Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dee Dee Alfarishy
"ABSTRACT
Nepenthes adalah salah satu genus tumbuhan yang memiliki karakter kunci identifikasi pada organ daun dan kantong sebagai modifikasi. Akan tetapi, luasnya variasi morfologi pada organ tersebut dalam satu spesies dan antar spesies dapat menyebabkan kesulitan dalam proses identifikasi. Penelitian dilakukan untuk menyediakan alternatif proses identifikasi melalui karakter anatomi. Taman Nasional Kerinci Seblat dipilih sebagai lokasi penelitian disebabkan kurangnya data taksonomi terbaru spesies alami Nepenthes di sana. Lima spesies Nepenthes telah dikoleksi dari Danau Lingkat dan Danau Gunung Tujuh. Pengamatan helaian daun dan kantong dilakukan terpisah. Kantong dibelah menjadi bagian tutup kantong dan badan kantong, kemudian diamati menggunakan mikroskop stereo. Helaian daun dipisahkan menjadi sayatan paradermal dan transversal, didehidrasi menggunakan alkohol, dan diwarnai menggunakan safranin dan fast green. Sayatan diamati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat sebelas karakter pembeda antar spesies, yaitu penyebaran kelenjar digesti di pangkal kantong, bentuk kelenjar digesti di pangkal kantong, kerapatan kelenjar digesti di pangkal kantong, kerapatan stomata, panjang stomata, bentuk kelenjar sessile, kerapatan kelenjar sessile, distribusi trikom, ketebalan kutikula adaksial, ketebalan hipodermis adaksial, dan jumlah lapisan hipodermis adaksial. Selain itu, telah dilakukan pelengkapan data terhadap kelenjar nektar.

ABSTRACT
Nepenthes is one of genera which have key characters on leaf and pitcher as modification. However, wide varieties of morphological features on pitcher intraspecies and between species could be tough for identification proccess. The objective was to provide alternative identification proccess by anatomical features. Kerinci Seblat National park were choosen because lack of update data on wild type Nepenthes there. Five Nepenthes were collected from Lingkat Lake and Gunung Tujuh Lake. Observation on leaves and pitcher divided to two different methods. Pitcher were separated into lid and body part, then observed by stereo microscop. Leaves were separated into paradermal and transversal slices, dehydrated used alcohol, and stained used safranin and fast green. Slices observed by light microscop. Result show there are eleven different characters between species, that rsquo s are digestive glands distribution on pitcher base, digestive glands shape on pitcher base, digestive glands density on pitcher base, stomatal density, stomatal length, sessile glands shape, sessile glands shape, trichoma distribution, adaxial cuticle thickness, adaxial hypodermal thickness, and amount of adaxial hipodermal layer. Besides, updating data on nectary glands has been done."
2016
S66891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Budiman
"Kualitas manusia sebagai salah satu modal dasar pembangunan lebih mendapat perhatian pada Pelita V dalam rangka mempertinggi derajat kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditetspkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Tersirat bahwa agar tercapai tingkat kualitas manusia yang dicita-citakan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan member! prioritas yang tinggi pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat dalam keluarga termasuk peningkatan status gizi masyarakat di samp ing upaya-upaya prevent if, kuratif dan rehablitatif.
Kualitas manusia terdiri dari aspek ragawi dan aspek mental; yang termasuk aspek ragawi yaitu kebugaran dan pertumbuhan; sedangkan yang termasuk aspek mental yaitu kecerdasan dan keterampilan. Gangguan gizi yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ragawi dan mental adalah kurang energi protein (KEP) dan kurang iodium.
Di Indonesia, KEP dan gangguan akibat kurang iodium (GAKI) merupakan dua dari empat masalah gizi utama. Prevalensi gizikurang pada anak usia di bawah lima tahun (balita) yang diukur atas dasar berat badan pada umur tertentu (kurang dari 70 % median acuan) menurun dari 29.1 persen (1983) menjadi 10.8 persen (1987)1. Laporan lain2 menyebutkan bahwa prevalensi menurun dari 14.4 persen (1978) menjadi 12.8 (1986) dengan penurunan yang besar terjadi didaerah perkotaan yaitu 4.2 persen di bandingkan daerah pedesaan sebesar 0.9 persen.
