Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ambarini Hermawan
"ABSTRAK
Frekuensi karsinoma kolorektal tertinggi diantara
karsinoma saluran pencernaan. Sebagian besar pasien
datang pada stadium lanjut. Di Amerika Serikat
(Siluerberg 1981) tercatat 120.000 kasus karsinoma kolorektal
baru, 37.000 diantaranya adalah karsinoma rektum, dengan
perkiraan kematian 8.700 kasus. Perbandingan pria dan wanita
adalah 9:5. Golighsr mencatat bahwa karsinoma ini paling
sering didapatkan pada usia di atas 60 tahun, dan pada usia
kurang dari 30 tahun hanya dijumpai 2,1%.
Di Bagian Bedah RSCM antara Januari 1980 sampai dengan
April 1982, didapatkan bahwa frekuensi karsinoma rektum
tertinggi pada pasien berusia diantara 31-40 tahun, di bawah
usia 30 tahun 17 persen, dan pria dan wanita berbanding
sebagai 27:20.
Untuk lebih mengenal pola penyebaran karsinoma rektum,
diperlukan pengetahuan anatomi daerah rektum dan sekitarnya. Karsinoma rektum akan menyebar melalui lima cara, yaitu
secara perkontinuitatum, limfogen, hematogen, transperitoneal,
dan implantasi (5, 20, 25).
Berbagai pendapat telah diajukan untuk mengobati
karsinoma rektum ini. Pendekatan multidisipliner dikembangkan untuk memilih cara pengobatan, meliputi pengobatan:
pembedahan, radiasi, dan kenoterapi, bahkan kombinasi
cara-cara tersebut (7,8,19,21,22). Walaupun demikian sampai
saat ini masih didapat adanya perbedaan pendapat.
Sejak tahun 1982 di RSCM telah dibuat suatu protokol
penatalaksanaan karsinoma rektum, tetapi penerapan protokol
ini masih jauh dari yang diharapkan.
Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada
karsinoma rektum, dengan suatu laporan retrospektif pengobatan
radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit RaHiotarapi RSCH/FKUI
selama periode Januari 1985 sampai dengan Desember 1986."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mensjurman Zubir
"ABSTRAK/b>
Karsinoma paru merupakan penyakit yang makin sering ditemukan pada saat ini. Hal ini dikemukakan baik oleh penulis-penulis luar negri maupun oleh penulis Indonesia.
Pengobatan penyakit ini belum memuaskan,boleh dikatakan prognosanya jelek. Harapan terbesar terletak pada pembedahan,sedangkan radioterapi dan kemoterapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Lima tahun kelangsungan hidup rata-rata pada pembedahan adalah 3,5-9%.
Masalah lain adalah penderita datang ke dokter atau ke rumah sakit pada stadium lanjut, sehingga pembedahan tidak mungkin lagi dilakukan. Dari 200 penedrita karsinoma paru yang datang ke RS Persahatan antara tahun 1970 - 1974 ternyata 63,5% stadium III, 27% stadium II dan hanya 9,5% stadium I.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matheus Jorizal
"ABSTRAK
Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada karsinoma prostat, dengan suatu laporan retrospektif pengeobatan radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit Radioterapi RSCM/FKUI selama periode Januari 1982 sampai dengan Desember 1986.
Kesimpulannya adalah: (1). Penderita karsinoma prostat yang datang berobat ke Subbagian Radioterapi RSCM/FKUI pada umumnya sudah berada pada stadium lanjut, (2). Limfografi penting bukan saja untuk diagnostik tetapi juga dalam hal penanganan terapi, (3). Pengobatan radiasi yang diberikan pada karsinoma prostat umumnya merupakan radiasi pasca bedah, (3). Perlu disusun protokol pengobatan karsinoma prostat.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nazarudin
"Latar belakang : Toksisitas hematologi sering terjadi pada pasien dengan Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) yang diobati dengan kemoterapi berbasis platinum. Data sebelumnya menunjukkan bahwa trombositopenia karena kemoterapi berbasis karboplatin adalah rendah tetapi tidak ada data lokal yang menjelaskan angka kejadian trombositopenia pada KPKBSK yang diterapi dengan regimen karboplatin+gemsitabin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan membandingkan angka kejadian toksisitas hematologi seperti trombositopenia, anemia, leucopenia, neutropenia dan perdarahan yang disebabkan kemoterapi karboplatin+gemsitabin dengan karboplatin+paklitaksel dan karboplatin+etoposid pada pasien KPKBSK. Dan juga membandingkan respons objektif dari ketiga regimen tersebut.
