Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Bintang Wirawan
"Pada tahun 2030-2040 Indonesia akan mengalami bonus demografi denganpersentase usia produktif akan jauh lebih besar dari usia non-produktif.Pekerja duduk sebagai contoh representatif dari golongan usia produktif rentan mengalami aktivitas fisik sedenter yang dapat menjadi salah satu faktor risiko utama dari penyakit jantung dan pembuluh darah yang seringkali berawal dari masalahaterosklerosis. Dari masalah tersebut peneliti ingin mengetahui hubungan antara aterosklerosis dengan faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan aterosklerosisditinjau dari kesehatan pembuluh darah dan nilai daya tahan kardiorespirasi. Penelitian ini dilakukan di salah satu lembaga independen yang ada diJakarta pada bulan Januari - April 2019, dengan menggunakan metode potong lintang terhadap 82 pekerja duduk yang telah diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari data intervensi dari penelitian indukdan seluruh data merupakan data yang valid. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hubungan antara progresivitas aterosklerosis dengan faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan aterosklerosis seperti daya tahan kardiorespirasi, persentase lemak, umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan aktivitas fisik menggunakan uji analisis bivariat dan uji analisis multivariat.
Hasil yang didapatmenunjukkantidak adanya hubungan yang signifikan secara statistik baik menggunakan uji bivariat maupun uji multivariat antara nilai progresivitas aterosklerosis dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Selain itufaktor-faktor yang selama ini diketahui dapat berhubungan dengan aterosklerosis ternyata dapatjuga tidak berhubungan dengan aterosklerosis pada beberapa kondisi seperti yang terjadi pada penelitian ini. Dibutuhkan penelitian lebih lanjutyang dapat memberikan variasi padasebaran karakteristik subjek.

Indonesia will experience demographic bonuses with the percentage of productive age will be much greater than non-productive age. Sitting Worker as a representative example of the productive age group are vulnerable to sedentary physical activity which can be one of the main risk factors for heart and blood vessel disease originating from the progression of atherosclerosis. From these problems the researchers wanted to know the relationship between atherosclerosis with factors that can be related to atherosclerosis in terms of blood vessel health and cardiorespiratory endurance value. This research was conducted at one of the independent institutions in Jakarta in January - April 2019, using the cross-sectional method of 82 seated workers selected according to inclusion and exclusion criteria. The data used in this study are secondary data taken from intervention data from main research and all data are valid data. Data analysis was performed by comparing the relationship between the progression of atherosclerosis with factors that could be related to atherosclerosis such as cardiorespiration endurance, fat percentage, age, sex, smoking hazard and physical activity using bivariate analysis and multivariate analysis.
The results obtained showed that there was no statistically significant relationship using either the bivariate test or the multivariate test between the value of atherosclerotic progression with factors that could be related to atherosclerosis. In addition, factors that have been related to atherosclerosis do not seem to be related to atherosclerosis in several conditions as happened in this study. Further research that can provide variations in the distribution of subject characteristics is needed to complete this research.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Zahara
"Pendahuluan : Manufaktur telah menjadi suatu industri penting dalam mendukung kemajuan perekonomian Indonesia. Indonesia telah berhasil mencapai peringkat keempat dunia di bidang industri manufaktur dan akan terus meningkatkan prestasinya. Produktivitas merupakan hal yang perlu ditingkatkan untuk memenangkan persaingan dunia. Salah satu faktor manusia dalam mencapai produktivitas adalah kebugaran. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian bersama yang dilakukan oleh Direktorat Bina K3 dengan Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi FKUI di enam wilayah Indonesia dengan enam bidang industri manufaktur. Tujuan : Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kebugaran kardiorespirasi pada pekerja manufaktur di Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh. Metode : Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui profil kebugaran pekerja manufaktur di enam wilayah Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh menggunakan uji jalan enam menit. Hasil : Kebugaran kardiorespirasi pada 53,34% pekerja adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran adalah lama tidur . Lama tidur yang kurang dari delapan jam sehari berhubungan dengan kebugaran. Kesimpulan : Kebugaran pekerja manufaktur adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Lama tidur kurang dari delapan jam sehari merupakan faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran. Tidak didapatkan faktor pekerjaan yang berhubungan dengan kebugaran.

