Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Budimanta
"Di Indonesia, erosi tanah adalah penyumbang terbesar dari terjadinya degradasi lahan. Walaupun degradasi lahan bukan meaipakan peristiwa ekonomi akan terapi proses ini berkaitan erat dengan penurunan mutu lahan yang menyebabkan menurunnya produksi pertanian dan meningkatnya biaya pencegahan degradasi lahan yang merupakan problem ekonomi. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat erosi tanah dapat dibagi atas kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh dampak langsung di tempat kejadian erosi (on-site) maupun dampak di luar tempat kejadian erosi (off-site). Dampak langsung yang utama adalah penurunan produktivitas tanaman yang diakibatkan oleh kemerosotan produktivitas tanah, kehilangan unsur hara tanah dan kehilangan lapisan tanah yang baik/subur bagi berjangkarnya akar tanaman, sedangkan dampak tidak langyung adalah pelumpuran dan pendangkalan waduk, kerusakan ekosistem peraimn, memburuknya kualitas air, meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan, serta tertimbunnya lahan-lahan pertanian.
Untuk memperkirakan kerugian ekonomi yang timbul akibat dampak iangsung erosi tanah pada lahan-Iahan tanaman pangan di Indonesia dilakukan perhitungan dengan tanah karena terjadinya erosi tanah. Tambahan biaya tersebut dihitung berdasarkan banyaknya pupuk yang harus ditambahkan unluk memulihkan kesuburan tanah. Lahan-lahan tanaman pangan yang dikaji adalah lahan yang ditanami pads savvah, padi ladang, kacang kedelai, ubi kayu, dan kacang tanah. Basil perhitungan kerugian ekonomi yang timbul akibat dampak langsung erosi tanah tersebut kemudian dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun berjalan, Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pada tahun 1939 sampai dengan tahun 1995.
Hasil kajian menunjukkan bahwa, di Pulau Jawa selama tahun 1989 sampai dengan 1995 terjadi penurunan luas lahan sawah 82.745 ha yang setara dengan basil panen gabah dalam setahun lebih kurang sekitar 700.000 ton. Persentase penurunan lahan sawah yang tertinggi terdapat di propinsi DKI Jakarta seluas 3.041 ha (45,6%), Jawa Barat 41.754 ha (3,5%), Jawa Timur 23.777 (2%), DI. Yogyakarta 1.930 ha (3,1%) dan Jawa Tengah 12.243 ha (1,2%).
Terjadinya penurunan luas lahan sawah di Pulau Jawa antara lain disebabkan oleh perluasan areal permukiman baru akibat pertambahan penduduk maupun akibat pembangunan industri terutama di wilayah propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Erosi tanah yang terbcsar di Indonesia terjadi pada lahan-iahan yung ditanami Ubi Kayu (588,6 - 1.947,4 ton/ha/tahun) yang kemudian diikuti oleh lahan-labaii yang ditanami padi ladang (533,6 - 1.560,7 ton/ha/tahun), kedelai (365,3 - 1.110 ton/ha/tahun), kacang tanah (168,2 - 556,4 ton/ha/tahun) dan padi sawah (2,6 - 14,4 ton/ha/tahun).
Terjadinya erosi tanah juga akan mengakibatkan terkikisnya unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah seperti kalium dan fosfor yang dibutuhkan oteh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi. Hilangnya unsur hara kalium dan foslbr yang diakibatkan oleh terjadinya erosi tanah berkisar antara 0,04 kg/'/ha/'tahun sampai dengan 1.256,01 kg/ha/tarmn (setara dengan 0.10 - 3.027,30 kg/ha/th pupuk KG) dan 0,09 kg/ha/tahun sampai dengan 1.522,51 kg/ha/tahun (setara dengan 0,46 - 7.748,98 kg/ha/th pupuk TSP).
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat dampak langsung erosi tanah pada Jahan padi sawah, ubi kayu, padi ladang, fcedelai dan kacang tanah, pada tahun 19S9 adaiah sebesar Rp. 49.770,32 miliar atau 29,77% dari PDB berdasarkan harga berlaku yang sebesar Rp 167,184 triliun, 1990 sebesar Rp 55.937,78 miliar atau 28,60% dari PDB yang sebesar Rp. 195.60 triliun, 1991 sebesar Rp 64.847 miliar atau 28.50% dari PDB yang sebesar Rp. 227,50 triliun, 1992 sebesar Rp 82.289.39 miliar atau 31.55% dari PDB yang sebesar Rp. 260,77 triliun, 1993 sebesar Rp 91.075,90 miliar atau 30.16% dari PDB yang sebesar Rp. 302,02 triliun, 1994 sebesar Rp 102.139,37 miliar atau 25,85% dari PDB yang sebesar Rp. 382,38 triliun, 1995 sebesar Rp 316.939.59 miliar atau 25,85% dari PDB yang sebesar Rp. 452,38 triliun.
