Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Asih Lestari
"Latar belakang dan tujuan: Karsinoma sel hati merupakan keganasan primer hati yang paling sering dan menempati urutan kelima sebagai kanker tersering di seluruh dunia. Meskipun faktor risiko karsinoma sel hati sudah diketahui, namun insidensnya tetap tinggi dengan angka kesintasan yang tetap rendah. Bedah merupakan terapi definitif untuk pasien karsinoma sel hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesintasan pascareseksi dan faktor-faktor yang memengaruhi.
Metodologi: Penelitian ini merupakan suatu penelitian kohort dengan analisis kesintasan di Departemen Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM. Data diperoleh dari rekam medis pasien karsinoma sel hati di RSCM selama periode Januari 2010 hingga Desember 2020. Variabel bebas yang diteliti adalah jenis kelamin, jumlah lesi, ukuran tumor, invasi vaskular, kadar AFP, sirosis hati, skor Child-Pugh, derajat histopatologi. Uji chi-square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.
Analisis multivariat dilakukan dengan Cox Proportional Hazard Regeresion test. Metode Kaplan Meier digunakan untuk menentukan tingkat kesintasan.
Hasil: Sebanyak 86 subjek dikumpulkan pada penelitian ini. Terdapat 17 subjek dieksklusi karena data penelitian yang tidak lengkap. Median usia keseluruhan subjek adalah 54 tahun (33-76). Tingkat kematian subjek secara keseluruhan adalah 62,3%. Kesintasan subjek 6 bulan, 1 tahun, dan 3 tahun masing-masing adalah 66,6%; 56,5%; dan 37,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan satupun faktor risiko yang berhubungan dengan kesintasan.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini belum didapatkan faktor-faktor risiko yang signifikan memengaruhi kesintasan pasien karsinoma sel hati pascareseksi,.Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah subjek lebih besar agar dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesintasan pada pasien karsinoma sel hati pascareseksi.

carcinoma is the most common primary liver cancer and the fifth most common cancer in the world. Despite the risk factors of hepatocellular carcinoma have been identified, its incidence is still high and survival rate is still low. Surgery is thought to be a definitive treatment for hepatocellular carcinoma patients. This research focuses on postresection survival rate and its associated factors.
Method: This cohort retrospective data study was conducted at DR Cipto Mangunkusumo National General Hospital between January 2010 and December 2020. Information about sex, number of tumor, tumor size, vascular invasion, Alpha fetoprotein level, hepatic cirrhosis, Child-Pugh Score, and histopathologic stage were collected from medical record. Chi square analysis was done to investigate relationship between independent variables and dependent variable. Multivariate analysis was performed by using Cox Proportional Hazard Regression test. Kaplan Meier method was used to calculate survival rate.
Result: A total of 86 subjects were recruited in this study, 17 subjects were excluded due to incomplete medical record. The median age of subjects in this study was 54 years old (33-76). The overall mortality in this study was 62.3%. Six months, 1 year, and 3 years survival rate were 66.6%; 56;5%; and 37.6% respectively. Our study showed that none of the factors analyzed associated with survival rate.
Conclusion: We had not found any risk factors which associated with survival of patients with hepatocellular carcinoma. We suggest future research with larger number of subjects to identify any factors associated with survival of hepatocellular carcinoma subjects following resection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dias Septalia Ismaniar
"Latar Belakang: Meskipun berbagai kemajuan pengobatan dicapai selama lebih dari satu dekade terakhir, secara keseluruhan prognosis karsinoma sel hati tetap buruk. Efek samping terapi serta progresifitas penyakit itu sendiri sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain kesembuhan dan survival rate, kualitas hidup menjadi poin akhir penting dalam pengobatan kanker. Kualitas hidup pada penderita karsinoma sel hati penting untuk diteliti, karena merupakan faktor prognostik penting dari survival time, selain dapat juga mengevaluasi keuntungan dan kerugian dari modalitas terapi yang dipilih. Sampai saat ini belum ada kuesioner yang andal dan sahih untuk menilai kualitas hidup pasien karsinoma sel hati secara akurat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kuesioner European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire for Hepatocellular Carcinoma-18 (EORTC QLQ-HCC18) yang andal dan sahih untuk digunakan di Indonesia.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang. Penelitian diawali dengan menerjemahkan EORTC QLQ-HCC18 ke dalam bahasa Indonesia dan kemudian diujicobakan pada 10 responden. Setelah itu, EORTC QLQ-HCC18 hasil terjemahan digunakan pada penelitian utama dengan jumlah sampel yang lebih besar. Keandalan dinilai dengan pendekatan tes ulang dan konsistensi internal. Tes ulang dinilai dengan intraclass correlation coefficient (ICC). Konsistensi internal dinilai dengan Cronbach Alpha. Kesahihan konstruksi dinilai dengan multi-trait scaling analysis. Kesahihan kriteria dinilai dengan melihat korelasi antara domain kuesioner EORTC QLQ-HCC18 dengan Short Form 36 (SF36).
Hasil: Pengambilan data dilakukan terhadap 65 pasien karsinoma sel hati yang berobat ke Poli Hepatologi maupun yang sedang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo selama Oktober 2015 ? Februari 2016. Nilai ICC (interval 1 jam) pada semua domain EORTC QLQ-HCC18 sangat baik (ICC > 0,8), kecuali domain ikterus yang termasuk dalam kategori baik (ICC 0,61-0,8). Nilai Cronbach Alpha > 0,7 pada separuh jumlah domain EORTC QLQ-HCC18 kecuali domain ikterus (0,137), nyeri (0,474), dan citra tubuh (0,599). Sedangkan nilai Cronbach Alpha yang diperoleh dari penggabungan seluruh domain tetap baik, yaitu 0,897. Multi-trait scaling analysis menunjukkan korelasi cukup tinggi antara skor butir pertanyaan dengan skor domainnya sendiri. Sedangkan hubungan butir pertanyaan dengan domain yang berbeda selalu mempunyai korelasi yang lebih rendah dibandingkan dengan domainnya sendiri. Pada uji kesahihan kriteria, didapatkan 42 korelasi (dari total 64 korelasi) dengan r ≥ 0,3 dan p < 0,05 antara domain EORTC QLQ-HCC18 dengan SF36.
Simpulan: Kuesioner EORTC QLQ-HCC18 merupakan alat ukur yang andal dan sahih untuk menilai kualitas hidup pasien karsinoma sel hati di Indonesia.

