Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noor Fatia Lastika Sari
Abstrak :
Penulisan tesis ini dikembangkan guna menunjukkan dinamika dalam kebijakan luar negeri Australia dalam konteks migrasi di sekitar tahun 2000-an, oleh karena latar belakang sejarah kebijakan imigrasi Australia yang panjang sejak awal pembentukannya sebagai negara federal. Dianggap sebagai "jimat keberuntungan" bagi John Howard dalam Pemilu Federal 2001, Solusi Pasifik diperkenalkan pada akhir September 2001 sebagai kebijakan imigrasi baru yang dirancang oleh Pemerintah Australia di bawah instruksi Howard sebagai Perdana Menteri Australia dari Partai Liberal, dan dipertanyakan keabsahannya. Kebijakan ini merupakan ekstraksi dari RUU Perlindungan Perbatasan dan Amandemen UU Migrasi Australia untuk menjadi jalan keluar bagi permasalahan migrasi dan populasi Australia setelah Insiden Tampa, yang membuat hubungan diplomatik antara Australia dengan Indonesia dan Norwegia merenggang. Persoalan ini kemudian membuka permasalahan lain, seperti kewajiban penerimaan Australia dan isu kemanusiaan terkait pembukaan pusat detensi luar benua di Republik Nauru dan Pulau Manus, Papua Nugini. Beberapa penelitian terdahulu menempatkan kebijakan ini sebagai bentuk kemunduran dari program Multikultural Australia, penyimpangan dari Konvensi Pengungsi 1951 yang digagas PBB, serta pemborosan yang dilakukan pemerintah saat itu. Meski demikian, kebijakan ini mendapatkan momen kelahiran kembalinya pada masa Julia Gillard dan Tony Abbott memerintah sebagai Perdana Menteri pada masing- masing masanya. Melalui metode historiografi, pendekatan sejarah diplomasi, dan teori strukturasi Anthony Giddens, Solusi Pasifik diteliti guna menemukan penjelasan obyektif dari sudut pandang yang berbeda, untuk pada akhirnya memunculkan persepsi baru terkait persoalan keimigrasian di Australia tersebut, yaitu bagaimana perubahan kebijakan imigrasi Australia disebabkan oleh faktor- faktor lain di luar rasisme.
This thesis is meant to redefine the dynamics of Australia's foreign policy in terms of migration circa 2000, for Australia had a long historical background of its migration policy. Dubbed as the "lucky charm" for the Howard Government in 2001 Federal Election, Pacific Solution was introduced in late September 2001 as the new immigration policy made by Australian government under the instruction of Prime Minister John Howard from the Liberal Party of Australia and was questioned for its veracity. This policy is an extraction from the Border Protection Bill and Migration Amendment Act to sort the population and migration issues out after the incident of M.V. Tampa, known as Tampa Affair, which put Australia's diplomatic ties with both Norway and Indonesia on strain. These issues then unfold several other problems, such as Australia's sole responsibility toward the migrants in the region, and humanitarian issues in the offshore detention centers, abroad in the Republic of Nauru and Manus Island of Papua New Guinea. Some past research find it as a setback from the Multicultural Australia program, at cross-purposes with the 1951 UN's Refugees Convention, as well as being an expensive and controversial act of the "Government of the Day". However, the policy had its moment of rebirth during Julia Gillard's time of service as the PM, and even during Tony Abbott's administration. Through the lens of historian, with the method of historiography and Anthony Giddens' theory of structuration, Pacific Solution is discussed in the mean of extracting objective explanation from another point of view to eventually mark the new perception toward the issue, which then conclude that the cause of the shift in Australia's immigration policy was multifactor, rather than mere racism.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai unsur rasisme dalam kebijakan imigrasi Australia. Muncul hipotesa bahwa kebijakan imigrasi yang dikeluarkan pemerintah Australia di tahun 1996 hingga 2007 dipengaruhi oleh unsur rasisme dari beberapa pihak. Di tahun 1996, muncul seorang politikus wanita Australia bernama Pauline Hanson, ia merupakan senator yang menyuarakan rasisme dan ingin kebangkitan White Australia Policy. Ia kemudian mendirikan partai bernama One Nation Party yang juga menyuarakan rasisme dalam kebijakan partainya. Pada masa itu Australia yang berada dibawah kepemimpinan Perdana Menteri John Howard turut menyebabkan nama John Howard dituduh sebagai politikus yang rasis karena kebijakan imigrasi yang dikeluarkan merupakan tanggung jawabnya. Penulisan skripsi ini menggunakan empat tahap metode sejarah untuk membuktikan bahwa terdapat unsur rasisme dalam kebijakan imigrasi Australia selama tahun 1996 hingga 2007 yang berasal dari pengaruh One Nation Party dan John Howard.
ABSTRACT
This Essay discusses about racism in the Australian Imigration Policy. There is a hypothesis that imigration policy issued by the Australian Government in 1996 to 2007 was influenced by racism from several parties. In 1996, an Australian female politician named Pauline Hanson as a senator, she have voiced racism and wanted the resurrection of the White Australia Policy. She then founded a party called One Nation Party which also voiced racism in their policy. At that time Australia was under the leadership of Prime Minister John Howard, this led John Howard accused of being a racist politician because the immigration policy that has been issued was his responsibility. This essay use four stages of historical method to prove that there is an element of racism in Australian Immigration Policy applied from 1996 to 2007 as a result ofOne Nation Party rsquo s influence and John Howard rsquo s policies.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library