Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ulanski, Wayne
New York: McGraw-Hill, 1991
621.84 ULA v (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achyar
Abstrak :
Latar belakang Meskipun intervensi non-bedah dengan balon (percutaneous balloon mitral valvulotomy) merupakan pilihan utama pada stenosis mitral (MS), tetapi pada kasus-kasus tingkat lanjut, bedah ganti katup mekanis merupakan salah satu pilihan. Penelitian khusus tentang bedah ganti katup mekanis pada MS di Indonesia masih sedikit. Rumahsakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dalam kurun waktu 1985-1995 telah melakukan penggantian katup mekanis pada 566 penderita, 348 diantaranya dilakukan penggantian pada katup mitral. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keberhasilan awal dan lambat dari bedah ganti katup mekanis pada stenosis mitral, dan variabel prediktor kematian dari tindakan bedah ganti katup tersebut di Rumahsakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Metode penelitian : Penelitian dilakukan secara retrospektrif dan observasional, terhadap penderita MS yang dilakukan bedah ganti katup mekanis di Rumahsakit Jantung Harapan Kita (RSJHK) Jakarta selama kurun waktu 1985-1995. Pengamatan dilakukan mulai Desember 1985-Juni 1997. Pengumpulan data pra, intra dan pasca-bedah, serta data pada saat kontrol rutin dipoliklinik, didapat melalui catatan rekam medik penderita. Penderita yang tidak kontrol rutin, dihubungi dengan surat, telepon, atau kunjungan rumah. Analisis ketahanan hidup dilakukan dengan metode Kaplan-Meier. Variabel prediktor untuk kematian awal dilakuan dengan uji regresi logistik, sedang untuk kematian lambat dilakukan dengan regresi Cox. Hasil: Terdapat 51 penderita, 24 pria (47,1%), dan 27 wanita (52,9%), berumur antara 15-63 tahun (37,8 ± 8). MS murni 37 penderita (72,5%), 11 penderita disertai regurgitasi mitral ringan (21,5%), dan 3 penderita disertai regurgitasi aorta ringan (6%). MS berat 38 penderita (75%), MS sedang 13 penderita (25%). Kematian awal 13,7% (7 penderita), penderita yang dapat diikuti sampai akhir penelitian 95% (36 penderita). Lama pengamatan 228,8 tahun-orang. Ketahanan hidup 5 tahun adalah 85,6 ± 6 %, sedang untuk 10 tahun 79 ± 8,4 %. Komplikasi yang terjadi selama pengamatan, perdarahan oleh karena anti-koagulan 0,5%/penderita-pertahun, emboli 0,5%/penderita pertahun, gagal jantung 2,5%/penderita-pertahun, gagal fungsi katup 0,9%/penderita-pertahun, endokarditis 1%/penderita-pertahun, ganti katup 0,5%/penderita-pertahun, kematian mendadak 0,5%/penderita-pertahun. Variabel prediktor terhadap kematian awal adalah lama pemakaian mesin by-pass (rasio odds 1,02, interval keyakinan 95% 1,00-1,04, p=0,049). Tidak ditemukan variabel prediktor kematian lambat. Kesimpulan : Angka kematian awal 13,7%. Ketahanan hidup 5 tahun dan 10 tahun masing-masing 85,6 ± 6%, dan 79 ± 8,4%. Variabel prediktor terhadap kematian awal adalah lama pemakaian mesin by-pass. Tidak ditemukan variabel prediktor terhadap kematian lambat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57273
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Selama 2 dekade terakhir, telah terjadi perkembangan pesat terhadap teknik-teknik diagnostik, pemahaman perjalanan penyakit, kardiologi intervensional dan prosedur bedah pada penderitapenyakit jantung katup. Akhir-akhir ini dasar-dasar informasiyang digunakan untuk membuat keputusan klinis dalam penanganan penyakit jantung katup telah berkembang pesat meskipun dalam berbagai situasi pedoman penanganan masih kontrofersi sehingga belum terjadi keseragaman. Buku ini diharapkan menambah khasanah pemahaman bagi sejawat dalam menangani penderita kelainan katup jantung sebagai bentuk tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat.
