Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Abduh Firdaus
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rut Angelika
"Latar belakang: Peningkatan insidensi karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut dan orofaring telah memicu berbagai studi mengenai peran Human Papilloma Virus (HPV) pada patogenesis KSS rongga mulut dan orofaring. Dewasa ini, pemeriksaan imunohistokimia p16, suatu protein penanda yang dibentuk oleh sel tubuh akibat terinfeksi HPV, semakin marak digunakan sebagai alternatif dari pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan ini membutuhkan biaya tinggi dengan ketersediaannya yang rendah. Status p16 juga menentukan stadium KSS orofaring berdasarkan panduan diagnosis oleh American Joint Commitee on Cancer (AJCC) edisi ke-8. Panduan diagnosis tersebut dibuat berdasarkan penelitian yang menyatakan bahwa respons radiasi dan prognosis KSS orofaring lebih baik pada pasien dengan status p16 positif. Tujuan penelitian: Membandingkan respons radiasi pada pasien dengan KSS rongga mulut dan orofaring berdasarkan status p16. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan melibatkan 27 pasien KSS rongga mulut dan orofaring di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data karakteristik pasien diambil dari rekam medis, anamnesis pasien, serta hasil pemeriksaan CT scan dan/atau MRI. Status p16 ditentukan dengan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi p16INK4a. Analisis data dilakukan menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 20. Hasil: Status p16 positif ditemukan pada 11 dari 27 subjek (40,7%). Berdasarkan analisis bivariat, tidak terdapat asosiasi yang bermakna antara status p16 dengan respons terapi (p>0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh signifikan dari status p16 terhadap respons radiasi pada KSS orofaring dan rongga mulut

Background: The increasing incidence of oral cavity and oropharyngeal squamous cell carcinoma (SCC) has led to the initiation of various studies on human papillomavirus (HPV), which plays a role in the pathogenesis of oral cavity and oropharyngeal SCC. Nowadays, immunohistochemistry examination of p16, a marker protein formed by HPV-infected cells, is increasingly used as an alternative to polymerase chain reaction (PCR) which requires high cost yet has low availability. According to 8th American Joint Committee of Cancer (AJCC) guideline on oropharyngeal cancer, p16 status also determines the staging of oropharyngeal SCC, indicating that the radiation response and prognosis of oropharyngeal SCC are better in p16-positive patients. Aim: To compare the radiation response in patients with oral and oropharyngeal SCC based on p16 status. Methods: This is a cross-sectional study involving 27 patients with oral and oropharyngeal SCC at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Patients characteristics were obtained from medical records, history taking, and CT scan and/or MRI results. p16 status was determined by p16INK4a immunohistochemistry and nasal polyp paraffin block examination (eosinophil infiltration and biofilm). Data analysis was performed using Statistical Program for Social Science (SPSS) version 20. Results: Positive p16 status was found in 11 of 27 subjects (40,7%). Based on bivariate analysis, no significant association was found between p16 status and radiation response (p>0.05)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Rizky Putri
"

Pendahuluan: Karsinoma rongga mulut adalah keganasan tersering ke-6 di Asia. Mayoritas pasien karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) di RSCM datang dalam kondisi lanjut. Namun belum ada studi yang meneliti mengenai kesintasan penyakit ini di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesintasan KSSRM di RSCM berdasarkan stadium klinis AJCC ke-8.

Metode: dilakukan studi analisis kesintasan secara retrospektif dengan menggunakan data pasien KSSRM yang didiagnosis di Divisi Bedah Onkologi RSCM pada tahun 2014-2018. Luaran pasien didapatkan dari rekam medis dan menghubungi pasien via telepon. Data dianalisis menggunakan metode Kaplan-Meier.

Hasil: Mayoritas pasien adalah laki-laki (perbandingan laki-laki:perempuan adalah 1,03:1) dengan rerata usia  51,12±13,821 tahun. Tumor ditemukan paling banyak di daerah lidah (72,8%) dan kebanyakan pasien didiagnosis pertama kali pada stadium IV (83,4%). Kesintasan keseluruhan satu dan dua tahun adalah 58,6% dan 43,1%, dengan kesintasan spesifik-penyakit adalah 66,9%. Kesintasan satu dan dua tahun terendah adalah pada kelompok stadium IV (53,5% dan 36,1% secara berurutan). Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kesintasan dan stadium klinis pada studi ini.

Simpulan:  Kesintasan KSSRM yang rendah di RSCM menunjukan tingginya patient delay. Penapisan dan edukasi mengenai penyakit ini dibutuhkan untuk meningkatkan angka kesintasan.

