Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meivita
"Latar belakang dan tujuan: Tekanan panas merupakan masalah penting dalam industri manufaktur. Paparan tems menerus akan menyebabkan kelelahan. Kelelahan kerja berkepanjangan yang berlangslmg minimal enam bulan tanpa pemulihan yang optimal, akan menyebabkan kelelahan kronis, da.n selanjutnya akan mengakibatkan penurunan kernampuan kelja dan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tekanan panas dan kelelahan kronis Serta faktor-faktor lain yang berhubungan pada peke1ja bagian produksi di perusahaan pemintalan benang PT "X" Karawang.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana secara manual. Data dikumpulkan melaiui kucsioncr rncngcnai lcaraktcristik pekcija dan masa kclja, kucsioncr kclclahan (SSRT dari IFRC), pengukuran tinggi dan berat badan, dan penilaian Indeks Suhu Bala dan Basah untuk mengukur tekanan panas, serla pengukuran intensitas bising dengan sommd level meter oleh dinas kesehatan.
Hasil: Prevalensi kelelahan kronis pada pekelja di bagian produksi adalah 68,8%. Prevalensi kelelahan kronis di bagian dengan tekanan panas Iebih dari 30°C sebesar 84,0%, dan tekanan panas kurang atau sama dengan 30°C sebesar 4O,9%. Tekanan panas Iebih dari 30°C, masa kerja lcbih dari lima tahun, usia lcbih dari 30 tahun dan IMT tidak normal merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan tcljadinya kclelahan kronis. Tckanan panas Iebih dari 30°C mcningkatkan resiko kelelahan kronis 40,28 kali lipat (Adj OR 40,28, 95% CI: 7,42;2l8,5, p = 0,000). Masa kerja Iebih dari 5 tahun meningkatkan risiko kelelahan kronis 7,6 kali lipat (Adj OR 7,64, 95% CI: l,59;36,68, p >= 0,011). Usia Iebih dari 30 tahun meningkatkan risiko kelelahan kronis 6,7 kali lipat (Adj OR 6,69, 95% CI:1,37;32,54, p = 0,0l9). IMT tidak normal meningkatkan risiko kelelahan kronis 4,5 kali lipat (Adj OR 4,45, CI: l,3l;I5,l8, p = 0,01 7).
Kesimpulan: Prevalensi kelclahan kronis pada pekezjaan di bagian produksi adalah 68,8% dan Iebih banyak terjadi pada pekerja terpajan panas Iebih dari 30°C Tekanan panas Iebih dari 30°C, masa kerja lebih dari lima tahun, usia Iebih dari 30 tahun dan [MT tidak normal didapat berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis.

Background and Aim: Heat stress is an important problem in manufacturing industry. Continues exposure can cause fatigue. Long lasting fatigue for minimally six months without optimal recovery will produce chronic fatigue. Which at the end will decrease working capability and productivity. This study aim to assess the relation between heat stress and others related factors with chronic fatigue in production workers at yarn manufacture "X" Karawang.
Methods: A cross sectional study was used. Sample was selected by manual simple random method. Data were collected through questionnaire that covered workers characteristics and working variables , fatigue questionnaire (SSRT trom IFRC), measurement of body height and weight, and Wet Bulb Globe Temperature Index for measuring heat stress, and noise level mesurement with Sound Level Meter by Local Health Office.
Result: The prevalence of chronic fatigue in production worker was 68.8%. The prevalence of chronic fatigue in area with heat stress >30°C was 84.0%, while in areas with heat stress S30 C it was 40.9%. Heat stress >3o°c, working period >5 years, age >30 years old and abnormal BMI were risk factors to chronic fatigue. Heat stress >30°C increases chronic fatigue risk by 40,28 times (Adj OR 40,28, 95% CI: 7,42;218,5, p = 0,000). Working period >5 years increases risk by 7,6 time (Adj OR 7,64, 95% CI: l,59;36,68, p = 0,011). Age >30 years old increases risk by 6,7 times (Adj OR 6,69, 95% CI: l,37;32,54, p = 0,019). Abnormal BM] increases risk by 4,5 times (Adj OR 4,4S, CI: 1,31;l5,l8, p = 0,017).
Conclusion: The overall chronic fatigue prevalence was 68.8%. Heat stress >30°C, Working period >5 years, age >30 years old and abnormal BMI were related with chronic fatigue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29203
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Resa Boga Anasto
"Latar Belakang-CIS20R sebagai salah satu kuisioner untuk menilai kelelahan kronis, telah tervalidasi dan memiliki nilai reliabilitas yang baik di Belanda, Polandia dan Portugal. Untuk CIS20R versi bahasa Indonesia diharapkan memiliki validitas dan reliabilitas yang adekuat yang dinilai melalui penelitian ini.
Metode - Menilai vadilitas kuisioner CIS20R digunakan metode analisa faktor (factor analysts) dengan nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan Uji Bartlett yang kemudian ditambahkan pengujian mengenai variance dan jumlah dimensi (faktor atau matriks). Untuk reliabilitas dilakukan dengan pengukuran nilai alpha cronbach
Hasil - Hasil uji KMO didapatkan nilai koefesien korelasi (r) sebesar 0,803 sedangkan signifikansi yang didaptkan dari uji Bartlett lebih kecil dari 0,001 (p<0,001), semua variabel pertanyaan memiliki kemaknaan di atas 0,03. Hasil rotasi dari faktor (dimensi) menghasilkan 6 buah faktor (dimensi). Sedangkan untuk nilai alpha cronbach didapatkan sebesar 45%.
Simpulan - Dari nilai korelasi dan signifikansi yang dihasilkan melalui metode analisa faktor disimpulkan bahwa kuisioner CIS20R berbahasa Indonesia adalah valid (sedangkan reliabilitas dari kuisioner ini masih rendah (45%). Diperlukan penambahan variabel pertanyaan dari CIS20R berbahasa Indonesia agar dapat digunakan sebagai instrument untuk menilai kelelahan kronis

