Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olivia Luciana
"ABSTRAK
Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan 2 atau lebih obat secara bersamaan contohnya pada pasien Diabetes Melitus yang mengalami komplikasi sehinggaharus mengkonsumsi baik obat antidiabetik maupun antihipertensi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui interaksi antara antidiabetik metformin HCl dan antihipertensi kaptopril yang difokuskan terhadap kadar menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang terbagi dalam 5 kelompok. Larutan uji diberikan secara per oral, yaitu metformin HCldiberikan hanya dengan 1 dosis (90 mg/200 g bb tikus), sedangkan larutan kaptopril diberikan dengan 2 dosis, yaitu dosis 1 (4,5 mg/200 g bb tikus) dan dosis 2 (9 mg/200 g bb tikus). Penelitian ini menggunakan 2 kelompok kontrol, yaitukontrol metformin (90 mg/200 mg bb tikus) dan kontrol kaptopril (9 mg/200 g bb tikus). Setelah perlakuan, 1 jam kemudian setiap kelompok diberikan larutan glukosa dengan dosis 440 mg/200 g bb tikus per oral. Darah diambil pada menitke 30, 60, 90, 120, dan 150 untuk dihitung kadar glukosanya mengunakan glukometer AccuCheck Active. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kaptopril dapat meningkatkan kadar glukosa darah pada menit ke 60-90 setelah pemberian glukosa sehingga mengganggu kerja metformin HCl dalam menurunkan glukosadarah namun masih dalam batas kadar glukosa darah normal.

ABSTRACT
Drug interaction can happen when 2 or more drugs were consumed altogether inthe same time, for example a diabetic patien who has hypertension as complication has to consume antidiabetic and antihypertensive drug altogether. This research has been done to know the interaction between antidiabeticmetformin HCl and antihypertensive captopril on blood glucose level, which using complete random design on 25 Sprague-Dawley male albino rats. The ratswere divided into 5 groups. Drug solution were given orally. There were no variant dose for metformin HC1 (90 mg/200 g body weight of rat), but captopril were given in 2 variant dose (4,5 and 9 mg/200 g body weight of rat). There were 2 control groups, metformin control group (90 mg/200 g body weight of rat) andcaptopril control group (9 mg/2o0 g body weight of rat). One hour after giving drug solution, each rat was given glucose solution 440 mg/200 g body weight of rat orally. Blood was collected at 30, 60, 90, 120, and 150 minutes. Glucose blood level was determined by glucometer AccuChek Active. The result of the researchshows that captopril can disturb the work of metformin on reducing blood glucose level by increasing blood glucose level on 60-90 minutes after giving glucose solution but still in normal blood glucose range."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33170
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Yuliani
"Latar Belakang: Kardiomiopati uremikum adalah kelainan jantung yang didasari oleh kelainan pada ginjal dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK). Overload cairan dan stres oksidatif berperan dalam patogenesis penyakit ini. Kuersetin adalah antioksidan yang bersifat kardioprotektif, namun belum ada data tentang efeknya pada kardiomiopati uremikum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek kuersetin pada kardiomiopati uremikum menggunakan model nefrektomi 5/6 pada tikus.
Metode: Uremia diinduksi pada 3 kelompok tikus jantan Sprague-Dawley dengan nefrektomi 5/6, satu kelompok kontrol tanpa nefrektomi 5/6, masing-masing 6 ekor/kelompok dan diamati selama 8 minggu. Kelompok SNX tidak diberi pengobatan. Kelompok SNX+Q mendapat quersetin per oral dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan kelompok SNX+Cap mendapat kaptopril 10 mg/kgBB/hari. Hewan uji dikorbankan untuk diukur kadar malondialdehid (MDA) plasma dan jantung, aktivitas glutation peroksidase (GPX) jantung, NT-proBNP plasma, dan fibrosis jantung. Data dianalisis dengan uji ANOVA.
Hasil: Nefrektomi 5/6 menimbulkan sedikit fibrosis jantung, tidak mempengaruhi NT-proBNP, tidak mempengaruhi MDA jantung dan plasma dan meningkatkan secara bermakna aktivitas GPX jantung (p<0.05) sedangkan pemberian kuersetin dan kaptopril tidak mempengaruhi fibrosis jantung, tidak mempengaruhi NT-proBNP (p>0.05), tidak mempengaruhi MDA jantung dan plasma (p>0.05) dan tidak mempengaruhi aktivitas GPX jantung pada tikus uremia yang diinduksi dengan nefrektomi 5/6 (p>0.05).