 


Introduction: Oral cancer carcinoma is the 6th most frequent malignancy in Asia. In Cipto Mangunkusumo Hospital, most patient comes in late stage. Yet, there is no survival study available for this disease in our country.

Objectives: This study aims on revealing the survival rate oral squamous cell carcinoma (OSCC) patients in Cipto Mangunkusumo based on the 8th AJCC staging.

Methods: We performed a retrospective survival analysis study from a database of OSCC patients diagnosed at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2014-2018. Follow-up details were updated from medical record and by phone calls. Data was analysed using the Kaplan-Meier method.

Results: Majority of the patients were male (male-to-female ratio was 1.03:1) with the mean age was 51,12±13,821 years old. Tumors occurred mostly in the tongue (72,8%), and most patients were initially diagnosed as stage IV (83,4%). The one and two year overall survival rate were 58,6% and 43,1%, with a disease-specific survival rate was 66,9%. The worst one and two year survival rate was found constantly in the stage IV group (53,5% and 36,1%, consecutively). Though there was no statistically significant association between overall survival and clinical staging in this study (p>0,05).

Conclusion: The low OSCC survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital indicated a high level of patient delay. Screening and education regarding this disease are needed to increase the survival rate.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Birril Qudsi
"belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) adalah salah satu kanker yang paling umum dijumpai dengan angka survival 52.0% yang tidak meningkat secara bermakna walaupun tatalaksana kanker ini terus berkembang. Cornulin merupakan protein spesifik untuk sel skuamosa yang penting dalam diferensiasi epitel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rendahnya ekspresi cornulin berhubungan dengan gambaran klinikopatologi dan survival yang lebih buruk dibandingkan dengan ekspresi tinggi. Oleh karena sifatnya yang spesifik dan belum ada penelitian mengenai ekspresi cornulin sebagai faktor prognosis di Indonesia, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara ekspresi cornulin dan survival pada pasien dengan KSSRM.
Tujuan: Mengetahui potensi cornulin sebagai penanda biologis survival pada pasien dengan KSSRM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif yang dilakukan dari periode Juni 2021 sampai dengan Mei 2022. Populasi penelitian ini merupakan pasien dengan diagnosis KSSRM yang ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis dan menjalani terapi di Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM periode Januari 2015 – Mei 2020. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui ekspresi cornulin dan skor imunihistokimia ditentukan menggunakan immunoreactive score (IRS). Skor IRS < 6 berarti ekspresi rendah dan ≥ 6 berarti ekspresi tinggi. Analisis statistik univariat, bivariat, dan survival dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Hasil: Cornulin tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM. T, N, dan stadium memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM dengan nilai p masing-masing adalah 0.001, 0.040, dan 0.001. T dan N memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan ekspresi cornulin pada pasien dengan KSSRM, dengan nilai p masing-masing adalah 0.034 dan 0.030.
Kesimpulan:Cornulin sebagai protein penanda biologis KSSM tidak dapat menjadi prediktor dari survival pasien dengan KSSM.