Surabaya: Airlangga University Press (AUP), 2007
616.12 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amiliana Mardiani Soesanto
Jakarta: UI Publishing, 2024
616.12 AMA b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Gilang Rejeki
Abstrak :
Latar Belakang : Stenosis mitral (SM) merupakan suatu lesi obstruksi katup mitral yang memerlukan terapi definitif suatu tindakan mekanik. Di Indonesia, prevalensinya masih cukup tinggi dengan penyebab yang multifaktorial; di antaranya waktu tunggu untuk antrian dari penjadwalan intervensi di era Jaminan Kesehatan Nasional. Kondisi pasien yang hadir terlambat dan waktu tunggu yang lama dapat memperburuk keadaan pasien. Pada SM, serangkaian neurohormonal teraktivasi. Penyekat enzim konversi angiotensin (EKA) dapat menghambat aktivasi renin-angiotensi-aldosteron (RAA), memperbaiki kondisi pasien selama menunggu jadwal operasi. Namun, pemberian penyekat EKA masih kontroversial. Tujuan : Untuk menilai keamanan dan pengaruh pemberian penyekat EKA dosis kecil pada pasien SM tanpa hipotensi terhadap six minute walk test (6MWT) dan N-Terminal pro B type natriuretic peptide (NT-proBNP). Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak yang tersamar ganda. Sampel diambil secara konsekutif dan dilakukan randomisasi blok, untuk pemberian lisinopril 2,5 mg atau plasebo. Setiap subyek dilakukan ekokardiografi, 6MWT dan pemeriksaan laboratorium sebelum diberikan perlakuan. Evaluasi serupa dilakukan pada setiap subyek setelah 4 minggu. Hasil Penelitian : Terdapat 37 subyek yang berhasil dilakukan analisis; 19 pasien pada kelompok perlakuan dan 18 pasien pada kelompok kontrol. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada perubahan NT-proBNP dan 6MWT pada kedua kelompok (∆ NT proBNP 59 (-6747) - 2145) vs (-166) (-1495 - 1664) pg/mL; p = 0.443) dan (∆ 6 MWT 11.66 + 73 vs 21.37 + 47; p = 0.638). Tidak didapatkan pula perbedaan tekanan darah serta isi sekuncup yang bermakna antara kedua kelompok paska perlakukan, median isi sekuncup pada kelompok perlakuan 54 (34 - 74) vs 45 (34 - 94), p = 0.126. Kesimpulan : Pemberian penyekat EKA dosis kecil pada pasien SM tanpa keadaan hipotensi aman, namun tidak meningkatkan pencapaian 6MWT dan tidak meurunkan kadar NT-proBNP. ...... Background : Mitral stenosis (MS) is an obstructive lesion in which the definitive therapy is mechanical intervention. The prevalence of MS in developed countries has been decreasing due to the development of mechanical intervention. In Indonesia the prevalence remains high especially in the era of national health coverage, there are too many patients queuing for mitral valve operation. By this situation, we want to know if the angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor could reduce the burden of symptoms and other neurohormonal activation such as NT-proBNP in MS patients. There are many controversies to the use of ace inhibitor in MS patients, questioning the benefit and safety of ace inhibitor to these patients. Objective : To study the safety and efficacy of low dose ACE inhibitor towards six minute walk test (6MWT) and N-Terminal pro B type natriuretic peptide (NT-proBNP) in Mitral Stenosis Patients without Hypotension. Methods : This study is a double blind randomized control trial. Sample was taken consecutively, and randomized to be given lisinopril 2.5mg or placebo. Every patient was assigned for echocardiography evaluation, 6MWT, and laboratory examination before and after intervention. Result : 37 patients were included in the analysis; 19 was in the intervention group, 18 patient was in the placebo group. No significant difference were found between the two groups in terms of NT-proBNP and 6MWT, (∆ NT proBNP 59 (-6747) - 2145) vs (166) (-1495 - 1664) pg/mL; p=0.443) dan (∆ 6 MWT 11.66 + 73 vs 21.37 + 47; p = 0.638). In terms of blood pressure and stroke volume, there was also no significant difference between the two groups after intervention, median for stroke volume in intervention group and control group were 54 (34 - 74) vs45 (34 - 94), p = 0.126. Conclusion : Low dose ACE inhibitor is safe to be given in MS patient without hypotension, however, it did not increase functional capacity measured by 6MWT, neither improve NT-proBNP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Dewa Candra
