Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vidya Gilang Rejeki
"Latar Belakang : Stenosis mitral (SM) merupakan suatu lesi obstruksi katup mitral yang memerlukan terapi definitif suatu tindakan mekanik. Di Indonesia, prevalensinya masih cukup tinggi dengan penyebab yang multifaktorial; di antaranya waktu tunggu untuk antrian dari penjadwalan intervensi di era Jaminan Kesehatan Nasional. Kondisi pasien yang hadir terlambat dan waktu tunggu yang lama dapat memperburuk keadaan pasien. Pada SM, serangkaian neurohormonal teraktivasi. Penyekat enzim konversi angiotensin (EKA) dapat menghambat aktivasi renin-angiotensi-aldosteron (RAA), memperbaiki kondisi pasien selama menunggu jadwal operasi. Namun, pemberian penyekat EKA masih kontroversial.
Tujuan : Untuk menilai keamanan dan pengaruh pemberian penyekat EKA dosis kecil pada pasien SM tanpa hipotensi terhadap six minute walk test (6MWT) dan N-Terminal pro B type natriuretic peptide (NT-proBNP).
Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak yang tersamar ganda. Sampel diambil secara konsekutif dan dilakukan randomisasi blok, untuk pemberian lisinopril 2,5 mg atau plasebo. Setiap subyek dilakukan ekokardiografi, 6MWT dan pemeriksaan laboratorium sebelum diberikan perlakuan. Evaluasi serupa dilakukan pada setiap subyek setelah 4 minggu.
Hasil Penelitian : Terdapat 37 subyek yang berhasil dilakukan analisis; 19 pasien pada kelompok perlakuan dan 18 pasien pada kelompok kontrol. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada perubahan NT-proBNP dan 6MWT pada kedua kelompok (∆ NT proBNP 59 (-6747) - 2145) vs (-166) (-1495 - 1664) pg/mL; p = 0.443) dan (∆ 6 MWT 11.66 + 73 vs 21.37 + 47; p = 0.638). Tidak didapatkan pula perbedaan tekanan darah serta isi sekuncup yang bermakna antara kedua kelompok paska perlakukan, median isi sekuncup pada kelompok perlakuan 54 (34 - 74) vs 45 (34 - 94), p = 0.126.
Kesimpulan : Pemberian penyekat EKA dosis kecil pada pasien SM tanpa keadaan hipotensi aman, namun tidak meningkatkan pencapaian 6MWT dan tidak meurunkan kadar NT-proBNP.

Background : Mitral stenosis (MS) is an obstructive lesion in which the definitive therapy is mechanical intervention. The prevalence of MS in developed countries has been decreasing due to the development of mechanical intervention. In Indonesia the prevalence remains high especially in the era of national health coverage, there are too many patients queuing for mitral valve operation. By this situation, we want to know if the angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor could reduce the burden of symptoms and other neurohormonal activation such as NT-proBNP in MS patients. There are many controversies to the use of ace inhibitor in MS patients, questioning the benefit and safety of ace inhibitor to these patients.
Objective : To study the safety and efficacy of low dose ACE inhibitor towards six minute walk test (6MWT) and N-Terminal pro B type natriuretic peptide (NT-proBNP) in Mitral Stenosis Patients without Hypotension.
Methods : This study is a double blind randomized control trial. Sample was taken consecutively, and randomized to be given lisinopril 2.5mg or placebo. Every patient was assigned for echocardiography evaluation, 6MWT, and laboratory examination before and after intervention.
Result : 37 patients were included in the analysis; 19 was in the intervention group, 18 patient was in the placebo group. No significant difference were found between the two groups in terms of NT-proBNP and 6MWT, (∆ NT proBNP 59 (-6747) - 2145) vs (166) (-1495 - 1664) pg/mL; p=0.443) dan (∆ 6 MWT 11.66 + 73 vs 21.37 + 47; p = 0.638). In terms of blood pressure and stroke volume, there was also no significant difference between the two groups after intervention, median for stroke volume in intervention group and control group were 54 (34 - 74) vs45 (34 - 94), p = 0.126.
Conclusion : Low dose ACE inhibitor is safe to be given in MS patient without hypotension, however, it did not increase functional capacity measured by 6MWT, neither improve NT-proBNP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Rahmat
"Operasi perbaikan regurgitasi mitral konvensional pasien anak dapat menyisakan regurgitasi residual. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan suatu teknik untuk mengurangi regurgitasi residual sehingga dirancang teknik elevasi anulus posterior. Tujuan penelitian ini untuk menilai efektivitas teknik tersebut dalam mengurangi regurgitasi residual pasca-operasi perbaikan katup mitral pada anak. Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled trial dan dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan kita, Jakarta, pada bulan Juli 2020 hingga Juni 2022. Subjek adalah pasien anak dengan regurgitasi mitral berusia 1 hari hingga 18 tahun yang menjalani operasi perbaikan katup mitral dibagi dua kelompok yaitu perlakuan yang diberikan teknik elevasi anulus posterior setelah perbaikan katup konvensional dan kelompok kontrol, yang menjalani teknik perbaikan katup konvensional saja. Evaluasi dilakukan pada hari ke-0, ke-5, 2 minggu, dan 3 bulan pasca-operasi.
