagi serangga adalah flavonoid. Flavonoid bekerja menghambat reseptor perasa pada daerah mulut serangga sehingga juga menghambat pertumbuhannya. Perhitungan kadar flavonoid dalam ekstrak limbah kulit jengkol, dapat ditunjukkan sebagai TFC (Total Flavonoid Content). Salah satu langkah awal yang dilakukan untuk mengolah kulit jengkol menjadi bioinsektisida adalah dengan ekstraksi. Dalam penelitian ini, digunakan metode ekstraksi gelombang ultrasonik dengan pelarut etanol, frekuensi 53 kHz dan suhu 40℃. Pada penelitian ini diamati pengaruh waktu sonikasi terhadap total flavonoid dengan variasi waktu 20 menit; 30 menit; 45 menit; 60 menit; dan 75 menit. Analisis TFC yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 434 nm dan larutan standar kuersetin. Nilai TFC tertinggi diperoleh ketika waktu ekstraksi 60 menit, yaitu sebesar 1,595 mg QE/ g ekstrak kulit jengkol. Berdasarkan hasil uji LCMS yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa dengan fungsi sebagai insektisida, terdapat vanillic acid, linoleic acid, cynaroside, dan quercetin pentoside yang terkandung dalam ekstrak kulit jengkol pada waktu ekstraksi 60 menit. Analisis ANOVA menunjukkan signifikasi dengan nilai F sebesar 201, 807, nilai Fcritical sebesar 2,759, dan P-value sebesar 1,22 e-18(F > Fcritical), dimana dapat diartikan perbedaan nyata atau signifikasi antara variasi waktu ekstraksi terhadap nilai TFC ekstrak kulit jengkol.
......Indonesia, as an agricultural country, has a variety of agricultural products that are often used as food ingredients, one of which is jengkol. The production and consumption of jengkol continues to increase every year. It was recorded that Indonesian consumed jengkol with a total of 0.68 kg/capita/year in 2020. In general, jengkol is utilized without the skin. While the skin of jengkol contains many secondary metabolites that have many uses, such as pest control or bioinsecticide. One of the compounds in jengkol skin waste that is toxic to insects is flavonoids. Flavonoids work to inhibit taste receptors in the mouth area of ​​insects as well as inhibit their growth. Calculation of flavonoid levels in the extract of jengkol peel waste can be shown as TFC (Total Flavonoid Content). One of the first steps taken to process jengkol skin into bioinsecticide is extraction. In this research, ultrasonic extraction method with ethanol solvent, frequency 53 kHz and temperature 40℃ was used. In this study the effect of sonication time on total flavonoid content was observed by varying the sonication time to 20 minutes; 30 minutes; 45 minutes; 60 minutes; and 75 minutes. TFC analysis was carried out using UV-Vis spectrophotometry and a standard solution of quercetin. The highest TFC value was obtained when the extraction time was 60 minutes, which was 1,595 mg QE/g dried jengkol peel. Based on the results of the LCMS test which was used to identify compounds with insecticides function, there were vanillic acid, linoleic acid, cynaroside, and quercetin pentoside contained in the jengkol peel extract at an extraction time of 60 minutes. ANOVA analysis showed a significance with an F value of 201, 807, an Fcritical value of 2,759, and a P-value of 1.22 e-18 (F > Fcritical), which can be interpreted as a real or significant difference between the variation of extraction time and the TFC value of the skin extract. jengkol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenisa Amanda Sandiarini Kamayana
"ABSTRAK
Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan tanaman yang tumbuh di Asia
Tenggara, dan biji jengkol telah menjadi makanan khas di berbagai negara tersebut.
Biji jengkol dipercaya memiliki sejumlah manfaat antioksidan karena adanya
kandungan asam jengkol, vitamin C, polifenol dan flavonoid. Asam jengkol
merupakan senyawa dengan gugus sulfur yang dipercaya memiliki sifat antioksidan.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan efek antioksidan dari ekstrak biji jengkol
terhadap stres oksidatif sel yang disebabkan oleh radikal bebas. Hidrogen peroksida
digunakan untuk menginduksi stres oksidatif pada sel darah merah domba secara in
vitro, diikuti dengan pengikuran aktivitas spesifik katalase. Penelitian laboratorium
eksperimental ini dilakukan pada lima perlakuan yang berbeda, di mana ekstrak biji
jengkol diberikan sebelum dan sesudah induksi stres oksidatif oleh hidrogen
peroxide. Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivitas
spesifik katalase dalam sel darah merah dengan penamahan ekstrak biji jengkol, baik
di kelompok kuratif dan preventif. Dengan demikian, penambahan ekstrak biji
jengkol menurunkan aktivitas spesifik katalase, kemungkinan dikarenakan oleh
pembentukan senyawa II katalase. Inaktivasi enzim katalase dapat mencegah
penguraian hidrogen peroksida sebagai senyawa radikal bebas.