Background: Despite various therapeutic progress has been achieved over the past decade, the overall prognosis of hepatocellular carcinoma remains poor. Each therapy undertaken certainly has side effects. Adverse effect of treatment and the progression of the disease itself greatly affect the patient?s quality of life. In addition to recovery and survival rate, quality of life becomes extra important end point in cancer treatment. Quality of life in hepatocellular carcinoma is important to investigate, because quality of life has become an important prognostic factor of survival time, whilst quality of life can also evaluate the cost and benefit of chosen therapeutic modalities. Currently there is no specific questionnaire that can assess the quality of life of hepatocellular carcinoma patients accurately in Indonesia. This study aims to get a reliable and valid EORTC QLQ-HCC18 questionnaire to assess the quality of life of patients with hepatocellular carcinoma in Indonesia.
Methods: This is a cross-sectional study. The study began by translating the EORTC QLQ-HCC18 into Indonesian and then tested on 10 respondents. After that, the Indonesian version of EORTC QLQ-HCC18 is used in the main study with a larger sample size. The questionnaire reliability was assessed with test-retest and internal consistency approach. Test-retest was assessed with intraclass correlation coeficient (ICC). Internal consistency was assessed by Cronbach alpha. Construct validity was assessed by multi-trait scaling analysis. The criteria validity assessed by looking at the correlation between domains of EORTC QLQ-HCC18 with Short Form 36 (SF36).
Results: Data was collected from 65 hepatocellular carcinoma patients who came to Hepatology Polyclinic or were hospitalized at Cipto Mangunkusumo National General Hospital from October 2015 to February 2016. ICC value (1 hour interval) in all domains of EORTC QLQ-HCC18 is very good (ICC> 0.8), except icterus domain which categorized as good value (ICC 0,61-0,8). Cronbach alpha values > 0.7 obtained in almost half of domains of EORTC QLQ-HCC18, except icterus (0,137), pain (0,474), dan body image domain (0,599). Whereas the Cronbach Alpha obtained from merging the entire domains was still good (0,897). Multi-trait scaling analysis showed a fairly high correlation between the scores of the questions with a score of his own domain. While the relationship of the questions with different domains always have a lower correlation than the domain itself. In criteria validity test, obtained 33 correlations with r ≥ 0,4 and p < 0,05 between domains of EORTC QLQ-HCC18 with SF36.
Conclusion: EORTC QLQ-HCC18 is a reliable and valid instrument for assessing quality of life of hepatocellular carcinoma patients in Indonesia.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsan Hasan
"

