Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bianca Difa Chairunnisa
"Kecerdasan Artifisial merupakan salah satu perkembangan teknologi yang mulai dimanfaatkan dan diterpakan dalam berbagai industri, salah satunya adalah Industri Medis. Teknologi menjadi salah satu hal yang sangat dibutuhkan untuk membantu meringankan beban dokter dan juga tenaga medis lainnya dalam menangani pasien. Saat ini pemanfaatan Kecerdasan Artifisial dalam Industri Medis sudah mulai berkembang, sehingga membantu meringankan pekerjaan para tenaga kesehatan dan juga dokter dalam melakukan diagnosis, membentuk citra radiologi, dan juga memprediksi pelayanan kesehatan terbaik untuk pasien. Saat ini, Indonesia tidak memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kecerdasan Artifisial secara khusus, namun terdapat peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan terhadap pemanfaatan Kecerdasan Artifisial dalam Industri Medis. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peraturan yang dapat diterapkan terhadap penyelenggaraan pemanfaatan Kecerdasan Artifisial dalam Industri Medis, dan kewajiban apa yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam menyelenggarakan Kecerdasan Artifisial dalam Industri Medis. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dan melakukan penelusuran serta perbandingan dengan best practice yang diterapkan oleh Uni Eropa. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa karakteristik dan cara kerja AI dalam industri medis menentukan kedudukan hukum AI, yang dimana AI dapat disamakan seperti Sistem Elektronik, Teknologi, dan Alat Kesehatan. AI sebagai Sistem Elektronik diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik yang harus tunduk kepada kewajiban penyelenggaraan yang tertera pada peraturan perundang-undangan yang ada. Selain itu, Uni Eropa menyamakan AI sebagai Alat Kesehatan dalam Industri Medis yang tunduk pada Medical Device Regulation. Merujuk pada Uni Eropa, Indonesia juga dapat menyamakan AI sebagai Alat Kesehatan dan tunduk pada kewajiban Izin Edar yang tertera peraturan perundang-undangan yang ada.

Artificial intelligence (AI) is one of the technological developments that has begun to be utilized and applied in various industries, lncuding the medical industry. Therefore, technology has helped ease the burden on doctors and other medical professionals in treating their patients. The use of Artificial Intelligence in the medical industry has currently risen, and has helped healthcare workers and doctors alike in making diagnoses, forming radiological images, and also predicting the best healthcare services for patients. Currently, Indonesia does not have laws and regulations that specifically regulate Artificial Intelligence, but there are laws and regulations that can be applied to the use of Artificial Intelligence in the medical industry. Thus, it is necessary to carry out further research regarding the regulations that can be applied to the implementation of the use of Artificial Intelligence in the Medical Industry, and what obligations must be fulfilled by the parties in implementing Artificial Intelligence in the Medical Industry. This study uses a normative juridical approach, and conducts searches and comparisons with best practices implemented by the European Union. Based on this research, it was found that the characteristics and workings of AI in the medical industry determine an AI’s legal standing, where AI can be equated with Electronic Systems, Technology, and Medical Devices. AI as an Electronic System is administered by Electronic System Operators who must comply with the implementation obligations stated in the existing laws and regulations. In addition, the European Union equates AI as a Medical Device in the Medical Industry which is subject to the Medical Device Regulation. Referring to the European Union, Indonesia can also equate AI with Medical Devices and is subject to the distribution permit obligations stated in existing laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Borris Ficthe
"Artificial Intelligence (AI) model Machine Learning (ML) merupakan perkembangan teknologi yang memiliki potensi untuk berperan sebagai pengambil keputusan dalam kehidupan manusia. Teknolgi harus dijaga agar memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat sesuai amanat dalam
Pasal 28C UUD 1945. Pemerintah yang memiliki kewajiban untuk memenuhi hal tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa pengaturan terkait AI model ML terkait penggunaan dan pemanfaatan di Indonesia. Penelitian ini juga akan menganlisa peraturan hukum Indonesia dalam melingkupi prinsip Ethical and trustworty AI dalam penyelenggaraan AI model ML. Kemudian penelitian ini
juga mengalisa bentuk pertanggunjawaban hukum terkait AI di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitif yang bersifat exploratoris. Hasil dari penelitian ini menunjukan Indonesia memiliki sisnas IPTEK untuk mencapai tujuan Pasal 28C UUD 1945. AI yang tergolong dalam sistem elektronik, menjadikan tunduk pada
aturan terkait penyelenggaraan sistem elektronik dalam UU ITE. Utilitarian purposes yang melekat pada teknologi AI membuat perlindungan kekayaan intelektual berada dalam perlindungan Paten. Ethical dan trustworthy pada AI
dapat dikrucutkan kedalam 5 prinsip utama dalam penggunaan dan pemanfaatan AI dalam industri. Prinsip tersebut adalah Keaman dan Keselamatan, Privasi, Keadilan, Transparansi serta Akuntabilitas. Prinsip ini telah tertanggulangi dalam prinsip dalam strategi nasional kecerdasan Artifisial. Pemenuhan standar produk AI dan Kode Etik yang mengadopsi prinsip ethical and trustworthy AI diperlukan dalam peraturan hukum di Indonesia saat ini. Berdasarkan peraturan yang ada, pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan Sistem Elektronik, termasuk AI, menerapkan prinsip praduga bersalah. Besarnya risiko pada AI membuatnya termasuk kedalam dengerous activities, sehingga perlu diterapkan strict liability.

