Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rido Prama Eled
Abstrak :
Latar Belakang. Sepsis merupakan masalah besar yang menyumbang tingkat mortalitas tinggi. Hal ini diperparah dengan adanya komorbid keganasan. Dalam salah satu penelitian menyebutkan pasien sepsis dengan komorbid keganasan mempunyai resiko 2,32 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa komorbid keganasan. Untuk itu diperlukan data faktor-faktor yang memengaruhi mortalitas pasien sepsis dengan komorbid keganasan agar dapat memberikan terapi yang efektif dan efisien dan menurunkan angka mortalitas. Tujuan Penelitian. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi mortalitas pada pasien sepsis dengan komorbid keganasan. Metode. Penelitian dilaksanakan dengan desain kohort retrospektif . Data diambil dari rekam medis pasien sepsis dengan komorbid keganasan yang dirawat di RS Ciptomangunkusumo dan memenuhi kriteria inklusi dari tahun 2020 sampai 2022. Dilakukan uji kategorik dan dilanjutkan dengan Uji regresi log pada variabel-variabel yang memenuhi syarat. Hasil. Dari 350 subjek sepsis dengan komorbid keganasan yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan mortalitas sebanyak 287 (82%) subjek. Pada ujia kategorik bivariat didapatkan 2 variabel yang mempunyai kemaknaan secara statistik yaitu skor SOFA dan performa status dengan nilai P masing-masing <0,001 dan <0,001. Setelah dilakukan uji log regresi didapatkan Odds Ratio 5.833 IK (3,214-10,587) untuk variabel skor SOFA dan Odds Ratio3,490 IK (1,690-7,208) untuk variabel performa status. Kesimpulan. Variabel skor SOFA dan performa status mempunyai hubungan yang bermakna terhadap mortalitas pasien sepsis dengan komorbid keganasan ......Background. Sepsis is a major problem that contributes to a high mortality rate. This is exacerbated by the presence of malignancy. In one study, sepsis patients with malignancy had a 2.32 times higher risk compared to patients without malignancy. For this reason, factors that influence mortality in sepsis patients with malignancy are needed in order to provide effective and efficient therapy and reduce mortality. Research purposes. Knowing the factors that influence mortality in sepsis patients with  malignancy. Method. The study was conducted with a retrospective cohort design. Data were taken from the medical records of sepsis patients with comorbid malignancy who were treated at Ciptomangunkusumo Hospital and met the inclusion criteria from year 2020 to 2022. A categorical test was carried out and followed by a log regression test on eligible variables. Results.  Of the 350 sepsis subjects with comorbid malignancy who met the inclusion criteria, 287 (82%) subjects had a mortality. In the bivariate categorical test, there were 2 variables that had statistical significance, namely the SOFA score and status performance with P values ​​of <0.001 and <0.001respectively. After doing the log regression test is obtained Odds Ratio 5.833 CI (3.214-1.587) for SOFA score variables and Odds Ratio 3.490 CI (1.690-7.208) for status performance variables. Conclusion. SOFA score and performance status variables have a significant relationship to the mortality of sepsis patients with comorbid malignancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M Toni S Derus
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T59025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karisma Prameswari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang Papiloma inverted (PI) merupakan papiloma yang berasal dari traktus sinonasal yang dilapisi oleh epitel Schneiderian, yang secara ektodermal berasal dari mukosa respiratorius. Tumor jinak ini memiliki karakter yang bersifat agresif secara lokal, memiliki angka rekurensi tinggi dan kemampuan untuk bertransformasi ke arah keganasan. Karakteristik biomolekuler dari tumor PI belum banyak diteliti. Perkembangan PI diduga berasal dari ketidakseimbangan antara peningkatan proliferasi sel epitel yang berlebihan dan peningkatan apoptosis yang tidak bermakna. Tujuan Mengetahui gambaran karakteristik biomolekuler tumor PI berdasarkan ekspresi HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B dan Bcl-2. Metode Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi potong lintang untuk mencari gambaran ekspresi HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B dan Bcl-2 pada epitel dan stroma jaringan tumor PI melalui pemeriksaan imunohistokimia. Hasil Terdapat korelasi yang bermakna antara HSF-1 epitel dan Bcl-2 epitel dengan p = 0,022 (p<0,05) dan r = 0,709. Hasil korelasi yang bermakna juga didapatkan antara HSF-1 stroma dan HSP 70 stroma dengan p = 0,024 (p<0,05) dan r = 0,699. Terdapat hubungan yang bermakna antara nilai ekspresi NF-kappa-B pada epitel dan stroma dengan adanya transformasi keganasan (p<0,05). Kesimpulan Terdapat peran dari HSP 70, HSF-1 dan Bcl-2 dalam perkembangan tumor PI secara umum. Proses transformasi keganasan berkaitan erat dengan ekspresi NFkappa- B. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan titik potong nilai ekspresi NF-kappa-B sebagai prediktor transformasi keganasan pada tumor PI.
