Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melya Alfa Putri
"ABSTRAK
Implementasi kebijakan pengendalian pembangunan hotel di Kota Yogyakarta dilakukan dengan moratorium penerbitan IMB hotel baru. tetapi justru memicu peningkatan jumlah pemohon dan pembangunan hotel. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi langsung, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan implementasi kebijakan tidak berhasil dalam mengendalikan pembangunan hotel. Karakteristik masalah sulit karena pelaksanaan instrumen pengendalian belum optimal, sedangkan minat pembangunan hotel tinggi dan kebijakan hanya mempengaruhi ketentuan IMB. Karakteristik kebijakan juga belum mampu menangani masalah karena kekurangan substansi kebijakan, dukungan sumber daya, koordinasi, dan akses publik. Selain itu, lingkungan kebijakan menghambat karena perekonomian yang bertumpu pada pariwisata mempengaruhi keadaan ekonomi dan sosial masyarakat, serta politik.Implementasi kebijakan pengendalian pembangunan hotel di Kota Yogyakarta dilakukan dengan moratorium penerbitan IMB hotel baru. tetapi justru memicu peningkatan jumlah pemohon dan pembangunan hotel. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi langsung, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan implementasi kebijakan tidak berhasil dalam mengendalikan pembangunan hotel. Karakteristik masalah sulit karena pelaksanaan instrumen pengendalian belum optimal, sedangkan minat pembangunan hotel tinggi dan kebijakan hanya mempengaruhi ketentuan IMB. Karakteristik kebijakan juga belum mampu menangani masalah karena kekurangan substansi kebijakan, dukungan sumber daya, koordinasi, dan akses publik. Selain itu, lingkungan kebijakan menghambat karena perekonomian yang bertumpu pada pariwisata mempengaruhi keadaan ekonomi dan sosial masyarakat, serta politik.

ABSTRAK
Implementation of hotel rsquo s construction control policy in Yogyakarta City is carried out with a moratorium on the issuance of new hotel Building Permit. However, it is caused an increase in the number of applicants and the construction of new hotels. This research used qualitative approach through in depth interview, observation, and literature study. The result showed policy implementation is not successful in controlling the construction of hotels. The characteristic of problem is difficult because implementation control instrument has not been optimal, while interest of hotel construction is high and the policy only effects the terms of Building Permit. The characteristic of the policy also has not been able with the problem because lack of policy substance, resource support, coordination, and public access. The policy environment impedes as the economy that relies on tourism affects the economic and social condition of society, as well as political circumstance."
2017
S68657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Kusuma Wardani
"Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengendalian banjir di DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Peneliti menyarankan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk : Pertama menyusun target mengenai berapa titik banjir yang harus berkurang setiap tahunnya dengan adanya kebijakan pengendalian banjir di Jakarta; Kedua adanya pembagian secara Proporsional antara alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali banjir, Ketiga koordinasi dilaksanakan secara rutin dan intensif; Keempat Implementasi Kebijakan Pengendalian Banjir dengan pendekatan struktural harus dibarengi dengan pendekatan non structural. Upaya- upaya non struktural harus menjadi prioritas dalam penanganan banjir di Jakarta karena Implementasi Kebijakan Pengendalian banjir di Jakarta membutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat. Kelima, dalam Implementasi Kebijakan Pengendalian Banjir di Jakarta perlu dibarengi dengan adanya pengawasan dan penegakan hukum mengingat masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan memelihara lingkungan.

