Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirawati Siti Mariam
"Perkawinan lahir dari kesepakatan antara calon suami-istri, dimana undang-undang menetapkan apabila mereka melangsungkan perkawinan maka segala harta benda yang diperoleh dalam masa berlangsungnya perkawinan tersebut menjadi harta bersama. Namun sebelum perkawinan berlangsung undang-undang memungkinkan calon suami-istri untuk membuat perjanjian perkawinan yaitu suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri selama perkawinan mereka yang menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh undang-undang.
Maksud dan tujuan dibuatnya perjanjan kawin adalah untuk melakukan penyimpangan dari prinsip harta benda perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukuin Perdata dan Undang-undang Perkawinan.
Perjanjian kawin pada umumnya dibuat dengan akta notaris sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung dan mulai berlaku sejak saat perkawinan ditutup dan mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan di kantor Pengadilan Negeri.
Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa pokok permasalahan yang timbul sehubungan dengan; (1) Syarat-syarat apa saja yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian kawin?; (2) Hal-hal apa saja yang dilarang dalam isi dari perjanjian kawin?; (3) Sejauh mana tanggung jawab notaris terhadap akta perjanjian kawin yang dibuatnya?;
Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis serta dengan pengumpulan data sekunder, maka penelitiannya dilakukan secara kualitatif dengan mendasari pada aturan hukum yang berlaku, berdasarkan data yang tersedia, baik berupa bahan-bahan yang tersedia, literatur-literatur hukum, buku-buku, ensiklopedia, maka dibuat kesimpulan dalam rangka menjawab pokok permasalahan, antara lain; (1)sahnya suatu perjanjian perkawinan harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian; (2) Isi dari perjanjian kawin umumnya menyangkut hukum harta benda penyimpangan diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum; (3) Notaris hanya bertanggung jawab hanya sebatas akta yang dibuatnya, sedangkan isi dari akta tersebut adalah tanggung jawab para penghadap, dan jika bertentangan dengan Undang-Undang notaris berhak untuk menolaknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Widhayantie F
"Tesis ini membahas tentang kawin kontrak yang terkesan semakin ?legal? dan semakin marak di kalangan masyarakat. Berbagai aspek yang terkait di dalam kawin kontrak juga turut memenuhi uraian tesis ini. Diantaranya dampak buruk yang ada dari fenomena kawin kontrak, pandangan MUI sebagai lembaga keagamaan serta perannya dalam meniadakan kawin kontrak ini, serta akibat hukum bagi anak yang lahir dari hasil kawin kontrak dan untuk istri. Sampai dengan praktek yang terjadi pada pelaksanaan kawin kontrak yang terjadi di masyarakat.
Tesis ini mengunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya, pendekatan yang dilakukan secara kwalitatif, dengan wawancara sebagi pelengkap informasi yang dilakukan kepada nara sumber. Terdapat juga bahasan mengenai rancangan undang-undang hukum Materil Peradilan Agama yang sampai dengan tesis ini selesai disidangkan belum terwujud menjadi sebuah undangundang, kiranya hal tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dirampungkan, agar perlindungan hukum bagi wanita dan anak menjadi lebih terjamin tentunya melalui pengkajian dan pengesahan oleh wakil rakyat Indonesia di DPR.

This thesis analyzes the contract of marriage that seems more "legitimate" and the ever more rampant among the public. Relevant aspects in the marriage contract also complies with the description of this thesis. Among them are the adverse effects of the phenomenon of temporary marriages, view the MUI as a religious institution and its role in the mating cancel this contract, as well as the legal consequences for children born of the marriage contract and istri practices. Until occur in the implementation of temporary marriages occurring in society.
