Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusumacipta Mangunraharja
"Serat sri pamardi merupakan petikan dari ajaran Raden Ngabehi Yasadipura tentang ilmu kebatinan yang menekankan rasa (gaib) yaitu "rasa yang berasal dari yang maha kuasa."
Surakarta: Djawi, 1928
BKL.1155-PW 181
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Woodward, Mark R.
Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 1999
297 WOO i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Dwi Saputro
"ABSTRAK
Kejawen sebagai sebuah kepercayaan di tanah Jawa memiliki sejarah dan dinamika yang panjang. Berbagai upaya dilakukan agar kepercayaan yang mereka yakini dapat terlestari, salah satunya ialah dengan melakukan perpaduan dan peleburan terhadap unsur-unsur kebudayaan lokal. Kejawen memiliki spiritualitas yang begitu dalam di benak para penganutnya. Spiritualitas yang hidup dalam sanubari tersebut membuat kepercayaan ini terlestari dari masa ke masa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis spiritualitas salah satu kelompok kepercayaan yakni Roso Sejati dengan perspektif sosiologi. Penulis memiliki argumen bahwa pengalaman spiritual yang diperoleh para penganut Roso Sejati membuat spiritualitas yang ada pada diri mereka tumbuh dengan subur. Spiritualitas pada kelompok kepercayaan ini juga semakin diperdalam ketika melakukan interaksi dengan dunia supernatural. Disisi lain adanya pemimpin yang dianggap sebagai manusia pilihan yang memiliki kharisma yang kuat juga turut ikut membangun spiritualitas para penganut Roso Sejati. Hasil penelitian menunjukkan spiritualitas yang terdapat pada Roso Sejati berkembang dan terlestari karena adanya unsur supernatural yang turut bermain di dalamnya serta adanya pemimpin kharismatik yang membimbing para penganutnya.
ABSTRACT
Kejawen as a belief in the land of Java has a long history and dynamics. Various efforts are made to trust that they believe can be sustainable, one of which is to do mix and melting of elements of local culture. Kejawen has a deep spirituality in the minds of its adherents. The spirituality that lives in the heart makes this belief sustain from time to time. This study aims to analyze the spirituality of one group of beliefs namely Roso Sejati with the perspective of sociology. The author has an argument that the spiritual experience that the True Rosos make makes their own spirituality thrives. Spirituality in this belief group is also deepened when interacting with the supernatural world. On the other side of the existence of leaders who are considered as human choices that have a strong charisma also helped build the spirituality of the true Roso. The results show that the spirituality contained in the True Roso developed and sustainably because of the supernatural elements that participate in playing in it as well as the presence of charismatic leaders who guide the adherents."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Rismuryanto
"Manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia Indonesia yang memuat dalam dirinya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara kemajuan fisik material dan kemajuan mental spiritual, yang menyadari dan terpanggil untuk memperhatikan dan menjaga keutuhan lingkungan sebagai sumber karunia Tuhan yang memberi kehidupan kepada semua makhluk hidup. Manusia yang senantiasa mengembangkan dirinya menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (BP7,GBHN, 1993:Tap/II/+1PR). Demikian antara lain yang diamanatkan dalam GBHN.
Pembangunan watak dan pencarian jati diri yang memuncak pada budiluhur, adalah tindakan yang tepat dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan dewasa ini, khususnya di tengah-tengah derasnya arus transformasi dan globalisasi. Kecepatan perubahan pola hidup masyarakat sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan perubahan care hidup itu mempunyai pengaruh yang mendalam dalam sikap hidup orang yang menjalaninya."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T6081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Langkah laku keagamaan Syekh Siti Jenar memang dianggap menyimpang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pemaknaan atas simbol dan ajaran agama secara internal. Di balik itu semua, sesungguhnya terdapat pula aspirasi sosial politik yang ingin disuarakan melalui ajarannya. Hanya saja seringkali gagasan dari pihak penguasa menjadi sulit untuk dinyatakan salah, dapat dilihat bagaimana posisi Syekh Siti Jenar mengemukan pandangannya tentang cara hidup beragama. Terutama dalam konteks sejarah muslim di Jawa, kehadirannya menjadi kritik atas permainan kekuasaan di Kerajaan Demak."