Peran Th17 dalam keganasan, khususnya karsinoma sel hati, masih menjadi perdebatan. Sel Th17, sel penghasil IL-17, dilaporkan berhubungan dengan efek protumor dan antitumor sekaligus. Di lain sisi, sel Th1 yang menyekresikan IFN-γ memiliki sifat antitumor. Kemoembolisasi transarterial / transarterial chemo-embolization (TACE) diketahui dapat menyebabkan nekrosis tumor, namun peran TACE dalam memengaruhi sel Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, dan rasio neutrofil limfosit (RNL) masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, dan nilai RNL pada pasien KSH yang menjalani TACE.

Penelitian ini dilakukan sepanjang Juni 2015–Januari 2019 di RSCM dan beberapa rumah sakit jejaring di Jakarta. Desain potong lintang digunakan untuk membandingkan respons imun pasien KSH dengan sirosis hati. Desain kohort prospektif diterapkan untuk menilai hubungan respons imun dengan keberhasilan TACE. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan 30 hari setelah tindakan TACE pada pasien KSH dan satu kali pada pasien sirosis. Nilai Th17 dan Th1 dianalisis menggunakan teknik flowcytometry, sedangkan nilai IL-17 dan IFN-γ diukur dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Nilai RNL dihitung dari pembagian kadar neutrofil dengan limfosit yang diperoleh dari pemeriksaan hitung jenis. Respons terhadap TACE dievaluasi berdasarkan kriteria mRECIST.

Sebanyak 40 pasien sirosis dan 41 pasien KSH berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebanyak 12 pasien dan 29 pasien termasuk ke dalam kelompok respons dan nonrespons, secara berurutan. Penurunan kadar AFP dan ukuran tumor secara bermakna ditemukan pada kelompok respons. Pada kelompok ini, juga ditemukan peningkatan bermakna kadar Th1, Th17, dan sel T CD4+/IFN-γ+/IL-17+ setelah TACE. Nilai IL-17, IFN-γ, dan RNL tidak berhubungan dengan respons TACE. Di samping itu, didapatkan peningkatan bermakna kadar CD4+/IFN-γ+/IL-17- pada kelompok nonrespons.

Simpulan: Peningkatan kadar Th1 dan Th17 dalam darah perifer yang diiringi dengan peningkatan sel T CD4+/IFN-γ+/IL-17+ didapatkan pada pasien KSH yang berespons baik terhadap TACE.

 


The role of Th17 cells in malignancy, especially hepatocellular carcinoma, remains controversial. Th17 cells, IL-17 producing cells, were reported to be associated with both protumor and antitumor effects. On the other hand, Th1 cells, IFN-γ producing cells, had antitumor properties. Transarterial chemoembolization (TACE) is known for its potency to cause tumor necrosis, but its impact on Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, and neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) is still unclear. This study aims to determine the changes in Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, and NLR levels in HCC patients treated with TACE.

This study was conducted from June 2015 to January 2019 at Cipto Mangunkusumo National General Hospital dan several affiliated hospitals in Jakarta. A cross-sectional study design was used to compare the immune response between HCC and liver cirrhotic patients. A prospective cohort study design was applied to assess the relationship between immune response and tumor response to TACE. Plasma sampling was obtained from HCC and cirrhotic patients that fulfilled the inclusion and exclusion criteria. Blood samples were collected immediately before and 30 days after TACE. Th17 and Th1 levels were measured using flowcytometry technique, while IL-17 and IFN-γ levels were quantified by using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). The value of NLR was calculated by dividing the neutrophil count by the lymphocyte count. Responses to TACE were evaluated based on mRECIST.

A total of 40 cirrhotic and 41 HCC patients participated in this study. As many as 12 and 29 patients were included in the response and nonresponse group, respectively. In the response group, there were significant reduction of AFP levels and tumor size, as well as significant increase of Th1, Th17 and CD4+/IFN-γ+/IL-17+ T cells levels after TACE. Furthermore, there was an increase of CD4+/IFN-γ+/IL-17- levels in the non-response group. The values of IL-17, IFN-γ, and NLR were not related to TACE response.