This thesis uses literature research methods with secondary data as a data source, the approach is qualitative, with interviews conducted as a supplementary information from experts. There is also discussion of a draft law that the religious material until the end of this thesis was embodied in a law, would be a task that must be completed for the legal protection of women and children become safer courses review and approval by the representatives of the Indonesia people in Parliament."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28185
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zaitun Abdullah
"Perkawinan mut'ah adalah perkawinan yang dilakukan dengan jangka waktu tertentu. Di Indonesia perkawinan semacam itu dikenal pula dengan istilah perkawinan kontrak. Perkawinan semacam ini dalam kenyataannya menimbulkan perbedaan pandangan yang begitu tajam antara Mazhab Sunni dan Mazhab Syiah. Mazhab Sunni mengharamkan perkawinan murah tersebut; sedangkan Mazhab Syiah menghalalkannya. Di Indonesia, masyarakat muslimnya mayoritas menganut Mazhab Sunni sehingga Iiteratur-literatur tentang perkawinan, menurut Syariat Islam menempatkan perkawinan mut'ah sebagai perkawinan yang diharamkan. Di pihak lain, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tidak menyebutkan secara jelas dan tegas tentang haramnya perkawinan tersebut. Akan tetapi, banyak yang memahami bahwa semua pasal-pasal dari undang-undang tersebut memberikan landasan kepadapelarangan perkawinan tersebut:
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif (pandangan para tokoh dan sejumlah literatur tertentu) dan empiris (mengambil sampel perkawinan mut'ah di lokasi daerah Jawa Barat, tepatnya di desa Jombang dan Kebandungan, Sukabumi, serta jalur Cisarua- Cipanas, Puncak). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara (dengan pertanyaan terbuka). Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan yang melibatkan diri peneliti dalam masalah yang digeluti (terutama dalam masalah observasi: observasi parsipatif).
Datalapangan memperlihatkan bahwa mereka yang melakukan perkawinan mut'ah mengetahui perkawinan permanen (perbedaannya terletak pada jangka waktu perkawinan). Secara lahiriah dan legal mereka melakukan perkawinan permanen. Akan tetapi, perkawinan mereka pada hakikatnya merupakan perkawinan mut'ah karena jangka waktu perkawinan tidak mereka ucapkan. Bagi yang melakukan perkawinan mut'ah, pengetahuan tentang itu didapat dari pengajian-pengajian atau diskusi-diskusi yang disampaikan kelompok tertentu. Perkawinan permanen yang hakikatnya sama dengan perkawinan mut'ah banyak dipraktikkan karena memang hal tersebut dianggap sangat umum (mengingat kiyai setempat dan pegawai KUA setempat juga mendukungnya). Walaupun demikian, perkawinan tersebut (baik yang mut'ah maupun perkawinan permanen) dilakukan di bawah tangan. Di sisi lain, pendapat nara sumber berbeda-beda, ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi yang kontra tidak seluruhnya mengharamkan, tetapi ada yang menghormati perbedaan pendapat tersebut. Akan tetapi, mereka? (Abstrak tidak lengkap ter-scan)"
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sendy Yudhawan
"Di Indonesia, perkawinan adalah sah menurut hukum apabila dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing serta dicatatkan di kantor pencatatan perkawinan. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memandang bahwa perkawinan itu tidak hanya dilihat dari aspek formalnya semata-mata, tetapi juga dilihat dari aspek agama. Didalam perkembangan masyarakat sekarang ini munculah istilah kawin kontrak, dimana perkawinan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, dan adanya imbalan materi bagi salah satu pihak, serta ketentuan-ketentuan lain yang diatur dalam suatu kontrak atau kesepakatan tertentu. Hal tersebut menjadi permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Didalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah empiris yuridis, dengan menggunakan metode analisis kualitatif, sehingga akan menghasilkan suatu data deskriptif, yaitu data yang melukiskan keadaan obyek atau peristiwa yang diteliti. Diperlukan upaya hukum untuk mencegah kawin kontrak, seperti upaya pemerintah memasukkan Rancangan Undang- Undang (RUU) Hukum Materiil Peradilan Agama tentang Perkawinan ke dalam program legislasi nasional 2010-2014 yang melarang praktek kawin kontrak, atau diperlukan upaya hukum lainnya seperti membuat para pihak dalam perjanjian kawin kontrak tersebut mempunyai kedudukan yang seimbang.