The objective of this study is to analysis which factors that influence the implementation of flood control policies in DKI Jakarta. The study is a descriptive study using qualitative methods. The researcher suggested that the Central Government and Provincial Government of DKI Jakarta; First composing targets in several flooding points, which should be reduced each year with the existence of flood control policies in Jakarta; Second there is a proportional distribution between budget allocation to build the infrastructure and flood control facilities, Third the coordination is performed routinely and intensively; Fourth, the implementation of Flood Control policies with structural approach should be accompanied with non-structural approach. Non-structural efforts should be a priority in handling floods in Jakarta because the implementation of Flood Control Policies in Jakarta requires the support and participation of community. Fifth, the implementation of Flood Control Policies in Jakarta should be accompanied with surveillance and law enforcement due to the lack of awareness of the people in keeping and maintaining the environment."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rini Puji Lestari
"Secara nasional, Indonesia telah mengantisipasi epidemi HIV/AIDS, tetapi
jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali dari tahun ke tahun memperlihatkan
peningkatan yang semakin mengkhawatirkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan jumlah kasus dan kebijakan penanggulangan
HIV/AIDS di Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang di-
lakukan di Denpasar pada tanggal 11-17 September 2011. Sampel penelitian ini
menggunakan informan terpilih yaitu kepala bappeda, pejabat Dinas Kesehatan
Kabupaten Denpasar, direktur rumah sakit, puskesmas, ketua komisi penang-
gulangan AIDS di kabupaten/kota dan pemerhati HIV/AIDS termasuk ODHA.
Penelitian menemukan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Denpasar yang terting-
gi dan penularan terbesarnya melalui hubungan seks. Namun, dukungan pe-
merintah daerah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ter-
lihat belum maksimal. Padahal kebijakan penanggulangan HIV/AIDS sangat di-
tentukan oleh cara pandang pemerintah terhadap penyakit HIV/AIDS. Untuk itu,
perlu peningkatan pemahaman tentang HIV/AIDS serta pencegahan dan
penanganan semua pihak terkait sehingga penanggulangan HIV/AIDS dapat
lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Secara nasional, Indonesia telah mengantisipasi epidemi HIV/AIDS, tetapi
jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali dari tahun ke tahun memperlihatkan
peningkatan yang semakin mengkhawatirkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan jumlah kasus dan kebijakan penanggulangan
HIV/AIDS di Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang di-
lakukan di Denpasar pada tanggal 11-17 September 2011. Sampel penelitian ini
menggunakan informan terpilih yaitu kepala bappeda, pejabat Dinas Kesehatan
Kabupaten Denpasar, direktur rumah sakit, puskesmas, ketua komisi penang-
gulangan AIDS di kabupaten/kota dan pemerhati HIV/AIDS termasuk ODHA.
Penelitian menemukan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Denpasar yang terting-
gi dan penularan terbesarnya melalui hubungan seks. Namun, dukungan pe-
merintah daerah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ter-
lihat belum maksimal. Padahal kebijakan penanggulangan HIV/AIDS sangat di-
tentukan oleh cara pandang pemerintah terhadap penyakit HIV/AIDS. Untuk itu,
perlu peningkatan pemahaman tentang HIV/AIDS serta pencegahan dan
penanganan semua pihak terkait sehingga penanggulangan HIV/AIDS dapat
lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran."
Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Alvionita
"Banjir di DKI Jakarta telah menjadi momok meresahkan bagi masyarakat DKI Jakarta itu sendiri dan sekelilingnya. Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 mengusung konsep baru dalam pengendalian banjir, yaitu naturalisasi sebagai antitesis normalisasi yang dianggap lebih baik. Naturalisasi menjanjikan tidak adanya penggusuran, meskipun secara teknis naturalisasi tetap membutuhkan pembebasan lahan. Akhirnya, realisasi naturalisasi pun terkesan sulit berprogres. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan implementasi kebijakan pengendali banjir melalui program naturalisasi di Provinsi DKI Jakarta menggunakan model konflik-ambiguitas kebijakan Matland (1995). Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasilnya adalah implementasi kebijakan pengendalian banjir melalui naturalisasi tergolong implementasi simbolik. Hal tersebut ditandai dengan konflik vertikal antara Kementerian PUPR dan Pemerintah DKI karena perbedaan preferensi, konflik horizontal terkait alokasi antara zona hijau dan zona biru, serta adanya potensi konflik yang besar antara Pemerintah DKI Jakarta dan masyarakat terkait penggusuran. Di sisi lain, ambiguitas kebijakan ditunjukkan dengan ketidakmampuan pembuat kebijakan dalam mengawasi berjalannya kebijakan dalam mencapai tujuan pengendalian banjir karena target bersifat bottom-up dan berorientasi output, tidak secara spesifik menentukan outcome dari naturalisasi, serta tidak adanya standar baku dalam pembangunan infrastruktur pengendali banjir melalui naturalisasi. Ambiguitas ini menyebabkan output tidak dapat diprediksi, seperti pembangunan yang akhirnya lebih kepada beautifikasi daripada naturalisasi.