Kesimpulan: Kuersetin tidak mempengaruhi fibrosis jantung dan fungsi jantung tikus uremia pasca nefrektomi 5/6. Peningkatan secara bermakna aktivitas GPX jantung pada semua kelompok pasca nefrektomi 5/6 (p<0.05) dibandingkan kelompok kontrol normal menunjukkan bahwa jantung tikus uremia masih berada pada fase kompensasi, yaitu mekanisme adaptasi jantung dan fungsi jantung belum terganggu meskipun terjadi sedikit fibrosis jantung.

Background: Uremic cardiomyopathy is a heart disease because of abnormalities in the kidneys that is the leading cause of death in patients with chronic kidney disease (CKD). Fluid overload and oxidative stress play an important role in its pathogenesis. Quercetin, as an antioxidant, has cardioprotective effect. To the best of our knowledge, its effect on uremic cardiomyopathy has not been investigated yet. This study aims to determine the effect of quercetin on uremic cardiomyopathy using 5/6 nephrectomy model in rats.
Methods: Uraemia was induced surgically in male Sprague-Dawley rats via 5/6 nephrectomy (SNX). Quercetin was administered per orally at a dose of 100 mg/kgBW/day for 8 weeks prior to sacrifice. Meanwhile captopril was administered per orally at a dose of 10 mg/kgBW/day. Oxidative stress was assessed using tiobarbituric acid reactive substances reaction then glutathione peroxidase (GPX) activity was determined to study on antioxidant mechanism. Myocardial fibrosis was analyzed using Massons? Trichrome staining and NTproBNP was measured as a marker of cardiac function. Data was analyzed using ANOVA.
Results: Nephrectomy 5/6 had no effects on plasma NT - proBNP, cardiac and plasma MDA, but induced mild myocardial fibrosis and increased cardiac GPX activity significantly (p<0.05). However, administration of quercetin and captopril had no effects on plasma NT - proBNP, cardiac and plasma MDA, myocardial fibrosis and GPX activity in uremic rats? heart induced by 5/6 nephrectomy.
Conclusion: Uremic rats? heart induced by 5/6 nephrectomy demonstrated mild myocardial fibrosis but preserved in vivo cardiac function. Increased GPX activity in uremic rats? heart compared to normal control (p<0.05) suggests induction of antioxidant defense mechanisms that might not be exhausted yet highlighting a compensatory phase which was unchanged following chronic either quercetin or captopril administration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Eddy T.M.
"Ruang lingkup dan metode penelitian
Spesies radikal babas dan derivatnya berperan sangat panting pada cedera sel. Sampai saat ini penelitian untuk membuktikan peran obat golongan penghambat sistem renin angiotensin (SRA) dalam cedera sel adalah dengan model cedera iskemia-reperfusi. Cedera sel akibat iskemia-reperfusi disebabkan oleh pembentukan spesies oksigen reaktif yang berlebihan. Dari beberapa penelitian tersebut terbukti bahwa cedera sel dengan model cedera iskemiareperfusi dapat dihambat oleh obat golongan tersebut yang diduga bekerja sebagai antioksidan/antiradikal.
Penelitian ini ingin membuktikan lebih lanjut apakah obat golongan penghambat SRA yakni kaptopril dan losartan dapat menghambat cedera sel hati dengan model lain. Model yang digunakan adalah kerusakan atau cedera sel hati yang diinduksi dengan dengan parasetamol dosis toksik, CCI4, dan etanol. Kerusakan sel hati akibat bahan-bahan hepatotoksik tersebut disebabkan oleh metabolit reaktif baik berupa spesies oksigen reaktif atau spesies radikal babas, yang merupakan hasil metabolisme dari masing-masing bahan tersebut.
Untuk mengetahui efek proteksi kaptopril dan losartan dilakukan pengukuran kadar enzim SGOT dan SGPT, serta pemeriksaan histopatologi jaringan hati. Sedangkan untuk mengetahui apakah efek proteksi ini diperantarai oleh sifat antioksidan/antiradikal kaptopril dan losartan, dilakukan pengukuran kadar MDA hati dan MDA serum.