In Indonesia, the marriage is legally valid if done in accordance with the religion and belief each and were listed in the registry office marriages. Law No. 1 Year 1974 on Marriage view that marriage was not only seen from purely formal aspect, but also viewed from the aspect of religion. In the development of today's society comes the term marriage contract, where the marriage conducted in a certain period of time, and the material rewards for either party, as well as other provisions stipulated in a contract or specific agreement. This becomes the issue raised in this study.
In this study, the method used is empirical juridical, using methods of qualitative analysis, so it will generate some descriptive data, ie data that describes the state of the object or event under study. Necessary legal measures needs to be taken to prevent the marriage contract, such as government efforts to incorporate the Bill (the Bill) Religious Courts Law on Marriage Material into the national legislation program from 2010 to 2014 that prohibiting the practice of marriages contract, or other legal efforts as necessary to make the parties to the agreement marriage contract has a balanced position.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
t28852
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darojad Nurjono Agung Nugroho
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola, perbedaan dan determinan sosioekonomi
dan psikologi-orientasi sosial preferensi fertilitas pria kawin usia 15-54
tahun di Indonesia. Data yang digunakan bersumber dari Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dan dianalisi secara analisis deskriptif
dan inferensial dengan menggunakan model logistik biner. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor-faktor pendidikan pria dan pasangan, jenis pekerjaan
pria, indeks kekayaan rumah tangga, preferensi komposisi jenis kelamin anak,
akses media, diskusi KB dan peran istri dalam pengambilan keputusan rumah
tangga memengaruhi preferensi fertilitas pria kawin di Indonesia. Faktor-faktor
penguat mempunyai pengaruh paling kuat terhadap preferensi fertilitas, yaitu
preferensi komposisi jenis kelamin anak dan indeks kekayaan.

ABSTRACT
This research aims to study the socio-economic and psychological-social
orientation patterns, differentials and determinants of fertility preference among
merried men aged 15-54 years in Indonesia. The data used come from the 2012
Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS). The data were analyzed
descriptively and inferentially using a binary logistic model. The results of the
stady show that the education and couple?s education, occupation, index of
household wealth, children?s sex composition preference, media access, discusion
family planning and couple?s autonomy in household decision-making statistically
have significant effects on the ideal number of children among married men aged
15-54 years. The most significant factor is the children?s sex composition
preference, followed by the wealth index., This research aims to study the socio-economic and psychological-social
orientation patterns, differentials and determinants of fertility preference among
merried men aged 15-54 years in Indonesia. The data used come from the 2012
Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS). The data were analyzed
descriptively and inferentially using a binary logistic model. The results of the
stady show that the education and couple’s education, occupation, index of
household wealth, children’s sex composition preference, media access, discusion
family planning and couple’s autonomy in household decision-making statistically
have significant effects on the ideal number of children among married men aged
15-54 years. The most significant factor is the children’s sex composition
preference, followed by the wealth index.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bea Amanda Puteri
"Dispensasi kawin sebagai pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan semestinya didasarkan pada asas kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana ketentuan dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Berkenaan dengan dispensasi kawin, Pengadilan Agama Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dari tahun 2019-2024 menerima 82 permohonan dispensasi kawin, yang sebagian besarnya (73,1%) dikabulkan oleh hakim. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan mengenai perlindungan anak dalam pemberian dispensasi kawin, penting untuk dipahami secara komprehensif. Untuk itu, fokus dari penelitian ini adalah tentang perlindungan anak dalam pengimplementasian PERMA Nomor 5 Tahun 2019. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal dengan menggunakan metode sosio-legal, melalui studi lapangan dan studi tekstual. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, dapat dijelaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik bagi anak tidak selalu tercermin dalam penetapan dispensasi perkawinan, karena dalam beberapa temuan kasus, hakim kerap mengabaikan isu problematik, seperti child grooming dan statutory rape. Di sisi lain, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak telah dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi kepada anak sekolah dan masyarakat, program ujian penyetaraan bagi anak yang putus sekolah, layanan kesehatan gratis untuk perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), dan pengadaan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak (STRANAS PPA). Akan tetapi, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak terhambat karena suburnya perkawinan anak di bawah tangan yang sulit untuk ditelusuri.