Artificial Intelligence (AI) Machine Learning (ML) model is a technologicaldevelopment that has the potential to be a decision maker in human life. According to the article 28C of the UUD 1945, technology must be maintained to has a positive impact on people's lives. Government has the obligation to fulfill this. The purpose of this research is to analyze regulations related to AI model ML about its use and utilization in Indonesia. This research will also analyze Indonesian regulations covering principles of Ethical and trustworthiness of AI in implementation of AI model ML. Then this reasearch also analyzes forms of legal liabiility related to AI in Indonesia. Analysis method used a normative juridical research with a qualitative approach. The results show that Indonesia has Sisnas IPTEK to achieve a possitive impact. AI is classified as an electronic system, making it subject to rules related to the implementation of electronic systems in UU ITE. AI being protect by Paten, because of utilitarian purposes attached to it.
Ethical and trustworthy of AI can be narrowed down into 5 main principles. These are Security and Safety, Privacy, Fairness, Transparency and Accountability. They have been addressed in Stragtegi Nasional Kecerdasan Artifisial. Current regulations require product standard and Code of Ethics that adopts ethical and trustworthy principles of AI. Based on existing regulations, legal liability in operation of Electronic Systems, including AI, applies the presumption of guilt.
Big risk in AI makes it included in dengerous activities, so it is necessary to applystrict liability.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinna Justisiana Natawilwana
"Perkembangan teknologi yang pesat pada era Revolusi Industri 4.0 saat ini telah memunculkan inovasi digital di berbagai sektor usaha, salah satunya usaha perasuransian berbasis teknologi atau Insurtech. Dalam bisnis prosesnya Insurtech menggunakan platform aplikasi atau website yang menggunakan kecerdasan artifisial sebagai sistem elektronik. Penelitian ini berfokus untuk menganalisa pengaturan hukum atas kecerdasan artifisial di Indonesia, juga mengenai aspek perlindungan privasi dan data pribadi terhadap penggunaan kecerdasan artifisial tersebut khususnya dalam sektor Insurtech. Selain dari itu, penelitian ini juga akan menganalisa bentuk-bentuk pertanggungjawaban hukum dalam penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) kecerdasan artifisial tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan berbasis kepustakaan dengan jenis data sekunder untuk dianalisa. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kecerdasan artifisial harus memenuhi aspek ethical & trustworthy, serta pada dasarnya kecerdasan artifisial merupakan bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang diatur dalam UUD 1945 beserta berbagai aturan hukum antara lain UU Sisnas IPTEK dan juga UU ITE beserta berbagai turunannya. Lebih lanjut, sebagai suatu inovasi digital, kegiatan usaha Insurtech tidak saja tunduk pada aturan hukum yang berlaku pada sektor jasa keuangan, namun juga kepada ketentuan yang berlaku dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik termasuk dalam hal perlindungan terhadap privasi dan data pribadi dalam sektor Insurtech, meskipun prinsip perlindungan dalam kedua sektor tersebut tidak sepenuhnya harmonis. Sebagai suatu bahan analisa, dikaji Ketentuan Layanan dan Kebijakan Privasi dari Qoala suatu brand yang bergerak dalam usaha Insurtech. Selain itu sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum dalam litbangjirap kecerdasan artifisial dapat merujuk pada perspektif hukum administrasi negara, perdata, maupun juga pidana.