Regurgitasi mitral residual, panjang dan indeks koaptasi diperiksa dengan ekokardiografi. Data luaran klinis diperoleh dari rekam medis berupa waktu ventilator, skor inotropik, lama rawat ICU, lama rawat inap, Major Adverse Cardiovascular Events (MACE), dan Low Cardiac Output Syndrome (LCOS). Metabolik gagal jantung diukur dengan pemeriksaan NTproBNP dan Laktat darah. Penanda hemolisis diukur dengan pemeriksaan Haptoglobin, Lactate Dehydrogenase (LDH) dan Fragmented Erytrocyte.
Sebanyak 64 subjek dengan median usia 12,72 (1,31–18,90) tahun dibagi dua kelompok sama banyak. Kelompok perlakuan menunjukkan penurunan bermakna pada regurgitasi mitral residual dibandingkan kelompok kontrol secara konsisten. Analisis pada 3 bulan pasca-operasi, diperoleh RR= 0,31; CI:0,18–0,54; p < 0,001 menunjukkan teknik elevasi anulus posterior dapat menjadi faktor protektif yang menurunkan kemungkinan regurgitasi residual dibandingkan kontrol. Panjang dan indeks koaptasi juga lebih tinggi bermakna pada kelompok perlakuan (p < 0,001).
Luaran klinis, metabolik gagal jantung, dan penanda hemolisis tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Disimpulkan teknik elevasi anulus posterior efektif mengurangi regurgitasi mitral residual dan memperbaiki area koaptasi serta berpotensi meningkatkan hasil bedah jangka panjang pada anak dengan regurgitasi mitral.

The current technique used in severe mitral regurgitation in children can occasionally lead to residual regurgitation. To address this issue, the posterior annulus elevation technique was developed to enhance coaptation and reduce residual lesions. This study aims to evaluate the effectiveness of the posterior annulus elevation technique in reducing residual regurgitation during mitral valve repair in children.
A randomized controlled trial was conducted in National Cardiovascular Centre Harapan Kita, Indonesia, from July 2020 to June 2022. Subject was Pediatric mitral regurgitation patients aged 1 day to 18 years undergoing mitral valve repair surgery were included. The patients were divided into two groups: the intervention group, which received the posterior annulus elevation technique after conventional repair, and the control group, which underwent conventional repair techniques only. Various parameters, including residual mitral regurgitation, coaptation length and index, clinical outcomes, and metabolik markers, were measured on day 0, 5, 2 weeks and 3 months after surgery.
The study included 64 subjects with median of age of 12,72 (1,31–18,90) years. They were divided into two groups equally. On each time of evaluation, the intervention group showed significant reduction in residual mitral regurgitation compared to the control group consistently. At 3 months after surgery, we found that the use of this technique could be protective factor that reduce the chance of residual regurgitation compared to control (RR = 0,31; CI: 0,18–0,54; p < 0.001). Coaptation length and index were also found to be significantly higher in the intervention group (p < 0.001).
Clinical outcomes, metabolik markers, and hemolysis marker did not show any significant differences between the two groups. The posterior annulus elevation technique demonstrated effectiveness in reducing residual mitral regurgitation and improving coaptation area in pediatric mitral valve repair. This technique shows potential for improving the long-term surgical outcomes in children with mitral regurgitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Maruli Wisnu Wardhana
"Latar Belakang: Restenosis katup mitral didefinisikan sebagai penurunan mitral valve area (MVA) <1,5 cm2 atau penurunan MVA >50% pasca KMTP. Restenosis katup mitral bersifat time-dependent dan dikaitkan dengan major adverse cardiovascular events (MACE), seperti gagal jantung kongestif, kematian, operasi penggantian katup dan KMTP ulangan. Mekanisme penyebab restenosis katup mitral belum diketahui secara pasti tetapi diduga berkaitan dengan proses inflamasi kronik.
Tujuan: Mengetahui hubungan inflamasi kronik dengan restenosis katup mitral pasca KMTP.