Besar dan luasnya masalah pertumbuhan ragawi di samping dinyatakan dengan prevalensi gizikurang pada anak balita, dapat pula dinyatakan dengan besarnya prevalensi gizikurang pada anak usia tujuh tahun yang diukur pencapaian tinggi badannya. Hal ini sekaligus dikaitkan dengan keadaan ekonouii suatu wilayah3'4,'.
Di Indonesia, prevalensi gizi kurang anak usia tujuh tahun secara nasional belum ads. Prevalensi gizikurang atas dasar indeks tinggi badan menurut umur (<=90% median acuan Indonesia hasil modifikasi acuan WHO-NCHS) anak baru masuk sekolah (6-8 tahun) di tiga provinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1988 berturut-turut adalah 9.8; 14.6 dan 16.4 persen. Oleh karena tinggi badan merupakan produk dari interaksi berbagai faktor dan kesempatan mengoreksi tinggi badan sebelum mencapai tinggi bada usia dewasa terjadi pada masa usia sekolah, maka pertumbuhan ragawi pada usia tersebut perlu mendapat perhatian secara khusus.
Di pinak lain, penderita GAKI di Indonesia pada tahun 1986 di perkirakan 30 juta penduduk mempunyai resiko tinggi mengalami defisiensi iodium dan bermukim di daerah endemis. Tiap tahun dari sejumlah itu terjadi 9200 bayi lahir mati. Di samping itu lebih dari 750 000 orang menderita kretin.Diperkirakan pula 3.5 jut a di antaranya dijumpai mengalami gangguan mental, gangguan motorik termasuk pertumbuhan ragawi, dan gangguan kordinasi. Pembesaran kelenjar gondok (goiter) da lam berbagai tingkat kurang lebih 8 juta orang.
Di satu pihak KEP dan GAKI mempunyai efek terhadap pertumbuhan; di lain pihak pertumbuhan tersebut merupakan hasil interaksi yang sangat komplek berbagai faktor. Berbeda dengan sebaran masalah KEP yang dapat terjadi dengan tidak mengenal kekhususan ketinggian tempat, sebaran masalah GAKI terutama terjadi di daerah pegunungan dan daerah aliran sungai yang deficit unsur iodium serta daerah yang sukar dijangkau dengan kendaraan umum. Daerah-daerah tersebut uraumnya secara sosial-ekonomis jug a kurang maju.
Oleh karena itu, pertumbuhan anak di daerah ysng endemik GAKI, kemungkinan bukan disebabkan oleh defisiensi iodium saja tetapi peranan sosial ekonomi perlu dipertimbangkan. Hubangan antara defisiensi iodium dan tinggi badan anak sekolah dasar kelas satu menjadi objek penelitian ini."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kini, Sudha R
Philadelphia: Pennsylvania Lippincott Williams Wilkins, 2013
616.994 07 KIN c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Soewondo Djojosoebagio
Jakarta: UI-Press, 1996
612.4 SOE f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Waldensius
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T58294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suprayadi
"Pendahuluan. Tiroidektomi total merupakan prosedur baku pada penanganan keganasan tiroid maupun kelainan jinak tiroid yang gagal pengobatan. Namun sering terjadi komplikasi hipokalsemia akibat cedera kelenjar paratiroid. Upaya untuk mengurangi komplikasi tersebut telah banyak dilakukan, namun komplikasi hipokalsemia tetap tinggi. Banyak faktor dapat menimbulkan hipokalsemia pasca tiroidektomi total telah diteliti di seluruh dunia. Di RSCM sejauh ini belum ada studi yang terfokus pada faktor-faktor yang memengaruhi kejadian hipokalsemia pasca tiroidektomi total.
Metode. Studi potong lintang dilakukan pada subjek yang menjalani tiroidektomi total dan completion pada periode Januari 2013 ? Desember 2015 di Divisi Bedah Onkologi FKUI/RSCM. Faktor yang memengaruhi hipokalsemia diketahui melalui telusur rekam medis.