Dispensation of marriage as the granting of permission to marry by the court to a potential husband/wife who is not yet 19 years old to enter into marriage should be based on the principle of the best interests of the child as regulated in PERMA Number 5 of 2019 regarding Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensation. Regarding marriage dispensation, the Religious Court of Pandeglang District, Banten Province, from 2019-2024, received 82 applications, most of which the judge granted 73.1%. This fact shows that the issue of child protection in granting marriage dispensation must be comprehensively understood. For this reason, this research focuses on child protection in the implementation of PERMA Number 5 of 2019. This nondoctrinal legal research uses socio-legal methods, field studies, and textual studies. The data collected are then analyzed qualitatively. Based on the analysis, it can be explained that the principle of the best interests of the child is not always reflected in the decision of marriage dispensation because, in some case findings, judges often ignore problematic issues, such as child grooming and statutory rape. On the other hand, efforts to prevent and handle the practice of child marriage by state institutions and non-governmental institutions have been carried out through socialization and advocacy to school students and the general public, an equivalency exam program for school dropouts, accessible health services for women who experience unwanted pregnancies, and the drafting of the National Strategy for the Prevention and Handling of Child Marriage. However, these efforts to prevent and handle the practice of child marriage are hindered by the existence of unregistered child marriages that are difficult to trace."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Permana
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah satu bentuk "perikatan" antara seorang pria dengan seorang wanita. Perikatan tersebut diatur dalam suatu hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang dikenal dengan istilah "hukum perkawinan" yakni sebuah himpunan dari peraturan-peraturan yang mengatur dan memberi sanksi terhadap tingkah laku manusia dalam perkawinan. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai implikasi perjanjian kawin yang tidak didaftarkan terhadap pihak ketiga dan status kepemilikan properti milik WNI setelah perkawinan dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen. Ketidaktahuan hukum dalam pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dan keterlambatan pendaftaran perjanjian kawin, akan menjadi pemicu masalah hukum bagi suami istri maupun pihak ketiga karena merasa dirugikan, dan dapat berakibat pada pembatalan perjanjian kawin. Pihak ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena perjanjian kawin tersebut dianggap hanya berlaku pada pihak suami dan istri saja, tidak berlaku terhadap pihak ketiga apabila tidak didaftarkan. Bagi calon pasangan perkawinan campuran yang akan mengadakan perjanjian kawin dalam perkawinannya, sudah sebaiknya mencari informasi baik melalui instansi pemerintah yakni pada Kantor Catatan Sipil maupun profesi hukum yang memiliki kompetensi atau pengetahuan berkaitan dengan pembuatan perjanjian kawin, seperti Notaris atau pengacara.

This thesis discusses the issue of marriage agreements that are not registered. Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Marriage is one form of "engagement" between a man and a woman. The engagement is regulated in a law that applies in society, known as "marriage law" which is a set of rules that regulate and sanction human behavior in marriage. The main problem in this thesis is about the implications of the marriage agreement that is not registered with the third party and the property ownership status of the Indonesian citizen after the marriage is held according to the applicable law in Indonesia. The author uses a normative juridical research method, the type of data used is secondary data collected through document studies. The ignorance of the law in making marriage agreements after marriage and the delay in the registration of marriage agreements, will be a trigger for legal problems for husband and wife and third parties because they feel disadvantaged, and can result in the cancellation of the marriage agreement. Third parties will be disadvantaged if registration is not carried out, because the marriage agreement is considered only valid on the part of husband and wife only, does not apply to third parties if not registered. For prospective mixed marriages who will enter into marriage agreements in their marriages, it is better to seek information through government agencies, namely the Civil Registry Office and the legal profession that has the competence or knowledge related to making marriage agreements, such as Notaries or lawyers."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastari
"Mengacu pada UU Pokok No. 9 Tahun 1960, mengenai arti SEHAT, dinyatakan bahwa wanita muda usia belumlah layak untuk menanggung suatu keluarga, karena belum memilikj persiapan yang matang dalam hal mental dan fisik untuk menghadapi berbagai hal yang menyangkut keluarga. Kemudian Pula ada pemikiran bahwa, makin muda seorang wanita memasuki perkawinan, makin panjang masa reproduksinya, sehingga jumlah anak yang akan dilahirkan akan semakin banyak. Untuk itulah BKKBN membatasi usia yang paling ideal untuk menikah adalah diatas 20 tahun. Sehingga dapat diharapkan sasaran perkawinan yang sehat dan bahagja dapat tercapai dan jumlah kelahiran dapat ditekan. Kabupaten Karawang sebagai daerah pertanian, hingga saat ini masih banyak ditemui perkawinan usia muda, dan hal ini ditegaskan sendiri oleh Bupati Karawang (Kompas, 20 Nov. 1990).