ABSTRACT
Background Inverted papilloma (IP) is a papiloma that is lined by the Schneiderian epithelials, derived ectodermally from the respiratory mucosa. This benign neoplasm has a characteristic of local aggresiveness, high recurrence rate and possibility of malignant transformation. Biomolecular characteristics have not been studied extensively. Development of IP is thought to arise due to the imbalance between excessive cell proliferation and insignificant apoptosis. Objective To describe the expressions of HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B and Bcl-2 in IP. Methods This research is a cross-sectional study to describe the expressions of HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B and Bcl-2 in epithelial and stromal IP using immunohistochemistry. Results There is a strong positive correlation between epithelial HSF-1 with epithelial Bcl-2 with p=0,022 (p<0,05) and r=0,709. There is also a strong positive correlation between stromal HSF-1 and stromal HSP 70 with p=0,024 (p<0,05) and r=0,699. There is a relationship between epithelial and stromal NF-kappa-B expression with signs of malignancy transformation (p<0,05). Conclusion There is a role of HSP 70, HSF-1 and Bcl- 2 in the development of IP. There is a close relationship between malignant transformation and the expression of NF-kappa-B. Further research is needed to determine the cut-off point for NF-kappa-B expression to predict malignant transformation in IP.;;
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Griskalia Christine Theowidjaja
Abstrak :
Latar Belakang. Mortalitas keganasan dengan tromboemboli vena lebih tinggi daripada keganasan tanpa tromboemboli vena. Jenis dan/atau histopatologi keganasan, stadium, terapi keganasan berisiko tinggi trombosis vena dalam, lokasi trombus, usia, imobilisasi, kateter vena sentral, D-dimer, infeksi, dan Indeks Komorbiditas Charlson berpengaruh terhadap mortalitas pasien keganasan dengan trombosis vena dalam. Belum ada data insiden kumulatif mortalitas pasien keganasan dengan trombosis vena dalam di Indonesia dan belum ada model prediksi yang mudah untuk memprediksi mortalitas pasien keganasan dengan trombosis vena dalam. Tujuan. Mengetahui insiden kumulatif mortalitas dan membuat model prediksi berupa sistem skor prediktor mortalitas 3 bulan pertama pasien keganasan dengan trombosis vena dalam. Metode. Penelitian kohort, 223 pasien keganasan dengan trombosis vena dalam di RSCM, Januari 2011-Agustus 2013, diamati 3 bulan. Variabel bebas: usia, jenis dan/atau histopatologi keganasan, stadium keganasan, terapi risiko tinggi terjadi trombosis vena dalam, lokasi trombus, imobilisasi, penggunaan kateter vena sentral, D-dimer awal saat diagnosis trombosis vena dalam, infeksi, dan Indeks Komorbiditas Charlson. Variabel dependen: mortalitas karena semua penyebab. Regresi logistik digunakan untuk mendapatkan sistem skor. Hasil. 61,4% pasien meninggal. Prediktor yang bermakna terhadap mortalitas 3 bulan pertama adalah stadium III-IV, imobilisasi, dan infeksi; dengan masingmasing skor 2-3-2. Total skor risiko rendah (0), risiko sedang (2-4), dan risiko tinggi (5-7) mempunyai mortalitas berturut-turut 10%, 43%, 72%. Simpulan. Insiden kumulatif mortalitas 3 bulan pertama pasien keganasan dengan trombosis vena dalam adalah 61,4%. Telah ditemukan model prediksi mortalitas 3 bulan pertama pasien keganasan dengan trombosis vena dalam. ...... Background. Mortality risk among malignancy with venous thromboembolism (VTE) patients is higher than malignancy patients without VTE. The type and/or histopathology of malignancy, cancer stage, high risk cancer therapy for deep vein thrombosis (DVT), thrombus location, age, immobilization, central venous catheter, D-dimer, infection, and Charlson Comorbidity Index influence the mortality of malignancy patients with DVT. There is no cumulative incidence data and an easy prediction model to predict mortality among malignancy patients with DVT. Objective. To know the cumulative incidence of mortality and to make a prediction model (scoring system) to predict the first 3-month mortality among malignancy patients with DVT. Methods. A cohort study of 223 malignancy patients with DVT at Cipto Mangunkusumo National Hospital between January 2011-August 2013, with 3 months of follow-up. Independent variables: age, cancer's type and/or histopathology, cancer stage, high risk cancer therapy for DVT, thrombus location, immobilization, central venous catheter, D-dimer when the patients were diagnosed with DVT, infection, and Charlson Comorbidity Index. Dependent variable: all-caused mortality. Logistic regression was used to make a scoring system. Results. 