Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naniek Widayati
Abstrak :
Pada awal formasi karaton, yakni zaman kota kerajaan Jawa yang memiliki wilayah kekuasaan di luar benteng kota (manca negara), permukiman karaton dapat berfungsi sebagai "ruang-antara" dan "ruang-pertahanan", selain itu merupakan salah satu komponen dari struktur pemerintahan dan kekuasaan karaton pada saat itu (abdi dalem dan sentana dalem). Setelah Indonesia Merdeka tahun 1945 "Kota-Kerajaan" berubah status politiknya menjadi bagian dari kota demokratis yang dikelola berdasarkan ketentuan perundangan sesuai klasifikasinya. Perubahan tersebut berdampak pada keradaan permukiman di sekitar karaton, dari sistem Magersari menjadi RT dan RW dan Kalurahan. Metoda yang dipakai strategy grounded theory research atau riset yang memberikan basis kuat suatu teori. Penelitian difokuskan pada aktor-aktor secara aktif atau pasif yang relevan terlibat dalam proses perubahan permukiman karaton. Data yang dikumpulkan "Fokus Investigasi" diarahkan pada para aktor yang mempengaruhi perubahan tersebut baik internal maupun eksternal. Basis melakukan investigasi adalah data itu sendiri tanpa tuntunan suatu perangkat teori tertentu. Temuan investigasi, non fisik yang mengarah kepada perubahan komuniti dianalisis dengan teorinya Giddens tentang; Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat (2010), yang penekanan kajiannya pada; praktik sosial yang tengah berlangsung, sebagaimana adanya. Dengan mengulas aktor, agen yang berperan dalam perubahan. Hasilnya disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang heterotropia, didapat hasil secara makro mengalami heterotopia. Temuan investigasi, fisik dibagi menjadi 3 yaitu; 1). Tatanan makro terdiri dari benteng yang mengelilingi, tidak berubah karena benteng tetap berdiri tegak sebagaimana adanya, dapat dimaknai sebagai heterotopia. Hal tersebut dikarenakan kondisi arsitektural sampai sekarang tidak mengalami perubahan (sama), secara ujud tetap ada tetapi kehidupannya telah mengalami perubahan, yang pada awalnya mempunyai pola pikir "mengabdi kepada raja" sekarang ini menjadi masyarakat yang merdeka dengan pola pikir "hidup untuk mencari uang supaya dapat hidup layak". 2). Tatanan meso mengalami perubahan dari toponimi nama masing-masing permukiman menjadi tatanan Rukun Tetangga, dan Rukun Warga sesuai dengan Tatanan Struktur Pemerintah Kota Surakarta. disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang Heterotropia, didapat hasil secara mezzo mengalami heterotopia. 3). Tatanan mikro yaitu spatial permukiman mengalami perubahan antara lain; Tamtaman, Kampung Baluwerti, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, satu-satunya ruang terbuka untuk berlatih naik kuda para putra dalem dan pangeran. Perubahan mikro tersebut apabila disandingkan dengan teorinya Foucault tentang heterotopia dan tropotopia serta Harjoko tentang tropotopia, hasilnya permukiman karaton mengalami tropotopia. Kesimpulannya permukiman karaton (Baluwerti) ditinjau dari tatanan makro, meso, dan mikro telah mengalami perubahan non fisik, yang berakibat terhadap fisik [spasial] yang tak terkendali dan dapat dipahami sebagai perubahan "tempat" (topos) yang mengalami dua "nilai" makna-hetero dan tropo-topia, hal ini akan menjadi "asing" bagi mereka yang pernah mengenal dalam konteks lingkung arsitektur "asli/awal", tetapi juga berubah di sana-sini menjadikannya tempat dengan bentuk arsitektur "aneka gaya"
In the beginning of karaton formation, namely era of Javanese kingdom towns had power area outside of town fort (foreign countries), karaton settlement can function as "space-inbetween" and "defense space", besides it was one component of government structures and karaton power at that time. After Indonesia was Independent in 1945 "Kingdom towns" changed in its political status into part of democratic city managed based on constitution stipulation commensurate with its classification. That change affects existence of settlement nearby karaton, from Magersari system to RT and RW and Kalurahan (village administration). Method used is strategy of grounded theory research or research providing a strong base of a theory. Research focuses on actors actively and passively to get involved relevantly in process of settlement alteration. Data accumulated as in "Fokus Investigasi" oriented on actors taking influence on changes, either internal or external. The base that does investigation is data by itslef without guidance of a set of certain theory. A finding of investigation, the non-physic is spotlighted on community alteration analyzed with theory of Giddens; Theory of Structuration: Basics of Societal