Metode:. Penelitian ini kohort retrospektif pada pada pasien KPKBSK yang menerima 1.250 mg/m2 gemsitabin pada hari ke-1 dan hari ke-8 dan karboplatin AUC-5(Area under curve) hari pertama. Pasien yang menerima ≥ 2 siklus ikut dalam penelitian ini. Kami menilai dan membandingkan toksisitas hematologi tiap siklus seperti trombositopenia, anemia, leucopenia, neutropenia dan perdarahan serta respons objektif dari ketiga regimen berbasis karboplatin selama kemoterapi.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan total 115 pasien (rerata umur 55.6±10, rerata jumlah siklus adalah 4, jenis histologi adenokarsinoma 91%, stage III or IV) Pasien KPKBSK yang menerima regimen karboplatin+gemsitabine (n=38), karboplatin+paklitaksel (n=39) dan karboplatin+etoposid (n=38). Angka kejadian trombositopenia regimen karboplatin+gemsitabin adalah 34.2%, karboplatin+paklitaksel 5.1%, dan karboplatin+etoposid 5.3%. Waktu terjadinya trrombositopenia pada regimen karboplatin+gemsitabin 2 siklus lebih cepat dari regimen lain. Toksisiti hematologi trombositopenia regimen karboplatin+gemsitabin sebesar 15,8% dengan grade 3-4, leukopenia 18,4% dengan grade 3- 4 dan anemia 5,3% grade 3-4. Overall respons rate dan time to progression dengan regimen karboplatin+gemsitabin lebih baik dari regimen lainnya.
Kesimpulan : Angka kejadian dan waktu terjadinya toksisitas hematologi pada regimen karboplatin+gemsitabin lebih tinggi daripada regimen karboplatin+paklitaksel dan karboplatin+etoposid.. Tetapi Overall respons rate dan time to progression pada karboplatin+gemsitabin lebih baik daripada regimen lain.
Background : Hematological toxicities often occur in patients with non-small-cell lung cancer (NSCLC) who are treated with chemotherapy. In our data had shown that thrombocytopenia due to carboplatin based chemotherapy was low but there was not any local data about carboplatin - gemcitabine regimen. The aim of this study is to investigate and to compare the frequency of hematologic events, such as thrombocytopenia, anemia, leucopenia, neutropenia, and hemorrhage due to combination of gemcitabine-carboplatin with carboplatin-paclitaxel, and carboplatin-etoposide in non-small cell lung cancer patients. And also to compare objective response of the three platinum based regimens.
Methods : We conducted a retrospective cohort study that enrolled all non-small-cell lung cancer patients who received 1.250 mg/m2 gemcitabine on day 1,8 and AUC-5 carboplatin on day one. Patients who received 2 cycles or more are included in this study. We investigated and compared objective response of the three platinum based regimens and the frequency of thrombocytopenia, anemia, leucopenia, neutropenia, hemorrhage, during chemotherapy period.