ABSTRACT
Jengkol is a plant that grows natively in Southeast Asia, and its seeds has become a
typical food in these various countries. Jengkol beans are believed to carry antioxidant
properties due to its contents of djencolic acid, vitamin C, polyphenols and
flavonoids. Djencolic acid is an organosulfur compound and is thought to have
antioxidant benefits. In this study, we aim to determine the antioxidant effects of
jengkol bean extract against cellular oxidative stress induced by free radicals.
Hydrogen peroxide is used to induce oxidative stress in sheep red blood cells in vitro,
followed by measurement of catalase specific activity. This laboratory experimental
study was conducted on five different treatments, where jengkol bean extract is
administered both before and after induction of oxidative stress by hydrogen
peroxide. Results showed a significant decrease in catalase specific activity in red
blood cells with added jengkol bean extract, both in the curative and preventive
groups. Thus, the addition of jengkol bean extract decreases catalase specific activity
in red blood cells, possibly through formation of compound II. The inactivation of
catalase may prevent eradication of hydrogen peroxide as a free radical."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Emilia
"Jengkol (Pithecellobium jiringa) merupakan tanaman hortikultura dengan jumlah selalu meningkat setiap tahunnya. Kulit jengkol diduga mengandung senyawa bioaktif alkaloid, flavonoid, dan tanin yang bersifat toksik terhadap hama. Penelitian ini menguji senyawa flavonoid yang terkandung pada kulit jengkol beserta yield ekstrak dengan perbandingan simplisia dan pelarut sebesar 1:25gr/mL. Ekstraksi dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasonik (Ultrasound-Assisted Extraction) dengan variasi pelarut yang digunakan merupakan akuades, etanol 30%, 50%, 70%, dan etanol absolut. Hasil penelitian menunjukkan yield ekstrak terbanyak didapatkan dengan menggunakan pelarut etanol 50% yaitu sebesar 25.51±1.82%b/b. Kandungan TFC ekstrak terbaik didapatkan dengan pelarut etanol 70% yaitu sebesar 1,643±0,026 mg QE/g kulit jengkol kering, dan senyawa yang teridentifikasi dengan LC-MS yaitu asam fenolat, asam lemak, flavonoid, fitoaleksin, dan kumarin. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan dengan ANOVA (α = 5%) dan dilanjutkan dengan uji LSD menunjukkan bahwa variasi pelarut berpengaruh secara signifikan terhadap yield dan nilai TFC ekstrak. Ekstrak kulit jengkol dengan pelarut etanol 70% lebih disarankan untuk pembuatan bioinsektisida. Hal ini disebabkan jumlah flavonoid yang terkandung ±73% lebih besar dibanding ekstrak menggunakan pelarut etanol 50%.
......Jengkol (Pithecellobium jiringa) is a horticultural plant whose number always increases every year. Jengkol skin is thought to contain bioactive compounds of alkaloids, flavonoids, and tannins which are toxic to pests. This study tested the flavonoid compounds contained in the skin of jengkol along with the extract yield with a ratio of simplicia and solvent of 1:25gr/mL. Extraction is carried out with the help of ultrasonic waves (Ultrasound-Assisted Extraction) with a variety of solvents used are distilled water, ethanol 30%, 50%, 70%, and absolute ethanol. The results showed that the highest extract yield was obtained using 50% ethanol as a solvent, which was 25.51±1.82%w/w. The best extract TFC content was obtained with 70% ethanol solvent, which was 1.643±0.026 mg QE/g dry jengkol skin, and the compounds identified by LC-MS were phenolic acids, fatty acids, flavonoids, phytoalexins, and coumarins. Based on statistical analysis carried out by ANOVA (α = 5%) and followed by LSD test, it showed that solvent variation had a significant effect on the yield and TFC value of the extract. Jengkol peel extract with 70% ethanol solvent is recommended for the manufacture of bioinsecticides. This is due to the number of flavonoids contained ± 73% greater than the extract using 50% ethanol solvent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library