Abstrak :
Penggunaan kompor gas 3 Kg yaitu katup tabung baja gas 3 Kg. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian teknis dan tingkat kualitas katup terhadap standar yang diberlakukan wajib oleh pemerintah, yaitu SNI 1591:2008. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan cara melakukan uji visual, dimensi konstruksi dan uji tekanan sesuai dengan standar teknis yang berlaku SNI 1591:2008. Hasil penelitian dengan 30 sampel yang diambil secara acak menyatakan bahwa pada uji visual semua sampel setara dengan 100 persen adalah lulus uji, untuk uji dimensi konstruksi didapati hanya 20 persen sampel yang lulus uji, sedangkan untuk uji tekanan sebanyak 90 persen sampel lulus uji. Penelitian ini menyarankan untuk pihak produsen, pemerintah dan masyarakat aktif berperan serta untuk selalu meningkatkan pengawasan dan pemeliharaan teknis katup mulai dari pemilihan bahan baku,produksi,distribusi hingga penggunaan. ......This thesis will explain further about the technical safety of valve of LPG steel cylinder 3 Kg. The purpose of this study was to determine the technical suitability, level of quality and the product safety of the valves to the compulsory standards imposed by the government, namely SNI 1591:2008. This research is a qualitative research by conducting visual tests, dimensions, construction and pressure test in accordance with applicable technical standards of SNI 1591:2008. The results with 30 samples taken randomly stating that the visual testing of all samples was equivalent to 100 percent passed the test, for the construction dimensional test, from the test sample, found only 20 percent who passed the test, while for the pressure test as much as 90 percent of the samples passed the test. This research suggests that for the producers, governments and communities to participate actively to improve oversight and technical maintenance of valves ranging from raw material selection, production, distribution to use.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T30816
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Rahmat
Abstrak :
Operasi perbaikan regurgitasi mitral konvensional pasien anak dapat menyisakan regurgitasi residual. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan suatu teknik untuk mengurangi regurgitasi residual sehingga dirancang teknik elevasi anulus posterior. Tujuan penelitian ini untuk menilai efektivitas teknik tersebut dalam mengurangi regurgitasi residual pasca-operasi perbaikan katup mitral pada anak. Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled trial dan dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan kita, Jakarta, pada bulan Juli 2020 hingga Juni 2022. Subjek adalah pasien anak dengan regurgitasi mitral berusia 1 hari hingga 18 tahun yang menjalani operasi perbaikan katup mitral dibagi dua kelompok yaitu perlakuan yang diberikan teknik elevasi anulus posterior setelah perbaikan katup konvensional dan kelompok kontrol, yang menjalani teknik perbaikan katup konvensional saja. Evaluasi dilakukan pada hari ke-0, ke-5, 2 minggu, dan 3 bulan pasca-operasi. Regurgitasi mitral residual, panjang dan indeks koaptasi diperiksa dengan ekokardiografi. Data luaran klinis diperoleh dari rekam medis berupa waktu ventilator, skor inotropik, lama rawat ICU, lama rawat inap, Major Adverse Cardiovascular Events (MACE), dan Low Cardiac Output Syndrome (LCOS). Metabolik gagal jantung diukur dengan pemeriksaan NTproBNP dan Laktat darah. Penanda hemolisis diukur dengan pemeriksaan Haptoglobin, Lactate Dehydrogenase (LDH) dan Fragmented