Metode: Total 40 pasien stenosis katup mitral yang telah menjalani tindakan KMTP dikelompokkan menjadi kelompok kasus (n=20) dan kelompok kontrol (n=20) berdasarkan matching. Diambil data sekunder dari rekam medis berupa karakteristik pasien (jenis kelamin, usia dan profilaksis sekunder), data ekokardiografi pre KMTP (Skor Wilkins dan MVA pre KMTP), dan data ekokardiografi post KMTP (MVA pasca KTMP). Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi (MVA follow-up) dan pemeriksaan lab (kadar IL-6). Kemudian dilakukan analisis statistik untuk mencari hubungan antara kadar penanda inflamasi kronik serta variabel bebas lainnya dengan restenosis katup mitral.
Hasil: Median konsentrasi IL-6 adalah 2,39 (0,03 - 11,4) pg/mL. Tidak terdapat perbedaan statistik yang bermakna kadar IL-6 pada kedua kelompok (nilai p >0,05). Penurunan MVA adalah 0,13 (0 - 0,62) cm2/tahun dengan laju penurunan MVA ≥0,155 cm2/tahun merupakan prediktor kejadian restenosis katup mitral (nilai p <0.001, OR = 46,72, 95% CI 6,69 - 326,19).
Simpulan: Inflamasi kronik yang dinilai dengan IL-6 tidak berhubungan dengan restenosis katup mitral.

Background: Mitral valve restenosis is defined as decreased mitral valve area (MVA) <1.5 cm2 or decreased MVA >50% after PTMC. It is time-dependent and associated with major adverse cardiovascular events (MACE), such as congestive heart failure, cardiac death, mitral valve replacement, and redo PTMC. The mechanism is not yet known; however, chronic inflammation may have a role.
Objective: To know the association between chronic inflammation and mitral valve restenosis after PTMC.
Methods: A total of 40 patients with mitral valve stenosis who underwent successful PTMC were matched and classified into restenosis/case group (n=20) and no restenosis/control group (n=20). Secondary data was taken from electronic medical records such as patient characteristics (gender, age & 2nd prophylaxis), echocardiography data before PTMC (Wilkins’ score and MVA before PTMC), and echocardiography data after PTMC (MVA after PTMC). Follow-up echocardiography examination (follow-up MVA) and laboratory assessment of chronic inflammation marker (IL-6) were done on all patients. Statistical analyses were done to look for an association between the level of chronic inflammation marker & other independent variables with mitral valve restenosis.
Results: Median IL-6 concentration was 2.39 (0.03 - 11.4) pg/mL. There was no statistically significant difference in IL-6 levels between both groups (p-value >0.05). MVA decrement was 0.13 (0 - 0.62) cm2/year with rate of MVA decrement ≥0.155 cm2/year was predictor of mitral valve restenosis (p-value <0.001, OR = 46.72, 95% CI 6.69 - 326.19).
Conclusion: Chronic inflammation assessed by IL-6 was not associated with mitral valve restenosis
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirya Ayu Graha
"Latar belakang: Salah satu terapi fibrilasi atrium adalah ablasi bedah yang disebut Cox-maze IV yang dilakukan bersamaan dengan operasi katup mitral (concomitant cox-maze IV). Keberhasilan Cox-maze IV di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah RSJPD Harapan kita cukup tinggi yaitu 88,13%. Penelitian ini untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral di RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional. Pasien dengan penyakit katup mitral dan fibrilasi atrium diperiode Januari 2012 sampai Desember 2017 dilakukan operasi katup mitral dan Cox-maze IV kemudian dievaluasi irama jantung 6 bulan pasca operasi. Irama yang dinilai adalah bebas fibrilasi atrium dan dinilai faktor-faktor yang berhubungan.
Hasil: Total subjek adalah 115 pasien dengan prevalensi bebas fibrilasi atrium 6 bulan pascabedah adalah 81.5%. Pascabedah mortalitas sebanyak 7 pasien (6,1%). Diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki odds ratio 2,91 artinya, pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki peluang 2,91 kali irama tetap fibrilasi atrium dibanding dengan pasien dengan diameter atrium kiri kurang dari 60 mm.
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral adalah diameter atrium. Pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki OR 2,91 tetap FA.

Introduction: One of the therapies for atrial fibrillation is surgical ablation that is known as Cox-maze IV, that is performed together with mitral valve operation (concomitant cox-maze IV). The success rate of Cox-maze IV in RSPJD Harapan Kita is quite high, which is 88.13%. This study is aimed at understanding the factors that attribute to the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients in RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Method: The study design is cross sectional. Patients with mitral valve disease and atrial fibrillation within the period of January 2012 to December 2017 were given mitral valve operation and Cox-maze IV, then the cardiac rhythm was evaluated for 6-months post-surgery. The examined rhythm is atrial fibrillation free and we evaluated the associating factors.
