Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Petrus Kristanto
Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Putra
"Akta otentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah (PPJB) terhadap obyek hak atas Tanah, seluas 10.457 M2 (sepuluh ribu empat ratus lima puluh tujuh meter persegi) yang tercatat pada Sertipikat Hak Milik nomor 182/Sukapura, atas nama Unyas binti Kasim menimbulkan permasalahan hukum, dalam hal ini Notaris membuat PPJB ketika obyek tanah masih dalam sengketa waris di tingkat Kasasi Mahkamah Agung RI, meskipun Buku III KUH Perdata tentang perikatan bersifat terbuka, bersandar pada asas kebebasan berkontrak, perlu diperhatikan obyek dari perjanjian adalah Tanah, oleh karena itu peraturan perundang-undang yang terkait dengan Hukum Tanah Nasional dan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) tidak dapat dikesampingkan oleh Notaris dalam membuat akta otentik PPJB atas obyek Tanah dan Majelis Hakim, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 824 K/Pdt/2011 tanggal 26 Juli 2011 terhadap akta otentik tersebut seharusnya mengkaji lebih dalam tentang kewenangan Notaris dalam membuat PPJB atas Tanah yang masih dalam obyek sengketa waris. Sehingga kesimpulan yang diambil dalam membuat akta otentik PPJB hak atas tanah, Notaris harus memperhatikan aspek-aspek yang berlaku dalam HTN, meskipun HTN meskipun HTN tidak berlaku secara tegas dan langsung terhadapa PPJB yang dibuat oleh Notaris. sehingga tercipta perlindungan hukum bagi para pihak dalam PPJB tesebut.

The Sale and Purchase Agreement Commitment of Land title certificate for land area 10.457 M2 (ten thousand and four hundred fifty seven square meter) which registered on right of ownership certificate number 182/ Sukapura under name of Unyas binti Kasim has emerged legal issue, since it was signed before the Notary when the land was still in inheretence dispute in supreme court. Despite the pricipal of Chapter III on Indonesia Civil Code regarding Contract, is open system, the objek of contract is land. Therefore, the Indonesia law relates land and Indonesia law which rules the Notary should be considered. Furthermore, the judges of Indonesia Supreme Court?s decision which is written on Indonesia Supreme Court?s verdict number 824 K/Pdt/2011 dated 26 Juli 2011, should be considered the aspects of the Indonesia law which relates to land and Notary. although Indonesia Law related land title certificate is not directly enforced for The Sale and Purchase Agreement Commitment of Land title certificate, but it should be applied on The Sale and Purchase Agreement Commitment in order to establish the equal legal protection for all parties on the agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Maria Ira Kelana
"ABSTRAK
Sebagai suatu badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang mengemban tugas sebagai penyelenggara pengelolaan suatu lingkungan siap bangun sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perusahaan pengembang wajib melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Salah satu ketentuan yang wajib ditaati oleh setiap perusahaan pengembang adalah larangan penjualan kaveling kosong kepada konsumen, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dari Undang-undang Perumahan dan Permukiman. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari, masih ada beberapa perusahaan pengembang yang berusaha untuk "mensiasati" larangan tersebut dengan berbagai cara. Menghadapi kenyataan ini, Penulis tergerak untuk melakukan penelitian mengenai: (1) Apakah perjanjian jual bell kaveling tanah matang tanpa rumah yang dibuat secara bawah tangan di perumahan sah dan mengikat secara hukum? (2) Bagaimana UU Perumahan dan Permukiman mengatur mengenai jual beli kaveling tanah matang tanpa rumah di kawasan perumahan? (3) Bagaimana solusi yang tepat bagi para pengembang dalam menyikapi pasal 26 ayat (1) UU Perumahan dan Permukiman? Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer, hukum sekunder dan hukum tersier sehingga menciptakan hasil penelitian yang bersifat evaluatif-preskriptif analisis dengan kesimpulan: (1) karena syarat sahnya perjanjian tidak terpenuhi, maka jual bell kaveling kosong oleh suatu perusahaan pengembang adalah batal demi hukum, sehingga jual bell tersebut rentan terhadap gugatan dari pihak ketiga; (2) beberapa peraturan perundang-undangan dalam pengadaan perumahan di Provinsi DKI Jakarta perlu direvisi dan lebih dilengkapi demi terciptanya suatu tatanan tertib hukum sebagaimana yang ingin dicapai oleh Undang-Undang nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman."