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is one of the most common cancers with a 52.0% survival rate which does not increase significantly even though the management of this cancer continues to develop. Cornulin is a specific protein for squamous cells that is important in epithelial differentiation. Previous studies have shown that low cornulin expression is associated with worse clinicopathological features and survival compared to high cornulin expression. Due to its specific nature and no research on cornulin expression as a prognostic factor has been done in Indonesia, the author is interested in knowing the relationship between cornulin expression and survival in patients with OSCC.
Objective: To determine the potential of cornulin as a biological marker for survival in patients with OSCC.
Methods: This study used a retrospective cohort study design that was conducted from June 2021 to May 2022. The population of this study were patients with OSCC diagnosis confirmed by histopathological examination and undergoing therapy at the Division of Surgical Oncology, Department of Surgery, RSCM for the period January 2015-May 2020. Immunohistochemical examination was performed to determine the expression of cornulin and the immunohistochemical score was calculated using the immunoreactive score (IRS). IRS score < 6 means low cornulin expression and ≥ 6 means high cornulin expression. Univariate, bivariate, and survival statistical analyses were performed using SPSS software.
Results: Cornulin did not have a statistically significant relationship with survival in patients with OSCC. T, N, and stage had a statistically significant relationship with survival in patients with SCC with p values ​​of 0.001, 0.040, and 0.001, respectively. T and N had a statistically significant relationship with cornulin expression in patients with OSCC, with p-values ​​of 0.034 and 0.030, respectively.
Conclusion: Cornulin as a biological marker protein of OSCC cannot be a predictor of the survival of patients with OSCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alicia Nathasa Arastone
"Penerapan Kombinasi Terapi Musik dan Aromaterapi dalam Mengurangi Rasa Nyeri pada Pasien Karsinoma Lidah. Karsinoma sel skuamosa (KSS) lidah merupakan salah satu keganasan rongga mulut yang paling umum terjadi. Kondisi ini tidak mudah dideteksi pada tahap awal, serta manifestasi klinis yang biasanya tidak terlihat, namun nyeri menjadi salah satu gejala yang paling umum yang dirasakan pasien. Tujuan penelitian: Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis keefektifan intervensi kombinasi terapi musik dan aromaterapi lavender pada pasien KSS lidah yang mengalami rasa nyeri. Metode: Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini berupa laporan kasus terkait intervensi terapi musik dan aromaterapi lavender berupa reed diffuser yang diberikan kepada pasien selama 3 hari. Diskusi: Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi terapi musik dan aromaterapi lavender mampu mengurangi rasa nyeri pada pasien kanker dengan keluhan nyeri. Penurunan tingkat nyeri yang dialami oleh pasien terukur dari skala VAS 7 menjadi skala VAS 3, serta perubahan respon nyeri non-verbal dan parameter fisiologis. Kesimpulan: Kombinasi terapi musik dan aromaterapi lavender direkomendasikan untuk diterapkan oleh pasien dan keluarga dalam mengontrol rasa nyeri secara mandiri di rumah.

The Application of Music Therapy and Aromatherapy Combination to Reduce Pain in Tongue Carcinoma Patient. Squamous cell carcinoma (SCC) of tongue is one of the most common oral malignancies. This condition is not easily detected in its early stages, and the clinical manifestations are usually not visible, but pain is one of the most common symptoms experienced by patient. Objective: The purposeof this work was to analyze the effectiveness of a combination intervention of music therapy and lavender aromatherapy in patient with tongue SCC who experiences pain. Methods: The method used is a case report related to music therapy intervention and lavender aromatherapy in the form of a reed diffuser given to patient for 3 days. Discussion: This study shows that the combination of music therapy and lavender aromatherapy in cancer patient with pain can reduce the patient's pain. The decrease in pain level experienced by patient was measured from the VAS 7 scale to the VAS 3 scale, as well as changes in non-verbal pain responses and physiological parameters. Conclusion: The combination of music therapy and lavender aromatherapy is recommended to be applied by the patient and family in controlling pain independently at home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ela Laelasari
"Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa laring (KSSL) dengan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB) leher memiliki angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 50%. Banyak penelitian menunjukkan bahwa MMP-9 dan CCR7 berhubungan dengan metastasis ke KGB leher. Overekspresi MMP-9 dan CCR7 berhubungan dengan sifat sel tumor yang lebih agresif dan prognosis yang lebih buruk dikarenakan cenderung bermetastasis ke KGB leher.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi MMP-9 dan CCR7 pada KSSL yang bermetastasis dan tidak metastasis ke KGB leher.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang pada sediaan operasi laringektomi parsial maupun total dengan diseksi leher di RSCM periode Desember 2017 sampai Desember 2019. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu KSSL dengan metastasis KGB leher dan tanpa metastasis. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara konsekutif dari kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sesuai perhitungan besar sampel untuk masing-masing kelompok. Pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi primer MMP-9 dan CCR7. Data imunoekspresi dianalisis untuk mengetahui hubungannya dengan terjadinya metastasis ke KGB leher.
Hasil: Kejadian metastasis KSSL ke KGB leher berhubungan dengan ekspresi MMP-9 (P<0,05). Ditemukan ekspresi MMP-9 yang tinggi pada KSSL-M sebesar 41,7% sedangkan KSSL-NM 8,3%. Ekspresi CCR7 juga berkorelasi dengan metastasis KSSL ke KGB leher (P<0,05), ekspresi CCR7 yang tinggi pada KSSL-M sebanyak 48,3% sedangkan KSSL-NM hanya 10%. Ditemukan pula hubungan antara ekspresi MMP-9 dan CCR7 dengan terjadinya metastasis KSSL ke KGB (p=0,001).
Kesimpulan: Metastasis KSSL ke KGB berhubungan dengan ekspresi MMP-9 dan CCR7. Terdapat adanya hubungan antara ekspresi MMP-9 dan CCR7 pada kejadian metastasis KSSL ke KGB leher.