Background : Manufacture plays important role in Indonesian economic development. Indonesia had successfully achieved fourth rank in the world industrial manufacture and would always made improvement. Productivity must be encouraged to win the world competition. Physical fitness was one of the human factors that was needed to achieve productivity. This study is part of a joint study between Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ministry of Manpower Republic Indonesia and Occupational Medicine Specialist Program Faculty of Medicine Universitas Indonesia in six region of Indonesia with six different type of industrial manufacture. Objective : This study was aimed to explore cardiorespiratory fitness among manufacture workers in Indonesia and its related factors. Methods : A cross-sectional study design was conducted to 120 manufacture workers with heat stress hazard using six minute walking test and heat stress assessment in their workplace using heat stress monitor. Results : The result showed that that physical fitness of 53,34% workers were above average. Individual factor that related to physical fitness of manufacture workers were sleep duration and age. Sleep duration that was less than eight hours a day and age more then 35 years-old was related to physical fitness. Conclusions : The cardiorespiratory fitness of manufacture worker in Indonesia was average and above average. Sleep duration was related to physical fitness. There was no occupational factor related to physical fitness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nariyah Handayani
"[ABSTRAK
Kebugaran merupakan prediktor dari penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskular, diabetes mellitus dan lain sebagainya. Hasil tes kebugaran pada
siswa sekolah menengah atas di kota Bogor yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
pada tahun 2014, menyebutkan 91.29% siswa berada pada tingkat kebugaran
kurang dan kurang sekali. Perilaku merokok, jenis kelamin, status gizi, frekuensi
olahraga, serta lingkar pinggang, kadar lipid dan tekanan darah, diperkirakan
menjadi determinan kebugaran, menurut laporan Survei Kepatuhan terhadap KTR
di Kawasan Sekolah tahun 2014, terdapat 15.18% siswa yang merokok. Penelitian
ini bertujuan untuk melihat apa saja determinan kebugaran kardiorespirasi pada
siswa di 18 sekolah menengah atas di Kota Bogor. Disain penelitian ini crosssectional
menggunakan tiga data sekunder Dinkes Kota Bogor, tes kebugaran
menggunakan metode TKJI untuk usia 16-19 tahun. Sampel penelitian didapatkan
354 responden yang tersebar pada 18 sekolah. Pada analisis regresi logistik
ganda, ditemukan bahwa variabel jenis kelamin, status gizi, perilaku merokok dan
lingkar pinggang merupakan determinan kebugaran kardiorespirasi, dengan
variabel jenis kelamin yang dominan berhubungan dengan kebugaran
kardiorespirasi. Perlu dibuat program gerakan hidup aktif untuk penanganan
masalah gemuk dan obesitas agar adanya peningkatan kebugaran jasmani. Bagi
penelitian selanjutnya, perlu penggunaan metode pengukuran kebugaran TKJI
secara lengkap atau dengan metode pengukuran yang lain seperti single-test, dan
pengukuran aktivitas fisik yang lebih baik lagi.

ABSTRACT
Fitness is predictor of degenerative diseases, such as cardiovascular disease,
diabetes etc. Result on fitness test among high school students at Bogor, which
was conducted by the city district health office in 2014, mentioned that 91.29%
students were on poor fitness level. Smoking behavior, sex, nutritional status,
sport frequency, blood lipid, waist circumference and blood pressure were
estimated as determinant to fitness level, according to a report from Survei on
Adherence of Non-Smoking Area on School Area in 2014, there are 15.18% of
students were smoking. This research aims to see which factors are determinant to
student?s cardiorespiratory fitness in 18 high school at Bogor. Design of this
research was cross-sectional using three secondary data from Bogor District
Health Office, fitness test using the TKJI method for the age of 16-19 years.
Sample research obtained 354 respondents were scattered in 18 schools. On
multiple logistic regression analysis, it was found that sex, nutritional status,
smoking behavior and waist circumference are determinant to cardiorepiratory
fitness, with sex were the dominant variable associate with cardiorepiratory
fitness. The program on active lifestyle are needed to managing on overweight
and obesity problem, thus increase level of fitness. For further research, full
method on TKJI or other fitness measurement methods such as single-test are
needed , and measurement of physical activity needs to be better again., Fitness is predictor of degenerative diseases, such as cardiovascular disease,
diabetes etc. Result on fitness test among high school students at Bogor, which
was conducted by the city district health office in 2014, mentioned that 91.29%
students were on poor fitness level. Smoking behavior, sex, nutritional status,
sport frequency, blood lipid, waist circumference and blood pressure were
estimated as determinant to fitness level, according to a report from Survei on
Adherence of Non-Smoking Area on School Area in 2014, there are 15.18% of
students were smoking. This research aims to see which factors are determinant to
student’s cardiorespiratory fitness in 18 high school at Bogor. Design of this
research was cross-sectional using three secondary data from Bogor District
Health Office, fitness test using the TKJI method for the age of 16-19 years.