Penelitian ini menggunakan 54 ekor tikus putih galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 3 grup secara acak yang masing-masing terdiri dari 18 ekor. Kemudian masing-masing grup dibagi secara acak menjadi 3 kelompok. Grup P diberi parasetamol dosis tunggal 2500 mg/KgBB, grup C diberi CCI4 dosis tunggal 2 ml/KgBB. Grup E diberi etanol dengan konsentrasi bertingkat 35%, 50%, 60%, dan 70% dengan dosis 10 ml/KgBB/hari mulai dari hari pertama Sampai hari ke 4. Setiap grup tersebut terdiri dari kelompok yang tidak diproteksi, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril, dan kelompok yang diproteksi dengan losartan. Dua puluh empat jam setelah perlakuan terakhir dilakukan laparatomi untuk pengambilan darah dan pengangkatan hati. Darah diambil untuk pengukuran kadar SGOT, SGPT, dan kadar MDA serum. Hati diangkat untuk pengukuran kadar MDA hati dan pemeriksaan histopatologi. Data kadar SCOT, SGPT, dan MDA dianalisis dengan uji statistik ANOVA satu arah dan perbandingan berganda Tukey. Data histopatologi dianalisis dengan uji perbandingan berganda non parametrik Kruska}-Wallis.
Hasil
- Hasil uji statistik kadar SCOT dan SGPT pada semua kelompok yang diproteksi dengan kaptopril atau losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi.
Hasil uji statistik tingkat kerusakan hati pada grup P, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Hasil uji statistik tingkat kerusakan hati berupa degenerasi steatosis pads grup C dan grup E, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Tetapi tingkat kerusakan hati berupa degenerasi nekrosis pada grup C dan grup E tidak terdapat perbedaan, sehingga tidak dilakukan uji statistik.
- Hasil uji statistik kadar MDA hati pada semua kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Perbedaan bermakna kadar MDA serum hanya ditemukan pada grup C, yaitu kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok yang tidak diproteksi.
Kesimpulan
1. Kaptopril dan losartan dapat mencegah cedera sel hati tikus yang diinduksi dengan parasetamol, CCI4, dan etanol.
2. Mekanisme kerja obat golongan penghambat SRA dalam mencegah cedera set diduga selain karena adanya gugus -SH pada kaptopril, juga melalui hambatan efek farmakodinamik angiotensin II dalam pembentukan spesies radikal bebas dan derivatnya.
3. Obat golongan penghambat SRA mempunyai efek antioksidan/antiradikal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Margareth Christina Halim
"[ABSTRAK
Penggunaan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) sebagai antihipertensi dapat menyebabkan efek samping berupa batuk kering. Penelitian ini bertujuan untuk menilai risiko penggunaan ACEi, yaitu kaptopril sebagai standar dibandingkan ACEi lain terhadap kejadian batuk kering pada pasien hipertensi di RSUD Cengkareng Jakarta Barat dan RSUD Tarakan Jakarta Pusat. Desain penelitian ini adalah kohort prospektif. Kriteria inklusi adalah pasien hipertensi rawat jalan yang mendapatkan terapi obat golongan ACEi selama ≤ 3 bulan dan bersedia untuk diikutsertakan sebagai sampel dalam penelitian di RSUD Cengkareng Jakarta Barat dan RSUD Tarakan tahun 2014. Sampel terdiri dari 54 pasien yang mendapat kaptopril dan 54 pasien yang mendapat obat ACEi bukan kaptopril yang diambil secara consecutive sampling pada bulan Januari-Juli 2014. Alat pengumpul data menggunakan wawancara terstruktur dan rekam medis pasien. Kejadian batuk kering akibat ACEi dievaluasi dengan menggunakan Algoritma Naranjo dan analisis data menggunakan uji Chi Square. Kejadian batuk kering terjadi pada 19,44% sampel. Faktor usia, jenis kelamin, suku bangsa, komorbiditas, body mass index (BMI), dosis obat, dan lama penggunaan tidak berhubungan bermakna dengan kejadian batuk kering akibat penggunaan ACEi. Tidak ada perbedaan risiko penggunaan ACEi kelompok kaptopril dibanding bukan kaptopril terhadap kejadian batuk kering.