Background: Laryngeal squamous cell carcinoma (LSCC) with metastasis to the lymph nodes of the neck has a 5-year survival rate of less than 50%. Many studies have shown that MMP-9 and CCR7 are associated with metastasis to cervical lymph nodes. Overexpression of MMP-9 and CCR7 are associated with a more aggressive cell tumour and poor prognosis because they are more likely to metastasis to cervical lymph nodes.
Purpose: This study aims to determine the expression of MMP-9 and CCR7 in metastasis and non-metastatis KSSL to cervical lymph nodes.
Methodology: An observational analytic study with a cross-sectional design on partial and total laryngectomy surgery preparations with neck dissection at RSCM for the period December 2017 to December 2019. The study sample was divided into 2 groups, namely KSSL with cervical lymph nodes metastasis and without metastasis. The research sample was taken by consecutive sampling from cases that met the inclusion and exclusion criteria according to the calculation of the sample for each group. Immunohistochemical examination using primary antibodies MMP-9 and CCR7. Immunoexpression data were analyzed to determine their relationship with metastasis to cervical lymph nodes.
Results: The incidence of SCC metastases to cervical lymph nodes was associated with MMP-9 expression (P<0.05). High MMP-9 expression was found in KSSL-M by 41.7% while in KSSL-NM 8.3%. CCR7 expression also correlated with KSSL metastases to cervical lymph nodes (P<0.05), high CCR7 expression in KSSL-M was 48.3% while KSSL-NM was only 10%. It was also found that there was a relationship between the expression of MMP-9 and CCR7 with the occurrence of SLCC to lymph node metastasis (p=0.001).
Conclusion: Metastasis SLCC to lymph node was associated with MMP-9 and CCR7 expression. There is a relationship between the expression of MMP-9 and CCR7 in the incidence of SCC metastases to cervical lymph nodes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
David Sitinjak
"Papiloma sinonasal merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel mukosa sinonasal. Papiloma sinonasal memiliki kecenderungan untuk mengalami transformasi keganasan. Salah satu petanda biomolekuler yang baru-baru ini diduga berperan dalam transformasi keganasan papiloma inverted menjadi karsinoma sel skuamosa sinonasal adalah FoxM1. FoxM1 merupakan faktor transkripsi yang peran utamanya adalah mengatur proliferasi seluler dan progresi siklus sel dalam karsinogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi FoxM1 pada sediaan papiloma inverted sinonasal (PIS) dalam kaitannya dengan perubahan epitel menuju keganasan. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain potong lintang. Sampel terdiri atas 36 kasus dengan diagnosis histopatologik papiloma inverted sinonasal yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 21 kasus PIS dan 15 kasus PIS yang mengalami perubahan epitel menuju keganasan (displasia) di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2014-2019. Dilakukan pulasan imunohistokimia FoxM1 dan perhitungan persentase jumlah sel terpulas positif. Analisis stastistik berupa uji komparatif numerik persentase sel terpulas FoxM1 di antara dua kelompok tersebut. Ekspresi FoxM1 ditemukan pada semua sediaan sampel PIS. Rerata persentase sel terpulas FoxM1 pada PIS sebesar 7,4% (SD±1,67) dan PIS yang mengalami perubahan epitel menuju keganasan sebesar 33,5% (SD±14,77). Terdapat perbedaan persentase sel terpulas FoxM1 yang signifikan di antara kedua kelompok (p<0,001). Terdapat ekspresi FoxM1 yang lebih tinggi pada papiloma inverted sinonasal yang mengalami perubahan epitel menuju keganasan. Pulasan imunohistokimia FoxM1 berpotensi untuk menjadi penanda displasia pada papiloma inverted sinonasal.