Sample research obtained 354 respondents were scattered in 18 schools. On
multiple logistic regression analysis, it was found that sex, nutritional status,
smoking behavior and waist circumference are determinant to cardiorepiratory
fitness, with sex were the dominant variable associate with cardiorepiratory
fitness. The program on active lifestyle are needed to managing on overweight
and obesity problem, thus increase level of fitness. For further research, full
method on TKJI or other fitness measurement methods such as single-test are
needed , and measurement of physical activity needs to be better again.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Santosa
"Kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya gaya hidup sedenter meningkatkan risiko obesitas akibat kelebihan simpanan jaringan lemak. Gaya hidup sedenter salah satunya adalah akibat pekerjaan misalnya pada pekerja kantoran. Kebugaran kardiorespirasi yang rendah adalah prediktor yang kuat dan independen dari kesehatan metabolisme pada orang dewasa. melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi sehingga menurunkan akumulasi simpanan jaringan lemak. persentase lemak tubuh dapat menggambarkan tingkat kebugaran kardiorespirasi seseorang. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan persentase massa lemak dengan kebugaran kardiorespirasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, subyek pada penelitian ini adalah pekerja kantoran laki-laki dan perempuan dengan usia 19-59 tahun. Persentase lemak tubuh dinilai menggunakan BIA dan kebugaran kardiorespirasi menggunakan YMCA step test. Jumlah subyek yang mengikuti penelitian 94 orang dengan nilai persentase lemak tubuh pada laki-laki dengan rerata 24,02 dan 39,45 pada subyek perempuan. Tingkat kebugaran kardiorespirasi yang paling banyak adalah tingkat kebugaran kardiorespirasi rata-rata yaitu sebesar 69,1% pada laki-laki dan tingkat kebugaran kardiorespirasi baik sebesar 84,6% pada perempuan. Korelasi persentase lemak tubuh dengan kebugaran kardiorespirasi didapatkan nilai r -0,44 (p<0,001). Terdapat multikolinearitas pada faktor IMT, lingkar pinggang dan lemak visceral. Setelah dilakukan analisis multivariat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebugaran kardiorespirasi adalah jenis kelamin dan aktivitas fisik.

Lack of physical activity and an increasingly sedentary lifestyle increase the risk of obesity due to excess fat tissue stores. One of them is a sedentary lifestyle due to work, for example in office workers. Low cardiorespiratory fitness is a strong and independent predictor of metabolic health in adults. doing regular physical activity can improve cardiorespiratory fitness thereby reducing the accumulation of fat tissue stores. Body fat percentage can describe a person's cardiorespiratory fitness level. This study was to determine the relationship between fat mass percentage and cardiorespiratory fitness and the influencing factors. This study used a cross-sectional design, the subjects in this study were male and female office workers aged 19-59 years. Body fat percentage was assessed using BIA and cardiorespiratory fitness using the YMCA step test. The number of subjects participating in the study was 94 people with a body fat percentage value in men with an average of 24.02 and 39.45 in female subjects. The highest level of cardiorespiratory fitness was the average level of cardiorespiratory fitness, which was 69.1% for men and the level of good cardiorespiratory fitness was 84.6% for women. The correlation between body fat percentage and cardiorespiratory fitness was obtained with a value of -0.44 (p<0.001). There is multicollinearity in BMI, waist circumference and visceral fat. After multivariate analysis, other factors that influence cardiorespiratory fitness are gender and physical activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Herawati