Results: Total subject was 115 patients with the prevalence of atrial fibrillation free for 6-months post-surgery was 81.5%. Post-surgery mortality rate was 7 patients (6.1%). A larger than 60 mm left atrium diameter had an odds ratio of 2.91, which meant that patients with a left atrium diameter larger than 60 mm had a 2.91 higher risk of having atrial fibrillation rhythm than those with a smaller than 60 mm left atrium diameter.
Conclusion: Factors associated with the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients is atrium diameter. Patients with a left atrium diameter larger than 60 mm has an OR of 2.91 to have atrial fibrillation. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Amira Callista
"ABSTRAK
Latar Belakang: Studi menunjukkan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kanan VKa perioperasi, memiliki luaran mortalitas dan morbiditas yang kurang baik. Akan tetapi, studi yang menilai prediktor disfungsi VKa masih sedikit dan belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor yang apa saja yang dapat menjadi prediktor disfungsi sistolik VKa pada pasien yang menjalani pembedahan katup mitral. Metode: Studi kasus kontrol dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSJPDHK . Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi katup mitral sejak Januari 2016 sampai Februari 2017. Karakteristik dasar, data operasi, pemeriksaan ekokardiografi sebelum dan pasca operasi pre- discharge , serta catatan ruang intensif yang diperoleh dari rekam medis dicatat. Data kemudian diolah dengan analisis bivariat dan multivariat. Hasil Penelitian: Subyek sebanyak 282 pasien dengan 75 mengalami disfungsi Vka dengan TAPSE pascapembedahan

ABSTRACT
Background Studies have shown that patients with right ventricle RV dysfunction perioperatively have worse mortality and morbidity outcomes. Yet studies evaluating predictors of RV dysfunction are still scarce and have never been carried out in Indonesia. Objectives To identify which factors may predict the occurence of postoperative RV systolic dysfunction in patients undergoing mitral surgery. Method Case control study taking place in National Cardiovascular Center Harapan Kita NCCHK . Subjects are patients who underwent mitral surgery in NCCHK from January 2016 until February 2017. Data consisting of basic characteristics, surgical data, echocardiography parameters before and after surgery predischarge , and intensive care unit integrated records acquired from medical records are gathered. Bivariate and multivariate analyses are carried out. Results 282 patients were included in the study, 75 having RV dysfunction with postoperative TAPSE of...
"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Darmawan
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai perubahan area katup mitral (AKM) dan respon hemodinamik dengan Doppler ekokardiografi (DE) pada stenosis katup mitral (SKM) yang dilakukan uji latih baring. Menilai perubahan gradien tekanan (MVPG) dan aliran katup mitral (MVF) dalam penerapannya terhadap rumus Gorlin. Perekaman dilakukan pada istirahat dan akhir uji latih. Penelitian dilakukan pada 20 penderita SKM (18 SKM murni dan 2 SKM+Insufisiensi katup mitral).
Parameter hemodinamik yang dinilai adalah AKM, dimensi atrium kiri, denyut jantung (DJ), curah jantung (CJ), isi sekuncup (IS); MVPG, MVF dan rasio ∆ MVPG/∆ MVF. Berdasarkan derajat stenosis penderita dibagi atas SKM ringan (AKM >1,5 cm2), SKM sedang (AKM 1-1,5 cm2) dan berat (AKM <1,0 cm2). Membuat korelasi AKM Doppler dengan kateterisasi, menilai perubahan AKM dengan uji latih dan menilai berbagai respon hemodinamik dengan AKM.
Ada 8 penderita yang mempunyai data kateterisasi. Penilaian AKM dari Doppler dengan kateterisasi mempunyai korelasi yang balk (r=0,7365,p=O,04). Hanya 12 penderita yang dapat dinilai AKM dengan uji latih. Tidak didapatkan perubahan AKM dengan uji latih (p >0,05). Terdapat korelasi antara AKM dengan delta CJ (r=0,7552,p=0,0001) dan dengan delta IS (r=0,52,p=0,02), tetapi tidak mempunyai korelasi dengan delta DJ (selisih DJ puncak uji latih dengan istirahat) dengan r=0,09 maupun dengan delta DJ yang diperoleh dari selisih DJ pada saat rekaman Doppler pada akhir uji latih dengan DJ istirahat (r=-0,05). Nilai DJ pada puncak uji latih (dari EKG) tidak sama dengan DJ pada saat rekaman Doppler pada akhir uji latih (136 ± 13 dan 108 T 19). Terdapat keterbatasan DE untuk mendapatkan rekaman pola pada puncak uji latih, disamping penentuan "slope" dari pola mempunyai pengaruh terhadap perhitungan AKM.