Floods in DKI Jakarta have become a troubling specter for the people of DKI Jakarta itself and its surroundings. In response to this, the Governor of DKI Jakarta for the 2017-2022 period brought up a new concept in flood control, namely naturalization as the antithesis of normalization which is considered better. Naturalization promises no eviction, although technically naturalization still requires land acquisition. Finally, the realization of naturalization seems difficult to progress. Based on this, this thesis aims to analyze and describe the implementation of flood control policies through the naturalization program in the DKI Jakarta Province using the conflict-ambiguity model of the Matland policy (1995). The research approach used in this study is postpositivist with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature study. The result is that the implementation of flood control policies through naturalization is classified as a symbolic implementation. This is marked by vertical conflicts between the Ministry of of Public Works and Housing and the DKI Government due to differences in preferences, horizontal conflicts related to the allocation between the green and blue zones, and the potential for large conflicts between the DKI Jakarta Government and the community regarding evictions. On the other hand, policy ambiguity is indicated by the inability of policy makers to oversee the implementation of policies in achieving flood control goals because the targets are bottomup and output-oriented, do not specifically determine the outcome of naturalization, and the absence of standardized standards in the development of flood control infrastructure through naturalization. This ambiguity leads to unpredictable output, such as development which ultimately leads to beautification rather than naturalization."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiky Fhalyang Razaki
"Pada tahun 2018, menurut data Riskesdas konsumsi minuman beralkohol ilegal di Indonesia mendominasi dengan angka signifikan mencapai 66,2% dari total konsumsi alkohol nasional. Kebijakan cukai telah diidentifikasi sebagai alat efektif dalam mengendalikan konsumsi dan mendukung pengendalian kesehatan masyarakat. Metode yang digunakan adalah literature review dengan menggunakan online database seperti PubMed, ScienceDirect, Springer Link, Scopus, dan Google Scholar yang menghasilkan 14 artikel terinklusi yakni artikel yang terbit sepuluh tahun terakhir (2014-2024). Hasil studi terinklusi dari 14 artikel menjelaskan bahwa kebijakan cukai yang dirancang dengan baik, disertai dengan pengawasan distribusi yang kuat, dapat secara signifikan menurunkan angka konsumsi alkohol ilegal sekaligus meningkatkan pendapatan negara. Selain itu, edukasi publik mengenai risiko kesehatan konsumsi alkohol ilegal terbukti menjadi faktor kunci dalam keberhasilan kebijakan pengendalian. Negara yang telah mengimplementasikan kebijakan pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol ilegal menetapkan tarif cukai dengan menggunakan sistem cukai spesifik yang didasarkan pada volume atau kandungan etanol dalam produk, misalnya tarif per liter sesuai kategori alkohol, serta cukai ad valorem pada persentase harga produk, cocok untuk negara berkembang dengan inflasi tinggi karena melindungi basis pajak dari efek inflasi. Analisis pada pembahasan menunjukkan bahwa cukai yang terlalu tinggi dapat menciptakan efek substitusi terhadap produk ilegal. Implikasi dari kebijakan cukai di bidang kesehatan dapat menyebabkan penurunan konsumsi minuman beralkohol ilegal karena kenaikan harga barang yang menyebabkan konsumen memilih untuk beralih ke minuman yang lebih sehat, menyebabkan penurunan prevalensi penyakit tidak menular seperti kardiovaskular dan kanker, serta penghematan biaya perawatan kesehatan akibat penyakit tersebut. Sedangkan di bidang sosial ekonomi, dapat menambah penerimaan negara, serta menurunkan kriminalitas.