"Haji adalah ibadah yang membutuhkan jasmani sehat juga bugar. Permenkes tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji Nomor 15 Tahun 2016 membawa konsekuensi mengedepankan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan bagi jemaah haji agar dapat menunaikan ibadahnya secara mandiri sesuai syariat Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran jasmani pada jemaah haji di Provinsi DKI Jakarta tahun 2023. Desain studi penelitian menggunakan kohort restrospektif, dengan total sampling sebanyak 4.779 sampel serta menggunakan data sekunder dari Siskohatkes. Instrumen pengukuran kebugaran menggunakan metode Rockport Walking Test dan Six Minutes Walking Test. Analisis data menggunakan uji chi-square (bivariat) dan uji cox regression (multivariat). Penelitian ini menyimpulkan bahwa proporsi kebugaran jasmani pada jemaah haji di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2023 adalah 42,7% tidak bugar. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel yang signifikan bermakna secara statistik dan berisiko terhadap ketidakbugaran (p-value <0,05 dan nilai RR >1) antara lain umur ≥60 tahun, jenis kelamin perempuan, pendidikan rendah dan tidak bekerja, anemia, hipertensi, DM, PJK, gagal ginjal kronis, PPOK/COPD dan IMT rendah. Dari hasil analisis multivariat diketahui hubungan yang paling kuat dengan kebugaran jasmani antara lain umur (≥60 tahun), pendidikan (rendah), anemia, hipertensi, Diabetes Melitus (DM), dan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Disarankan kepada institusi pemerintah untuk mengadakan program pembinaan kebugaran jasmani terhadap jemaah haji yang dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum keberangkatan serta bagi jemaah haji disarankan untuk menerapkan program GERMAS, CERDIK serta upaya pengendalian penyakit komorbid melalui program PATUH.

Hajj is a worship that needs a healthy body as well as fitness. Permenkes about Istithaah Health Jemaah Haji Number 15 Year 2016 brings the consequences of advancing examination and health construction for the jemaah Hajj to be able to perform their worship independently according to the Islamic shariah. The study aims to identify the factors associated with physical fitness in Hajj congregations in DKI Jakarta Province in 2023. The study was designed using a restrospective cohort, with a total sampling of 4,779 samples and using secondary data from Siskohatkes. Fitness measurement instruments using the Rockport Walking Test and Six Minutes Walking test methods. Data analysis using chi-square (bivariate) and cox regression tests (multivariate). This study concluded that the proportion of physical fitness in the Hajj congregation in DKI Jakarta Province in 2023 is 42.7% unfit. From the results of the bivariate analysis it is known that significant variables are statistically significant and are at risk of malnutrition (p-value <0,05 and RR >1) among others age ≥60 years, female sex, low education and not working, anemia, hypertension, DM, PJK, chronic kidney failure and COPD/COPD, and low IMT. From the multivariate analysis the strongest relationship with physical fitness is known among other age (≥ 60 years), education (low), anaemia, high blood pressure, Diabetes mellitus (DM), and Coronary Heart Disease (PJK). It is recommended to government institutions to conduct physical fitness training programmes against Hajj congregations that are carried out at least 6 (six) months before departure as well as for Hajj gatherings it is suggested to implement GERMAS, CERDIK programmes and efforts to control comorbid diseases through PATUH programmes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hansel Tengara Widjaja
"ABSTRACT
Merokok merupakan salah satu faktor risiko dari berbagai penyakit tidak menular, yang mencakup sekitar 71 persen penyebab kematian di Indonesia. Salah satu cara untuk mencegah penyakit tidak menular adalah dengan menjaga kebugaran jasmani yang prima. Petugas keamanan merupakan kelompok populasi yang memerlukan kebugaran jasmani yang lebih prima dibandingkan masyarakat biasa. Kemampuan fisik tersebut diukur salah satunya dengan cara tes lari dua belas menit (tes Cooper). Namun, belum ada studi yang meneliti mengenai kebugaran jasmani maupun derajat konsumsi rokok pada petugas keamanan, demikian juga dengan hubungan antara keduanya. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai hubingan kebiasaan merokok dengan hasil jarak tempuh tes Cooper pada petugas keamanan. Untuk mengetahui hubingan antara Indeks Brinkman dengan hasil jarak tempuh tes Cooper pada petugas keamanan. Sebanyak minimal 35 orang petugas keamanan yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dilibatkan dalam penelitian. Kemudian, peneliti menanyakan beberapa hal mengenai konsumsi rokok (lampiran 2), dan mendapatkan data hasil jarak tempuh tes Cooper dari K3L FKUI. Data penelitian dianalisis dengan SPSS versi 20, dengan uji Pearson.