Perubahan gradien tekanan rata-rata {delta mMVPG) tidak mempunyai korelasi dengan AKM (r=0,01). Terdapat korelasi antara MVF dengan AKM (r=0,6692,p=0,001) begitu jugs pada rasio ∆MVPG/∆ MVF mempunyai korelasi terbalik dengan AKM (r=- 0,8247, p=0,00001). Perubahan hemodinamik ini mengikuti rumus Gorlin.
Penelitian ini menyimpulkan, bahwa pemeriksaan Doppler ekokardiografi dapat dipakai untuk menilai perubahan hemodinamik pada penderita SKM yang dilakukan uji latih. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Reza Ferdiansyah
"ABSTRAK
Tujuan
Penelitian mengenai penggunaan analisis faktor risiko dan mortalitas pada operasi
jantung masih menjadi perdebatan dan merupakan area yang sedang berkembang.
Analisis faktor risiko dalam penilaian suatu hasil pembedahan jantung merupakan hal
yang tidak dapat dihindari. Ahli bedah dan rumah sakit memerlukan suatu hasil
penilaian faktor risiko terhadap risiko kejadian mortalitas perioperasi agar dapat
menentukan keputusan klinis. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan
Parsonnet dan European System for Cardiac Operative Risk Evaluation (EuroSCORE)
pada pasien yang menjalani perbaikan katup mitral dan memperkirakan faktor-faktor
risiko apa saja yang dapat mempengaruhi mortalitas perioperatif.
Pasien dan Metode
Dari bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Desember 2012, 96 pasien terpilih yang
telah menjalani operasi perbaikan katup mitral menggunakan mesin jantung paru dan
telah dilakukan analisis faktor risiko berdasarkan Parsonnet score and EuroSCORE .
seluruh faktor risiko dianalisis dengan analisis deskriptif, tabulasi silang, Pearson Chi
Square, dan uji Anova, keduanya juga dianalisis dengan kurva ROC
Hasil
Angka mortalitas riil sebesar 5,2 %. Berdasarkan Parsonnet score, nilai prediksi
mortalitas sebesar 18,26 % sementara pada EuroSCORE nilai prediksi mortalitas
sebesar 3,68 %. Hasil keduanya signifikan secara statistik. Nilai prediksi EuroSCORE
lebih mendekati angka kematian riil bila dibandingkan Parsonnet score .
Kesimpulan
EuroSCORE lebih unggul dibandingkan dengan Parsonnet score .Nilai prediksi
EuroSCORE lebih mendekati angka kematian riil . EuroSCORE merupakan alat ukur
yang baik dalam analisis faktor risiko dan mortalitas pada operasi perbaikan katup
mitral

ABSTRACT
Objective
The use of risk stratified mortality studies for analyzing surgical outcome in cardiac
surgery is obviously a developing area. Unfortunately, outcomes research in valve
repair surgery has been relatively limited. The risk stratification in the assessment of
cardiac surgical results is inevitable. Surgeons and hospitals need availability of risk
assessment result which may influence decision-making. Without risk stratification,
surgeons and hospitals treating high-risk patients will appear to have worse results
than others. Our purpose was to compare the performance of risk stratification models,
Parsonnet and European System for Cardiac Operative Risk Evaluation (EuroSCORE)
in our patients undergoing mitral valve repair (MVr) and predict the risk factors that
influence inhospital mortality .
Patient and methods
From January 2010 to December 2012, 96 consecutive patients have undergone MVr
using cardiopulmonary bypass and scored according to Parsonnet score and
EuroSCORE algorithm. All risk factors were analyzed by descriptive analytic, cross
tabulation, Pearson Chi Square, and Anova test, both scores analyzed by ROC curve.
Results
Overall hospital mortality was 5,2 %. In Parsonnet model, predicted mortality was
18,26 % while in the EuroSCORE model, predicted mortality was 3,68 %. and it was
statistically significant for the Parsonnet score and EURO score . Parsonnet Score has
a higher sensitivity compared to the EuroSCORE. From the ROC curve, AUC for
Parsonnet score (0,905) higher than AUC for EuroSCORE (0,892). Problems with the
Parsonnet score of subjectivity, inclusion of many items not associated with mortality,
and the overprediction of mortality have been highlighted. Pre operative NYHA class,
age, ejection fraction , complication, etiology, EuroSCORE, and Parsonnet score
during mitral valve repair were statistically significant for affecting inhospital
mortality risk.
Conclusions
The EuroSCORE is more reasonable overall predictor of hospital mortality in our
patients undergoing MVr compared to Parsonnet score."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Larasati
"Latar Belakang. Pada pasien katup mitral yang disertai fibrilasi atrium (FA), bedah ablasi dapat dilakukan bersamaan dengan bedah katup mitral. Dalam penelitian ini kami melakukan evaluasi keberhasilan jangka pendek terhadap pasien-pasien katup mitral yang dilakukan bedah ablasi FA di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Kami mempunyai hipotesis bahwa indeks volume atrium kiri pra-bedah dan pasca-bedah berhubungan dengan keberhasilan bedah ablasi FA jangka pendek.