Erytrocyte. Sebanyak 64 subjek dengan median usia 12,72 (1,31–18,90) tahun dibagi dua kelompok sama banyak. Kelompok perlakuan menunjukkan penurunan bermakna pada regurgitasi mitral residual dibandingkan kelompok kontrol secara konsisten. Analisis pada 3 bulan pasca-operasi, diperoleh RR= 0,31; CI:0,18–0,54; p < 0,001 menunjukkan teknik elevasi anulus posterior dapat menjadi faktor protektif yang menurunkan kemungkinan regurgitasi residual dibandingkan kontrol. Panjang dan indeks koaptasi juga lebih tinggi bermakna pada kelompok perlakuan (p < 0,001). Luaran klinis, metabolik gagal jantung, dan penanda hemolisis tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Disimpulkan teknik elevasi anulus posterior efektif mengurangi regurgitasi mitral residual dan memperbaiki area koaptasi serta berpotensi meningkatkan hasil bedah jangka panjang pada anak dengan regurgitasi mitral. ...... The current technique used in severe mitral regurgitation in children can occasionally lead to residual regurgitation. To address this issue, the posterior annulus elevation technique was developed to enhance coaptation and reduce residual lesions. This study aims to evaluate the effectiveness of the posterior annulus elevation technique in reducing residual regurgitation during mitral valve repair in children. A randomized controlled trial was conducted in National Cardiovascular Centre Harapan Kita, Indonesia, from July 2020 to June 2022. Subject was Pediatric mitral regurgitation patients aged 1 day to 18 years undergoing mitral valve repair surgery were included. The patients were divided into two groups: the intervention group, which received the posterior annulus elevation technique after conventional repair, and the control group, which underwent conventional repair techniques only. Various parameters, including residual mitral regurgitation, coaptation length and index, clinical outcomes, and metabolik markers, were measured on day 0, 5, 2 weeks and 3 months after surgery. The study included 64 subjects with median of age of 12,72 (1,31–18,90) years. They were divided into two groups equally. On each time of evaluation, the intervention group showed significant reduction in residual mitral regurgitation compared to the control group consistently. At 3 months after surgery, we found that the use of this technique could be protective factor that reduce the chance of residual regurgitation compared to control (RR = 0,31; CI: 0,18–0,54; p < 0.001). Coaptation length and index were also found to be significantly higher in the intervention group (p < 0.001). Clinical outcomes, metabolik markers, and hemolysis marker did not show any significant differences between the two groups. The posterior annulus elevation technique demonstrated effectiveness in reducing residual mitral regurgitation and improving coaptation area in pediatric mitral valve repair. This technique shows potential for improving the long-term surgical outcomes in children with mitral regurgitation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Emanuel Kefi
Abstrak :
Sistem ACWH memiliki 2 kondensor yang berfungsi untuk memanaskan air dan membuang panas ke lingkungan yang masing-masing memiliki katup in/out pada pipa refrigerant. Dalam sistem ACWH seluruh refrigerant akan dialirkan ke DPHE untuk didinginkan, sehingga bukaan katup DPHE 100% terbuka, sementara aliran refrigerant ke air condenser tertutup. Media pendingin pada DPHE bersumber dari tangki penyimpanan yang di insulasi, jika air tidak digunakan untuk mandi berarti air akan bersirkulasi secara terus menerus dan terus mengalami peningkatan temperatur karena menyerap panas dari refrigerant sehingga panas tersimpan dalam tangki. Temperatur media pendingin terus meningkat menyebabkan pertukaran panas pada sistem tidak maksimal sehingga terjadi penurunan efisiensi kompresor serta peningkatan tekanan dan temperatur discharge. Untuk mengatasi peningkatan tekanan