Social Structure Establishment (2010), in which the research is on; social practice that is on-going, as it is natural. By reviewing actors, agent taking roles in changes. The result is coupled with viewpoint of Foucault (1967) about heterotropia, the result in macro undergoes heterotopia. Finding of investigation, the physics is divided into three points namely; 1). Macro order consists of fort/citadel that surrounds, does not change since it stands still as natural, signified as heterotopias, due to architectural condition up to present it does not undergo change, as being or entity it still exists but its life has changed. In the beginning, there is mindset of "dedication to the king" presently it is society independent with mindset of "life must seek money for better living". 2). Order of mezzo undergoes the alteration; toponymy of name on each settlement becomes order of Rukun Tetangga (RT), and Rukun Warga (RW or citizen unit administration of village administration) [Structure Order of Surakarta City Administration], coupled with viewpoint of Foucault (1967) about Heterotropia, it takes a result in mezzo to undergoes heterotopia. 3). Micro order namely spatial settlement undergoes alteration such as; Tamtaman, Baluwerti Village, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, the only one space from open spaces to get on horse for training of prices or putra dalem. Micro alteration is coupled with theory of Foucault as in heterotopia and tropotopia and theory of Harjoko about tropotopia, the result in micro undergoes tropotopia. A finding reviewed from order of the macro, mezzo, and micro it has undergone alteration in non physics result to physics [spatial] uncontrollable and comprehensible as a change of "place" (topos) undergoing two "values" namely hetero-meaning and tropo-topia-meaning, these are "foreign" for those ever familiar in context of "origin/early" architectural environment, but also changes elsewhere making the place with "various styled" architectural forms.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2152
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariany Isnamurti A.
Abstrak :
Dari penelitian yang sudah dilakukan dan diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dapatlah ditarik kesimpulan mengenai Hikayat Maharaja Munding Giri dan Panggung Karaton sebagai berikut : Naskah HMP hanya ada satu di dunia yang terdapat di Museum Pusat Jakarta. Naskah HMP merupakan terjemahan dari epos Sunda yang berjudul Putri Panggung Kadatun sehingga naskah HMP ini merupakan terjemahan dari bahasa Sunda ke bahasa Melayu. Berdasarkan tanggal penghadiahan yang tertulis pada halaman judul, maka HMP ini ditulis pada pertengah_an abad ke-19. Begitu pula dari halaman judul dapat diketahui bahwa HMP dikarang di Manonjaya aleh Raden Hasan Mustafa. Latar yang ditampilkan adalah latar kerajaan yang terlukiskan dalam episode pada cerita inti maupun.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S10732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Naskah ini berisi dua teks, yaitu Serat Wulang Darmawiyata (h.1-21) dan Wawaton Tatakrami Tembung Kadhaton (h.26-51). Teks pertama, Wulang Darmawiyata, berisi ajaran mengenai pendidikan moral bagi seorang anak, dimulai dengan keterangan tentang bagaimana cara mendidik anak agar dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dilanjutkan dengan ajaran tatacara mengabdi, dengan tidak menjilat pada atasan, namun berusaha mencari teman, karena teman dapat menentukan baik atau buruk. Naskah lain yang berisi teks Serat Wulang Darmawiyata, lihat deksripsi naskah SMP/MN.339. Teks wawaton Tatakrami Tembung Kadhaton berbentuk prosa, berisi keterangan mengenai penggunaan kata-kata atau basa kedhaton yang biasanya dipergunakan di kalangan istana. Teks ini dibuat dalam bentuk tabel, yang menyebutkan kata-kata SMP/Rp.76 untuk naskah lain berisi teks yanhg mirip. Di luar teks naskah ini (h.28) terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa naskah dimiliki Ng. Hagnyapradata, tetapi apakah nama ini yang menjadi perakarsa penyalinan naskah belum dapat diketahui. Dalam kedua teks ini tidak ditemukan keterangan tentang penulisan maupun penyalinannya. Namun melihat jenis kertas yang dipergunakan dan corak tulisannya diduga naskah ini berasal dari abad ke-19, dan ditulis di Surakarta. Antara teks pertama dan kedua tampaknya berasal dari koras yang berbeda, tampak dari warna kertas yang berbeda. Keterangan di luar teks hanya menyebutkan bahwa naskah ini dibeli Pigeaud dari Sinu Mundisura di Yogyakarta tanggal 2 Juni 1929.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
PW.178-NR 369
Naskah  Universitas Indonesia Library