Metodologi. Merupakan studi retrospektif. Semua pasien yang dilakukan bedah ablasi bersamaan dengan koreksi katup mitral dengan kriteria standard pada periode bulan Maret 2012-Januari 2015 dimasukkan dalam penelitian ini. Data pasien diambil dari catatan medik rumahsakit, termasuk data klinis, EKG, laboratorium, echocardiografi sebelum dan sesudah bedah ablasi. Evaluasi keberhasilan jangka pendek dilihat ada tidaknya FA selama masa hospitalisasi sampai 1 bulan pasca-bedah.
Hasil. Selama periode penelitian, sebanyak 46 pasien ikut dalam penelitian ini {laki-laki 19 (41,3%) dan wanita 27 (58,7%)}.Rerata umur 42,7 ± 9,6 tahun. Lima orang meninggal segera setelah bedah ablasi (8,7%). Tiga puluh pasien tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama sesudah tindakan bedah (65,2%). Rerata indeks volume atrium kiri pra-bedah pada pasien yang tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama lebih kecil dibanding dengan yang tetap dalam irama FA, tetapi secara statistik tidak bermakna (156,83 ± 84,3 vs 189,4 ± 92 ml/m2, p=0,256). Rerata indeks volume atrium kiri pasca-bedah pada kelompok pasien yang tetap dalam irama sinus lebih kecil dibanding dengan pasien dalam irama FA pada akhir bulan pertama ( 95,2 ± 55,4 vs 126 ± 43,9 ml/m2, p=0,029) secara statistik berbeda bermakna. . Sembilan belas pasien menggunakan obat penyekat beta (41,3%) ternyata 3 pasien menjadi FA (15,8%) sedang yang tidak menggunakan obat penyekat beta (27 pasien, 58,7%) ternyata 13 pasien (48%) yang secara statistik bermakna (p=0,023). Analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa indeks volume atrium kiri pasca-bedah adalah berpengaruh terhadap kejadian FA jangka pendek yang secara statistik bermakna (OR 1,02 (IK 95% 1,001-1,04, p=0,043)). Demikian pula penggunaan obat penyekat beta (OR 0,02 (IK 95% 0,001-0,364, p=0,008)).
Kesimpulan. Angka keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA pada pasien katup mitral adalah 65,2 %. Indeks volume atrium kiri pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA. Temuan tambahan lain dalam penelitian ini yaitu penggunaan penyekat beta pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA.

Background. Surgical ablation is commonly done in patients with chronic atrial fibrillation (AF) undergo mitral valve surgery. This study was designed to identify the relationship between pre-operative and post-operative left atrial volume indices (LAVi) and short term success of restoration sinus rhythm after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Methods. Data were collected retrospectively from our hospital medical record . These included electrocardiograms, laboratory, echocardiography before and after surgical ablation in all patients. Each patient was evaluated at the outpatient hospital clinic. The AF recurence was evaluated from the ECG recording within 1 month after surgery. Left atrial volume was calculated using modified Simpson's method. Volume was corrected by surface area.
Results: From March 2012 through January 2015, there were 46 patients who underwent surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery. The mean age was 42.7 ± 9,6 year-old. {males were 19 (41.3%) and females were 27 (58.7%)} Early mortality was found in 5 patients (8.7%). Sinus rhythm (SR) was restored and maintained within first month in 30 patients (65.2%) of the 46 patients. The pre-operative LAVi was smaller in patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in sinus rhythm, but statistically insignificant (156.83 ± 84.3 vs 189.4 ± 92 ml/m2, p=0.256). However, post-operative LAVi was smaller and statistically significant in those patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in SR (95.2 ± 55.4 vs 126 ± 43.9 ml/m2, p=0,029). Multivariate analysis using logistic regression analysis showed post-operative LAVi (OR was 1.02 (CI 95% 1.001-1.04, p=0.043) and beta blocker usage early post hospitalization (OR was 0.02 (CI 95% 0.001-0.364, p=0.008) were independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Conclusions: Short term success rate of the surgical AF ablation in patients with chronic AF and concomitant mitral valve surgery was 65,2%. Post-operative LAVi and post operative beta blocker therapy was independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fandi Ahmad
"Latar Belakang : Penyakit jantung katup khususnya katup mitral dengan etiologirematik sering berakhir dengan fibrilasi atrium FA. Stenosis mitral SM maupun regurgitasi mitral RM, ditambah dengan fibrosis atrium pada prosesrematik menyebabkan terjadinya remodeling struktural dan remodeling elektrisyang diduga berperan dalam timbulnya FA. Bedah reduksi atrium kiri pada pasienFA yang menjalani operasi katup mitral, merupakan prosedur yang relatifsederhana, tidak memakan waktu operasi yang lama, dan relatif murah yangdiduga memiliki pengaruh terhadap konversi irama.