The rapid development of technology in this Industrial Revolution 4.0 era has increased digital innovation in various business sectors, one of them is a technology-based insurance business or Insurtech. The business process of Insurtech utilize an artificial intelligence-based application or website platforms as an electronic system. This research focuses on the analysis of artificial intelligence regulations in Indonesia, as well as on the aspects of privacy and personal data protection towards the use of artificial intelligence, especially in the Insurtech sector. In addition, this research will also analyze the types of legal responsibility within the artificial intelligence’s research, development, assessment, and application (abbreviated as “litbangjirap”). The research use literature-based of normative juridical method with secondary data types analysis. Based on the research results, it is identified that artificial intelligence must fulfill the ethical & trustworthy aspects, and basically the artificial intelligence is part of science and technology which regulated under the 1945 Constitution and other laws and regulations including the National Science and Technology System Law and the Information and Electronic Transaction (locally known as “ITE”) Law together with its derivatives regulations. Further, as a digital innovation, Insurtech's business activities are not only subject to the applicable regulations in the financial services sector but also subject to the prevailing provisions on ITE which includes the protection of privacy and personal data matters, although the principles in both sectors are not fully harmonious. The Terms of Service and Privacy Policy of Qoala, a brand that engaged in Insurtech business, are reviewed as the analysis material. In addition, as a form of legal responsibility in “litbangjirap” of artificial intelligence, it referred to the state administrative, civil and criminal laws perspectives."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Adrien Premadhitya Merada
"Kecerdasan artifisial merupakan teknologi yang multiguna untuk membantu pekerjaan manusia, tak terkecuali bagi mereka yang berkiprah di dunia perfilman. Sebelumnya telah ada teknologi komputer untuk memanipulasi gambar seperti computergenerated imageries (CGI) pada proses pembuatan film khususnya dengan genre aksi, fantasi, horor, ataupun film-film yang mengangkat kisah pahlawan sehingga melahirkan istilah sinema sintetis. Kecerdasan artifisial hadir sebagai teknologi termutakhir yang tidak hanya dapat memanipulasi gambar tetapi juga suara dan video dengan mempelajari pola dan struktur dari sekumpulan data untuk menciptakan karakter, latar belakang, dan efek visual lainnya. Kecerdasan artifisial memanfaatkan tidak terkecuali data biometrik aktor khususnya untuk tujuan penciptaan karakter yang menandakan bahwa data pribadi aktor memerlukan pelindungan hukum selain pelindungan terhadap kekayaan intelektualnya. SAG-AFTRA Strike yang terjadi pada tahun 2023 di Amerika Serikat menjadi salah satu tonggak bahwa pelaku industri perfilman khususnya aktor memiliki kekhawatiran tersendiri atas penggunaan kecerdasan artifisial yang belum memiliki regulasi spesifik sehingga terjadi ketidakpastian hukum. Tulisan ini menganalisis pemanfaatan kecerdasan artifisial pada industri perfilman di Indonesia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat sekaligus peraturan terkait, termasuk pertanggungjawaban apabila terjadi pelanggaran. Saat ini Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 (UU PDP) dan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 (SE 9/2023) sebagai dasar perlindungan bagi aktor Indonesia terhadap pemanfaatan kecerdasan artifisial. Meskipun demikian, pengaturan hukum yang ada di Indonesia belum selengkap peraturan yang berlaku di Uni Eropa dan Amerika Serikat mengenai tata cara perlakuan atau penanganan terhadap data biometrik dan masih bergantung kepada kontrak. Penelitian ini dilakukan dengan metode kajian literatur dan wawancara bersama tokoh-tokoh industri perfilman Indonesia.

Artificial intelligence (AI) is a versatile technology aimed to help humans conduct their work, including those who works in the film industry. There were also other computer technologies prior to AI used to manipulate images such as computergenerated imageries (CGI) to aid filmmaking especially for action, fantasy, horror genres, or movies about superheroes which produced the term synthetic cinema. AI serves as an advanced technology which can also manipulate sounds and videos by studying patterns and structures of a set of data to generate characters, backgrounds, and other visual effects. AI utilizes different sets of data such as biometric data of actors to create a character, showing that actor’s personal data requires legal protection aside from their intellectual property rights. The SAG-AFTRA Strike which happened in America in 2023 was a signal that people in the film industry, especially actors, have their own concerns regarding the usage of AI which have yet to be regulated through a specific regulation, posing legal uncertainty. This research analyzes the usage of AI in Indonesia, the European Union, and the United States’ film industry, the related regulations, as well as accountability in cases of violations. Indonesia currently have Law Number 27 of 2022 (PDP Law) and Circular Letter of the Ministry of Communication and Informatics Number 9 of 2023 (SE 9/2023) providing basic protection for Indonesian actors against the usage of AI. However, the regulations available in Indonesia is not as comprehensive as the ones available in the European Union and the United States and still relies more on contracts, particularly on how to handle biometric data. This research was conducted through literature studies and interview with Indonesia’s prominent film industry figures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Rejoel Mangasa
"Latar belakang: Prevalensi meibomian gland dysfunction (MGD) dilaporkan bervariasi pada rentang 3,6-69,3% karena modalitas diagnostik yang tersedia saat ini masih belum terstandar secara baku. Penilaian meibomian gland (MG) dropout secara manual masih terbatas oleh subjektivitas penilai dalam identifikasi MG, kurang akurat dalam menilai perubahan longitudinal, serta memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah performa diagnostik dari penilaian MGD melalui meibografi dengan bantuan AI setara dengan penilaian MG dropout oleh klinisi menggunakan ImageJ. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain cross-sectional dari pasien rawat jalan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kirana, Jakarta Pusat. Pengolahan data citra meibografi dilakukan dengan dua tahap preprocessing dan pengembangan model artificial intelligence (AI). Pengembangan model AI yang dilakukan menggunakan image embedding VGG16 dan model multilayer perceptron (MLP) pada Orange v3.32.0. 