Conclusion: Patients with good response to TACE had increased levels of circulating Th1, Th17, and CD4+/IFN-γ+/IL-17+ T cells.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abirianty Priandani Araminta
"Latar Belakang: Dengan kesintasan lima tahun sebesar 18%, menempatkan karsinoma sel hati (KSH) sebagai kanker paling mematikan setelah kanker pankreas. Salah satu faktor yang diperkirakan berperan dalam menentukan prognosis KSH adalah kompsosisi tubuh pasien. Namun demikian, berbagai studi yang menilai sarkopenia sebagai faktor prognostik pasien KSH memberikan hasil yang inkonsisten.
Tujuan: Menilai peran sarkopenia terhadap kesintasan dan kekambuhan pasien KSH.
Sumber Data: Pencarian utama dilakukan pada basis data PubMed, ProQuest, EBSCOhost, Embase, dan Scopus hingga 1 September 2020. Pencarian sekunder dilakukan secara snowballing pada sitasi studi terkait dan perpustakaan elektronik serta pengumpulan informasi melalui Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia.
Seleksi Studi: Studi kohort yang menilai prognosis dengan melaporkan perbandingan kesintasan, mortalitas, dan/atau periode bebas penyakit pasien KSH berdasarkan ada atau tidak adanya sarkopenia serta periode observasi minimal tiga bulan akan diikutsertakan. Tidak ada batasan terhadap tahun publikasi dan bahasa. Penilaian terhadap judul, abstrak, dan studi dilakukan oleh dua peninjau independen. Dari 990 studi, 44 di antaranya memenuhi kriteria eligibilitas.
Ekstraksi Data: Ekstraksi data dilakukan oleh kedua peninjau. Konfirmasi data studi dilakukan dengan menghubungi peneliti. Tidak ada data tambahan yang didapatkan.
Hasil: Studi yang melaporkan kesintasan kumulatif dirangkum secara kualitatif. Studi yang melaporkan Cox proportional hazard ratio (HR) dimasukkan ke dalam meta-analisis. Hasil meta-analisis menggunakan random-effects model dari 39 studi menunjukkan sarkopenia berhubungan dengan kesintasan yang lebih rendah (HR 1.74, IK 95% 1.49-2.02) dibandingkan pasien KSH non-sarkopenia pada seluruh stadium. Sarkopenia juga berhubungan dengan kekambuhan yang lebih tinggi (HR 1.42, IK 95% 1.15-1.76) dibandingkan pasien KSH non-sarkopenia yang menjalani terapi kuratif. Analisis subgrup berdasarkan tujuan terapi (kuratif dan paliatif), jenis intervensi yang diberikan, serta parameter diagnostik yang digunakan tidak memengaruhi arah hasil luaran.
Kesimpulan: Sarkopenia berhubungan dengan kesintasan pasien KSH yang lebih rendah dan periode bebas penyakit yang lebih singkat pada pasien yang menjalani terapi kuratif.