Adapun sebagai daerah penelitiannya diambil Kecamatan Karawang yang merupakan ibukota kabupaten, yang memiliki persentase usia kawin muda wanita cukup tinggi sekitar 52,38%. Selain itu Pula kecamatan ini dapat jelas dibedakan karakteristik wilayahnya. Masalah Bagaimana distribusi banyaknya wanita kawin muda di pedesäan, peralihan dan perkotaan dan dari faktor tingkat pendidikan, status pekerjaan dan mata pencaharian orang tua, faktor manakah yang paling berpengaruh ?
Hipotesa Banyaknya wanita kawiri muda di Kecamatan Karawang di daerah pedesaan persentasenya tinggi, di daerah peralihan persentasenya sedang dan di daerah perkotaan persentasenya rendah dan distribusinyà sangat di pengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, status pekerjaan dan mata pencaharian orang tua"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina K. P.
"Kusuma Putri, Febrina. ?Analisa Hukum Mengenai Praktik
Kawin Kontrak Di Indonesia (Studi Kasus : Kampung Sampay,
Desa Tugu Selatan. Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan
Setiabudi-Rasuna Said, Kuningan, Jakarta).?(Skripsi Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia), (Juli 2008).
Kawin kontrak, menurut arti katanya adalah perkawinan
yang dilakukan dengan adanya suatu perjanjian, dimana
perkawinan ini ditentukan dengan adanya ketentuan jangka
waktu perkawinan dan mas kawin yang diberikan kepada pihak
perempuan. Dalam Islam disebut kawin kontrak dan dalam
bahasa Arab disebut kawin mut?ah. Sedangkan secara hukum
Islam, perkawinan ini adalah suatu ?kontrak? atau ?akad?
antara seorang laki-laki dengan perempuan, dimana dalam
perkawinan ini ditentukan olah jangka waktu yang sesuai
dengan kesepakatan kedua pihak dan adanya mas kawin untuk
pihak perempuan yang biasanya berupa uang dan emas. Syarat
kawin kontrak antara lain melakukan ijab Kabul, ada mas
kawin dan masa waktu perkawinan yang telah ditentukan
sesuai kesepakatan keduanya. Kampung Sampay dan daerah
setiabudi-rasuna said adalah dua lokasi dimana penulis
melakukan penelitian tentang kawin kontrak dan penulis
menemukan bahwa terdapat dua jenis praktik kawin kontrak di
Indonesia yakni yang dicatatkan dan yang tidak dicatatkan
atau biasa disamakan dengan nikah dibawah tangan hanya saja
telah ditentukan jangka waktu perkawinannya. UU 1/ 1974
tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) mengatakan bahwa,
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya, dan UU
Perkawinan juga mempunyai prinsip perkawinan yang kekal.Hal
tersebut tentu saja tidak sesuai dengan prinsip kawin
kontrak dimana perkawinan telah ditentukan jangka waktunya.
kawin kontrak, terutama yang tidak dicatatkan, menimbulkan
kerugian terutama dipihak perempuan dan anak Yang
dilahirkan di dalam perkawinan tersebut."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2008
S21384
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>