ABSTRACT
Use of angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEi) as an antihypertensive agent can cause side effects such as dry cough. This study aimed to evaluate the risk of ACEi administration with captopril as the standard against another ACEi on dry cough incidence in hypertensive patients from various tribes at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta. The design of this study is prospective cohort. The inclusion criteria were patients who received ACEi as hypertension therapy for ≤ 3 months gathered from outpatient polyclinics and those willing to participate as sample in this study at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta. Sample consist of 54 patients who received captopril and 54 patients received non captopril ACEi, taken by consecutive sampling from January-July 2014. The data was collected using structured interviews and from medical record. Dry cough incidence due to ACEi was evaluated using Naranjo Algorithm and the data was analyzed using Chi Square test. Dry cough incidence was found in 19,44% of sample. No significant relationship of age, gender, tribe, comorbidity, body mass index (BMI), dosage, and duration of use with dry cough incidence due to the use of ACEi. Furthermore there is no difference in risk between the use of captopril group and non captopril ACEi group on dry cough incidence.;Use of angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEi) as an antihypertensive agent can cause side effects such as dry cough. This study aimed to evaluate the risk of ACEi administration with captopril as the standard against another ACEi on dry cough incidence in hypertensive patients from various tribes at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta. The design of this study is prospective cohort. The inclusion criteria were patients who received ACEi as hypertension therapy for ≤ 3 months gathered from outpatient polyclinics and those willing to participate as sample in this study at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta. Sample consist of 54 patients who received captopril and 54 patients received non captopril ACEi, taken by consecutive sampling from January-July 2014. The data was collected using structured interviews and from medical record. Dry cough incidence due to ACEi was evaluated using Naranjo Algorithm and the data was analyzed using Chi Square test. Dry cough incidence was found in 19,44% of sample. No significant relationship of age, gender, tribe, comorbidity, body mass index (BMI), dosage, and duration of use with dry cough incidence due to the use of ACEi. Furthermore there is no difference in risk between the use of captopril group and non captopril ACEi group on dry cough incidence., Use of angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEi) as an antihypertensive agent can cause side effects such as dry cough. This study aimed to evaluate the risk of ACEi administration with captopril as the standard against another ACEi on dry cough incidence in hypertensive patients from various tribes at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta. The design of this study is prospective cohort. The inclusion criteria were patients who received ACEi as hypertension therapy for ≤ 3 months gathered from outpatient polyclinics and those willing to participate as sample in this study at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta. Sample consist of 54 patients who received captopril and 54 patients received non captopril ACEi, taken by consecutive sampling from January-July 2014. The data was collected using structured interviews and from medical record. Dry cough incidence due to ACEi was evaluated using Naranjo Algorithm and the data was analyzed using Chi Square test. Dry cough incidence was found in 19,44% of sample. No significant relationship of age, gender, tribe, comorbidity, body mass index (BMI), dosage, and duration of use with dry cough incidence due to the use of ACEi. Furthermore there is no difference in risk between the use of captopril group and non captopril ACEi group on dry cough incidence.]"
2015
T42975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska
"

Apium graveolens L. (seledri) merupakan obat herbal yang digunakan untuk pengobatan hipertensi. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas dan keamanan penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamik dan farmakokinetik kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri yang diberikan secara oral sebagai antihipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakokinetik dengan mengambil darah tikus pada titik waktu tertentu setelah pemberian obat dan ekstrak seledri. Konsentrasi kaptopril diukur menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung Ke, Cmax, AUC, Tmax, dan T1/2. Bagian kedua yaitu pengujian interaksi farmakodinamik untuk efek antihipertensi dengan metode pengukuran tekanan darah secara non-invasive pada ekor. Tekanan darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi NaCl 4%, dan setelah pemberian bahan uji. Pengambilan sampel urin dan darah untuk pengujian kadar natrium, kalium, volume urin, kadar kreatinin, aktivitas enzim ALT (SGPT), dan enzim penghambat konversi angiotensin. Hasil uji pada profil farmakokinetik kaptopril berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak seledri. Pemberian kaptopril 2,5 mg/kg bb bersamaan dengan ekstrak seledri 40 mg/kg bb tanpa jeda waktu menurunkan Cmax dan AUC serta memperpanjang waktu Tmax dan T1/2. Pemberian ekstrak seledri 1 jam sebelum kaptopril (10 mg/kg bb) pada kombinasi, meningkatkan Cmax dan AUC, serta memperpanjang T1/2. Tekanan darah tikus yang mendapat kombinasi kaptopril dosis 5 mg/kg bb dengan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb menurun lebih besar dibandingkan dengan pemberian kaptopril tunggal. Penurunan tekanan darah pada kelompok kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri diikuti dengan peningkatan volume urin. Kadar natrium urin dan serum, serta kadar kalium serum cenderung mengalami peningkatan pada semua kelompok perlakuan namun tidak berbeda bermakna dengan kelompok normal. Kadar kalium urin cenderung mengalami penurunan kecuali pada kelompok kombinasi kaptopril (5 mg/kg bb) dan ekstrak seledri (40 mg/kg bb). Kreatinin serum cenderung meningkat pada kelompok kombinasi kaptopril dengan ekstrak seledri tetapi masih dalam rentang normal. Kreatinin urin dan bersihan kreatinin pada tikus yang mendapat kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri tidak berbeda dengan kelompok normal.  Kadar SGPT cenderung menurun pada semua kelompok kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri, namun tidak berbeda bermakna dengan kelompok normal. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemberian kombinasi kaptopril dosis 2,5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb dengan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb secara oral dapat mengubah farmakokinetik kaptopril.  Pemberian kombinasi kaptopril dosis 5 mg/kg bb dan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb menurunkan tekanan darah kembali normal pada tikus hipertensi yang diinduksi NaCl.


