Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspita Mayang Sari
"Protokol Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) adalah pendekatan perawatan perioperatif yang melibatkan kolaborasi multidisiplin, dan bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan lama perawatan dengan mempercepat pemulihan pasca operasi serta mengurangi komplikasi pasca operasi. Penelitian quasi eksperimen dilakukan terhadap 44 pasien wanita dengan diagnosis POP dan menjalani operasi vaginal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Desember 2023 hingga Juli 2024. Luaran yang dievaluasi adalah lama perawatan pasca operasi, komplikasi retensio urin, nyeri pasca operasi, dan readmisi-30 hari. Sebanyak 44 orang subjek dianalisis dan dibagi menjadi kelompok studi (ERAS) dan kelompok kontrol (kelompok non-ERAS) masing-masing 22 subjek. Dari hasil penelitian didapatkan rerata lama perawatan pasca operasi kelompok ERAS lebih singkat secara signifikan dibandingkan non-ERAS (masing-masing 1,2 dan 2,2 hari, p < 0,001). Kejadian retensio urin kelompok ERAS lebih tinggi dibandingkan non-ERAS namun tidak bermakna secara statistik (masing-masing 4 dan 2 subjek, p = 0,664). Intensitas nyeri pasca operasi semua subjek penelitian pada kedua kelompok dikategorikan ringan. Pada kedua kelompok tidak didapatkan kejadian readmisi-30 hari. Luaran pasien pasca operasi vaginal POP kelompok ERAS memiliki lama perawatan pasca operasi yang lebih singkat, kasus retensio urin yang tidak signifikan berbeda serta memiliki nyeri pasca operasi dan kejadian readmisi-30 hari yang tidak berbeda dibanding kelompok non-ERAS.
Tesis ini membahas mengenai keabsahan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tanpa kehadiran pemilik tanah ataupun ahli warisnya berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Sampit Nomor 8/Pdt.G/2020/PN.Spt. Kehadiran pemilik tanah dalam pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT merupakan salah satu unsur penting yang harus terpenuhi karena menyangkut keautentikan dari Akta Jual Beli tersebut. Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT dibutuhkan sebagai bukti untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah dan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam jual beli tanah. Apabila Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT kehilangan keautentikannya, maka Akta Jual Beli tersebut tidak dapat menjadi bukti untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT tanpa kehadiran pemilik tanah ataupun ahli warisnya dan akibat serta pertanggungjawaban hukum terhadap PPAT yang telah membuat Akta Jual Beli tanpa kehadiran pemilik tanah ataupun ahli warisnya. Untuk menjawab permasalahan, digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Adapun analisa data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian yang didapatkan adalah Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT tanpa kehadiran pemilik tanah ataupun ahli warisnya adalah tidak sah, cacat hukum, dan tidak mempunyai kekuatan hukum karena melanggar syarat subjektif perjanjian. PPAT yang membuat Akta Jual Beli tanpa kehadiran pemilik tanah ataupun ahli warisnya menyebabkan Akta Jual Beli kehilangan keautentikannya. Perbuatan PPAT melanggar ketentuan yang termasuk pelanggaran berat, pelanggaran etik, dan merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan PPAT dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan perdata.

This thesis discusses the legality of the Sale and Purchase Deed made by the Land Titles Registrar (PPAT) in the absence of the land owner or their heirs based on the Sampit District Court Decision Number 8/Pdt.G/2020/PN.Spt. The presence of the land owner in making the Sale and Purchase Deed by PPAT is an important element that must be fulfilled because it involves the authenticity of the Sale and Purchase Deed. The Sale and Purchase Deed made by PPAT is needed as evidence for the registration of the transfer of land rights and to guarantee legal certainty and order in the sale and purchase of land. If the Sale and Purchase Deed made by PPAT loses its authenticity, the Sale and Purchase Deed cannot serve as evidence for registration of the transfer of land rights. Therefore, the issues raised in this study are regarding the legality of the Sale and Purchase Deed made by PPAT in the absence of the land owner or their heirs and the legal consequences and liability of the PPAT who have made the Sale and Purchase Deed in the absence of the land owner or their heirs. To answer this problem, a normative juridical research method with an explanatory typology was used. The data analysis was done qualitatively. The results obtained are that the Sale and Purchase Deed made by PPAT in the absence of the land owner or their heirs is invalid, legally flawed, and has no legal force because it violates the subjective terms of the agreement. PPAT who makes the Sale and Purchase Deed without the presence of the land owner or his heirs causes the Sale and Purchase Deed to lose its authenticity. PPAT’s action violates the provisions which include serious violations, ethical violations, and is an act against the law which results in PPAT being held accountable administratively and civilly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Harmoko Awang
"Sengketa pertanahan umumnya terjadi karena adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual atau sebaliknya. Akan tetapi pada penelitian ini terdapat penipuan yang tidak hanya dilakukan salah satu pihak dalam perjanjian, melainkan salah satu pihak yaitu penjual yang bekerjasama dengan PPAT. Mereka  melakukan penipuan terhadap pembeli dengan membuat Akta Jual Beli dari sertipikat palsu sebagaimana dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas mengenai keabsahan Akta Jual Beli dan perlindungan hukum bagi pembeli tanah atas tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen. Tipe penelitian yang digunakan adalah eksplanatoris dengan menganalisis data secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu menyebabkan Akta Jual Beli yang dibuatnya menjadi tidak sah. Tindakan yang dilakukan PPAT tersebut dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata yaitu dengan gugatan pembatalan perjanjian serta ganti rugi atas dasar perbuatan melanggar hukum sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pembeli tanah. Selain itu PPAT tersebut juga dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi kode etik. Diharapkan terdapat aturan hukum yang mewajibkan pembeli, penjual dan PPAT secara bersama-sama melakukan pengecekan sertipikat pada kantor pertanahan sebelum sertipikat dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli. Hal ini  untuk mencegah terjadinya sengketa pertanahan berupa pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu.