In 2018, according to Riskesdas data, the consumption of illegal alcoholic beverages in Indonesia dominated with a significant figure, reaching 66.2% of the total national alcohol consumption. Excise policies have been identified as an effective tool for controlling consumption and supporting public health management. This study utilizes a literature review method by sourcing data from online databases such as PubMed, ScienceDirect, Springer Link, Scopus, and Google Scholar. Fourteen articles published in the last ten years (2014–2024) were included. The results from the 14 included studies indicate that welldesigned excise policies, accompanied by strong distribution monitoring, can significantly reduce illegal alcohol consumption while simultaneously increasing state revenue. Additionally, public education on the health risks of consuming illegal alcohol has proven to be a key factor in the success of control policies. Countries that have implemented monitoring and control policies for illegal alcoholic beverages have adopted excise rates using specific excise systems based on the volume or ethanol content in the product (e.g., rates per liter according to alcohol category) and ad valorem excise taxes based on the product's price percentage. This is particularly suitable for developing countries with high inflation as it protects the tax base from inflationary effects. The analysis in the discussion suggests that excessively high excise rates can lead to substitution effects toward illegal products. The implications of excise policies in the health sector include a reduction in illegal alcohol consumption due to increased product prices, encouraging consumers to switch to healthier beverages. This leads to a decreased prevalence of non-communicable diseases such as cardiovascular diseases and cancer, as well as cost savings in healthcare expenditures for treating such illnesses. In the socio-economic sector, excise policies contribute to increasing state revenue and reducing crime rates. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auditya Firza Saputra
"Tesis ini mengulas secara kritis fenomena hegemoni industri rokok di Indonesia, yang salah satunya dibentuk lewat praktik CSR beserta berbagai persoalan implikasi hukum dan sosiologis yang tercipta karenanya. Sejak 2015, Indonesia ditetapkan sebagai salah satu negara dengan angka perokok remaja terbanyak di dunia. Tingginya angka perokok muda membawa berbagai masalah kesehatan dan kesejahteraan akibat konsumsi rokok yang eksesif. Rokok tanpa disadari telah menjadi kelaziman dalam kehidupan sehari- hari masyarakat. Permasalahan tersebut mengakar dari lemahnya regulasi di lapisan substansi hukum, penegakan yang tidak maksimal di tingkat struktur hukum, maupun kelemahan kultur hukum yang menyebabkan tidak optimalnya kerja kebijakan pengendalian tembakau yang ada. Model CSR filantropi yang dijalankan korporasi rokok dalam bentuk beasiswa pendidikan, sponsor acara olahraga dan musik, derma sosial dan sejenisnya, punya andil dalam menciptakan situasi tersebut. Begitupun persoalan pengaturan tentang periklanan rokok subliminal yang membuat produk tersebut semakin terasosiasikan dengan konstruksi sosial tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa praktik CSR korporasi rokok masih jauh dari prinsip CSR sebagaimana mestinya, baik dalam standar ISO 26000 maupun Pedoman Bisnis dan HAM PBB. Seharusnya CSR berkonsentrasi pada upaya meminimalisir dampak buruk pada masyarakat, dan hal ini menjadi penting karena inti bisnis yang dijalankan berbahaya dan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Sebaliknya, praktik CSR industri rokok selama ini justru dijadikan celah promosi atas segala pembatasan aturan yang telah dibuat terhadapnya. Lebih dari itu, CSR digunakan sebagai medium untuk mendapatkan legitimasi moral dari masyarakat agar dapat terus beroperasi dan mendominasi pasar. Temuan penelitian empiris menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara hegemoni dan hegemoni tandingannya terhadap ekspektasi tanggung jawab sosial korporasi di mata konsumennya: semakin tinggi seorang menganggap industri rokok punya jasa-jasa dan kontribusi positif, semakin rendah pula ekspektasinya akan pertanggungjawaban korporasi rokok. Masyarakat sendiri masih gagal melihat isu etis di dalam penyelenggaraan CSR industri rokok. Solusi alternatif yang bisa ditempuh untuk mengoreksi anomali praktik CSR tadi adalah dengan dua skema: pertama, menghentikan kegiatan CSR filantropi dan mengalihkan pengalokasiannya untuk program kolaborasi dengan pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah kelompok kepentingan pengendalian tembakau, dalam hal ini stakeholder di bidang advokasi kesehatan masyarakat, untuk menjalankan program pengendalian peredaran produk rokok dalam bentuk edukasi unit-unit penjualan, agen periklanan; serta kedua, menempatkan agen pengendalian pada unit-unit penjualan yang akan berada di bawah tanggung jawab langsung korporasi rokok.