Apium graveolens L. (celery) is commonly used as herbal medicine for antihypertension. There was evidence that herb combines with the synthetic drug may affect the pharmacokinetics and pharmacodynamics of the synthetic drug. Information about the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, therefore it will be necessary to explore the clinical results when using these combinations. This study aimed to investigate the pharmacodynamic and pharmacokinetic interaction of oral administration of combined captopril and celery as antihypertensive agent in animal model. The study was divided into two parts. In the first part which was the pharmacokinetics study, blood samples were collected at a various time points after herb-drug combination administration. The blood values of Ke, Cmax, AUC, Tmax, and T1/2 of captopril were obtained by using LC-MS/MS method. The second part was the pharmacodynamic study. The blood pressure was measured bymeans of non-invasive tail method and recorded before and after treatment of induction of 4% NaCl solution and herb-drug administration. The urine and blood were collected and the sodium and potassium concentration, cumulative urine volume, creatinine, the activities of glutamic pyruvic transaminase enzyme and angiotensin converting enzyme inhibition were measured. The results of the pharmacokinetic study showed that concomittant administration of 2.5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract decreased Cmax, Ke, AUC and increased T1/2 and Tmax of captopril. When 40 mg/kg bw of celery extract was given 1 hour before 10 mg/kg bw of captopril, the Cmax, T1/2, AUC of captopril were increased and Ke was decreased compared with captopril alone. The combination 5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract decreased the blood pressure in hypertensive rats better than 5 mg/kg bw of captopril alone. The decreased in blood pressure was followed by an increase in urine volume. Urinary and serum sodium, serum potassium levels tended to increase in all treatment groups, but they were not significantly different from the normal group. Urinary potassium levels tended to decrease except in the combined 5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract. In conclusion, oral administration of combination of 2,5 mg/kg bw and 10 mg/kg bw captopril with 40 mg/kg bw celery extract changes the pharmacokinetics of captopril, whereas the administration of combination of 5 mg/kg bw captopril and 40 mg/kg bw celery extract decreased the blood pressure to normal value in NaCl-induced hypertension rats.

"
2019
D2586
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mellysia
"Kaptopril merupakan antihipertensi lini pertama pada terapi hipertensi. Pemberian kaptopril melalui rute oral memiliki kekurangan, seperti frekuensi pemberian yang cukup tinggi, bioavailabiltas yang rendah akibat makanan, dan pasien yang memiliki kesulitan menelan. Penghantaran kaptopril secara transdermal dapat mengatasi masalah ini. Kaptopril bersifat hidrofilik dan sulit untuk melewati stratum korneum, maka dikembangkan Hydrogel-forming Microneedles (HFMN). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan dan mengevaluasi HFMN berbasis poli(vinil alkohol) (PVA) dengan kombinasi poli(N-vinil kaprolaktam) (PNVCL) atau poli(vinil pirolidon) (PVP) yang terintegrasi dalam film untuk penghantaran kaptopril secara transdermal. Sebelum memformulasikan HFMN, dilakukan formulasi film hidrogel untuk menghasilkan film hidrogel yang optimal untuk menghantarkan kaptopril, meliputi evaluasi fisik, fisikokimia, kemampuan swelling, dan permeabilitas. Formula film hidrogel terpilih akan dikembangkan menjadi HFMN dan dievaluasi secara fisik, kemampuan swelling, permeabilitas, insersi, dan kekuatan mekaniknya. Film hidrogel yang dibuat dapat mengembang hingga 252,42 ± 5,65% selama 24 jam dan memfasilitasi difusi kaptopril sebesar 52,76 ± 0,53% setelah 24 jam. Formula HFMN optimal yang akan diintegrasikan dengan reservoir film kaptopril adalah F2 (10% PVP, 1,5% asam malat) dan F3 (10% PVP, 1,5% asam suksinat). HFMN yang dibuat memiliki kemampuan swelling hingga 190,73 ± 2,04% selama 1 jam serta mampu menembus lapisan Parafilm® M hingga kedalaman 500 μm dengan pengurangan tinggi jarum sebesar 8,92 ± 1,19%. Pada uji permeasi in vitro, persentase obat kumulatif selama 24 jam dari HFMN terintegrasi film kaptopril adalah F2 (44,94 ± 21,48 %), F3 (33,88 ± 14,13 %), dan F4 (28,12 ± 0,18%) dan berbeda signifikan secara statistika (p-value 0,0003). F2 berbeda signifikan terhadap F3 (p-value 0,0026) dan F4 (p-value 0,0003). Hasil penelitian ini menunjukkan pengembangan HFMN dengan perbedaan agen taut silang dan polimer mempengaruhi permeasi dari obat dan kemampuan swelling.