2007
T 17325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariana
"Menurut ketentuan yang berlaku jual beli hak atas tanah haruslah dilakukan dihadapan PPAT akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari teryata inasih banyak terjadi peralihan hak atas tanah yang dilakukan dibawah tangan dalam arti tidak dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, hal yang demikian tentulah akan sangat merugikan pihak pembeli, karena dia hanya dapat menguasai hak atas tanah secara fisik saja sedangkan secara hukum kepemilikan atas tanah tersebut adalah tetap pada penjual.
Penelitian tesis ini adalah penelitian kepustakaan dimana surnbersumber utamanya diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan. Penelitian ini juga termasuk penelitian eksploratif yaitu penelitian yang bertujuan untuk rnenggali dan menjelaskan satu gejala atau keadaan tertentu khususnya yang berkaitan dengan jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta jual beli PPAT.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah status jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta jual beli PPAT dari sudut Pandang hukum, bagaimanakah pengaturan hukum mengenai jual beli tanah dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan agar jual beli yang dilakukan tanpa akta jual beli PPAT dapat didaftarkan dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, khususnya jika penjual sudah tidak diketahui lagi tempat tinggalnya.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta jual beli PPAT adalah sah menurut hukum sepanjang syarat materiil terpenuhi. Upaya yang dapat dilakukan agar jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta jual beli PPAT adalah dengan mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat yang berwenang, dengan isi gugatan agar Ketua Pengadilan memutuskan bahwa jual beli hak atas tanah tersebut adalah sah dan berdasarkan Keputusan tersebut memberikan kuasa kepada pembeli selaku penggugat untuk bertindak mewakili penjual dan sekaligus bertindak atas rrarianya sendiri selaku pembeli, sehingga jual beli hak atas tanah tersebut dapat dibuktikan dengan akta jual beli PPAT untuk segera didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat.

According to the applicable law concerning the sale and purchase of a land posession right, the sale-purchase transaction should be conducted before the presence of a notary, who is supposed to make the act stating the legality of the transaction. However, in reality, there are still many transactions happened without conforming to this regulation, the act of which could cause a problem particularly to the purchaser party, since he/she will be considered as possessing the land merely phisically, while Iegally the right of the possession still belongs to the previous owner.
This thesis is a litterature study, the primary sources of which are the litteratures attained from various sources. The research as the same time is also categorized as an explorative research, defined as a research which is intended to "dig" in-depth the issue and afterwards explain a phenomenon or a certain condition, in this case regarding the sale-purchase transaction without any notary act. Further elaborated, it is meant to identify the status of such a transaction from the view point of law, the rules concerning the land sale-purchase, as well as the possible efforts to be conducted to ensure that the transaction which had been conducted without a notary act can be registered to make it possess a legal force, particularly in the context in which the seller's residence is no more identified.
The result of this research reveals that such a transaction (a sale-purchase without any notary act) is considered legally as valid, as long as the material requirements are filled. The effort that is possible to be conducted to ensure the one stated above is by suing the Local Court Judge authority, the content of which is a request directed to the Court Judge to decide that the transaction is valid, and based on the decision, the Judge will be supposed to grant a right for the purchaser as a suer to act representing the seller and at the sane time him/her self as the purchaser, so that the sale-purchase of the land possession right will be able to be proven by the notary sale-purchase act, and thus will be able to be registered to the local Bureau of Land Affairs."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliani Praitno
"ABSTRAK
Jual beli tanah dalam Hukum Adat adalah bersifat tunai, terang dan riil. Namun,
dapat terjadi ketiga hal tersebut tidak dapat terpenuhi. Oleh karenanya para pihak
membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli terlebih dahulu yang secara hukum
belum mengalihkan hak atas tanah kepada calon pembeli. Akan tetapi, di dalam
praktek terdapat notaris yang membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli untuk
kedua kalinya pada waktu yang bersamaan terhadap obyek dan para pihak yang
sama. Pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang kedua, pihak yang semula calon
pembeli bertindak sebagai penjual dengan mendasarkan adanya hak milik dari
Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang pertama kali dibuat.