Sinonasal papilloma is an uncommon benign neoplasm arising from sinonasal surface epithelia. Sinonasal papilloma has propensity to undergo malignant transformation. A new biomarker recently reported to be involved in malignant transformation in sinonasal papilloma to be sinonasal squamous cell carcinoma. FoxM1 is a transcription factor which main role in carcinogenesis is in cellular proliferation and cell cycle regulation. This study aims to describe the expression FoxM1 in sinonasal inverted papilloma and its association with dysplastic changes. A cross-sectional, analytical study was conducted comprising 36 samples of histologically-confirmed diagnosis of inverted papilloma between 2014 to 2019. The samples were further grouped into 2 groups: 21 samples without associated dysplastic changes and 15 samples with associated dysplastic changes. FoxM1 immunostaining was performed in all samples and. The percentage of positively-stained cells was compared among two groups using appropriate comparative statistics. The mean percentage of positively-stained cells in inverted papilloma without associated dysplastic changes is 7,4% (SD±1,67), and with associated dysplastic changes is 33,5% (SD±14,77). There was statistically-significant difference of FoxM1 expression among two groups (p<0,001). Expression of FoxM1 was found to be higher in the inverted papilloma with associated dysplastic changes. FoxM1 immunostaining is potential to be a biomarker of malignant transformation in sinonasal inverted papilloma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Christina Thaher
"Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) menempati urutan keenam dari keganasan yang paling sering terjadi di Asia. Kebanyakan pasien datang berobat dalam kondisi stadium lanjut sehingga KSSRM memiliki mortalitas yang tinggi. Angka kesintasan KSSRM satu tahun dan dua tahun di RSCM adalah 58,6% dan 43,1%; angka kesintasan spesifik penyakit adalah 66,9%. Studi ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi kesintasan KSSRM.
Metode: Studi ini merupakan kohort retrospektif berdasarkan data rekam medis pasien. Variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, lokasi tumor, stadium klinis, derajat diferensiasi sel tumor, derajat invasi tumor, dan batas sayatan. Analisis kesintasan menggunakan Kaplan-Meier dan uji log-rank. Analisis bivariat dan multivariat menggunakan regresi Cox untuk mendapatkan hazard ratio (HR).
Hasil: Ada 169 subjek yang menderita KSSRM dan diterapi di RSCM tahun 2014 – 2018. Mayoritas pasien merupakan laki-laki (51,5%) dengan usia di atas 50 tahun (55,6%). Lokasi tumor paling banyak dijumpai di lidah (72,8%) diikuti mukosa bukal (13%). 82,2% pasien datang pada stadium IV, 60,4% memiliki diferensiasi baik, dan 53,8% memiliki grade rendah. Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan bahwa ukuran dan ekstensi tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening regional (N), stadium klinis, dan batas sayatan memengaruhi kesintasan KSSRM (p <0,05). Keterlibatan KGB (HR: 1,212; 95% CI: 0,997-1,474; p <0,05) dan stadium klinis (HR: 1,749; 95% CI: 1,261-2,425; p <0,05) memengaruhi mortalitas secara signifikan.
Kesimpulan: Faktor-faktor yang memengaruhi kesintasan KSSRM adalah stadium klinis dan keterlibatan kelenjar getah bening regional (N).

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is the sixth most common malignancy in Asia. Most patients were diagnosed in advanced stage; thus, the mortality rate is high. The one-year and two-year overall survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital are 58.6% and 43.1%, the disease-specific survival rate is 66.9%. This study is aimed to investigate the prognostic factors correlated with OSCC.
Methods: A retrospective cohort study was done on OSCC patients diagnosed and treated in Cipto Mangunkusumo Hospital from 2014 to 2018. Data regarding age, gender, site of the primary lesion, clinical stage of the disease, tumor differentiation, invasion, and surgical margins were collected. Prognostic variables were identified with bivariate analysis using Kaplan-Meier curves and log-rank testing for comparison.
Results: One hundred and sixty nine patients were included. Majority of patients were male (51.5%), age above 50 years old (55.6%). The most prevalent tumor site was the tongue (72.8%) followed by buccal mucosa (13%). 82.2% of patients had advanced (clinical stage IV) disease at diagnosis. Majority of patients had well-differentiated tumor (60.4%) and low-grade tumor (53.8%). Bivariate analysis showed that tumor size (T), nodal status (N), clinical stage, and marginal status significantly affected the overall survival (p <0.05). Nodal status (HR: 1.212; 95% CI: 0.997-1.474; p <0.05) and clinical stage (HR: 1.749; 95% CI: 1.261-2.425; p < 0.05) were independently associated with the risk of death.
Conclusion: Clinical stage and lymph node involvement are the most significant prognostic factors of OSCC.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Nadia H.W.L.
"Kanker serviks merupakan kanker tersering kedua di dunia pada perempuan, namun merupakan kanker tersering di negara berkembang. Di Indonesia kanker serviks menjadi masalah besar karena kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut, padahal stadium mempengaruhi pilihan terapi dan angka harapan hidup pasien. Tujuan: untuk mengetahui jumlah kasus baru, karakteristik, dan korelasi antara stadium dengan usia penderita kanker serviks di Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada data pasien kanker serviks di Departemen Patologi Anatomi RSCM tahun 2007 dengan uji non-parametrik korelasi Spearman (p<0.05). Hasil: jumlah kasus baru kanker serviks di Departemen Patologi Anatomi RSCM tahun 2007 adalah 540 dengan subjek penelitian berusia antara 22-92 tahun, rata-rata usia 48,46 tahun dan simpang deviasi sebesar 9.237. Puncak sebaran usia penderita kanker serviks ada pada rentang 45-54 tahun (39%). Frekuensi tertinggi stadium kanker serviks adalah stadium IIIB. Persentase penderita kanker serviks di bawah 50 tahun pada stadium I adalah 69.5%, stadium II 59.9%, stadium III 51.2%, dan stadium IV 42,9%. Gambaran histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (64,4%). Terdapat korelasi positif lemah (r 0.140) yang bermakna (p 0.001) antara stadium dengan usia pada penderita kanker serviks di Departemen Patologi Anatomi RSCM tahun 2007. Kesimpulan: semakin lanjut usia semakin tinggi stadium kanker serviks yang terdiagnosis.