dan temperatur pada kompresor, panas pada sistem harus dilepaskan ke lingkungan sehingga refrigerant harus dialirkan ke air condenser untuk melepaskan panas ke lingkungan. Refrigerant tidak sepenuhnya dialirkan ke air condenser karena panas tetap dibutuhkan ke DPHE untuk memanaskan air, sehingga katup pada kedua kondensor tetap dibuka dengan perbandingan tertentu sesuai dengan kondisi. Katup pada DPHE akan tertutup ketika air panas sudah mencapai temperatur yang diminta. Pada saat ini katup masih dikontrol secara manual sehingga akan tidak efektif ketika digunakan. Untuk mengatasi kendala tersebut katup ini akan dikontrol secara otomatis dengan input command berdasarkan analisis karakter perpindahan panas pada beberapa bukaan katup berbeda pada masing-masing kondensor. Hasil percobaan yang didapatkan hasil tercepat untuk pemanasan air adalah dengan membuka katup ke DPHE 100% dan menutup katup ke kondensor air cooled dengan waktu pemanasan air 31 menit, tetapi terjadi over pressure dan over heat pada discharge kompresor yang mencapai tekanan >25 bar. Sementara pada bukaan 50% DPHE dan 50% air condenser, waktu pemanasan air dari 28°C ke 55°C mencapai 56 menit. Pada mode 3 & 4 dilakukan pengaturan katup ketika temperatur discharge kompresor mencapai 60°C, terlihat penurunan tekanan secara signifikan dalam beberapa saat. Variasi terbaik dari 4 percobaan diatas adalah diawali dengan 100% DPHE dan 75% DPHE, 25% kondensor saat temperature discharge kompresor mencapai 60°C. Hal ini dikarenakan memiliki laju perpindahan panas yang baik dan tekanan discharge terkendali karena Sebagian tekanan dialirkan ke kondensor. Jika tekanan melebihi 16 bar maka bukaan katup DPHE dikurangi dan membuka katup air condenser. ......The ACWH system has 2 condensers which serves to heat water and dissipate heat to the environment, both has an in/out valve on the refrigerant pipe. In the ACWH system, all refrigerant will flow to the DPHE to be cooled, so that the DPHE valve opening is 100% open, and the refrigerant flow to the air condenser is closed. The cooling medium in DPHE comes from an insulated storage tank, if the water is not used for bathing it means the water will circulate continuously and the temperature will continue to increase because it absorbs heat from the refrigerant and heat will be stored in the tank. The temperature of the cooling medium continues to increase causing the heat exchange in the system to be not optimal, and causing decrease in compressor efficiency and an increase in discharge pressure and temperature. To overcome the increase in pressure and temperature in the compressor, the heat in the system must be released to the environment so that the refrigerant must be flowed into the air condenser to release heat to the environment. Refrigerant is not completely flowed into the air condenser because heat is still needed to the DPHE to heat the water, so the valves on both condensers are still opened with a certain ratio according to conditions. The valve on the DPHE will close when the hot water has reached the required temperature. At this time the valve is still controlled manually, so it will be ineffective when used. To overcome these obstacles, this valve will be controlled automatically with an input command based on the analysis of the heat transfer character at several different valve openings in each condenser. The experimental results obtained the fastest results for heating water are to open the valve to 100% DPHE and close the valve to the water cooled condenser with a water heating time of 31 minutes, but there is over pressure and over heat on the compressor discharge which reaches a pressure of >25 bar. Meanwhile, at 50% DPHE and 50% air condenser openings, the water heating time from 28°C to 55°C reaches 56 minutes. In mode 3 & 4, the valve is adjusted when the compressor discharge temperature reaches 60°C, a significant drop in pressure is seen in a few moments. The best variation from the 4 experiments above is starting with 100% DPHE and 75% DPHE, 25% condenser when the compressor discharge temperature reaches 60°C. This is because it has a good heat transfer rate and the discharge pressure is controlled because some of the pressure is supplied to the condenser. If the pressure exceeds 16 bar then the DPHE valve opening is reduced and the air condenser valve opens.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Maruli Wisnu Wardhana