Results : A total 115 patients (mean age 55.6±10, median number of cycle of chemotherapy was 4, histological findings were adenocarcinoma 91%) with stage III or IV NSCLC received chemotherapy carboplatin-gemcitabine (n=38), carboplatin-paclitaxel (n=39) and carboplatin-etoposide (n=38). Frequency of thrombocytopenia in patients with NSCLC treated with combination of carboplatin-gemcitabin regimen was 34.2%, carboplatin-paclitaxel 5.1%, and carboplatin-etoposide 5.3%. The Carbo-gemcitabine group developed thrombocytopenia 1 or 2 cycles earlier than other group . The hematological toxicities data with carbo-gemcitabine regimen have shown that thrombocytopenia was 15,8% patient with grade 3 or 4, leucopenia 18,4% patients with grade 3 or 4 and 5,3% grade 3 or 4 anemia. Overall respons rate and time to progression with carboplatin-gemcitabine regimen were better than the other regimens
Conclusion : Thrombocytopenia was found in gemcitabine and carboplatin regimen but lower than other published data. Overall respons rate and time to progression with carboplatin-gemcitabine regimen were better than the other regimens."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonifacius Lukmanto Djojopranoto
"Kekambuhan lokal setelah tindakan bedah pada karsinoma rekti masih merupakan masalah. Untuk memperbaiki hasil pengobatan dan mengurangi kekarabuhan lokal diberikan ajuvan berupa penyinaran pra dan pasca bedah serta khemoterapi, yang dikenal dengan teknik Sandwich.
Untuk menilai keberhasilan teknik Sandwich dilakukan evaluasi terhadap 38 penderita karsinoma rekti yang dirawat di RSCM dari bulan Januari 1988 sid Desember 1990 yang dilakukan pembedahan dan diterapi dengan teknik Sandwich dibandingkan dengan 31 penderita karsinoma rekti yang dilakukan pembedahan dan diterapi dengan teknik Non Sandwich dari bulan Januari 1985 sid Desember 1987.
Follow up rata-rata pada teknik Sandwich 11,08 + 10,63 bulan sedangkan pada yang Non Sandwich 17,71 ± 15,49 bulan (P < 0,01 - tidak bermakna ). Kekambuhan lokal pada penderita yang diterapi dengan teknik Sandwich 5 penderita (13 %) semuanya dari yang resektabel (mendapat penyinaran pra bedah 1000 rad.), sedangkan pada yang Non Sandwich 9 penderita ( 29 % ).
Dua belas penderita yang tidak resektabel dan diterapi dengan teknik Sandwich setelah mend ap at penyinaran prabedah 4500 rad., 5 penderita 42 % ) berubah menjadi resektabel, dari penderita ini tidak ada yang mengalami kekambuhan lokal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Susworo
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
616.21 SUS k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marion Cinta Kuntjoro
"ABSTRAK
Latar Belakang: Disfagia fase faring ditemukan pada sebagian besar pasien karsinoma nasofaring (KNF) pasca-kemoradiasi. Manuver Mendelsohn bertujuan untuk meningkatkan durasi elevasi kompleks hyolaringeal, telah digunakan dalam penatalaksanaan disfagia dengan berbagai penyebab. Penelitian ini menilai pengaruh latihan manuver Mendelsohn pada penderita KNF pasca-kemoradiasi dengan disfagia fase faring.
Metode: Desain kuasi eksperimen dengan penilaian sebelum dan sesudah latihan menelan dengan manuver Mendelsoh selama 6 minggu. Penelitian dilakukan pada 20 pasien KNF yang memenuhi kriteria penelitian. Sampel didapat secara konsekutif. Penilaian dilakukan dengan flexible endoscopic swallowing study (FEES) terhadap standing secretion, residu, penetrasi, dan aspirasi menggunakan konsistensi pure, thick liquid dan thin liquid.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakan pada penilaian standing secretion (p=0,034). Penilaian terhadap residu mendapatkan perbedaan bermakna pada pemberian pure dan thick liquid (p=0,021 dan p=0,008), sedangkan pada pemberian thin liquid tidak didapatkan perbedaan bermakna (p=0,129). Penilaian terhadap penetrasi mendapatkan perbedaan bermakna pada pemberian pure dan thick liquid (p=0,034 dan p=0,008), pada pemberian thin liquid tidak didapatkan perbedaan bermakna (p=0,059). Penilaian terhadap aspirasi tidak mendapatkan perbedaan bermakna pada pemberian ketiga konsistensi (p=>0,05).