Background–CIS20R is a questionnaire to measure chronic fatigue. This instrument was validated in Dutch, Poland and Portugal and the purpose of this study is to measure the validation and reliability of CIS20R in bahasa.
Method – to validity of CIS20R in Indonesia language version used a factor analyst method with Kaiser Meyer Olkin (KMO) test, Bartlett test, scope of variances and rotation factors (or dimension) measurement. To evaluate the reliability of this questionnaire used an alpha cronbach test.
Result – coefficient correlation (r) in KMO test was 0,803 and significance (p) in Bartlett test was less than 0,001 (p < 0,001). Factor analisys suggested to build this questionnaire in 6 (six) factors (dimensions) with their own variables. Alpha cronbach test was 45%.
Conclusion – Based on factor analyst method, CIS20R in Indonesia version is a valid measurement of chronic fatigue. In the other hand, based on alpha cronbach score, CIS20R in Indonesia version is not a reliable measurement of chronic fatigue. Need a further revision of CIS20R in Indonesia version to get this questionnaire valid and reliable as chronic fatigue measurement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ronny Hartono
"Pendahuluan: Pekerja angkat angkut di pelabuhan masih sangat dibutuhkan. alat bantu angkat angkut barang, seperti forklift, troli sudah tersedia, namun masih dibutuhkan mengangkat barang secara manual, dari kapal ke darat. Pekerjaan angkat angkut dapat menimbulkan kelelahan kronis, baik akibat kerja fisik maupun akibat monotoni kerja. Kelelahan dapat menurunkan produktifitas serta membahayakan lingkungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kelelahan kronis dengan jenis pekerjaan angkat angkut pada pekerja bongkar muat kapal laut
Metode Penelitian: Desain penelitian adalah cross sectional dengan analisis komparatif kelelahan kronis pada pekerja bongkar muat tanpa alat bantu dan menggunakan alat bantu. Sampel dipilih secara consecutive sampling didapat 31 pekerja angkat angkut tanpa alat bantu dan 31 pekerja dengan alat bantu. Penelitian ini mengunakan kuesioner OFER versi Indonesia untuk mengetahui apakah pekerja mengalami kelelahan kronis atau tidak dan intershift recovery pekerja baik atau buruk. Variabel yang diteliti adalah: jenis pekerjaan angkat angkut, usia, status gizi/IMT, masa kerja, lama kerja, dan pemulihan antar shift/intershift recovery. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil Penelitian: Proporsi kelelahan kronis yang dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu sebesar 90,3%, sedangkan pada pekerja angkat angkut dengan alat bantu sebesar 22,6% . Intershift Recovery yang tidak baik berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis, dengan OR 65,43. Sedangkan variabel usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak ditemukan hubungan yang bermakna.
Kesimpulan: Kelelahan kronis banyak dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu dengan proporsi sebesar 90,3%. Intershift recovery yang tidak baik paling berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Diperlukan waktu istirahat yang cukup antar shift untuk mengurangi kelelahan kronik.

Introduction: Lifting workers in ports are still needed. Even though some lifting equipment is already available, such as forklift and trolley, manual lifting is still needed, especially from ship to land. Lifting and hauling, manually or with tools, can cause chronic fatigue, due to the heavy physical work and work monotony. Fatigue can reduce productivity and endanger the work environment. This study aims to determine the relationship between chronic fatigue and the type of lifting work in loading and unloading workers.
Methods: This research used a cross-sectional design with comparative analysis between loading/unloading workers with and without assistive equipment. The sample was selected by consecutive sampling, resulting in 31 workers who lifted without tools and 31 workers with tools. This research used the Indonesian version of the OFER questionnaire to determine whether workers experience chronic fatigue or not and whether the intershift recovery of workers is good or bad. The variables researched were types of work, age, nutritional status/BMI, years and hours of work and intershift recovery. Statistical analysis using SPSS version 20.0.
Results: The proportion of chronic fatigue experienced by workers loading and unloading ships without assistive equipment is equal to 90,3%, while the workers loading and unloading with tools is 22,6% . Poor intershift recovery is associated with chronic fatigue, with an OR of 65.43. No significant association was found between variables of age, BMI, hours of work, period of work and chronic fatigue.
Conclusion: Chronic fatigue is experienced by 90.3% of loading and unloading workers who did not use equipment Poor inter-shift recovery is most associated with chronic fatigue. Age, nutritional status, years, and hours of work are not associated with chronic fatigue. Sufficient rest time between shifts is needed to reduce chronic fatigue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library