This thesis critically reviews the hegemony phenomenon in Indonesian tobacco industry, one of which was believed to be formed through the Corporate Social Responsibility (CSR) practices, along with its various legal and sociological implications created upon. Since 2015, Indonesia has been named as one of the countries with the highest number of teen and child smokers in the world. Such phenomenon has been linked into various health and welfare issues which was caused by excessive cigarrette consumption. Cigarrette-smoking had been unwittingly associated as a normal habit in society’s daily lifestyle. Some of these problems rooted in the weak regulations at the level of legal substance, the minimum act of enforcement upon the legal structure, and the permissive legal culture which causing the issued tobacco control policy failing to work optimally. The philantrophic CSR done by tobacco industries in the form of education scholarship, sport or music events sponshorship, charity, and its kind, have a stake in creating such situtaions. Not to mention the regulation problem on subliminal ciggarette advertisement which caused the product associated to particular social construction. The analysis shows that the tobacco corporation has not yet implemented the CSR as it should under the standard of ISO 26000 and UN Guidelines on Business and Human Rights’ regime, whereas the focus must be on minimalizing adverse effect on society. The issue is critical since the core business is classified as dangerous and having direct impact on public health. Instead, CSR mostly used intentionally as a promotional instrument to perpetuate the dominance of tobacco industry, due to all the restriction policy having issued against them. It became a means to gain moral and intellectual legimitacy from the community for the tobacco industry in order to keep on operating its business as usual. The research findings show significant influence between the hegemony and its counter- hegemony on its consumer expectations of business responsibilities: the higher one considers the cigarette industry having positive contributions, the lower the expectations one’s had of corporate responsibility for tobacco industries. Thus, society has been failing and unaware to detect the ethical issues within the implementation of tobacco industry social responsibilty. An alternative solution to correct such anomalous CSR practices is offered within two schemes: First, ceasing the act of corporate philanthropy and diverting its allocation for collaborative program with the third parties, in this case the tobacco control interest group consisting of public health stakeholders including professionals to run product control program in the form of education sales units, advertising agencies; and Secondly, placing controlling agents upon sales units or retails within direct responsibility of the cigarette corporation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Puspita Ayu Mahanani
"Secara global, jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 milyar orang dengan 942 juta laki-laki dan 175 juta perempuan yang berusia lebih dari 15 tahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 5.4 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit terkait rokok pada tahun 2006 dan diprediksi akan mencapai 8 juta di tahun 2030. Rokok memiliki banyak dampak negatif terhadap kesehatan maka dari itu perlu diterapkan kebijakan pengendalian tembakau sebagai upaya mengurangi epidemi tembakau. WHO dan negara-negara anggotanya telah mengajukan Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk menyusun agenda global yang mengatur pengendalian tembakau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi dan implikasi kebijakan pengendalian tembakau serta tantangan dan hambatan dalam penerapan FCTC di berbagai negara. Metode yang digunakan yaitu literature review dengan menggunakan online database seperti PubMed, ScienceDirect, Springer Link dan Scopus yang menghasilkan 14 artikel terinklusi yang terbit pada tahun 2014-2024. Hasil analisis artikel menjelaskan bahwa implementasi FCTC di suatu negara dapat diterapkan dengan menggunakan strategi MPOWER yaitu enam poin utama kebijakan pengendalian tembakau baik dari segi permintaan maupun pasokan. Implikasi dari penerapan kebijakan pengendalian tembakau yaitu dapat mengurangi epidemi tembakau, mencegah kematian akibat merokok, menghemat biaya perawatan kesehatan dan menambah pendapatan negara. Tantangan dan hambatan dalam penerapan FCTC antara lain adanya perlawanan dari industri tembakau, lemahnya penegakan hukum, mudahnya akses produk tembakau dengan harga yang terjangkau, rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya tembakau, adanya penyelundupan rokok, kurangnya keahlian dalam implementasi kebijakan berhenti merokok serta tidak adanya anggaran yang ditargetkan untuk kampanye media atau kegiatan pengendalian tembakau lainnya.