Kesimpulan: Latihan menelan dengan manuver Mendelsohn selama 6 minggu memeperbaiki standing secretion, residu pada pemberian pure dan thick liquid, penetrasi pada pemberian pure dan thick liquid. Latihan ini tidak memperbaiki aspirasi secara bermakna pada pemberian ketiga konsistensi.

ABSTRACT
Background: Dysphagia is commonly seen in patients with nasopharingeal carcinoma (NPC) post chemoradiation. The Mendelsohn maneuver which promotes a prolonged voluntary of hyolaryngeal elevation at the peak of swallowing process has been used to treat various causes of pharyngeal dysphagia. The aim of the study was to see of the influence of swallowing exercise with Mendelsohn manuever in post-chemoradiation NPC patients with pharyngeal phase dysphagia.
Methods: A quasi experimental with pre and post-test assessment at before and after six weeks exercise of Mendelsohn manuever. The study was conducted on 20 NPC patients who met the study criteria. Flexible endoscopic of swallowing study (FEES) was used to asess standing secretion, residue, penetration, and aspiration by giving 3 consistency of food/fluid (pure, thick liquid and thin liquid).
Results: There was a significant difference in standing secretion assesment (p=0,034). Significant differences were found in residue assesment of pure and thick liquid, although no significant difference was found in thin liquid (p=0,129). There were also significant differences in penetration assesment of pure and thick liquid (p=0.034 and p = 0.008), but no significant difference in thin liquid ( p = 0.059 ). The study did not find significant differences in assesment of aspiration in all kind of consistencies (p > 0.05).
Conclusion: Six weeks swallowing exercise with Mendelsohn manuever can reduce severity of standing secretion, residue and penetration of pure and thick liquid. However the exercise improve aspiration status but did not reach significant difference at all consistencies. ;Background: Dysphagia is commonly seen in patients with nasopharingeal carcinoma (NPC) post chemoradiation. The Mendelsohn maneuver which promotes a prolonged voluntary of hyolaryngeal elevation at the peak of swallowing process has been used to treat various causes of pharyngeal dysphagia. The aim of the study was to see of the influence of swallowing exercise with Mendelsohn manuever in post-chemoradiation NPC patients with pharyngeal phase dysphagia.
Methods: A quasi experimental with pre and post-test assessment at before and after six weeks exercise of Mendelsohn manuever. The study was conducted on 20 NPC patients who met the study criteria. Flexible endoscopic of swallowing study (FEES) was used to asess standing secretion, residue, penetration, and aspiration by giving 3 consistency of food/fluid (pure, thick liquid and thin liquid).
Results: There was a significant difference in standing secretion assesment (p=0,034). Significant differences were found in residue assesment of pure and thick liquid, although no significant difference was found in thin liquid (p=0,129). There were also significant differences in penetration assesment of pure and thick liquid (p=0.034 and p = 0.008), but no significant difference in thin liquid ( p = 0.059 ). The study did not find significant differences in assesment of aspiration in all kind of consistencies (p > 0.05).
Conclusion: Six weeks swallowing exercise with Mendelsohn manuever can reduce severity of standing secretion, residue and penetration of pure and thick liquid. However the exercise improve aspiration status but did not reach significant difference at all consistencies. "
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahadiani
"ABSTRAK
Latar Belakang :Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan salah satu kanker tersering di dunia
dan menjadi beban kesehatan global. KKR dapat muncul melalui 4 jalur patogenenis yang
berbeda, salah satu di antaranya adalah serrated pathway. Pengaktifan jalur ini mengakibatkan
perubahan progresif lesi-lesi prekursor seperti polip serrated, termasuk di dalamnya sessile
serrated adenoma (SSA) dan tradisional serrated adenoma (TSA), menjadi karsinoma,
diantaranya adenokarsinoma serrated (AS). AS diduga memberikan prognosis yang buruk
terhadap pengobatan. Gambaran histomorfologi adenokarsinoma serrated lebih banyak
didasarkan pada kemiripan dengan lesi prekursor SSA atau TSA, sehingga sulit dikenali.
Penelitian ini bertujuan mengetahui persentasi AS diantara kasus KKR di Departemen Patologi
Anatomik FKUI/RSCM, dan mengetahui gambaran histomorfologi yang bermakna dalam
menandakan AS.