Abstract
In Custom Law, the natures of sale and purchase of land are cash (tunai),
transparent (terang) and real (riil). However, a situation whereby those three
matters are not fulfilled can be occurred. In order to accommodate such condition,
usually the parties will firstly execute a Conditional Sale and Purchase Agreement
which by law, the right of land has not been transferred to the candidate buyer. In
practice, however, there exists a case whereby a notary prepares a second
Conditional Sale and Purchase Agreement at the same time on the same object
and parties. In the second Conditional Sale and Purchase Agreement, the party -
who was previously acting as candidate buyer - is acting as the seller on the basis
of its right obtained in the first Conditional Sale and Purchase Agreement."
2012
T28690
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Pramono
"ABSTRAK
Kebutuhan atas perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap
anggota masyarakat disamping kebutuhan akan sandang dan pangan. Melihat
perkembangan khususnya di daerah khusus ibukota Jakarta yang begitu pesat dalam
bidang perumahan, sehingga banyak pihak - pihak mempergunakan industri perumahan
ini menjadi tempat usaha yang strategis. Pertumbuhan industri ini menyisakan beberapa
permasalahan - permasalahan bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Salah satu
masalah yang tentunya terkait adalah mengenai persoalan hukum peijanjian yang akan
teijadi karena proses pengikatan jual beli antara developer dengan pembeli. Dalam tesis
ini penulis menggunakan salah satu developer perumahan di Jakarta yang dikenal
sebagai Perumahann Jatinegara Baru sebagai sampel yang dipergunakan penulis dalam
menguraikan permasalahan khususnya tentang pengikatan jual beli tanah. Dalam
penulisan ini pada intinya menguraikan tentang dua permasalahan pokok yaitu pertama
tentang alasan-alasan dibuatnya peijanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat PT. Cakra
Sarana Persada, dan yang kedua mengenai perlindungan hukum para pihak dalam
peijanjian pengikatan jual beli yang dibuat di bawah tangan apabila dibandingkan
dengan akta notaris. Proses pengikatan jual beli di PT. Cakra Sarana Persada diawali
dengan proses pra jual beli dan pembuatan jual beli yang nantinya dibuat di hadapan
Pejabat pembuat Akta Tanah. Adapun Pengikatan Jual Beli di bawah tangan yang dibuat
di Jatinegara Baru sebelumnya terdapat penandatangan surat pernyataan pembelian. Isi
surat pernyataan. diuraikan tentang syarat-syarat pembayarannya dan klasifikasi
bangunan yang akan dibelinya. Uraian pokok dalam tesis ini tentang alasan-alasan
dibuatnya suatu peijanjian pengikatan jual beli dan menguraikan perlindungan hukum
terhadap pihak-pihak yang terkait dalam peijanjian yang dibuat di bawah tangan yang
draf dan isinya telah disiapkan oleh salah satu pihak dalam hal ini PT. Cakra Sarana
Persada. Dari permasalahan tersebut diketahui bahwa jual beli yang dibuat di PT. Cakra
Sarana Persada merupakan akta di bawah tangan yang bentuk dan formatnya merupakan
klausul yang hampir keseluruhan ditentukan oleh PT. Cakra Sarana Persada, diawali
dengan pernyataan pemesanan kemudian dilanjutkan dengan penandatangan peijanjian
pengikatan jual beli, ^dapun peijanjian pengikatan jual beli diharapkan memberikan
perlindungan hukum bagi penjual dan pembeli, yang juga akan memberikan rasa aman
bagi pembeli untuk melindungi hak atas tanahnya. Saran yang kami sampaikan dalam
membuat peijanjian pengikatan jual beli yang sebaiknya dibuat dalam bentuk notariil
sehingga keseimbangan hak antara keduanya lebih proporsional."