Tujuan : Menilai pengaruh bedah reduksi atrium kiri terhadap konversi iramajangka pendek dan jangka panjang pada pasien fibrilasi atrium dengan penyakitkatup mitral rematik yang menjalani pembedahan.
Metode : Telah dilakukan studi kohort retrospektif pada pasien fibrilasi atriumdengan penyakit katup mitral rematik yang menjalani operasi katup mitral selamaperiode Mei 2012 sampai dengan Mei 2016 di RS Jantung dan Pembuluh DarahHarapan Kita. Tindakan bedah reduksi atrium kiri dalam hal ini menjadi variabelindependen yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap konversi irama padapasien fibrilasi atrium dengan penyakit katup mitral rematik. Variabel dependenpada penelitian ini adalah konversi irama, yang dinilai melalui pengamatan jangkapendek dan jangka panjang.
Hasil : Total sampel penelitian ini adalah 257 sampel, terdiri dari 131 orang yangmenjalani bedah reduksi dan 126 orang tanpa bedah reduksi. Pada kelompokbedah reduksi, didapatkan 42 subjek 32,1 yang mengalami konversi iramajangka pendek dan 37 subjek 28,2 yang mengalami konversi irama jangkapanjang. Dari hasil analisis multivariat, variabel yang bermakna terhadap konversiirama jangka pendek yaitu bedah reduksi atrium kiri dengan OR 0,56 IK 95 0,31 ndash; 0,98 dan nilai p=0,044 serta penggunaan penyekat beta dengan OR 0,56 IK 95 0,31 ndash; 0,99 dan nilai p=0,047. Sementara variabel yang bermaknaterhadap konversi irama jangka panjang yaitu bedah reduksi atrium kiri denganOR 0,51 IK 95 0,28 ndash; 0,94 dan nilai p=0,031, penggunaan penyekat betadengan OR 0,53 IK 95 0,28 ndash; 0,98 dan nilai p=0,042, dan indeks volumeatrium kiri prabedah le;146 ml/m2 dengan OR 0,47 IK 95 0,26 ndash; 0,87 dan nilaip=0,017.
Kesimpulan : Bedah reduksi atrium kiri memiliki pengaruh terhadap konversiirama jangka pendek maupun jangka panjang pada pasien fibrilasi atrium denganpenyakit katup mitral rematik yang menjalani pembedahan.

Background : Valvular heart disease, especially rheumatic mitral valve diseaseoften coexists with atrial fibrillation AF. Mitral stenosis MS and mitralregurgitation MR with atrial fibrosis because of rheumatic process, resulting instructural remodeling and electrical remodeling of left atrium which contribute foroccurence of AF. Left atrial reduction surgery with mitral valve correction issimple procedure, takes relatively short operation time, and quite inexpensive asan alternative treatment for AF in rheumatic mitral valve disease.
Objective : Assessing the effect of left atrial reduction for short term and longterm rhythm conversion of AF in rheumatic mitral valve disease.
Method : We conducted a retrospective cohort study in atrial fibrillation patientswith rheumatic mitral valve disease who underwent mitral valve surgery duringthe period of May 2012 until May 2016 in the National Cardiovascular Center Harapan Kita. Left atrial reduction surgery became an independent variable whichexpected to have an influence on the rhythm conversion. The dependent variablewas the conversion of rhythm which was assessed through the observation in ashort term and long term.
Result : There were 257 subjects in this study, consisting of 131 subjects in theleft atrial reduction group and 126 subjects in the non left atrial reduction group.In left atrial reduction group, there were 42 subjects 32,1 with sinus rhythm inshort term observation and 37 subjects 28,2 with sinus rhythm during longterm observation. From multivariat analysis, the significant variable for the shortterm rhythm conversion were left atrial reduction with OR 0,56 CI 95 0,31 ndash 0,98 and p 0,044 and also beta blocker therapy with OR 0,56 CI 95 0,31 ndash 0,99 and p 0,047. While the significant variable for rhythm conversion in longterm were left atrial reduction with OR 0,51 CI 95 0,28 ndash 0,94 and p 0,031,beta blocker therapy with OR 0,53 CI 95 0,28 ndash 0,98 and p 0,042, and alsopre operation left atrial volume index le 146 ml m2 with OR 0,47 CI 95 0,26 ndash 0,87 and p 0,017.