Captopril is an antihypertensive drug which is the first line therapy for hypertension. However, giving captopril via the oral route has disadvantages, such that high frequency of administration per day, low bioavailability due to food, and patients who have difficulty swallowing. Nevertheless, transdermal delivery of captopril can overcome this problem. Furthermore, captopril is hydrophilic and difficult to pass through the stratum corneum. So, hydrogel-forming microneedles (HFMN) were developed. The aim of this study was to formulate and evaluate poly(vinyl alcohol) PVA-based HFMN with a combination of poly(N-vinyl caprolactam) (PNVCL) or poly(vinyl pyrrolidon) (PVP) integrated with film for transdermal delivery of captopril. Before formulating HFMN, hydrogel film formulation was carried out to produce an optimal hydrogel film to deliver captopril, which were evaluated their physical characteristics, physicochemistry, swelling ability, and permeability. HFMN was made and evaluated for its physical, swelling ability, permeability, insertion and mechanical strength. The hydrogel film created was able to swell up to 252.42 ± 5.65% within 24 hours and facilitate the diffusion of captopril by 52.76 ± 0.53% after 24 hours. The selected hydrogel films that was developed into HFMN were F2 (10% PVP, 1.5% malic acid), F3 (10% PVP, 1.5% succinic acid), and F4 (2.5% PNVCL, 1.5% citric acid). The HFMN chosen for delivering captopril with a captopril film reservoir were F2 (10% PVP, 1.5% malic acid) and F3 (10% PVP, 1.5% succinic acid). The fabricated  HFMN was able to swell up to 190.73 ± 2.04% within 1 hour and penetrate the Parafilm® M   layer to a depth of 500 µm with a reduction in needle height of 8.92 ± 1.19%. In the in vitro permeation test, the cumulative percentage of captopril that permeated from the HFMN integrated captopril film for each formulation was 44.94 ± 21.48 % (F2), 33.88 ± 14.13 % (F3), and 28.12 ± 0.18% (F4), with significant difference (p-value 0.0003) among the tested formulations. F2 was significantly different from F3 (p-value 0.0026) and F4 (p-value 0.0003). The results of this research showed that the development of HFMNs with different crosslinking agents and polymers affected the permeation of drugs and swelling ability."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Ayu Nurfaradilla
"Ekstrak air Hibiscus sabdariffa (HS) telah digunakan sebagai pengobatan tradisional pada terapi hipertensi. Banyak orang menggabungkan penggunaan ekstrak air HS dengan kaptopril sehingga dapat berpotensi menimbulkan interaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh koadministrasi ekstrak air HS terhadap profil farmakokinetika kaptopril, tekanan darah, dan biomarkersistem renin angiotensin aldosteron (RAAS). Studi farmakokinetika dilakukan terhadap empat kelompok tikus (n = 6). Kelompok I menerima suspensi kaptopril tunggal (CAP; 4,5 mg/200 g BB) sementara kelompok II, III, dan IV menerima koadministrasi ekstrak air HS (15 mg/200 g BB, 30 mg/200 g BB, dan 60 mg/200g BB) dan kaptopril 4,5 mg/200 g BB. Untuk pengukuran tekanan darah dan level biomarker RAAS, digunakan tujuh kelompok tikus (n = 6) berbeda yang terdiri dari satu kelompok sham dan enam kelompok tikus model 2K1C. Pada tikus model 2K1C, hipertensi diinduksi dengan pemasangan mikroklip stainless steel (ID: 0,20 mm) pada arteri ginjal kiri. Kelompok tikus model terdiri dari kontrol negatif (2K1C, tidak diobati), kontrol positif (4,5 mg/200 g BB kaptopril), ekstrak air HS tunggal (30 mg/200 g BB), dan 3 kelompok koadministrasi yang menerima ekstrak air HS (15, 30, atau 60 mg/200g BB) dan kaptopril 4,5 mg/200 g BB. Pemberian ekstrak dan kaptopril dilakukan secara peroral. Seluruh perlakuan dilakukan selama 2 minggu. Ketiga dosis koadministrasi ekstrak HS dapat mempengaruhi profil farmakokinetika kaptopril secara signifikan. Nilai AUC0-t, AUC0-, dan Cmax, pada kelompok tersebut mengalami penurunan, sementara nilai Cl/F dan Vd/F mengalami peningkatan. Seluruh pemberian terapi pengobatan menyebabkan penurunan tekanan darah secara signifikan mendekati kelompok sham. Level renin plasma, aktivitas serum angiotensin converting enzyme (ACE), dan level angiotensin II plasma pada kelompok 2K1C mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok sham. Aktivitas serum ACE dan level angiotensin II plasma pada seluruh kelompok terapi mengalami penurunan signifikan dan nilainya mendekati kelompok sham. Ekstrak air HS tunggal dapat menurunkan tekanan darah, namun koadministrasi dengan kaptopril tidak memberikan efek tambahan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemberian koadministrasi ekstrak air HS dengan kaptopril dapat mempengaruhi profil farmakokinetika kaptopril secara signifikan, namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tekanan darah dan level biomarker RAAS.

