Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
Kris Lihardo Aksana Sijabat
"Asas kelangsungan usaha (Going Concern) merupakan salah satu asas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Perusahaan yang telah diputus pailit dengan segala akibat hukumnya tidak selalu berakhir dengan pemberesan, dimana peluang supaya usaha kembali dilanjutkan masih dimungkinkan dan tentu dengan tujuan untuk meningkatkan boedel pailit. Namun menurut peraturan perundang-undangan dalam hukum pertambangan, asas kelangsungan usaha bisa terhenti apabila ijin dicabut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) apabila suatu perusahaan dijatuhi pailit, meskipun berstatus going concern. Oleh karena itu, dalam tesis ini akan dibahas lebih lanjut berkaitan dengan Tindakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mencabutijin perusahaan pailit walaupun telah dinyatakan going concern oleh pengadilan.
The principle of business continuity is one of the principles regulated in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. Companies that have been declared bankrupt with all the legal consequences do not always end with settlements, where the opportunity for business to be resumed is still possible and of course with the aim of increasing the bankrupt account. However, according to the laws and regulations in mining law, the principle of business continuity can be stopped if the permit is revoked by the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) if a company is declared bankrupt, even though it has a going concern status. Therefore, in this thesis, we will discuss further regarding the action of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) which revoked the bankrupt company's license even though it had been declared a going concern by the court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Joice F. Rosandi
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dhea Eldi Safiera
"Tulisan ini menganalisis penerapan asas kelangsungan usaha terhadap akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli lunas pada perusahaan pengembang yang dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst dan peran notaris dalam menjelaskan kepada para pihak tentang klausula yang mengakomodir asas kelangsungan usaha dalam akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang dilakukan secara preskriptif menggunakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan tersier. Data sekunder tersebut diperoleh dari studi kepustakaan atau studi dokumen. Untuk melengkapi data tersebut dilakukan wawancara dengan narasumber, seperti kurator, notaris, dan konsumen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan asas kelangsungan usaha terhadap akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli lunas pada perusahaan pengembang yang dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst adalah dengan cara kurator melanjutkan proses PPJB lunas yang telah disepakati antara penjual dengan pembeli, yakni melakukan penandatanganan AJB, melakukan proses balik nama sertifikat ke atas nama pembeli, dan melakukan penyerahan bangunan beserta sertifikatnya kepada pembeli. Notaris berperan penting untuk menjelaskan kepada para pihak tentang klausula yang mengakomodir asas kelangsungan usaha dalam akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.
This paper analyzes the application of the principle of going concern to the deed of Sale and Purchase Agreement for Land and Building in a developer company declared bankrupt based on the Decision of the Central Jakarta Commercial Court Number 30/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst and the role of notaries in explaining to the parties about the clause that accommodates the principle of business continuity in the deed of Sale and Purchase Agreement. This research uses a prescriptive doctrinal research method using secondary data. Secondary data used includes primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary. The secondary data is obtained from literature study or document study. To complement the data, interviews were conducted with resource persons, such as curators, notaries, and consumers. The results of this study found that the application of the principle of going concern to the deed of Sale and Purchase Binding Agreement in full in a developer company declared insolvency based on the Decision of the Central Jakarta Commercial Court Number 30/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst is by means of the curator continuing the PPJB process in full that has been agreed between the seller and the buyer, namely signing the AJB, transferring the name of the certificate to the buyer's name, and delivering the building and its certificate to the buyer. Notaries play an important role in explaining to the parties about clauses that accommodate the principle of going concern in the deed of Sale and Purchase Agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Listiana
"
ABSTRACTAsas kelangsungan usaha merupakan salah satu asas dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUK- PKPU. Di dalam Penjelasan Umum UUK-PKPU, pengertian asas kelangsungan usaha adalah memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. Berdasarkan pengertian tersebut, asas kelangsungan usaha di Indonesia diberikan dalam konteks perusahaan yang telah dinyatakan pailit. Seharusnya penerapan asas kelangsungan usaha dimaknai secara lebih luas yang juga meliputi keseluruhan proses penjatuhan putusan pailit. Hal ini bertujuan agar hukum kepailitan tidak hanya semata- mata melindungi kepentingan kreditor untuk mendapatkan pembayaran atas piutangnya, tapi juga melindungi hak debitor terutama debitor yang masih solven. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai penerapan asas kelangsungan usaha di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang melalui perkara kepailitan dalam Putusan Nomor 13/Pdt.Sus-Pailit/2017/Pn.Jkt.Pst dan juga membahas mengenai penerapan asas kelangsungan usaha di Amerika Serikat berdasarkan United States Bankruptcy Reform Act of 1978.
