Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sultan Ali Sadewa
"PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016, PPAT Sementara yang dimaksud adalah Camat. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi serta urgensi Camat sebagai PPAT Sementara di Kabupaten Banyuwangi apakah sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan yang ada, dan ingin mengetahui pertanggungjawaban serta bentuk akta yang dibuat oleh Camat sebaga PPAT Sementara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian non-doktrinal, pengambilan sumber data menggunakan dua teknik yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan kuisioner terhadap beberapa narasumber terkait Camat sebagai PPAT Sementara, dan melalui studi dokumen guna mengumpulkan data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum. Berdasarkan penelitian ini diperoleh adanya eksistensi Camat sebagai PPAT Sementara di 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, serta adanya urgensi di beberapa kecamatan dikarenakan masih kurangnya PPAT Notaris di desa-desa terpencil, sedangkan terkait pertanggungjawaban dan bentuk akta yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara hal tersebut sama dengan PPAT Notaris sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

A Temporary PPAT (Land Deed Official) is a government official appointed due to their position to carry out the duties and responsibilities of a PPAT by creating PPAT deeds in areas where there are insufficient PPATs, as referred to in Article 1, paragraph 2 of Government Regulation Number 24 of 2016. The Temporary PPAT in this case is the Sub-district Head (Camat). This paper aims to examine the existence and urgency of the Camat as a Temporary PPAT in Banyuwangi Regency, and whether it aligns with the applicable regulations. It also seeks to explore the accountability and types of deeds created by the Camat as a Temporary PPAT. The research uses a non-doctrinal approach, collecting data through two techniques: primary and secondary data sources. Primary data is gathered through interviews and questionnaires with several informants related to the Camat as a Temporary PPAT, while secondary data is collected through document studies to obtain legal materials. Based on the research, it was found that the Camat serves as a Temporary PPAT in four sub-districts in Banyuwangi Regency, and the role is considered urgent in certain sub-districts due to the lack of Notary PPATs in remote villages. Regarding accountability and the types of deeds created by the Camat as a Temporary PPAT, they are the same as those made by Notary PPATs in accordance with the applicable laws and regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Yuka Asmara
"ABSTRAK
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten paling inovatif di Indonesia,
khususnya dalam hal inovasi pelayanan kesehatan (IPK). Sama halnya dengan inovasi di
pemerintah daerah lainnya, praktik IPK di Kabupaten Banyuwangi juga tidak terlepas
dari tingginya peran kepala daerah. Artinya, keberlanjutan IPK di Kabupaten
Banyuwangi akan dipertanyakan jika Bupati Banyuwangi saat ini tidak menjabat lagi.
Studi ini merupakan pendekatan post-positivistik dengan jenis penelitian kualitatif untuk
menghasilkan data deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan kesiapan Pemkab
Banyuwangi dalam menjaga keberlanjutan inovasi melalui Sistem Inovasi Total (SIT) Ato-
F. Teknik pengumpulan data dilakukan secara mixed method baik melalui kuesioner
dan wawancara mendalam serta dokumentasi. Penelitian yang dilakukan sejak 1 Oktober
2018 hingga 30 Mei 2019, menghasilkan 2 (dua) temuan penelitian. Temuan pertama,
kesiapan Pemkab Banyuwangi dalam berubah dapat dikatakan siap, namun kesiapan
tersebut belum disertai dengan adanya kesiapan sistem inovasi yang terlembaga di dalam
organisasi tersebut. Kasus IPK di Kabupaten Banyuwangi, keempat elemen SIT A-to-F
tidak hadir secara utuh. Di elemen proses inovasi, Bupati Banyuwangi memainkan peran
mulai dari A-to-F, namun bagaimana teknik inovasi, anggaran, waktu yang dialokasikan
masih belum terdokumentasi dengan baik. Begitu pula budaya kreatif yang saat ini mulai
terbentuk karena tingginya peran Bupati Banyuwangi dalam menginisiasi hal tersebut.
Sementara itu, 2 (dua) elemen lainnya yaitu perencanaan strategis inovasi dan metrikinsentif
inovasi masih belum ada di Pemkab Banyuwangi. Temuan kedua, untuk menjaga
keberlanjutan inovasi melalui SIT A-to-F, ada faktor-faktor yang menjadi pendorong dan
juga penghambat. Ada lima faktor pendorong yaitu adanya regulasi, adanya kompetisi
inovasi, perekrutan sumber daya manusia unggul, keterlibatan organisasi non pemerintah,
dan komitmen pimpinan organisasi. Sementara itu lima faktor penghambat yaitu belum
ada program inovasi secara khusus, belum ada peraturan daerah terkait inovasi, belum
ada studi-studi kebijakan terkait inovasi pelayanan publik, belum ada mekanisme insentif
khusus bagi inovator, dan tingginya intervensi Bupati Banyuwangi.

ABSTRACT
Regency of Banyuwangi is the leader of all regencies in term of public health service
innovation (IPK). In line with innovation practices of local governments at general, IPK
practices cannot be removed from high role of a local leader of Banyuwangi. It means
that sustainable IPK practice will be questioned if the recent Regent of Banyuwangi will
be substituted in next period. The approach used in this study is the post-positivism with
type of qualitative research to yield descriptive data, aiming to describe readiness of
Regency of Banyuwangi in maintaining sustainable innovation through Total Innovation
System (TIS) of A-to-F model. Data collection technique were derived by means of mixed
method through questionare, depth interview and documentation as well. The duration of
research time which was started from October 1st 2018 up to May 30th, 2019, yielding
two study findings. First finding, readiness of Regency of Banyuwangi in context of
organizational change is ready, but this readiness has not been accompanied by the
readiness of an institutionalized innovation system within the organization. Case of IPK
in Banyuwangi Regency, those elements of TIS A-to-F are not present completely. At
innovation process element, the Regent of Banyuwangi plays role starting from A-to-F
functions, but how innovation technique, fund resouces, and time are not well
documented. At creative culture element, role of Regent of Banyuwangi is central in
creating this culture. While, two elemens both strategic innovation planning and metricincentive
of innovation are not appearing in Regency of Banyuwangi. Second finding, to
maintain sustainable innovation through TIS of A-to-F model, there are supporting and
hindering factors. The supporting factors are existence of regulation, existence of
innovation competition, excellent human resources recruitment, involvement of nongovernment
organizations, and leadership commitment. Whereas, the hindering factors
are absence of special innovation program, absence of local government regulation of
innovation, absence of policy and innovation studies, absence of special incentive
mechanism for innovators, and high intervention of Regent of Banyuwangi.
"
2019
T53761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library