ABSTRACT
Smoking is one of the risk factors of non-communicable diseases, which include about 71 percent deaths causes in Indonesia. One of the measures to prevent non-communicable diseases is to maintain physical fitness. Security Personnels need to have higher physical performance than general public. One way to measure the physical performance is 12 minute run test, known as Cooper test. However, only few studies have explored about physical performance in security personnels or military and also smoking among them. Moreover, there have not been any single study conducted in Indonesia to explore them. Therefore, we would like to know the relationship between smoking behaviour and Cooper test result in security personnel. To find the correlation between smoking behaviour and Cooper test result in security personnel. A minimum sample of 35 security personnels who fulfilled the inclusion and exclusion criteria are included in this research. Then, we asked them to fill the information about their smoking habits as in the quitionaire Appendix 1, whereas the Cooper test data is provided by the K3L unit. The data are then analysed by using SPSS version 20 with pearson correlation test. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyner Arden
"

Latar Belakang: Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada pekerja usia dewasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan perubahan gaya hidup yang terjadi. Kedua hal yang mencerminkan komposisi tubuh yang buruk ini merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit kronik. Sebaliknya, daya tahan kardiorespirasi yang baik dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan. Tujuan: Mengetahui pengaruh perubahan daya tahan kardiorespirasi terhadap komposisi tubuh pada pekerja duduk. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan sumber data sekunder. Sejumlah 82 subjek penelitian yang merupakan pekerja duduk di Jakarta tahun 2018, dibagi menjadi kelompok uji dan kontrol yang masing-masing terdiri dari 41 subjek. Kelompok uji mendapatkan intervensi berupa latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, Spearman, dan uji T-berpasangan. Hasil: Didapatkan peningkatan rerata nilai Indeks Massa Tubuh sebesar 0,14 kg/m2, peningkatan rerata presentase lemak sebesar 0,56%, penurunan rerata ukuran lingkar pinggang sebesar 2,56 cm, dan peningkatan rerata nilai prediksi daya tahan kardiorespirasi sebesar 1,27 mL/kg/menit pada subjek yang menjalani program latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu, walaupun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara perubahan pada nilai prediksi daya tahan kardiorespirasi terhadap ketiga komponen komposisi tubuh tersebut. Simpulan: Peningkatan daya tahan kardiorespirasi dengan program latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu memberikan perbaikan secara klinis pada komposisi tubuh pekerja duduk, meskipun tidak menghasilkan perubahan yang signifikan secara statistik. Diperlukan penelitian lanjutan dengan memerhatikan dugaan faktor-faktor yang memengaruhi hasil tersebut.

 



Background: The prevalence of overweight and obesity in adults has increased in recent years in line with lifesyle changes that occur. These two things that reflect poor body composition are risk factors for various chronic disease. Conversely, good cardiorespiratory fitness can provide health benefits. Objective: This research was done to determine the effect of changes in cardiorespirator fitness on body composition in sitting workers. Methods: This study uses a cross-sectional method with a secondary data sources. A total of 82 research subject were sitting workers in Jakarta in 2018, which were divided into test and control groups, each grup consisting of 41 subjects. The test group received an intervention in the form of workplace based physical exercise for 12 weeks. Data analysis was performed using the Pearson and Spearman correlation test, and paired T-test. Results: There was an increase in the mean value of Body Mass Index by 0,14 kg/m2, an increase in the mean value of percentage of body fat by 0,56 percent, a decrease in the mean value of waist circumference by 2,56 cm, and an increase in the mean predicted value of cardiorespiratory fitness by 1,27 mL/kg/minutes in subjects undergoing a workplace based physical exercise program for 12 weeks, although no significant relationship was found between changes in the predicted value of cardiorespiratory endurance on the three components of body composition. Conclusion: Increased cardiorespiratory endurance with a workplace-based physical exercise program for 12 weeks provided a clinical improvement in sitting workers body composition, although it did not produce statistically significant changes . Further research is needed by considering other factor that may influence this result.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Sebastian
"Latar belakang: kondisi fisik dan psikologis pilot dipengaruhi oleh daya tahan kardiorespirasi. Salah satu faktor yang memperngaruhi daya tahan kardiorespirasi seseorang adalah tingkat aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi penerbang sipil.