Background: With overall 5-year survival of 18%, HCC is the second most lethal cancer after pancreatic cancer. One of the factors compromising prognosis in HCC patients is body composition. Nonetheless, studies evaluating sarcopenia as prognostic factor in HCC show inconsistent results.
Objective: To assess the role of sarcopenia in overall survival and disease-free survival of HCC patients.
Data Source: We searched PubMed, ProQuest, EBSCOhost, Embase and Scopus through September 1, 2020. Secondary searching was done by snowballing method including references of qualifying articles and manual searching through e-library and information gathering through Indonesian Association for the Study of Liver.
Study Selection: Cohort studies evaluating prognosis and reporting comparation of overall survival, all-cause mortality, and/or disease-free survival of HCC patients with and without pre-existing sarcopenia and minimum observation period of three months were included. No restriction regarding year of publication and language. Titles, abstracts, and articles were reviewed by two independent reviewer. Of 990 studies identified in our original search, 44 articles met our eligibility criteria.
Data extraction: Data extraction was done by two reviewer. We contacted authors for data confirmation and no additional information were obtained.
Result: Studies reporting cumulative survival were summarized qualitatively. Studies reporting Cox proportional hazard ratio (HR) were combined in a metaanalysis. A random-effects model meta-analysis of 35 studies showed that sarcopenia was associated with an reduced overall survival HR of 1.59 (95% CI 1.42-1.77) and increased recurrence with HR of 1.10 (95% CI 1.03-1.17) after curative treatment compared with non-sarcopenic HCC patients through all stages. Subgroup analyses showed aim of treatment (curative vs palliative), type of interventions, and parameter used to define sarcopenia did not modify both clinical outcomes.
Conclusion: Sarcopenia is associated with reduced overall survival and shorter disease-free survival in HCC patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Jamtani
"Pendahuluan: Efikasi neoadjuvan kemoembolisasi transarterial (N-TACE) pada karsinoma hepatoseluler (KSH) yang dapat direseksi masih diperdebatkan. Meskipun N-TACE dapat mengurangi ukuran tumor, dampaknya terhadap luaran jangka panjang masih belum dapat disimpulkan.
Metode: Meta-analisis ini meninjau studi terkait N-TACE vs. Reseksi Hati (RH) pada karsinoma sel hati soliter besar (KSHSB) hingga Maret 2023 dari empat database online.
Hasil: 5 penelitian dengan total sampel 1556 pasien (N-TACE = 474; LR = 1082) dilakukan analisis. Dari hasil analisis, tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok N-TACE dan RH yang diamati pada KS dan KBT 1, 3, atau 5 tahun. Odds Ratio yang didapatkan adalah 0,91 (95% CI 0,54 – 1,54), 0,80 (95% CI 0,56 – 1,15), dan 0,88 (95%CI 0,47 – 1,65) untuk KS 1, 3, dan 5 tahun dan 0,66 ( 95% CI 0,32 – 1,34), 0,70 (95% CI 0,37 – 1,33), dan 0,75 (95% CI 0,28 – 1,98) masing- masing untuk KBT 1, 3, dan 5 tahun. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada kehilangan darah intraoperatif antar kelompok. Analisis subgroup menunjukkan KS 1, 3, dan 5 tahun yang mengarah ke N-TACE pada kombinasi kemoterapi dan KS 1 tahun yang lebih baik pada kelompok RH di kemoterapi agen tunggal. Selain itu, KBT 5 tahun lebih mengarah pada RH di kelompok agen kemoterapi tunggal (OR 2,82 95% CI 1,18 – 6,72) dan N-TACE pada kelompok kombinasi (OR 0,75 95%CI 0,28 – 1,98).
Kesimpulan: Pengelolaan KSHSB memerlukan pertimbangan yang rumit dan diperlukan peningkatan strategi pengobatan untuk subkelompok HCC yang ini. Pengaruh N-TACE terhadap kelangsungan hidup jangka panjang dan kehilangan darah intraoperatif pada KSHSB memiliki hasil tidak signifikan. Namun, kombinasi kemoterapi pada N-TACE memberikan hasil yang lebih baik terhadap kesintasan pasien KSHSB.