61.4% patients died. The significant predictors were stage III-IV cancer, immobilization, and infection; with the scores 2-3-2, respectively. Total score for low risk patients (0), intermediate risk patients (2-4), and high risk patients (5-7) with the mortality 10%, 43%, 72%, respectively. Conclusions. The cumulative incidence of the first 3-month mortality in malignancy patients with DVT was 61.4%. There is an applicable prediction model to predict the first 3-month mortality among malignancy patients with DVT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andita Dwi Hidayati
Abstrak :
Latar Belakang: USG payudara dan mamografi secara luas digunakan sebagai modalitas diagnostik yang efektif untuk mengevaluasi kelainan payudara. Derajat keganasan histopatologis berperan penting dalam manajemen karsinoma payudara. Ketersediaan pemeriksaan histopatologis yang terbatas dan sebaran pemeriksaan USG dan mamografi yang lebih luas diharapkan dapat membantu klinisi dalam menentukan penatalaksanaan karsinoma payudara lebih dini. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan nilai mamografi serta USG payudara dengan mengetahui keterkaitan temuan morfologis lesi berdasarkan USG payudara dan mamogram yang dapat mengidentifikasi derajat keganasan histopatologis karsinoma payudara. Metode: Studi retrospektif ini melibatkan subyek dengan karsinoma payudara primer yang menjalani USG dan mamografi serta belum menjalani prosedur apapun. Temuan USG dan mamogram dianalisis dan dikorelasikan dengan derajat keganasan histopatologis. Variabel dianalisis menggunakan uji chi-square dan Kolmogorov-Smirnov. Hasil: Diperoleh 174 subyek karsinoma payudara. Usia rerata subyek 52 tahun. Ukuran massa <5 cm paling banyak ditemukan (61,1%) dan memiliki hubungan yang signifikan dengan derajat keganasan histopatologis (p<.05). Batas lesi, ekhogenisitas lesi dan kalsifikasi lesi pada USG (p <.05) berhubungan dengan derajat keganasan histopatologis. Sedangkan untuk bentuk lesi, bentuk irregular lebih banyak ditemukan dibandingkan lesi lain dengan distribusi yang hampir sama antara derajat 1, 2, dan 3. Proporsi batas lesi paling banyak di derajat 3 yakni batas tidak tegas. Ekhogenisitas heterogen lebih sering ditemukan pada tumor derajat 2 dan lesi hipoekhoik lebih banyak ditemukan pada tumor derajat 3. Saat dilakukan analisis tambahan dengan membagi derajat keganasan menjadi 2 grup (derajat rendah dan derajat tinggi), batas dan orientasi lesi pada USG (p <.05) berhubungan dengan derajat keganasan histopatologis sedangkan kalsifikasi lesi dan ekhogenisitas lesi tidak berhubungan. Tidak ada hubungan antara karakteristik lesi pada mamogram (densitas payudara, bentuk, batas, densitas lesi, dan kalsifikasi) dengan derajat keganasan histopatologis (nilai p > 0,05). Proporsi batas spikulasi lebih banyak ditemukan pada lesi derajat rendah. Simpulan: Orientasi pararel lebih banyak ditemukan pada tumor derajat tinggi. Batas tidak tegas paling banyak ditemui di kedua kelompok derajat keganasan namun proporsi lebih banyak ditemukan pada lesi derajat tinggi. Tidak ditemukan hubungan signifikan antara morfologis lesi pada mamogram dengan derajat keganasan. ......Background: Breast ultrasonography (USG) and mammography are widely used as effective diagnostic modalities to evaluate breast abnormalities. Histological grade plays big role in management of breast carcinoma. The purpose of this study was to increase the value of mammography and ultrasound. Also, knowing which features on ultrasound and mammogram that can predict histological grade. The limited availability of histopathological examinations and better access of ultrasound and mammography can assist clinicians in management of breast carcinoma. Method: A retrospective study was conducted by reviewing imaging of women with breast cancer who had not undergone any procerdure. Mammogram and US findings were analyzed in compliance with operational definition and later compared with histopathological data. All variables were analyzed using chi-square and Kolmogorov-Smirnof. Result: Mean age at diagnosis of breast cancer was 52 years. Tumor size <5 cm was the most common (61.1%) and had significant relation with tumor grade (p<.05). In terms of ultrasound findings, the only differential findings between ultrasound findings and histopathological grade were margin, echogenicity, and calcifications (p < .05). As for the shape of the lesions, an irregular shape was more observed compared to other lesions with almost equal distribution between grade 1, 2, and 3. Heterogene echogenicity was more frequently found on grade 2 and hypoechoic lesions were more common in grade 3 tumor. When