ABSTRACTThe principle of going concern is one of the principles in Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts UUK PKPU. In the General of UUK PKPU, the definition of going concern principle is that enable a prospective company of the debtor to survive. Based on this definition, going concern principle in Indonesia is given in the context of companies that have been declared bankrupt. Supposedly the implementation of going concern principle is interpreted more broadly which also covers the whole process of bankruptcy ruling. It is intended that the law of bankruptcy is not merely to protect the interests of creditors to get payment of their receivables, but also to protect the right of debtor, especially the debtor who is still solvent. Therefore, this study discusses the implementation of the going concern principle in Indonesia based on Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts through bankruptcy case Verdict Number 13 Pdt.Sus Pailit 2017 Pn.Jkt.Pst and also discuss about the implementation of going concern principle in United States based on United States Bankruptcy Reform Act of 1978. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Evie Amandha
"Laporan magang ini membahas mengenai evaluasi terhadap perlakuan akuntansi atas piutang sewa pembiayaan serta tindakan dan penerapan kode etik KAP EAT dalam rangka kelangsungan usaha PT KLJ (KLJ). KLJ merupakan perusahaan afiliasi dari PT ABC Group (ABC) bergerak di bidang transmisi gas alam. KLJ terlibat sebagai transporter dalam Gas Transportation Agreement (GTA) dengan PLC dan SLM sebagai shipper, serta PPP sebagai offtaker. GTA diklasifikasikan sebagai suatu perjanjian yang mengandung sewa berdasarkan ISAK 8 sehingga KLJ mengakui piutang sewa pembiayaan sesuai dengan PSAK 30. Pada tahun 2016 PLC melakukan pelanggaran perjanjian GTA dan memberikan notifikasi keadaan kahar pada tahun 2017 yang berujung pada penghentian perjanjian pada tahun 2019. Manajemen KLJ melakukan evaluasi ulang atas perjanjian tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak lagi mengandung sewa. Manajemen KLJ memutuskan untuk melakukan penurunan nilai dan reklasifikasi piutang sewa pembiayaan menjadi piutang usaha dan aset tetap sebagai upaya mempertahankan kelangsungan usaha. Piutang sewa pembiayaan direklasifikasi menjadi piutang usaha berdasarkan probable cash flow atas Ship-or-Pay tahun 2016 September 2019. Sisa dari piutang sewa pembiayaan kemudian direklasifikasi menjadi Aset Tetap. Secara umum, perlakuan akuntansi yang diterapkan pada piutang sewa pembiayaan dan dampak pelanggaran perjanjian atas pengakuan selanjutnya telah sesuai dengan PSAK berlaku. Auditor KAP EAT telah melakukan tindakan sesuai dengan SA 570 terkait dengan kelangsungan usaha dan menerapkan kode etik dengan baik.
This internship report discusses the evaluation of the accounting treatment on finance lease receivables along with the actions and application of the code of ethics by KAP EAT in the framework of PT KLJ (KLJ)s going concern. KLJ is an affiliated company of PT ABC Group (ABC) which is engaged in gas transmission. KLJ was involved as a transporter in the Gas Transportation Agreement (GTA) with PLC and SLM as shipper, and PPP as an offtaker. GTA is classified as an agreement that contains a lease based on ISAK 8 so KLJ recognizes finance lease receivables in accordance with PSAK 30. In 2016 PLC violated the GTA and gave a force majeure condition notification in 2017 which led to termination of the agreement in 2019. KLJ management re-evaluated the agreement and states that the agreement did not contain any lease. The management of KLJ decided to impair and reclassify the finance lease receivables into trade receivables and fixed assets in order to maintain KLJs going concern. Finance lease receivables are reclassified into trade receivables based on probable cash flow for Ship-or-Pay in 2016- September 2019. The remainder of the finance lease receivables is then reclassified as Fixed Assets. In general, the accounting treatment applied to finance lease receivables and the impact of breach of agreement for subsequent recognition is in accordance with applicable PSAK. KAP EAT auditors have acted in accordance with SA 570 related to business continuity and implemented the code of ethics properly."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library