Bahan dan Metode :Dilakukan review slide dari kasus-kasus KKR yang tercatat di arsip
Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM. Penilaian histomorfologi dilakukan berdasarkan
kriteria yang diajukan oleh Tuppurainen et al, meliputi epithelial serration, sitoplasma
eosinofilik, inti vesikuler, anak inti nyata, nekrosis, produksi musin, dan adanya cell balls. Kasus
dikategotikan ke dalam ?Pasti? dan ?Samar? AS, serta ?Klasik?. Dilakukan juga penilaian faktor
prognostik, berupa invasi limfovaskular, invasi perineural, infiltrasi limfosit, dan tumor budding.
Hasil :Didapatkan 41 kasus (35%) tergolong kategori ?Pasti? AS, 11 kasus (9.4%) tergolong
?Samar? AS, dan sisanya sebanyak 65 kasus (55.6%) tergolong kategori adenokarsinoma
?Klasik?. Didapatkan pula bahwa kriteria histomorfologi yang dapat dijadikan penanda serrated
adalah epithelial serration (p=0.029), anak inti nyata (p=0.041), dan nekrosis <10% (p=0.014).
Selain itu, didapatkan pula bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan morfologi serrated
adalah yaitu lokasi tumor (p=0.010), infiltrasi limfosit (p=0.000), dan tumor budding (p=0.012).
Kesimpulan :Adenokarsinoma serrated ditemukan 35% dari kasus-kasus adenokarsinoma kolon
di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM. Gambaran histomorfologi yang menandakan
adenokarsinoma serrated adalah adanya epithelial serration, anak inti nyata, dan nekrosis yang
sedikit.
Kata Kunci :Adenokarsinoma serrated, serrated pathway, histomorfologi, karsinoma
kolorektal.

ABSTRACT
Background: Colorectal carcinoma (CRC) is one of the most common cancers in the world and
become a global health burden nowadays. CRC may arise through 4 different pathways, one of
which is serrated pathway. Activation of this pathway results in progressive changes of precursor
lesions such as sessile serrated adenomas (SSA) and traditional serrated adenomas (TSA), into
carcinoma. One type of carcinomais serrated adenocarcinoma (SA), in which known to give a
poor prognosis to patient. Histomorphology overview shows that SA has similarity with SSA or
TSA, making it difficult to recognize. This study aims to determine the percentage of the SA
among cases of CRC in Department of Anatomical Pathology Faculty of Medicine Universitas
Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital, and to know histomorphological features that are
meaningful in indicating SA.
Materials and Methods: CRC cases were collected from archive, and review slide was
conducted using morphological criteria proposed by Tuppurainen et al. This criteria includes
epithelial serration, eosinophilic cytoplasm, vesicular nuclei, prominent nucleolei, necrosis,
mucin production, and cell balls. Case were categorized into the "Definite" and "Pausy" SA, as
well as the "Classic". Assessment of prognostic factors, such as limfovascular invasion,
perineural invasion, infiltration of lymphocytes and tumor budding, were also conducted.
Results: There were 41 cases (35%) belong to the category of "Definite" SA, 11 cases (9.4%)
classified as "Pausy? SA, and 65 cases (55.6%) belong to the category of "Classic"
adenocarcinoma. Histomorphological analysis found that criteria showing significancy to SA
were epithelial serration (p = 0.029), prominent nucleolei (p = 0.041), and necrosis <10% (p =
0.014). Several factors showed relation to serrated morphology were location of the tumor (p =
0.010), infiltration of lymphocytes (p = 0.000), and tumor budding (p = 0.012).
Conclusion: Serrated adenocarcinoma were found approximately 35% among cases of colorectal
adenocarcinoma in the Department of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine
/CiptoMangunkusumo Hospital. Histomorpoholigical features that indicates SA includes
epithelial serration, prominent nucleolei, and scanty necrosis.
Keywords: Serrated adenocarcinoma, serrated pathway, histomorphological features, colorectal
carcinoma"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>