DRI 36:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
F. M. Wastu Andanti
"Upacara suran merupakan upacara yang dilaksanakan setiap tahun oleh pendukung untuk memperingati pergantian tahun dalam kelender Jawa. Pelaksanaan upacara suran mempunyai variasi, karena setiap pendukung kebudayaan mempunyai konstruksi yang berbeda. Salah satu variannya adalah upacara suran yang dilaksanakan oleh penghayat aliran kebatinan PAMU (Purwa Ayu Mardi Utama). Perbedaan ini terletak pada tiga aspek, yaitu (1) waktu pelaksanaan upacara yang dilaksanakan pada tanggal tiga bukan pada tanggal satu, (2) konsep ajaran PAMU tentang keberadaan Tuhan, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan hakekat kehidupan, dan (3) makna simbolik yang terwujud dalam upacara yang dikonstruksi oieh mereka.
lnformasi tentang upacara suran oleh para kadang-sebutan terhadap anggota PAMU dan keberadaan PAMU sendiri belum ada (Geertz, 1983: 453-474; Jong, 1985:10-11; 1987; Kodiran, 349-350; Koentjaraningrat, 1987; Simuh, 1999). Beatty (2001) menjelaskan tentang PAMU secara sepintas dan belum mengkaji esensi upacara suran secara mendalam.
Masalah penelitian ini adalah ajaran PAMU yang termanifestasikan dalam upacara suran sebagai pedoman praktikal mampu dijadikan media sosialisasi sehingga menciptakan model masyarakat multikultural. Pertanyaan penelitian ini adalah: (1) Bagaimana konsep ajaran PAMU tentang keberadaan Tuhan, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan tentang hakekat kehidupan; mengapa upacara suran di kalangan penghayat aliran kebatinan PAMU dilaksanakan pada hari ketiga di bulan sura, mengapa tidak dilaksanakan pada hari pertama?; Apa makna simbolis yang terwujud dalam upacara suran yang dikonstruksi oleh mereka? ; (2) Apakah fungsi upacara suran bagi para kadang PAMU? dan (3) apakah ajaran PAMU bisa dijadikan sebagai media sosialisasi sehingga tercipta model masyarakat multikultural?
Tujuan penelitian secara umum adalah menemukan hakekat hubungan antara upacara Suran di kalangan para kadang Purwo Ayu Mardi Utomo (PAMU) di Dusun Tojo, Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dengan konsep ajaran PAMU sehingga tercipta model masyarakat multikultural.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini menekankan pada pemahaman dan bukan pada pengujian, menekankan pada proses dan tesis, peneliti sebagai instrumen, difokuskan pada makna (Dentin dan Lincoln, 1994; 2000). Metode pengumpulan data dalam penelitian adalah wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan melakukan pengecekan berulang-ulang terhadap sumber informasi, konstruksi teoritis, metode pengumpulan data, dan temuan penelitian sejenis.
Hasil penelitian ini adalah : Ajaran PAMU yang termanifestasikan dalam upacara suran membentuk masyarakat yang multikultural yang mengintegrasikan para kadang yang beragam dari aspek agama (Islam, Hindu, Budha, Konghucu, Katolik, Kristen), pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, dan usia. Upacara suran memperkuat kerukunan berjenjang, solidaritas mekanis, dan integrasi sosial sehingga tercipta masyarakat multikultural..
Temuan penelitian ini menguatkan bahwa ajaran PAMU tentang kerukunan, menghargai perbedaan pendapat dan otonomi individu teraktualiasikan pada diri anggota mereka (kadang) sehingga membentuk secara berturut-turut individu, keluarga, masyarakat, bangsa yang multikultural. Temuan ini berbeda dengan Geertz (1983); de Jonge (I985), Suseno (1984); Mulder (1999); dan Beatty (2001) yang belum menganalisis ajaran penghayat kepercayaan dengan model masyarakat multikultural. Konsep multikultural telah dioperasionalisasikan oleh para kadang jauh sebelum Watson (2000); Kymlicka (1998) dan Simposium lnternasional Jurnal Antropologi di Universitas Udayana, Bali (2002) yang menjelaskan tentang multikulturalisme.