Conclusion : Left atrial reduction has an effect for short term and long termrhythm conversion of AF in rheumatic mitral valve disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55635
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Tjubandi
"Angka re-operasi setelah reparasi katup mitral dapat mencapai 10% dan pada penyakit katup degeneratif sebagian besar (70%) re-operasi disebabkan prosedur yang dilakukan. Island flap rotation technique merupakan teknik reparasi katup mitral baru yang pertama kali dilakukan untuk mengakomodasi ketidaktersediaan artifisial korda dan menghindari tegangan jaringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode baru operasi jantung reparasi regurgitasi katup mitral yang fungsional dan aman tanpa membuang sebagian jaringan katup.
Penelitian dilakukan terhadap 29 pasien regurgitasi mitral berat dengan lesi P2 yang memenuhi kriteria inklusi di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, pada tahun 2022 hingga 2023. Desain penelitian adalah double blind randomized controlled trial. Subjek dirandomisasi menjadi 2 grup. Grup perlakuan menjalani prosedur island flap rotation dan grup kontrol menjalani prosedur selain island flap rotation. Semua subjek menjalani pemeriksaan transesophageal echocardiography (TEE) pasca–tindakan sebelum pasien dipulangkan dari rumah sakit. Pengukuran meliputi coaptation length index (CLI), trans mitral mean gradient, dan vena contracta area (VCA3D). Mortalitas dan kejadian trombo-emboli dievaluasi pada bulan ke-3 pasca-operasi.
Karakteristik dasar kedua kelompok berimbang kecuali pada kelompok perlakuan yang mempunyai rerata usia lebih muda, dimensi LA sebelum operasi lebih kecil, durasi CPB lebih singkat dan LVESD yang lebih kecil secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada evaluasi TEE pasca-tindakan didapatkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik antara nilai CLI pada kedua kelompok (p = 0,727) dengan nilai median kedua kelompok sama (37,7% vs. 35,6%). Tidak ada perbedaan bermakna antara nilai VCA3D pada kedua kelompok (p = 0,413), namun nilai median kelompok perlakuan lebih kecil dibanding dengan kelompok kontrol (0,03 cm2 vs. 0,06 cm2). Terdapat perbedaan bermakna antara nilai trans mitral mean gradient pada kedua kelompok (p = 0,017) dengan nilai median yang lebih rendah pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol (2,00 mmHg vs. 3,00 mmHg). Selain itu, tidak ditemukan adanya kejadian trombo-emboli dan mortalitas pada kedua kelompok.
Simpulan: Penggunaan metode baru island flap rotation technique pada kasus regurgitasi mitral berat lesi P2 terbukti memiliki efektivitas yang tidak berbeda dengan tehnik perbaikan katup mitral yang selama ini diterapkan dengan nilai trans mitral mean gradient yang secara bermakna lebih kecil dibanding kelompok kontrol dan nilai VCA3D yang lebih kecil separuh dibandingkan kelompok kontrol.

The re-operation rate after mitral valve repair reach up to 10% and 70% of degenerative valve disease because of procedure related. Island flap rotation technique is a novel mitral valve repair technique first performed by myself to accommodate the challenges of the unavailability of artificial chordae and to avoid tension in the tissue.
A total of 29 patients with severe mitral valve regurgitation (P2 lesions) who met the inclusion criteria in National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta, Indonesia were randomly assigned into 2 groups. Intervention group underwent island flap rotation technique procedure while the control group underwent procedures other than island flap rotation technique. Subjects were evaluated using transesophageal echocardiography (TEE) before discharged. Measurements taken include Coaptation Length Index (CLI), Trans Mitral Mean Gradient, and Vena Contracta Area 3D (VCA3D). Thromboembolic adverse event and mortality were evaluated up until three months postoperatively.
Baseline characteristics in both groups were similar except significantly lower subjects’ age, smaller pre-operative LA dimension, shorter CPB time and smaller LVESD in the intervention group compared to the control group. Postoperative TEE showed no significant difference in CLI between both groups (p = 0,727) with similar median values in both groups (37,7% vs. 35,6%), no significant difference in VCA3D between both groups (p = 0,413) with lower median value in the intervention group compared to the control group (0,03 cm2 vs. 0,06 cm2), and a significant lower trans mitral mean gradient in the intervention group (p = 0,017). There were no thromboembolic adverse event and mortality observed in both groups.
Conclusion: The use of island flap rotation technique as a novel method for severe mitral regurgitation with P2 lesions has been proven to be as effective as the current available mitral valve regurgitation repair technique with statistically significant lower trans mitral mean gradient value in the intervention group compared to the control group and VCA3D value being two-fold lower in the intervention group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library