Hasil. Dari 250 subjek (33 laki-laki, 217 perempuan) dilakukan tiroidektomi total (197 subjek) dan completion (53 subjek). Diperoleh prevalensi hipokalsemia 39,6%. Rerata usia subjek 44,2 tahun. Ukuran tumor tiroid lebih besar dari 4 cm pada 161 subjek (64%). Metastasis KGB pada 56 subjek (26,8%). Histopatologik tiroid ganas pada 209 subjek (83,6%). Diseksi leher dilakukan pada 56 subjek (22,4%). Operator junior sebagai operator utama pada 129 subjek (51,6%). Rata-rata Lama rawat 4,85±2,2 hari bila timbul hipokalsemia. Mayoritas (70,7%) penurunan kalsium serum terjadi pada hari pertama pascaoperasi. Gejala hipokalsemia ringan pada 82 subjek (82,8%). Hanya 1% yang mengalami hipokalsemia berat. Analisis statistik menunjukkan diseksi leher dan operator junior merupakan faktor risiko yang bermakna (nilai P. 0,027 dan nilai P. 0,002).
Kesimpulan. Prevalensi hipokalsemia pasca tiroidektomi total sebesar 39,6%. Faktor yang berisiko menyebabkan hipokalsemia pascaoperasi tiroidektomi total adalah dilakukan diseksi leher dan operator junior.

ABSTRACT
Introduction: Total thyroidectomy is a standard procedure in the treatment of thyroid malignancies and benign thyroid disorder treatment failures. The most frequently complication of total thyroidectomy is hypocalcemia due to injury to the parathyroid glands. Efforts to reduce these complications has been widely applied, but the complication rate is still high. Many factors could cause hypocalcaemia recognizable after total thyroidectomy has been investigated throughout the world. In the Faculty of medicine / RSCM no study has focused on the factors that influence the incidence of hypocalcemia after total thyroidectomy.
Methods: A cross-sectional study was conducted by taking medical record data subjects who have undergone total thyroidectomy and completion operations in the period January 2013 - December 2015 in the Division of Surgical Oncology Faculty of Medicine / RSCM. The factors that affect hypocalcemia identified through a search of medical records.
Results: Of the 250 subjects (33 male, 217 female) with thyroid tumor action has been taken total thyroidectomy (197 subjects) and completion (53 subjects). Hypocalcemia prevalence of 39.6%. The mean age of subjects was 44.2 years. 64% (161 subjects) to measure thyroid tumors larger than 4 cm. 26.8% (56 subjects) had metastatic lymph nodes. 83.6% (209 subjects) with malignant thyroid tumors. 22.4% of the subjects underwent neck dissection. 51.6% (129 subjects) surgery performed by a junior operator. The average length of stay was 4.85 ± 2.2 days in case of hypocalcaemia. The majority (70.7%) decrease in serum calcium occur on the first day after surgery. 82.8% (82 subjects) experienced mild symptoms of hypocalcemia. Only 1% experiencing severe hypocalcemia. Factors that cause the risk of hypocalcemia is performed neck dissection and junior operator.
Conclusion: The prevalence of post-thyroidectomy hypocalcemia total of 39.6%. These risk factors cause postoperative hypocalcemia total thyroidectomy was performed neck dissection and junior operator.