Cervical cancer is the second most common type of cancer found among woman worldwide, the first in developing countries. In Indonesia, cervical cancer has become major problem since most patients seek medical attention in their late stages; although, best medical treatment and survival rate depend on which stages they are in. Objective: to acknowledge the number of most recent diagnosed cervical cancer’s cases along with their characteristics, and the correlations among it stages and the age of people who have suffered by it particularly in the Department of Pathology and Anatomy in RSCM in the year of 2007. Methods: based on data (2007) from RSCM’s Department of Pathology and Anatomy, this research was conducted by using cross-sectional method with Spearman correlation (p< 0.05). Result: this research indicates that the number of women diagnosed with cervical cancer in the RSCM’s Department of Pathology and Anatomy for the year of 2007 has reached 540 new cases among the age of 22-92 years old. The average of women diagnosed with cervical cancer is 48.46 years old (SD 9.237). The highest number of cases was found in women with a group of age of 45-54 tahun (39%). From all the data that were derived, it was found that stage IIIB has the highest frequency. The percentage of patients below 50 years old diagnosed with stage I, stage II, stage III, and stage IV respectively are 69.5%, 59.9%, 51.2%, and 42.9%. Histopathologically, squamous cell carcinoma was the dominant one (64.4%). Based on this research, there is a weak positive correlation (r 0.140; p 0.001) between cervical cancer stages and the age of patients. Conclusion: high stages of cervical cancer were found significantly in older women."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tjintya Sarika
"Tujuan : Untuk mengetahui karakteristik penderita kanker serviks di Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2006
Metode : Merupakan penelitian cross-sectional. Telah dilakukan evaluasi terhadap 554 penderita kanker serviks yang datang ke Departemen Patologi Anatomi. Namun hanya 465 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang dikumpulkan adalah usia, stadium dan gambaran histopatologi
Hasil : terdapat 465 kasus baru penderita kanker serviks di Departemen Patologi Anatomi pada tahun 2006 dengan rata-rata usia 49±8,708 tahun. Usia termuda 30 tahun dan usia tertua 78 tahun. Jumlah penderita terbanyak berada pada rentang usia 45-49 tahun yaitu 103 orang. Penderita kanker serviks terbanyak didiagnosis pada stadium IIIB dan gambaran histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
Kesimpulan : terdapat korelasi lemah antara usia dengan stadium pada penderita kanker serviks di Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta tahun 2006

Purpose : To know the characteristic of cervical cancer patients in Pathology Anatomy Department Cipto Mangunkusumo hospital
Method : Cross-sectional study. 554 cervical cancer patiens was evaluated in Pathology Anatomy Department Cipto Mangunkusumo hospital but only 465 patients who are included in this study. Data which are collected are age, stadium, and histopathology findings
Result : There are 465 new cases of cervical cancer in Pathology Anatomy Department Cipto Mangunkusumo hospital in 2006 with mean age 49±8,708 years old. The yougest age is 30 yeras old and the oldest age is 78 years old. The greatest number of the cervical cancer cases are between 45 and 49 yeras old. Stadium IIIB is found very commonly in cervical cancer patients and the most often of histopathology findings are carcinoma cell squamosa
Conclusion : There are weakness correlation of stadium and age in cervical cancer patients in Pathology Anatomy Department Cipto Mangunkusumo hospital in 2006
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>