Metode: Disain penelitian potong lintang dengan metode purposive sampling dilakukan pada pilot sipil yang melakukan pemeriksaan berkala periode 27 April? 13 Mei 2015. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner, kemudian dilakukan analisis dengan regresi Cox. Pengukuran daya tahan kardiorespirasi menggunakan metode Bruce Treadmill.
Hasil: Di antara 690 penerbang yang melakukan pemeriksaan berkala, total 230 subjek melaksanakan treadmill dan diikutsertakan dalam penelitian ini. Tingkat aktivitas fisik dan lingkar pinggang merupakan dua faktor dominan yang berpengaruh dengan daya tahan kardiorespirasi. Subjek dengan tingkat aktivitas fisik sedang memiliki risiko 48% lebih rendah untuk mengalami daya tahan kardiorespirasi buruk [risiko relatif suaian (RRa)=0,52; p=0,001], demikian juga subjek dengan tingkat aktivitas fisik berat memiliki risiko 36% lebih rendah untuk mengalami daya tahan kardiorespirasi buruk [RRa=0,64; p≤0,001]. Selain itu, subjek yang memiliki lingkar pinggang >90 cm memiliki risiko 40% lebih besar memiliki daya tahan kardiorespirasi buruk [RRa=1,40; p=0,001].
Kesimpulan: semakin berat tingkat aktivitas fisik akan menurunkan risiko memiliki daya tahan kardiorespirasi buruk, semakin tinggi lingkar pinggang akan menurunkan nilai daya tahan kardiorespirasi.

Background: physical and psychological condition of the pilot is affected by cardiorespiratory endurance. One of the factors that affect a person's cardiorespiratory endurance is the level of physical activity. The purpose of this study is to determine the dominant factors affecting cardiorespiratory endurance in civil pilot in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study was conducted with purposive sampling among pilots in Indonesia undergoing periodic medical check up in 27th April - 13th Mei 2015 at Aviation Medical Center Jakarta. Data were collected by interview using qustionnaire. Relative risk was analyzed by Cox regression with constant time. Cardiorespiratory endurance measurements using Bruce Treadmill methods.
Results: Among the 690 pilots who conduct periodic checks, a total of 230 subjects implement the treadmill and enrolled in this study. The level of physical activity and waist circumference are the two dominant factors that influence the cardiorespiratory endurance. Subjects with moderate levels of physical activity are 48% lower risk of having bad cardiorespiratory endurance [Adjusted Relative Risk (RRa)=0.52; p=0.001], also subject with vigorous physical activity levels are 36% lower risk of having bad cardiorespiratory endurance [RRa=0.64; p≤0.001]. Additionally, waist circumference more than 90 cm are 40% higher risk of having bad cardiorespiratory endurance [RRa=1.40; p=0.001].
Conclusion: The more vigorous levels of physical activity will lower the risk of having poor cardiorespiratory endurance. The higher waist circumference will reduce cardiorespiratory endurance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octaviany Hidemi Malamassam
"Latar belakang: Pengukuran kebugaran kardiorespirasi individu dilakukan dengan menggunakan uji latih. Uji naik turun bangku enam menit UNTB6M adalah uji latih yang mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan tidak membutuhkan ruang yang besar. Tujuan penelitian adalah melihat korelasi antara UNTB6M dengan UJ6M metode Nury yang telah divalidasi pada orang Indonesia.
Metode: Desain observasional potong lintang. Subjek melakukan kedua uji latih. Variabel yang dinilai adalah jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UNTB6M. Parameter fisiologis yaitu denyut nadi dan skala Borg Usaha, Sesak, Kaki Lelah dinilai sebelum dan sesudah kedua uji dilakukan.
Hasil: Subjek penelitian adalah 36 orang laki-laki 42,4 dan 49 orang perempuan 57,6 , dengan rerata usia 29,1 5,53 tahun. Rerata jarak tempuh UJ6M 517 55,1 meter dan jumlah langkah UNTB6M 164,3 22,1 langkah. Jarak tempuh UJ6M berkorelasi dengan jumlah langkah UJNTB6M r = 0,526; p < 0,001. Pada usia 18 = 25 tahun dan usia 26 -35 tahun, korelasi jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UJNTB6M adalah r = 0,70 and r = 0,53. Parameter denyut nadi dan skala Borg UNTB6M secara statitik signifikan lebih tinggi dibandingkan UJ6M.