additional analysis was carried out by dividing the histological grade into 2 groups (low grade and high grade), margin and orientation on the ultrasound (p <.05) had relation to tumor grade while the calcification of the lesion and the echigenicity were not related. No significant difference between mammogram features (breast density, shape, margin, lesion density, and calcifications) and tumor grade (p>.05). The proportion of spiculated margin in mamogram is more common in low-grade lesions. No significant association between ultrasound features (shape, echogenicity, posterior pattern, and calcifications) with histological grade. Conclusion: Margin and orientation of the lesion on ultrasound have a relationship with histological grade. Parallel orientation is more common seen in high-grade tumors. Indistinct borders were commonly found in both groups; however, a higher proportion was found in high-grade lesions. No significant relation was found between mammogram features and tumor grade
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zairida Rafidah Noor
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang: Cholangiocarcinoma adalah keganasan traktus bilier yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan malnutrisi. Terapi kuratif adalah dengan pembedahan. Saat ini telah terdapat pedoman tata laksana nutrisi perioperatif pada slauran cerna tetapi belum terdapat rekomendasi spesifik terkait cholangiocarcinoma. Presentasi kasus: Pasien dalam serial kasus ini terdiri dari empat pasien laki-laki berusia γ1?6β tahun dengan diagnosis cholangiocarcinoma ekstrahepatik dengan rencana bedah elektif. Maka tata laksana nutrisi yang dilakukan adalah dukungan nutrisi perioperatif. Pasien diberikan diet tinggi protein dan rendah lemak dengan nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA. Pada kasus pertama dukungan nutrisi perioperatif mencakup pra dan pasca operasi, outcome operasi baik dan target nutrisi tercapai. Pada kasus kedua pasien mengalami komplikasi fistula pankreas dan tuberkulosis usus sehingga toleransi terhadap dukungan nutrisi pasca operasi berjalan lambat dan tidak mencapai target. Pada kasus ketiga pasien diberikan dukungan nutrisi pra operasi dan selama pemantauan didapatkan perbaikan kondisi klinis dan target nutrisi tercapai. Pasien kasus kedua dan ketiga diberikan suplementasi enzim pankreas yang meningkatkan toleransi asupan. Pada kasus keempat pasien mengalami perburukan kondisi klinis selama pemantauan yang berkaitan dengan beratnya penyakit dan berbagai komplikasi sehingga tata laksana nutrisi yang diberikan tidak optimal. Kesimpulan: Tata laksana nutrisi perioperatif yang adekuat dapat memberikan outcome yang baik pada pasien cholangiocarcinoma. Pemberian nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA, dan suplementasi enzim pankreas bermanfaat meningkatkan toleransi asupan pada pasien cholangiocarcinoma.
ABSTRACT Background: Cholangiocarcinoma is biliary tract malignancy that may alter metabolism function and cause malnutrition. Curative therapy is abdominal surgery. Recommendations regarding perioperative nutrition in abdominal surgery has been established but there is no specific recommendations for cholangiocarcinoma yet. Case presentation: Four male with range of age between γ1 to 6β years old are included in this case series. All cases were diagnosed with extrahepatic cholangiocarcinoma and bound to elective surgery therapy. Thus all patients were given perioperative nutrition support. All patient were given high protein and low diet with specific nutrients such as MCT and BCAA. The first patient received perioperative nutrition during pre and post operation phase, operation outcome was good, and nutrition target was achieved. The second patient experienced complications of pancreatic fistula and intestine tuberculosis, resulting in slow response to nutrition therapy. The third patient received nutrition therapy during pre operation phase with good response and nutrition target was achieved. The second and third patient were given pancreatic enzyme supplementation that improved nutrition tolerance. The fourth patient?s clinical condition worsen during monitoring due to nature of the severe disease and presence of complications hence nutrition therapy worked poorly. Conclusion: Adequate perioperative nutrition support in cholangiocarcinoma improves outcome. Specific nutrients such as MCT and BCAA, and pancreatic enzyme supplementation improves nutrition tolerance and contribute to achieving nutrition target in cholangiocarcinoma patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Penelitian observasional potong lintang sitologi cairan peritoneal di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSUPNCM......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marleen
Abstrak :