Hibiscus sabdariffa (HS) extract has been used as traditional medicine during management of hypertension. Many people co-administered HS aqueous extract with captopril thus predispose herb-drug interaction. The purpose of this study was to determine the effect of HS aqueous extract co-administration on the pharmacokinetic profile of captopril, blood pressure, and biomarker level of renin angiotensin aldosterone system (RAAS). Pharmacokinetic study was performed on four groups of rats (n = g). Group I received captopril suspension only (CAP; 4.5 mg/200 g BW), while group II, III, and IV received co-administration of Hibiscus sabdariffa extract (15 mg/200 g BW, 30 mg/200 g BW, and 60 mg/200 g BW respectively) and captopril 4.5 mg/200 g BW. Blood pressure and biomarker level of RAAS measurement were performed on another 7 groups (n = 6), a SHAM group and six 2K1C groups. In 2K1C animals, hypertension was induced by placing a stainless micro clip (inner diameter of 0.20 mm) on left renal artery. The 2K1C animals consist of negative control (2K1C, no treatment), positive control (captopril 4.5 mg/200 g BW), HS aqueous extract (30 mg/200 g BW), and three co-administration groups receiving HS aqueous extract (15, 30, or 60 mg/200 g BW) plus 4.5 mg/200 g BW captopril. Extract and captopril administration were given by oral gavage. All treatments were performed for two weeks. Pharmacokinetic profile of captopril was changed significantly by all co-administration doses of HS aqueous extract. The AUC0-t, AUC0-, and Cmax value of those groups were decreased, conversely the Cl/F and Vd/F value were increased. Blood pressure was significantly reduced by all the drug treatments approaching the level of SHAM controls. Plasma renin level, serum angiotensin converting enzyme (ACE) activity, and plasma angiotensin II level were also significantly elevated in the 2K1C group compared to the SHAM group. Both serum ACE activity and plasma angiotensin II level were significantly reduced approaching the SHAM group levels by all the drug treatments. HS aqueous extract can reduce blood pressure but may not provide any additional benefit. Therefore, we can conclude that co-administration of HS aqueous extract with captopril could affect the pharmacokinetic profile significantly, however it didnt have significant effect on the decrease in blood pressure and RAAS biomarker level."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T53603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raesha Dwina Malika
"ABSTRAK
Kaptopril diketahui memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan sensitivitas insulin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kaptopril pada tikus diabetes yang diinduksi diet tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah. Penelitian ini menggunakan 42 ekor tikus Sprague-Dawley jantan yang dikelompokkan menjadi enam kelompok (n = 7). Satu kelompok normal tidak diobati dan lima kelompok (negatif, positif, dan tiga kelompok variasi dosis kaptopril) diinduksi dengan diet tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah. Kelompok negatif diberi CMC 0,5%, kelompok positif diberi dosis Metformin 90 mg / 200g / hari secara oral, dan tiga kelompok kaptopril dosis bervariasi 25 mg / kg BB / hari tikus / hari secara oral; 50 mg / kg berat badan tikus / hari secara oral; 100 mg / kg BB secara oral. Tikus diinduksi dengan diet tinggi lemak (diet standar: kuning telur puyuh: mentega: sirup jagung fruktosa tinggi, 50%: 30%: 10%: 10%) selama 28 hari, dan kemudian disuntik dengan streptozotocin dosis rendah ( 30 mg / kg BB ip), kemudian dievaluasi pada hari ke 35, dilanjutkan dengan pemberian oral bahan uji dan standar selama 14 hari, dan dievaluasi setiap 7 hari. Semua dosis kaptopril menurunkan kadar glukosa secara signifikan (p <0,05). Kekuatan kaptopril mirip dengan metformin untuk menurunkan kadar glukosa, kaptopril dan metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal. Berdasarkan hasil tersebut, kaptopril memiliki efek potensial sebagai agen anti hiperglikemik.