Land disputes generally occur due to fraud committed by the buyer against the seller or vice versa. However, in this research there is a fraud that is not only done by one of the parties in the agreement but there is one parties that is the seller who cooperates with PPAT to commit fraud against the buyer by making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates as in the case of the Surabaya District Court Verdict Number 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Therefore, this research will discuss the legality of the Sale and Purchase Deed and the legal protection for land buyers from the actions of PPAT who participated in committing fraud in making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates. The research method used in this thesis is normative juridical by using document study. The type of research used is explanatory by analyzing qualitatively. The result of this research shows that the PPAT was involved in committing fraud during the formulation of the Sale and Purchase Deed proceeding from the counterfeit certificates causing the Sale and Purchase Deed to be invalid. The actions taken by PPAT can be criminally prosecuted or a lawsuit for cancellation of the agreement and compensation can be filed on the basis of unlawful acts as a form of legal protection for the land buyers. In addition, the PPAT may also be subject to administrative sanctions and code of ethics sanctions. It is hope that there will be a legal rule that obligate the buyer, seller, and PPAT to check the certificate together at the land office before the certificate is used as the basis for composing Sale and Purchase Deeds to prevent land disputes such as composing Sale and Purchase Deeds Proceeds from counterfeit certificates."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stela Firman
"Pencatatan perkawinan secara resmi memberikan manfaat diantaranya adalah sebagai alat bukti yang sah dan kuat bagi suami istri kerena memiliki kepastian hukum dengan demikian suatu perkawinan haruslah dicatatkan agar memenuhi ketentuan hukum agama dan hukum Negara. Penelitian ini membahas bagaimana kedudukan dan status harta yang diperoleh sebelum penetapan isbat nikah bedasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188 K/Pdt/2021 dan bagaimana keabsahan akta jual beli yang dibuat pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS) tanpa adanya persetujuan istri bedasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188 K/Pdt/2021. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakanmetode yuridis normatif dengan tipologi penelitian berupa ekplanatoris, jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini kedudukan dan status harta yang diperoleh sebelum penepatan isbat nikah merupakan harta bersama, karena dinyatakan sahnyaperkawinan dan memiliki kekuatan hukum berlaku sejak awal perkawinannya. Oleh karena itu, bedasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Keabsahan akta jual beli yang dibuat pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS) tanpa adanya persetujuan istri dinyatakan batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat yang tercantum dalam Pasal 36 ayat (1) UUP yang menyatakan bahwa harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak sehingga setiap peralihan hak yang merupakan harta bersama harus ada persetujuan suami atau istri.

Official marriage registration provides benefits including as a valid and strong evidence for husband and wife because they have legal certainty, thus a marriage must be registered in order to fulfill the provisions of religious law and state law. This study discusses how the position and status of assets obtained prior to the determination of the isbat marriage based on the decision of the Supreme Court Number 188 K/Pdt/2021 and how the validity of the deed of sale made by the official making the temporary land deed (PPATS) without the wife's consent based on the decision of the Supreme Court Number 188 K/Pdt/2021. To answer these problems, this research uses a normative juridical method with a research typology in the form of an explanatory, the type of data used is secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials with a qualitative approach. The results of this study are the position and status of assets obtained before the determination of the isbat marriage is joint property, because it is declared valid marriage and has legal force since the beginning of the marriage. Therefore, based on Article 35 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, it is explained that property acquired during marriage becomes joint property. The validity of the deed of sale and purchase made by the official making the temporary land deed (PPATS) without the wife's consent is declared null and void because it does not meet the requirements stated in Article 36 paragraph (1) of the UUUP which states that joint assets, husband or wife can act on the approval of both both parties so that any transfer of rights constituting joint property must have the consent of the husband or wife."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library