Globally, the number of smokers worldwide has reached 1.3 billion people, with 942 million men and 175 million women aged over 15 years. The World Health Organization (WHO) estimates that around 5.4 million people in the world died from d-related diseases in 2006 and is predicted to reach 8 million in 2030. Cigarettes have many negative impacts on health, therefore it is necessary to implement tobacco control policies as an effort to reduce the epidemic of tobacco. WHO and its member countries have proposed the Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) to develop a global agenda governing tobacco control. The aim of this research is to determine the implementation and implications of tobacco control policies as well as the challenges and barriers in implementing FCTC in various countries. The method used is a literature review using online databases such as PubMed, ScienceDirect, Springer Link and Scopus which produced 14 included articles published in 2014-2024. The results of the article analysis explain that the implementation of FCTC in a country can be implemented using the MPOWER strategy, namely the six main points of tobacco control policy both in terms of demand and supply. The implications of implementing tobacco control policies are that they can reduce the tobacco epidemic, prevent deaths due to smoking, save health care costs and increase state revenues. Challenges and obstacles in implementing the FCTC include resistance from the tobacco industry, weak law enforcement, easy access to tobacco products at affordable prices, low public awareness of the dangers of tobacco, cigarette smuggling, lack of expertise in implementing smoking cessation policies and the absence of an adequate budget targeted for media campaigns or other tobacco control activities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Dewi Ayu Kusumaningtyas
"Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau mulai marak seiring dengan meningkatnya laju penebangan hutan, pembersihan lahan dan iklim kering. Karhutla menyebabkan pencemaran udara bahkan hingga ke Singapura sehingga mempengaruhi ketegangan politik diantara kedua negara. Karhutla kerap terjadi tiap tahunnya, padahal sudah banyak regulasi dan institusi yang menangani pencegahan karhutla serta pengendalian bencana asap. Ketika proses pembakaran biomassa terjadi, pencemar aerosol terlepas ke udara. Tingginya konsentrasi aerosol menurunkan kualitas udara setempat dan mengurangi jarak pandang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kaitan karhutla di Provinsi Riau pada Juni 2013 dengan pencemaran udara di Riau dan Singapura, karakteristik aerosol di Singapura pada saat periode karhutla di Riau dan menganalisis implementasi kebijakan pencegahan dan pengendalian bencana asap akibat karhutla. Metode penelitian yang digunakan adalah campuran kuantitatif dan kualitatif dengan data sekunder dan primer yang berasal dari wawancara.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kebakaran di Riau pada Juni 2013 mengakibatkan kenaikan ISPU hingga 1084 (berbahaya) di Riau, kenaikan konsentrasi PM 2,5, dan menurunkan visibilitas di Singapura. Hasil karakterisasi melalui parameter aerosol optical depth (AOD), parameter Ångstrom, dan distribusi ukuran partikel menunjukkan keberadaan aerosol berukuran kecil dengan jumlah lebih banyak di Singapura yang merupakan ciri aerosol dari karhutla. Lemahnya kepemimpinan dan penegakan hukum, kurangnya koordinasi antar institusi di tingkat pemerinrah daerah, dan belum optimalnya pemanfaatan informasi peringatan dini adalah sejumlah faktor penghambat implementasi kebijakan pengendalian bencana asap akibat karhutla.