ABSTRACT
Captopril is known to have the effect of lowering blood glucose levels by increasing insulin sensitivity. This study aims to determine the effect of captopril on diabetic rats induced by a diet high in fat and low dose of streptozotocin. This study used 42 male Sprague-Dawley rats which were divided into six groups (n = 7). One untreated normal group and five groups (negative, positive, and three groups of captopril dose variation) were induced with a high-fat diet and low-dose streptozotocin. The negative group was given 0.5% CMC, the positive group was given a dose of Metformin 90 mg / 200g / day orally, and the three groups of captopril had varied doses of 25 mg / kg BW / day rats / day orally; 50 mg / kg body weight of rats / day orally; 100 mg / kg BW orally. Rats were induced on a high-fat diet (standard diet: quail egg yolk: butter: high fructose corn syrup, 50%: 30%: 10%: 10%) for 28 days, and then injected with a low dose of streptozotocin (30 mg / kg BW ip), then evaluated on day 35, followed by oral administration of the test material and standard for 14 days, and evaluated every 7 days. All captopril doses decreased glucose levels significantly (p <0.05). Captopril strength is similar to metformin to lower glucose levels, captopril and metformin can lower blood glucose levels back to normal. Based on these results, captopril has a potential effect as an anti-hyperglycemic agent."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sania
"ABSTRAK

Salah satu efek samping obat antihipertensi kaptopril adalah batuk kering. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek samping batuk kering pada pasien rawat jalan yang mendapatkan obat antihipertensi kaptopril di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara prospektif dengan menggunakan data sekunder dari resep pasien dan data primer dari wawancara pasien dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengumpulan data dilakukan dari Maret-Mei 2014 secara total sampling. Penilaian kausalitas reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) batuk kering menggunakan algoritma Naranjo. Total pasien yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian adalah 31 pasien dari jumlah total 128 pasien yang menggunakan obat kaptopril. Sebanyak 7 pasien (22,6%) mengalami efek samping batuk kering. Berdasarkan analisis algoritma Naranjo, 1 dari 7 ROTD yang terjadi dikategorikan pasti (definite) dan 6 kejadian dikategorikan besar kemungkinan (probable). Hasil analisis secara statistik memperlihatkan bahwa usia, jenis kelamin, suku, lama penggunaan obat, dan merek obat kaptopril tidak memiliki hubungan bermakna dengan efek samping batuk kering. Prevalensi efek samping batuk kering pada penelitian ini tergolong tinggi.


ABSTRACT

One of the side effects of antihypertensive drugs captopril is a dry cough. This study aimed to evaluate the side effects of dry cough in outpatients receiving antihypertensive drugs captopril in RSU UKI. The method used in this study was descriptive analytical. Data was collected prospectively using secondary data from the patient's prescription and primary data from patient interviews using a questionnaire that had been tested for validity and reliability. Data collection was conducted from March to May 2014 by total sampling. The causality evaluation on the adverse drug reaction (ADR) of dry cough using Naranjo algorithm. Total patients who participated in this study were 31 patients from a total of 128 patients using the drug captopril. As much as 7 patients (22.6%) experienced side effect dry cough. Based on Naranjo algorithm analysis, 1 of the 7 ADR which occured was catagorized as definite and six were catagorized as probable. Results of statistical analysis showed that age, sex, ethnicity, duration of medication, and brand of Captopril does not have a significant correlation with the dry cough side effect. The prevalence of dry cough side effects in this study is high.

"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>