Keywords: Total thyroidectomy; completion; hypocalcemia; parathyroid glands."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raven Ginola Imanuel
"Mata merupakan salah satu dari panca indra yang digunakan untuk melihat dan menjadi aset terpenting dalam hidup manusia. Salah satu bagian terpenting dari mata ialah kelopak mata di mana terdapat sebuah kelenjar yang disebut kelenjar meibom. Kelenjar ini berada pada lapisan air mata yang berguna untuk menyekresikan komponen minyak atau lipid dan berperan penting dalam memperlambat proses evaporasi yang menyebabkan terjaganya kelembapan pada mata. Kekurangan kelenjar meibom yang dikenal sebagai Disfungsi Kelenjar Meibom (DKM) merupakan penyebab utama dari penyakit mata kering. Karena proses diagnosis yang dikerjakan oleh tenaga medis terbilang subjektif, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deep learning untuk melakukan klasifikasi pada tingkat keparahan dari DKM. Klasifikasi dilakukan dengan membagi tingkat keparahan atau kehilangan kelenjar meibom berdasarkan hasil meiboscore-nya menjadi 4 kelas, yaitu kelas 0 untuk meiboscore ≤ 25%, kelas 1 untuk 25% < meiboscore ≤ 50%, kelas 2 untuk 50% < meiboscore ≤ 75%, dan kelas 3 untuk meiboscore  > 75%. Metode deep learning yang digunakan adalah Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur AlexNet. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 139 citra meibography yang bersumber dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Departemen Kirana dari 35 pasien mata kering yang sudah mengalami augmentasi dan segmentasi, sehingga data akhir yang digunakan yaitu sebanyak 417 citra segmentasi. Pada tahap pre-processing, dilakukan perhitungan meiboscore dengan bantuan software dan membaginya ke dalam 4 kelas sesuai dengan nilai meiboscore­-nya. Citra yang sudah dilabel ini kemudian dibagi menjadi 80% data training dan 20% data testing. Dari 80% data training, diambil 10% untuk dijadikan data validation, sehingga 417 data tersebut terbagi menjadi 299 data training, 84 data testing, serta 34 data validation. Training model dilakukan menggunakan arsitekur AlexNet dengan hyperparameter berupa epoch sebanyak 100, batch size 32, dan learning rate 0,0001. Pada arsitektur ini juga diterapkan fungsi optimasi yaitu Adam (Adaptive moment estimation) dan fungsi loss categorical cross entropy. Proses modelling dilakukan sebanyak 5 kali percobaan dan memperoleh nilai rata-rata akurasi training dan validation sebesar 99,59% dan 99,41% dan nilai dari loss training dan loss validation sebesar 0,1259 dan 0,0524. Sedangkan rata-rata kinerja testing model berhasil memperoleh akurasi testing sebesar 87,38%; testing loss sebesar 0,5151; dan Area Under Curve (AUC) sebesar 0,9715.

The eye is one of the five senses used to see and is the most important asset in human life. One of the most important parts of the eye is the eyelid where there is a gland called meibomian gland. This gland is located in the tear film which is useful for secreting oil or lipid components and plays an important role in slowing down the evaporation process which leads to maintaining moisture in the eye. Meibomian gland deficiency, known as Meibomian Gland Dysfunction (MGD), is a major cause of dry eye disease. Since the diagnosis process carried out by medical personnel is subjective, this study uses a deep learning approach to classify the severity of MGD. Classification is done by dividing the severity or loss of meibomian glands based on meiboscore results into 4 classes, namely class 0 for meiboscore ≤ 25%, class 1 for 25% < meiboscore ≤ 50%, class 2 for 50% < meiboscore ≤ 75%, and class 3 for meiboscore > 75%. The deep learning method used is Convolutional Neural Network (CNN) with AlexNet architecture. The data used in this study are 139 meibography images sourced from Ciptomangunkusumo Hospital (RSCM) Kirana Department from 35 dry eye patients that have undergone augmentation and segmentation, so that the final data used is 417 segmentation images. In the pre-processing stage, meiboscore was calculated with the help of software and divided into 4 classes according to the meiboscore value. The labeled images were then divided into 80% training data and 20% testing data. From 80% of the training data, 10% is taken to be used as validation data, so that the 417 data is divided into 299 training data, 84 testing data, and 34 validation data. The training model is carried out using the AlexNet architecture with hyperparameters in the form of epochs of 100, batch size 32, and learning rate 0,0001. In this architecture, the optimization function Adam (Adaptive moment estimation) and categorical cross entropy loss function are also applied. The modeling process was carried out 5 times and obtained an average training and validation accuracy value of 99,59% and 99,41% and the value of training loss and validation loss of 0,1259 and 0,0524. While the average performance of the testing model successfully obtained a testing accuracy of 87,38%; testing loss of 0,5151; and Area Under Curve (AUC) of 0,9715.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrati Suroyo
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuzana Tiarasia
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan salah satu kanker dengan angka kematian yang tinggi. Kanker payudara memiliki angka kesintasan yang menurun apabila terdapat metastasis pada kelenjar getah bening. Perbedaan tatalaksana dan prognosis dengan subtipe molekuler secara imunohistokimia juga memiliki prognosis yang berbeda sehingga penting untuk membedakan subtipe molekuler tersebut. Ultrasonografi adalah modalitas awal yang paling sering digunakan untuk evaluasi tumor dan kelenjar getah bening aksila. Fasilitas imunohistokimia tidak selalu ada di seluruh daerah sehingga penting untuk menilai apakah ultrasonografi dapat memprediksi subtipe molekuler kanker payudara.
Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder dengan penilaian karakteristik morfologi kelenjar getah bening berdasarkan ultrasonografi dan data imunohistokimia di Departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Analisis dilakukan perbandingan proporsi untuk data kategorik dan perbandingan rerata atau median untuk data numerik.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan signifikan untuk bentuk, batas, tipe penebalan korteks, rasio longitudinal-transversal, ada/tidaknya fatty hilum, vaskularisasi korteks, kalsifikasi, ukuran, dan ketebalan korteks kelenjar getah bening pada masing-masing subtipe imunohistokimia kanker payudara.
Kesimpulan: Tidak ada karakteristik morfologi kelenjar getah bening yang secara signifikan membedakan subjek berdasarkan kelompok subtipe luminal A, luminal B HER2 (-), luminal B HER2 (+), HER2 enriched dan TNBC. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak yang dikorelasikan dengan karakteristik morfologi kelenjar getah bening untuk menilai signifikansi karakteristik morfologi kelenjar getah bening dibandingkan subtipe molekuler kanker payudara.

Background: Breast cancer is one of the cancer with high mortality rate. Survival rate of breast cancer will decrease with incidence of axillary lymph node metastasis. Each subtype of breast cancer molecular immunohistochemistry will affect the management and prognosis of those subtypes. Ultrasonography is an early modality to diagnose and stage breast cancer and axillary lymph node. Immunohistochemistry facility is not always available in some regions. It is important question for lymph node ultrasonography characteristic to determine the molecular subtype of breast cancer.
Method: Cross-sectional with secondary data using axillary lymph node ultrasonography images compared to immunohistochemistry data from Pathology Anatomy Department Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Result: There is no significant difference between shape, border, cortical thickening type, longitudinal-transversal ratio, the presence of fatty hilum, cortical vascularization, calcification, diameter, and cortical thickening measurement of axillary lymph node compared to each subtype of breast cancer immunohistochemistry.
Conclusion: No specific morphological characteristics that can differentiate subtypes of luminal A, luminal B, luminal B HER2(-), HER2-enriched, and triple negative breast cancer. Further investigation is warranted with bigger sample size to evaluate ultrasonography lymph node characteristics compared to molecular subtypes of breast cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Dyah Kusumo
"Berdasarkan beberapa hasil penelitian di Jepang ' teh hijau diketahui mempunyai efek anti kanker, oleh karenanya potensi tersebut perlu dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak air teh hijau {Camelia sinensis . Kuntze terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit {Mus musculus L.) galur C3H. Bubur tumor kelenjar susu mencit donor ditransplantasikan pada mencit resipien dan setelah masa laten, mencit resipien dicekok ekstrak air teh hijau dengan dosis 250 mg/kg berat badan mencit, 500 mg/kg berat badan mencit dan 1000 mg/kg berat badan mencit setiap hari selama tiga minggu. Sebagai kontrol pelarut digunakan akuades. Pengamatan dilakukan setiap hari, meliputi perubahan besar volume tumor dan berat akhir tumor. Hasil analisis secara statistik menunjukkan adanya pengaruh bermakna daya hambat ekstrak air teh hijau terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit {Mus musculus L. ) galur C3H pada = 0,05. Daya hambat ini dapat disimpulkan dari perbedaan persentasi pertambahan volume antara mencit kontrol positif dan kontrol pelarut dibandingkan dengan mencit yang diberikan perlakuan dosis 500 mg/kg berat badan mencit dan dosis 1000 mg/kg berat badan mencit. Daya hambat terbesar didapat pada mencit yang diberi perlakuan dosis 500 mg/kg berat badan mencit."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>