Forest and land fire in Riau increase along with the rapid deforestation, land clearing, and fueled by dry climate. Forest and land fire causes trans-boundary air pollution up to Singapore and creates tensions among neighboring countries. Fires in Riau routinely occur every year, although there are a lot of regulations and institutions dealing with fire prevention and smoke haze management. When biomass burns, certain aerosol pollutant is emitted to the atmosphere. High concentration of aerosol could degrade the local air quality and reduce visibility.
This study aimed to analyze the relation of forest and land fire in Riau in June 2013 with the air pollution in Riau and Singapore, the characteristics of aerosol in Singapore during the fire period in Riau and the implementation of fire prevention and smoke haze management policies.Research method that being used are a mixture of quantitative and qualitative with secondary and primary data from interview.
The research found that Riau fires in June 2013 resulted the increase of Pollutant Standard Index (PSI) until 1084 (hazardous) in Riau, increase the concentration of PM 2,5, and reduce visibility in Singapore. Aerosol characterization through aerosol optical depth (AOD), Ångstrom parameter and particle size distribution indicates the existence of a small-sized aerosol in a great number in Singapore which is characteristic of aerosol from forest and land fire. Weak leadership and law enforcement, lack of coordination among institutions in local level as well as low utilization of early warning information are a number of factors inhibiting the implementation of smoke haze management policies.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dennis Christian Sethiadi
"Penelitian ini membahas tantangan dalam mengoptimalkan manajemen inventaris suku cadang di PT. X, sebuah perusahaan logistik yang mengoperasikan lebih dari 100 truk di wilayah Jabodetabek. Perusahaan saat ini menghadapi permasalahan seperti kelebihan stok, kekosongan stok, dan tingginya biaya inventaris, terutama pada komponen ban. Penelitian ini mengusulkan penerapan dua metode pengendalian persediaan yang lebih canggih: model Periodic Review (R, s, S) dan Continuous Review (s, Q). Dengan menggunakan data historis dari tahun 2021–2024 serta simulasi Monte Carlo untuk peramalan permintaan, suku cadang diklasifikasikan melalui analisis ADI-CV dan ABC untuk mengidentifikasi model yang sesuai berdasarkan pola permintaan. Lima item prioritas dievaluasi menggunakan tiga sistem inventaris: metode eksisting, periodic review, dan continuous review. Kinerja sistem dinilai berdasarkan tingkat layanan (service level) dan total biaya inventaris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua model yang diusulkan mampu meningkatkan tingkat layanan secara signifikan dan menurunkan biaya dibandingkan metode yang digunakan saat ini. Studi ini juga menyediakan alat simulasi yang telah tervalidasi serta rekomendasi praktis untuk meningkatkan efisiensi manajemen inventaris, yang dapat diadaptasi lebih luas dalam pengelolaan suku cadang dan logistik.

This study addresses the challenge of optimizing spare parts inventory management at PT. X, a logistics company operating over 100 trucks across the Greater Jakarta area. The company currently faces issues such as overstock, stockouts, and high inventory costs, particularly for tire components. The research proposes the implementation of two advanced inventory control methods: the Periodic Review (R, s, S) and Continuous Review (s, Q) models. Using historical data from 2021–2024 and Monte Carlo simulation for demand forecasting, spare parts are classified through ADI-CV and ABC analysis to identify appropriate models for different demand patterns. Five priority items are evaluated under three inventory systems: the existing approach, periodic review, and continuous review. Performance is assessed based on service level and total inventory cost. The results show that both proposed models significantly improve service levels and reduce costs compared to the current method. This study provides a validated simulation tool and practical recommendations to enhance inventory efficiency, offering scalable insights for broader application in spare parts and logistics inventory management."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library