Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Zahra Laxmitha
Abstrak :
Dewasa ini kontestasi sosial yang terjadi antara satu dengan kelompok lain terkait dengan keberagaman di Indonesia masih terjadi. Salah satu karya sastra Jawa yang membahas kontestasi sosial adalah novel Aku Wong Kafir (2019) karya Tulus Setiyadi. Aku Wong Kafir menggambarkan diskursus keberadaan kelompok penghayat yang justru memunculkan kontestasi antara kelompok penghayat dan masyarakat kelompok dominan. Diskursus kontestasi sosial terhadap kelompok penghayat dalam novel berbentuk diskriminasi, marginalisasi dan stigmatisasi. Penelitian ini bertujuan membongkar bagaimana diskursus kontestasi sosial terhadap kelompok penghayat secara tekstual maupun realitas sosial dapat terjadi dalam novel Aku Wong Kafir. Meminjam pendekatan strukturalisme genetik Goldmann (1980) penelitian ini menganalisis diskursus kontestasi dalam novel Aku Wong Kafir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemaknaan kata kafir oleh tokoh nonpenghayat novel sebagai penyusun diskursus kontestasi sosial terhadap kelompok penghayat. Sebaliknya, kata kafir bagi tokoh kelompok penghayat menjadi modal untuk berasimilasi dengan masyarakat. Namun penerimaan sebagai kafir oleh kelompok penghayat dalam rangka untuk rekonsiliasi dengan masyarakat justru tidak berhasil. Hal tersebut memperlihatkan kelompok penghayat masih didominasi dalam diskursus kontestasi sosial yang diciptakan oleh masyarakat. ......Contestations in Indonesia between various communities are a regular occurence in recent history. One of Javanese literature piece that bring this to light is Aku Wong Kafir (2019) by Tulus Setiyadi. Aku Wong Kafir painted the picture containing discourse of the existence of a believer community and society surrounding it. The discourse of social contestation on this group of believers is taking form of discrimination, marginalization, and stigmatization. The purpose of this research is to dissect how a discourse of social contestation to a believer community occur in textual or social reality context within this novel. Borrowing the genetic structuralism approach by Lucien Goldmann (1980), this research is attempting to analyze the discourse of contestation within this novel.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zen Wisa Sartre
Abstrak :
Penelitian ini membahas representasi hegemoni ideologi intoleran dalam novel Perjalanan ke Akhirat (1969) karya Suherman, komik Siksa Neraka (1999) karya Rahimsyah, dan Kepedihan Siksa Neraka (2017) karya Rohim sebagai ekspresi budaya populer. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra dan kajian hegemoni. Hasil dan analisis mengungkapkan bahwa hegemoni ideologi intoleran dalam karya sastra sebagai ekspresi budaya populer direpresentasikan melalui hukuman, siksaan, kritik, dan konstruksi identitas. Suherman, Rahimsyah, dan Rohim sebagai pengarang merepresentasikan hukuman, siksaan, kritik, dan konstruksi identitas yang merujuk pada konsep kafir dalam Periode Makkah Pertama hingga Ketiga. Ketiga pengarang memanfaatkan hukuman, siksaan, dan kritik terhadap tokoh-tokoh yang berdosa dan kafir agar pembaca menyadari pentingnya nilai dan moral. Sementara, konstruksi identitas dimanfaatkan agar pembaca menyadari keberadaan orang lain yang dilabeli kafir karena tidak sesuai dengan nilai dan moral keislaman yang sejalan dengan pemahaman pengarang. Dengan demikian, nilai dan moral keislaman dimanifestasikan pengarang untuk mengklasifikasikan para tokoh sebagai orang yang berdosa dan kafir sehingga layak mendapat hukuman dan siksaan di neraka. ......This research discusses the representation of hegemony intolerant ideology in the novel of Perjalanan ke Akhirat (1969) by Suherman, the comics of Siksa Neraka (1999) by Rahimsyah and Kepedihan Siksa Neraka (2017) by Rohim as an expression of popular culture. This research uses a descriptive qualitative method with a sociological approach of literature and hegemony analysis. The results and analysis reveal that hegemony intolerant ideology in literature as an expression of popular culture is represented in punishment, torture, criticism, and identity construction. Suherman, Rahimsyah, and Rahim, as an author represents punishment, torture, criticism, and identity construction that refer to the concept of kufr in the First to Third Meccan Period. Those three authors use punishment, torture, criticism, and identity construction for the characters who are sinful and kufr to make the reader realize the importance of values and morals. Meanwhile, identity construction is used to make the reader realize the existence of other people labeled as kufr because they are not in accordance with Islamic values and morals of the author's understanding. Thus, Islamic values and morals are manifested by the authors to classify the characters as sinners and kufr, so they deserve to receive punishment and torture in hell.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library