Hasil: Dari 35 subjek penelitian dengan rerata usia 60,29±2,28 tahun, terdapat 136 data citra meibografi yang dianalisis. Nilai cut-off MG dropout yang terbaik pada nilai 33% yang mana terdapat 107 citra MGD dan 29 citra normal. Model AI menunjukkan performa AUC 83,2%, sensitivitas 89,7%, dan spesifisitas 58,6%. 
Kesimpulan: Penilaian meibografi dengan bantuan AI memiliki performa diagnostik yang baik dalam deteksi MGD. Pendekatan dengan AI dapat digunakan sebagai alat skrining potensial yang efektif dan efesien dalam praktik klinis.

Introduction: The prevalence of meibomian gland dysfunction (MGD) is reported to vary in the range of 3.6-69.3% because the currently available diagnostic modalities have not been standardized. Manual assessment through meibomian gland (MG) dropout is still has many limitations, such as the subjectivity of the assessor in identifying MG, less accuracy in assessing longitudinal abnormalities and requires more time and costs. This study aims to determine whether the diagnostic performance of MGD assessment through AI-assisted meibography is equivalent to MG dropout assessment by the clinician using ImageJ. 
Methods: The study was conducted with a cross-sectional design from outpatients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) Kirana, Central Jakarta. The meibography image processing is conducted in two stages preprocessing and the development of artificial intelligence (AI) models. AI model development uses Orange v3.32.0 with VGG16 as image embedding and a multilayer perceptron (MLP) model. 
Results: From 35 subjects with a mean age of 60.29±2.28 years, a meibography dataset was built from 136 eyelid images. Using the MG dropout cut-off value of 33%, there are 107 MGD images and 29 normal images. The AI model showed an AUC performance of 83.2%, a sensitivity of 89.7%, and a specificity of 58.6%. 
Conclusion: AI-assisted meibography assessment has good diagnostic performance in MGD detection. The AI approach has promising potential as an effective and efficient screening tool in clinical practice.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Riski Julianti
"Perkembangan teknologi mempengaruhi berbagai bidang usaha untuk menerapkan sistem otomasi. Salah satunya adalah industri transportasi yang marak mengembangkan kendaraan otonom atau Autonomous Vehicle (AV). Seiring dengan perkembangan tersebut, penyelenggaraan AV tentu membutuhkan regulasi yang mendukung. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pelindungan konsumen terhadap pengguna jasa transportasi AV di Indonesia dan bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap potensi kerugian yang dialami oleh konsumen ketika menggunakan jasa layanan transportasi AV. Tulisan ini menggunakan metodologi hukum Doktrinal, dengan menelaah suatu norma dan penerapan asas hukum, serta pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, serta peraturan terkait lainnya. Walaupun ketentuan mengenai penyelenggaraan, pelindungan hukum, hingga pertanggungjawaban atas kerugian konsumen sebagai pengguna jasa transportasi AV belum diatur secara khusus dalam perundang-undangan di Indonesia, namun adanya sistem otomasi dalam operasional kendaraan sudah disinggung dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2023 tentang Sertifikasi Kecakapan Awak Sarana Perkeretaapian dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 76 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Transportasi Cerdas di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Technological developments have influenced various business fields to implement automation systems. One of them is the transportation industry which is rampant in developing Autonomous Vehicles (AV). Along with these developments, the implementation of AV requires supportive regulations. This paper aims to find out consumer protection for AV transportation service users in Indonesia and how business actors are accountable for potential losses experienced by consumers when using AV transportation services. This paper uses a doctrinal legal methodology, by examining a norm and the application of legal principles, as well as the implementation of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, Law Number 23 of 2007 concerning Railways, Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation, Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions as last amended by Law Number 1 of 2024, and other related regulations. Although provisions regarding the implementation, legal protection, and liability for consumer losses as users of AV transportation services have not been specifically regulated in legislation in Indonesia, the existence of an automation system in vehicle operations has been mentioned in the Regulation of the Minister of Transportation Number 18 of 2023 concerning Certification of Railway Crew Proficiency and Regulation of the Minister of Transportation Number 76 of 2021 concerning Transportation Management Systems Smart in the Field of Traffic and Road Transportation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library