Simpulan: Terdapat korelasi kuat pada usia 18 = 25 tahun dan korelasi sedang pada usia 26 = 35 tahun antara jarak tempuh UJ6M metode Nury dan jumlah langkah UJNTB6M.

Background: Assessment of cardiorespiratory fitness using the exercise testing. Six minute step test 6MST is one of exercise testing that is easy to do, does not require complex equipment and large space. The purpose of study is to determine the correlation between 6MST and Nury rsquo s method 6MWT that has been validated on Indonesian people.
Methods: A cross sectional observational. Each subject did both of exercise testing. Variables assessed were distance on 6MWT and number of steps on 6MST. Physiological parameters such as heart rate and Borg scale Effort, Dyspnea, Leg Fatigue were assessed before and after the test.
Results: The subjects were 36 men 42.4 and 49 women 57.6 , with a mean age of 29.1 5.53 years. The mean of distance on 6MWT 517 55.1 metres and number of steps on 6MST 164.3 22.1 steps. Distance on 6MWT have correlation with number of test on 6MST r 0.526 p <0.001). At the age 18 – 25 years and 26 - 35 year, correlations between distance on 6MWT with number of test on 6MST are r = 0.70; r = 0.53, respectively. Agreement test of VO2max prediction, ICC 0.43, with a difference 3,17 (-6,25 to 9,17) mL / kg / min. The heart rate and Borg scale is significantly higher in 6MST than 6MWT.
Conclusion: There is a strong correlation between the distance on Nury’s method 6MWT and the number of steps on 6MST at the age 18 – 25 years and a moderate correlation between the distance on Nury’s method 6MWT and the number of steps on 6MST at the age 26 - 35 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Gratia Juliawan
"Latar belakang : Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor penentu kesehatan yang penting untuk dijaga. Tingkat aktivitas fisik seorang individu tentu berpengaruh terhadap kebugaran kardiorespirasi dan kualitas kerja seseorang. Sebagai seseorang yang bertugas untuk menjaga keamanan kampus, seorang petugas keamanan harus memiliki kebugaran kardiorespirasi yang baik. Salah satu cara untuk mengetahui kebugaran kardiorespirasi adalah melalui Tes Cooper, yaitu tes lari selama 12 menit.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan hasil tes Cooper yang dapat dicapai oleh petugas keamanan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: 35 orang petugas keamanan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan waktu untuk menjawab kuesioner IPAQ untuk mengetahui tingkat aktivitas fisik tiap orang kemudian dilanjutkan dengan melakukan Tes Cooper. Pada kedua variabel kemudian dilakukan uji normalitas dan uji korelasi dengan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil: Rerata tingkat aktivias fisik petugas keamanan adalah 1857 (436,5-6159) METS, sedangkan rerata jarak tempuh Tes Cooper adalah 1771,93 ± 282,1 meter (1675,03-1868,83; IK95%). Tidak ada korelasi yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dan jarak tempuh tes Cooper (p=0,903; r=0.021). Simpulan: Tidak ada korelasi yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dan jarak tempuh Tes Cooper petugas keamanan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Background: Physical activity is one of the important health determinants to be maintained. The level of physical activity of an individual certainly affects the cardiorespiratory fitness and the quality of ones work. As someone in charge of maintaining campus security, a security officer must have good cardiorespiratory fitness. One way to find out cardiorespiratory fitness is through the Cooper Test, which is a 12 minute running test.
Objective: To determine the relationship between the level of physical activity and Cooper test results that can be achieved by security officers at the Faculty of Medicine, University of Indonesia.
Method: 35 security officers who met the inclusion and exclusion criteria were given time to answer the IPAQ questionnaire to determine the level of physical activity of each person then proceed with the Cooper Test. The two variables are then tested for normality and correlation using SPSS version 20.
Results: The average physical safety level of security officers was 1857 (436.5-6159) METS, while the average Cooper Test distance was 1771.93 ± 282.1 meters (1675.03-1868.83; IK95%). There was no significant correlation between physical activity level and Cooper test distance (p = 0.903; r = 0.021). Conclusion: There is no significant correlation between the level of physical activity and the mileage of Cooper Test of security officers at the Faculty of Medicine, University of Indonesia."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>