2005
T36610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Isnania
"Sebagai benda yang penting bagi manusia, tanah dan bangunan menjadi lebih bernilai karena ia dapat beralih dari pemiliknya kepada pihak lain yang menginginkannya. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli harus didaftarkan sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan. Permasalahan yang diberikan oleh penulis yaitu mengenaui tanggungjawab seorang PPAT dalam menerbitkan Akta Jual Beli atas tanah dengan Nomor 170 Tahun 2004 dan seorang PPAT dapat melindungi dirinya dari para pihak yang memalsukan data walaupun telah membuat klausula yang menyatakan tidak di gugat. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu berdasarkan penelitian kepustakaan dimana pendekatan penelitian yang dilakukan yaitu yuridis normatif. Hasil analisis penulis yaitu Fungsi PPAT adalah menjamin kebenaran materiil dan kebenaran formil dalam setiap akta peralihan hak atas tanah dan bangunan serta berperan juga untuk memeriksa kewajiban-kewajiban para pihak yang harus dipenuhi berkaitan dengan peralihan hak tersebut. Tanggung jawab PPAT terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu adalah bahwa PPAT tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sebab PPAT hanya mencatat atau menuangkan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak/penghadap ke dalam akta. Seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut.

Land as a body that can meet human needs has long been perceived people. In various aspects of life people need land. PP No. 24 of 1997 states the land rights to be registered is the fact about the state lands in Indonesia, the landland that has registered a relatively small amount compared with lands that have not registered for the land that has been registered will find many obstacles in terms of the transfer rights to the land. The problem given by the author that is how the responsibility of a PPAT in issuing the Deed of Sale and Purchase of land with Number 170 of 2004 which legally flawed and void by the law and how a PPAT can protect themselves from the party that falsified data even though have made the clause that states are not in accountable if there is untruth data provided by face. The research method used by the authors is based on the research literature where the authors in this normative approach, research that focuses on secondary data research on legal and non legal data is based on the dictionary as well as statistics on land registration. Results of analysis of the function author PPAT is to ensure the truth of the material and formal truth in every deed of transfer rights on land and buildings, and contribute also to examine the obligations of the parties that must be met relating to the transfer of such rights. PPAT responsibility of authentic documents containing false information is that the notary can not legally defensible because PPAT only record or pour a legal act performed by the parties / face into the deed. PPAT is not obliged to investigate the truth of the material from these authentic documents. And authentic documents that will be proof that there is a legal act performed by the parties /face. The transition of land rights and especially rights to land can held correctly, then a PPAT who will make the transfer of land rights must ensure truth about land rights (property rights), and about the skills and authority to act from those who would divert and accept the assignment of the land. Authentik of buying and selling process can be seen from over who was first to buy and hold land titles. In this case, the dispute must be viewed in advance who has a certificate in advance for 5 (five) years and controlled by parties who have certificates and proof of rights acquired in good faith for 5 years then the party who feel entitled not to sue the right to land and if there are errors in registration can be compensated by the Government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28035
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soetomo, 1946-
Malang: Universitas Brawijaya, 1984
346.04 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soetomo, 1946-
Malang: Lembaga Penerbit UNIBRAW, 1981
346.04 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cecilia Masidin
"ABSTRAK
Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faklor penting
dalam pcningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan
rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945; Tanah adalah hal yang penting dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Salah satu cara memperoleh lanah adalah melalui jual bcli yang telah
diatur dalam Pcraruran Pemerintah Nomar 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pembuat Akta Tanah (PPAT) hams dilakukan di hadapan pejabat yang
berwenang, Dengan semakin méningkatnya kebutuhan akan pemmahan,
mengakibatkan makin berkembangnya usaha yang bergerak di bidang
penyelenggara pernbangunan pernukiman. Selain tunduk pada aturan yang