Introduction: The efficacy of neoadjuvant transarterial chemoembolization (N- TACE) in resectable hepatocellular carcinoma (HCC) remains debated. While N- TACE may reduce tumor size, its impact on long-term outcomes is inconclusive. Methods: This meta-analysis reviewed studies on N-TACE before surgical resection vs. LR SLHCC up to March 2023 from four online databases.
Results: 5 studies with 1556 patients (N-TACE = 474; LR = 1082) were analyzed. No significant differences between N-TACE and LR groups were observed in 1-, 3-, or 5-year OS and DFS. The pooled HRs were 0.91 (95% CI 0.54 – 1.54), 0.80 (95% CI 0.56 – 1.15), and 0.88 (95%CI 0.47 – 1.65) for the 1-, 3-, and 5-year OS and 0.66 (95% CI 0.32 – 1.34), 0.70 (95% CI 0.37 – 1.33), and 0.75 (95% CI 0.28 – 1.98) for 1-, 3-, and 5-year DFS respectively. No significant differences were observed in intraoperative blood loss between groups as well. Subgroup analysis showed favorable 1-, 3-, and 5-year OS with combination chemotherapy N-TACE (combination group) and better 1-year OS in the LR group with single-agent chemotherapy N-TACE (single-agent group). In addition, 5-year DFS favored LR in the single-agent group (OR 2.82 95% CI 1.18 – 6.72) and N-TACE in the combination group (OR 0.75 95%CI 0.28 – 1.98).
Conclusion: Managing SLHCC requires intricate considerations and enhancement of treatment strategies for this challenging subgroup of HCC is needed. The influence of N-TACE on long-term survival and intraoperative blood loss in SLHCC appears limited. However, combination chemotherapy in N-TACE results in better outcomes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ignasia Andhini Retnowulan
"Latar belakang: Karsinoma sel hati (KSH) merupakan jenis keganasan primer hati
tersering dengan gambaran histologik menunjukkan diferensiasi sel hepatoselular. Selain
insiden yang tinggi, beban yang berat dari keganasan ini adalah prognosis yang sangat
buruk dengan angka rekurensi yang tinggi. Terdapat banyak faktor resiko secara
klinikopatologik yang telah diketahui mempengaruhi prognosis KSH, seperti kadar alfa
fetoprotein, derajat diferensiasi, dan invasi mikrovaskular. Secara molekular, mutasi p53
dan β-catenin merupakan dua mutasi tersering dalam KSH. β-catenin merupakan protein
multifungsi yang dikode oleh gen CTNNB1 yang dapat ditemukan pada 3 kompartemen
sel, yaitu di membran sel, sitoplasma dan inti. Jalur Wnt/β-catenin meregulasi proses
seluler yang terkait inisiasi, pertumbuhan, survival, migrasi, diferensiasi, dan apoptosis.
Meski sudah banyak diketahui beberapa jalur patofisiologi molekular
hepatokarsinogenesis, hubungan dengan aplikasi klinik membutuhkan pemahaman lebih
mengenai hubungan sifat molekuler dan sifat fenotip tumor, terutama dalam penentuan
faktor prognosis dan pengembangan terapi target. Penelitian ini bertujuan untuk menilai
ekspresi β-catenin pada KSH dan hubungannya dengan berbagai faktor prognosis yaitu
AFP, derajat diferensiasi dan invasi mikrovaskular.
Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel terdiri atas
35 kasus KSH yang sudah ditegakkan diagnosisnya berdasarkan pemeriksaan
histopatologik dan/atau imunohistokimia di RSCM dari Januari 2013 sampai September
2019. Dilakukan pulasan β-catenin dan analisis statistik dengan uji komparatif terhadap
berbagai karakteristik klinikopatologik dan faktor resiko berupa AFP, derajat diferensiasi
dan invasi mikrovaskular.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi β-catenin terhadap AFP (p=0,037) dan
derajat diferensiasi (p=0,043) pada KSH. Ekspresi β-catenin pada inti dengan/tanpa
sitoplasma lebih sering ditemukan pada kasus KSH dengan kadar AFP rendah dan derajat
diferensiasi baik-sedang. Tidak ditemukan perbedaan bermakna ekspresi β-catenin
terhadap invasi mikrovaskular pada KSH (p=1,000).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi β-catenin terhadap AFP dan derajat
diferensiasi pada KSH.