Abstrak :
Latar Belakang: Restenosis katup mitral didefinisikan sebagai penurunan mitral valve area (MVA) <1,5 cm2 atau penurunan MVA >50% pasca KMTP. Restenosis katup mitral bersifat time-dependent dan dikaitkan dengan major adverse cardiovascular events (MACE), seperti gagal jantung kongestif, kematian, operasi penggantian katup dan KMTP ulangan. Mekanisme penyebab restenosis katup mitral belum diketahui secara pasti tetapi diduga berkaitan dengan proses inflamasi kronik. Tujuan: Mengetahui hubungan inflamasi kronik dengan restenosis katup mitral pasca KMTP. Metode: Total 40 pasien stenosis katup mitral yang telah menjalani tindakan KMTP dikelompokkan menjadi kelompok kasus (n=20) dan kelompok kontrol (n=20) berdasarkan matching. Diambil data sekunder dari rekam medis berupa karakteristik pasien (jenis kelamin, usia dan profilaksis sekunder), data ekokardiografi pre KMTP (Skor Wilkins dan MVA pre KMTP), dan data ekokardiografi post KMTP (MVA pasca KTMP). Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi (MVA follow-up) dan pemeriksaan lab (kadar IL-6). Kemudian dilakukan analisis statistik untuk mencari hubungan antara kadar penanda inflamasi kronik serta variabel bebas lainnya dengan restenosis katup mitral. Hasil: Median konsentrasi IL-6 adalah 2,39 (0,03 - 11,4) pg/mL. Tidak terdapat perbedaan statistik yang bermakna kadar IL-6 pada kedua kelompok (nilai p >0,05). Penurunan MVA adalah 0,13 (0 - 0,62) cm2/tahun dengan laju penurunan MVA ≥0,155 cm2/tahun merupakan prediktor kejadian restenosis katup mitral (nilai p <0.001, OR = 46,72, 95% CI 6,69 - 326,19). Simpulan: Inflamasi kronik yang dinilai dengan IL-6 tidak berhubungan dengan restenosis katup mitral. ...... Background: Mitral valve restenosis is defined as decreased mitral valve area (MVA) <1.5 cm2 or decreased MVA >50% after PTMC. It is time-dependent and associated with major adverse cardiovascular events (MACE), such as congestive heart failure, cardiac death, mitral valve replacement, and redo PTMC. The mechanism is not yet known; however, chronic inflammation may have a role. Objective: To know the association between chronic inflammation and mitral valve restenosis after PTMC. Methods: A total of 40 patients with mitral valve stenosis who underwent successful PTMC were matched and classified into restenosis/case group (n=20) and no restenosis/control group (n=20). Secondary data was taken from electronic medical records such as patient characteristics (gender, age & 2nd prophylaxis), echocardiography data before PTMC (Wilkins’ score and MVA before PTMC), and echocardiography data after PTMC (MVA after PTMC). Follow-up echocardiography examination (follow-up MVA) and laboratory assessment of chronic inflammation marker (IL-6) were done on all patients. Statistical analyses were done to look for an association between the level of chronic inflammation marker & other independent variables with mitral valve restenosis. Results: Median IL-6 concentration was 2.39 (0.03 - 11.4) pg/mL. There was no statistically significant difference in IL-6 levels between both groups (p-value >0.05). MVA decrement was 0.13 (0 - 0.62) cm2/year with rate of MVA decrement ≥0.155 cm2/year was predictor of mitral valve restenosis (p-value <0.001, OR = 46.72, 95% CI 6.69 - 326.19). Conclusion: Chronic inflammation assessed by IL-6 was not associated with mitral valve restenosis
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>