Latar belakang upacara suran di kalangan para kadang PAMU dilaksanakan pada hari ketiga di bulan sura berhubungan dengan ajaran PAMU tentang TRI MURTI, yaitu Bapa Adam, Ibu, biyung, Hawa, dan Gaibing Allah (daya saking bapa, daya saking biyung, Ian daya saking Gaib). Ketiganya bisa dikatakan teluning atunggaL Sangkan paraning dumadi merupakan kunci utama pelaksanaan suran dengan ritual tapal adaman sebagai puncaknya. Temuan ini berbeda dengan delapan postulat dari Geertz (1983: 416-417) dan Beatty (2001).
Konsep ajaran PAMIJ menjelaskan tentang keberadaan Tuhan, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, rnanusia dengan alam, dan tentang hakekat kehidupan. Konsep ajaran terdapat di Pakem Kawruh Kasunyatan Eyang Djojopoernomo. Tuhan sebagai Yang Maha Kuasa, tidak boleh syirik (mangeran Iiyan) dan sumber kehidupan manusia (Kawasa). Kehendak Tuhan yang bersifat gaib menjadikan bapa-biyung (kedua orang tua) untuk melahirkan manusia. Di sisi lain konsep tentang kerukunan berjenjang mulai dari keluarga (tangga jiwa), tetangga (tangga wisma), warga Negara (tangga desa) dan bangsa (tangga bangsa). Konsep ini berbeda dengan ajaran Pangestu (de Jonge, 1985), Budi Setia, Sumarah, Ilmu Sejati, Kawruh Kasunyatan, Kawruh Bejo (Geertz, 1983: 414-4I5). Ajaran PAMU yang bukan agama; hanya petunjuk laku kebajikan, pada hakekatnya dijadikan media pencerahan bagi masyarakat dengan mengadopsi ajaran Islam yang dijawakan (Jawanisasi Islam).
Makna simbolis upacara suran adalah menjelaskan kepada manusia untuk selalu ingat sangkan paraning dumadi. Simbolisme itu mewujud berupa lokasi pelaksanaan upacara, prosesi upacara. Simbolisme ini menguatkan pendapat Mary Douglas (1966), Turner (1969, 1974; 1979), dan Geertz (1983); (4) Fungsi upacara suran bagi para kadang adalah pemantapan keyakinan, pencerahan kehidupan, penguatan identitas, mekanisme kontroi, pemantapan hirarki sosial,
Operasionalisasi keyakinan keagamaan, dan laku kebajikan manusia sejati.". Pernyataan ini sesuai dengan penelitian terdahulu tentang ritual dari Turner (1969; 1979), Leach (1979), Wallace (1979), Geertz (1992), dan Beatty (2001). Daiam upacara ada kewajikan pada seseorang untuk berperan sesuai dengan fungsinya dalam suatu masyarakat. Kenyataan ini sesuai dengan pandangan Geertz, Turner, Hertz, Cunningham, dan Levy Strauss (dikutip Suparlan, 1985). Di sisi lain, fungsi upacara dapat menjelaskan tentang operasionalisasi keyakinan keagamaan yang bersifat abstrak menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Penelitian ini sesuai dengan pendapat Berger dan Luckman dan Spradley (dikutip Suparlan, 1983: xi-xii). Upacara, juga berfungsi menjelaskan tentang motivasi ikut upacara karena merupakan bagian dari amalan laku kebajikan manusia sejati, yaitu hidup utama, mati sempunia (urip utama, mall sempurna).
Temuan penelitian ini menguatkan bahwa ajaran PAMU tentang kerukunan, menghargai perbedaan pendapat dan otonomi individu teraktualiasikan pada diri anggota mereka (kadang) sehingga membentuk secara berturut-turut individu, keluarga, masyarakat, bangsa yang multikultural. Temuan ini berbeda dengan Geertz (1983); de Jonge (1985), Suseno (1984); Mulder (1999); dan Beatty (2001) yang belum menganalisis ajaran penghayat kepercayaan dengan model masyarakat multikultural. Konsep multikultural telah dioperasionalisasikan oleh para kadang jauh sebelum Watson (2000); Kymlicka (1998) dan Simposum Internasionai Jurnal Antropologi di Universitas Udayana, Bali (2002) menjelaskan tentang multikulturalisme."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library