Background: Hepatocellular carcinoma (HCC) is the most common primary liver
cancer, displaying histologically hepatocellular differentiation. In addition to its high
incidence, the disease burden of HCC is due to its poor prognosis with high recurrence
rate. Some of the previously known clinicopathologic prognostic factors of HCC include
alpha-fetoprotein (AFP) level, tumor grade and microvascular invasion. At molecular
level, p53 and β-catenin are the two most common driver mutations in HCC that are
mutually exclusive. β-catenin is a multifunction protein that is encoded by CTNNB1 gen.
It is found in 3 compartments of cells, which are membrane cell, cytoplasm and nucleus.
Wnt/ β-catenin pathway regulates cellular process which is related to initiation, growth,
survival, migration, differentiation and apoptosis. Although molecular pathogenesis
pathways of hepatocarcinogenesis are known, clinical application warrants more
understanding in terms of molecular characteristic and tumor phenotype, especially in
determining prognosis and target therapy development. This current study aims to analyze
the expression of β-catenin and its association with prognostic factors, such as AFP,
tumor grade and microvascular invasion.
Material and method: A cross-sectional study was conducted comprising 35 samples of
surgically resected HCCs between January 2013 to September 2019 in Cipto
Mangunkusumo General Hospital. The cases were diagnosed based on histopathological
and immunohistochemical findings and was then performed β-catenin staining. β-catenin
expression was analyzed with statistical tests to determine expression difference between
AFP level, tumor grade and microvascular invasion.
Result: There were statistically significant difference of β-catenin expression in AFP
level and tumor grade (p=0.037 and 0.043, respectively). Nuclear with/without
cytoplasmic expression of β-catenin was more frequently found in HCC with low AFP
level and well-to-moderately differentiated tumors. No significant difference was
observed in β-catenin expression between HCC with and without microvascular invasion
(p=1.000).
Conclusion: β-catenin expression was significantly different in AFP level and tumor
grade."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfie
"Latar Belakang. Pasien dengan karsinoma sel hati (KSH) umumnya baru datang berobat ketika kanker sudah mencapai tahap lanjut, dengan pilihan terapi sangat terbatas. Belum diperoleh adanya marker prediktor yang akurat untuk dapat mengindentifikasi kelompok pasien mana yang dapat diuntungkan bila pasien diterapi.
Tujuan. Menganalisis peran indeks status inflamasi sebagai prediktor kesintasan satu tahun pada pasien karsinoma hepatoselular tahap lanjut yang tidak menjalani terapi.
Metode. Penelitian ini memiliki desain kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder pada subjek dengan KSH tahap lanjut yang tidak menjalani terapi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais. Rasio neutrofil limfosit (RNL) dan Indeks imun-inflamasi sistemik (IIS) dievaluasi kemampuan diskriminasinya sebagai prediktor kesintasan satu tahun berdasarkan Area Under Receiving Operator Curve (AUROC). Ditentukan titik potong optimal terbaik untuk RNL dan IIS berdasarkan indeks Youden, dilanjutkan dengan analisis kesintasan berdasarkan titik potong optimal. Variabel perancu dianalisis menggunakan analisis multivariat cox regression.
Hasil. Sebanyak 196 subjek dimasukkan ke dalam analisis data. Kesintasan satu tahun adalah sebesar 6,6% (SE±2%), dengan median kesintasan 56 hari (IK 95% 46-67). RNL memiliki kemampuan diskriminasi berdasarkan AUROC terhadap prediksi kesintasan hidup satu tahun pada pasien dengan KSH tahap lanjut yang tidak menjalani terapi sebesar 0,667 (IK 95% = 0,536-0,798, p = 0,044), dengan titik potong optimal RNL untuk membedakan kesintasan adalah 3,7513. IIS memiliki kemampuan diskriminasi berdasarkan AUROC sebesar 0,766 (IK 95% = 0,643-0,889, p = 0,001), dengan titik potong optimal untuk membedakan kesintasan adalah 954,4782. IIS memiliki superioritas dalam kemampuan diskriminasi berdasarkan AUROC (p = 0,0415).
Kesimpulan. Kemampuan diskriminasi IIS berdasarkan AUROC lebih baik dibandingkan dengan RNL dalam memprediksi kesintasan hidup satu tahun pada pasien dengan KSH tahap lanjut yang tidak menjalani terapi.