mengatur tentang pertanahan, merekajuga dialur oleh Undang-Undang nomor 4
tahun 1992 tentang perumahan dan permukirna.n_ Meski demikian banyaknya
aturan-aturan yang hams ditaati, dalam praktek sehari-hari banyak perusahaan
pcngembang yang mensiasati ketentuan ketentuan terscbut dcngan berbagai cara
antam lain dengan terobosan hukum dan hingga kini masih dilakukan dalam
praktekjual beli tanah yaitu dcngan dibuatnya akta pengikatan jual beli (PIB), dan
bahkan dibuat secara bawah tangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui : 1) Apakah peljanjian pengikatan yang dibuat olch pengembang
secara bawah tangan adalah sah dan mengikat secara hukum? 2) Bagaimana
akibat hukum dan pcrlindungau hukum bagi pembeli apabila tsrdapat cacat
hukum dan wan prcstasi dalam pcnjanjian secara bawah tangan tersebut? dan 3)
Solusi apa yang dapat dilakukanjika terjadi hal demikian? Penelitian ini bersifat
Norrnatif Bmpiris , sedangkan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan
penelitian Iapangan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
Perlindungan hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprcstasi dalam
penjanjian pengikatanjual beli terhadap pemenuhan hak-hak
para pihak sangat tergantung kcpada kekuatan dari pcrjanjian pcngikatan jual beli
yang dibuat, jika dibual dengan akta dibawah tangan maka perlindungannya
sesuai deugan perlindungan terhadap akta dibawah tangan dan tidak mempunyai
kekuatan pembuktian secara hukum terhadap pihak ketiga, sehingga penyelesaian
yang dapat diambil adalah secara musyawarah mufakat atau melalui badan
peradilan. Berbeda halnya dengan kekuatan hukum dari akta perjanjian
pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris dalam
pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya adalah sangat kuat karena akta tersebut
merupakan akta notaril yang bersifat akta otentik, sehingga kekuatan
perlindungannya sesuai dcngan perlindungan terhadap akta otentik, dan mempunyai
kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga.

ABSTRACT
Proper, healthy, safe, hamronious and well-organized housing and
residence is one of the basic human needs and forms a significant factor in the
increase of dignity and prestige, quality of Life and public welfare in a fair and
prosperous society based on Pancasila and the Constitution of 1945; Land is
essential in the life of the Indonesian nation. One of t.he ways to acquire land is
through sale and purchase stipulated in Govemment Regulation Number 24 of the
year 1997 conceming Land Registration and Government Regulation Number 37
ofthe year 1998 concerning Regulations on the Function of Land Titles Registrar
/ Pejabat Pembua! Aida Tanah (PPAT) which has to be executed before an
authorized ofiicial. With the increasing demand for housing, resulting in the
growing business engaged in organizing the construction of residences. Other than
complying with the rules of land regulations, they are also govemed by Law
Number 4 of the year |992 concerning housing and residence. Despite so many
rules to comply with, in day to day practice there are many developers trying to
get around such regulations in various ways, among others, by law breakthrough
which has been practiced until nowadays in the sale and purchase of land by
creating a binding sale and purchase deed (PJB), and even made unofiicially. The
purpose of this research is to find out : 1) If the binding agreements unotlicially
made by the developers are valid and legally binding? 2) What about t.he legal
consequences and legal protection for purchasers in the event of legal flaws or
default under the unoiiicial agreements? and 3) What solutions are taken in t.he
occurrence of such situations? This research is empirical normative, while t.he data
is obtained through library research and field research. From the results of this
research it is concluded that legal protection in the event of default by any party in
a binding agreement of sale and purchase against the fulfillment of rights of the
parties highly depends on the legal force of the binding agreement of sale and
purchase made, if a deed is unoflicially made then its protection shall be in
accordance with the protection of an unofficial deed and shall not have legal force
of evidence against any third party, thus the settlement taken shall be tl1rough a
mutual consensus or through the court of justice. On the other hand, the legal
force of a binding agreement of sale and purchase deed of land rights made by a
Notary in the implementation of the making of its Sale and strong as such deed is a notary deed which constitutes an authentic deed, thus its
legal force of protection shall be in accordance with the protection of an authentic
deed, and shall have legal force of evidence against any third party. The means to
assign land rights through National Land Agency I Badan Perlanahan Nasional
(BPN) is a sale and purchase deed made by a Land Titles Registrar / Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT)."
2012
T30295
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>