Latar belakang: Karsinoma mukoepidermoid merupakan keganasan pada kelenjar liur yang paling sering ditemukan. Prognosis karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasannya. Cancer stem cell (CSC) diduga berperan dalam patogenesis karsinoma mukoepidermoid sehingga terjadi resisten terhadap berbagai terapi. CD44 merupakan salah satu penanda SC yang paling banyak pada kelenjar liur dan tampak meningkat pada karsinoma mukoepidermoid. Namun, peran prognostik CD44 pada keganasan masih menjadi perdebatan.

Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 34 kasus di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2012 sampai 2017. Dilakukan pulasan CD44 dan perhitungan H-score dan presentasi setiap kasus. Hasil perhitungan dikelompokan menjadi ekspresi negatif/positif lemah dan positif kuat.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi CD44 berhubungan secara signifikan dengan derajat keganasan (p=0,006). Ekspresi positif kuat ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan rendah dan ekspresi negatif/positif lemah ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan tinggi.

Kesimpulan: Ekspresi CD44 pada karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasan.

 


 

Background: Mucoepidermoid carcinoma is the most common malignancy in salivary gland. The prognosis correlates with its histological grading. Cancer stem cell (CSC) is predicted to have a role in pathogenesis of mucoepidermoid carcinoma, thus it make resistent to various therapy. CD44 is one of stem cell (SC) marker that expressed in salivary gland and seemed to be increased in mucopidermoid carcinoma. However, prognostic role of CD44 in malignancy still controversy.

Method: This is a cross sectionsl study. Samples consist of 34 cases from Anatomical Pathology Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Ciptomangunkusumo General Hospital in 2012 until 2017. CD44 staining was done and calculated wih H-score method. Then, the samples is catagorized into negative/weak expression and strong expresion.

Result: The result showed that CD44 expression associate significantly with histological grading (p=0,006). Strong expression is found more in low grade and negative/weak expresion is found more in high grade.

Conclusion: CD44 expression in mucoepidermoid carcinoma associates with histological grade.

Keyword: mucoepidermoid carcinoma, histological grade, cancer stem cell, CD44.

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>