Background. Patients with hepatocellular carcinoma (HCC) generally only come for treatment when the cancer has reached an advanced stage, with very limited treatment options. There has not been an accurate predictor marker to be able to identify which group of patients can benefit if the patient is treated.
Aim. Analyzing the role of the inflammation status index as a predictor of one-year survival in patients with advanced hepatocellular carcinoma who did not undergo therapy.
Method. This study has a retrospective cohort design using secondary data on subjects with advanced HCC who did not undergo therapy at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital. Neutrophil lymphocyte ratio (NLR) and systemic immune-inflammation index (SII) were evaluated for their role as predictors of one-year survival based on Area Under Receiving Operator Curve (AUROC). Best optimal cutoff for NLR and SII were decided based on Youden index, resumed by survival analysis based on those cutoffs. Confounding factors were analyzed with multivariate cox regression analysis.
Results. A total of 196 subjects were included in the data analysis. One year survival was 6.6% (SE±2%), with a median survival of 56 days (95% CI 46-67). The NLR had a discriminatory ability based on AUROC to predict one-year survival in patients with advanced HCC who did not undergo therapy of 0.667 (95% CI = 0.536-0.798, p = 0.044), with the optimal cut-off point for NLR to differentiate survival was 3.7513. SII has a discriminatory ability based on AUROC of 0.766 (95% CI = 0.643-0.889, p = 0.001), with the optimal cut-off point to distinguish survival is 954.4782. SII had superiority in the discriminatory ability (p = 0.0415).
Conclusion. The discriminatory ability based on AUROC of SII was better than that of NLR in predicting one-year survival in patients with advanced HCC who did not undergo therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Gilang Perkasa
"Latar Belakang: Karsinoma sel hati (KSH) adalah lesi neoplastik ganas pada hati tersering. Transformasi keganasan sel hati normal menjadi KSH melibatkan berbagai faktor seperti inflamasi dan perubahan genetik yang menyebabkan KSH menjadi sangat heterogen pada tingkat histologik dan molekular. Perbedaan fenotipe yang dipengaruhi berbagai perubahan molekular menghasilkan berbagai derajat diferensiasi, subtipe histologik dan gambaran klinik yang berbeda dan sebagian berhubungan dengan prognosis pada KSH. Mutasi pada gen TP53 yang berfungsi menontrol proliferasi sel melalui perbaikan DNA, apoptosis, dan penuaan sel terbukti sebagai salah satu perubahan molekular tersering pada KSH dan sering dikaitkan dengan beberapa faktor risiko, derajat diferensiasi, subtipe histologik tertentu dan prognosis. Penelitian ini bertujuan menginvestigasi ekspresi p53 pada derajat diferensiasi, subtipe histologik dan stadium patologi tumor KSH.
Bahan dan cara: Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM, Jakarta terhadap 41 kasus KSH yang diperoleh seara reseksi. Sampel kasus diklasifikasikan berdasarkan kelompok derajat diferensiasi (WHO), subtipe histologik dan stadium patologi tumor. Selanjutnya dilakukan pulasan imunohistokimia (IHK) protein 53 (p53) pada seluruh kasus dan dilakukan analisis untuk mengetahui ekspresi p53 pada variabel penelitian.
Hasil: Ekspresi p53 ditemukan pada 35 kasus (85%). Berdasarkan derajat diferensiasi, ekspresi p53 ditemukan paling banyak pada derajat diferensiasi sedang dan buruk, yaitu 21 dan 14 kasus (91% dan 93%). Ekspresi p53 berdasarkan stadium patologi tumor ditemukan paling banyak pada pT1b dan pT2, yaitu 8 dan 14 kasus ( 88% dan 93%). Berdasarkan subtipe histologik, seluruh kasus macrotrabecular massive (MTM) menunjukkan ekspresi p53 (4 kasus, 100%), subtipe clear cell (CC) terpulas pada 15 kasus (93%), klasik (CL) ditemukan 16 kasus (88%) dan tidak ditemukan ekspresi p53 pada seluruh kasus steatohepatitic (SH). Terdapat perbedaan rerata bermakna ekspresi p53 pada kelompok baik dan sedang (p=0,011), baik dan buruk (p=0,015) dan tidak terdapat perbedaan rerata bermakna antara kelompok sedang dan buruk (p=0,339). Tidak ditemukan perbedaan rerata bermakna ekspresi p53 pada seluruh kelompok stadium patologi tumor (p=0,948) dan subtipe histologik (p=0,076).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi p53 pada KSH kelompok diferensiasi baik dan sedang serta baik dan buruk.

Background: Hepatocellular cell carcinoma (HCC) is the most common malignant neoplastic lesion of the liver. Malignant transformation of hepatocytes involves various factors such as inflammation and genetic causing HCC to be very heterogeneous at the histological and molecular level. Differences in phenotypes affected by various molecular changes produce different differentiation grade, histological subtype, clinical features and prognosis. TP53 as one of the most common molecular changes in HCC play an important role in cycle cell by controlling cell proliferation through DNA repair, apoptosis and cellular senescence, associates with several risk factors such as certain differentiation grade, histologic subtypes, and prognosis. This current study aimed to investigate p53 expression at HCC’s differentiation grade, tumor pathology stage and histologic subtype.
Materials and methods: The study was conducted at the Department of Anatomical Pathology FKUI / RSCM, Jakarta on 41 cases of resected HCC. Case samples are classified based on groups of differentiation grade (WHO), histologic subtypes and tumour pathology stage. Furthermore immunohistochemical (IHC) staining of protein 53 (p53) carry out in all cases and an analysis statistic was performed to evaluated the expression of p53.
Results: p53 expression was found in 35 cases (85%). Based on the differentiation grade, the expression of p53 was found mostly in the moderate and poor differentiation (91%, 21 cases and 93%, 14 cases). Based on tumour pathology stage, p53 expression was found mostly in pT1b and pT2, which were 8 and 14 cases (88% and 93%). Based on histologic subtypes, all macrotrabecullar massive (MTM) cases showed p53 expression (4 cases, 100%), clear cell (CC) subtypes were in 15 cases (93%), classic (CL) 16 cases (88%) and negative expression was found in all cases of steatohepatitic (SH). There were significant differences in mean expression of p53 in the well and moderate groups (p = 0.011), well and poor (p = 0.015) and there were no significant mean differences between the moderate and poor groups (p = 0.339). There were no significant mean differences in p53 expression in all groups of tumour pathology stages (p = 0.948) and histologic subtypes (p = 0.076).
Conclusion: There is significant difference mean of p53 expression in well and moderate as well as well and poor differentiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>