Wilayah di Indonesia yang paling besar menimbulkan kerugian ekonomi akibat dampak langsung erosi tanah pada lahan padi sawah, padi ladang, kacang tanali, kedelai, ubi kayu adatah Jawa dan Bali yang kemudian diikuti oleh wilayah Sumateni serta Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini dikarenakan luas lahan tanaman pangan di pualau Jawa dan Bali relatif iebih luas apabila dibandingkan dengan wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Apabila kerugian ekonomi yang timbul akibat dampak langsung erosi tanah diperhitungkan dalam laju pertumbuhan nasional maka terjadi penurunan laju pertumbuhan sebesar 5,32% pada tahun 1989 dan 4,75% pada tahun 1995 (ram-rata penurunan pertumbuhan pertahun negatif 5%). Laju pertumbuhan nasional berdasarkan harga berlaku setelah mempertimbangkan erosi tanah adaiah sebesar 12,55% (awa! 17,87%) pada tahun 1989 dan 13,61% {awal 18,36%) pada tahun 1995.
Proses perhitungan Produk Domestik Bruto dan !aju pertumbuhan nasionul cii masa datang diharapkan juga akan mencermati aspek deplesi dan degradasi sumberdaya alam secara terpadu sehingga akan memberikan gambaran sesimgguhnya mengenai proses pembangunan yang sedang dan akan dialami suatu negara."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T1111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Mirna Mirlanda
"ABSTRAK
Kemacetan merupakan masalah pelik yang terjadi di kota Jakarta. Kemacetan
telah menimbulkan dampak buruk yang menyangkut pada segi ekonomi, khususnya
kerugian ekonomi berupa pemborosan bahan bakar minyak (BBM), kerugian
produktivitas waktu, dan kerugian distribusi barang. Kerugian ekonomi yang
diakibatkan bisa mencapai angka triliunan rupiah per tahunnya. Segala kebijakan
sudah dikeluarkan pemerintah tidak membuahkan hasil yang berarti. Kerjasama
pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga tidak terlaksana mulus.
Maka kerugian akibat kemacetan pun terus meningkat.
Penghimpunan bahan laporan ini sebagian besar dilakukan dengan metode
Computer Assisted Reporting (CAR), yang mulai populer dipergunakan dalam
jurnaslistik sejak akhir 1980-an. Sedangkan data lainnya didapatkan dengan cara
wawancara, serta observasi ke lokasi kemacetan. Sifat laporan ini adalah
interpretative reporting, dan disajikan dalam satu paket laporan mendalam yang
terbagi dalam empat judul artikel.

Abstract
Traffic Jam is a constant and ever present problem in Jakarta. It has caused
very bad effects regarding to the economic aspect, especially that of the fuel
consumption, time productivity, and goods distributions. The economic loss that it
causes may reach up to trillions of rupiahs annually. Many policies and regulations
has been issued by the government, but in practice there has been a lack of synergy
and co-operation between the government and the Jakarta city authorities. Therefore,
the economic loss and amount of traffic jams keep on rising by time.
This in-depth report uses Computer Assisted Reporting (CAR) to collect data,
which began to be used in journalism since the late 1980s. While other data obtained
by interview and direct observation on the traffic jam area. The nature of this report is
interpretative, and is presented in a in-depth report package that is divided into four
article."
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Alsita
"[ABSTRAK
Bencana banjir adalah salah satu permasalahan yang dialami DKI Jakarta dan
menimbulkan banyak kerugian di berbagai sektor, salah satunya sektor rumah
tangga. Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat adalah salah
satu wilayah di DKI Jakarta yang paling rawan mengalami bencana banjir. Kejadian
banjir yang sering terjadi membuat masyarakat yang tinggal di sana harus mampu
beradaptasi dan dapat melakukan manajemen banjir dengan baik guna menurunkan
tingkat kerugian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis persepsi risiko
terhadap banjir serta persepsi pentingnya melakukan adaptasi di Kelurahan Rawa
Buaya, mengestimasi nilai kerugian ekonomi total akibat banjir akibat banjir di
Kelurahan Rawa Buaya Jakarta Barat, menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kerugian ekonomi rumah tangga akibat banjir, dan menganalisis
keadaan sosial ekonomi masyarakat di Rawa Buaya dalam menghadapi banjir.
Metode penelitian yang dilakukan adalah campuran antara kuantitaif dan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masyarakat Rawa Buaya sudah
memiliki persepsi risiko yang tinggi mengenai banjir dan sebagian besar mereka
telah melakukan tindakan mitigasi. Hasil estimasi kerugian ekonomi rata-rata yang
dialami tiap rumah tangga diperkirakan sebesar Rp 1.870.378,20. Kerugian sosial
lain yang dapat dihitung adalah biaya aktivitas dapur umum yang mencapai Rp
49,64 juta dan biaya eksternal bantuan dari luar yang mencapai Rp 58,73 juta.
Adapun dalam rangka pemulihan lingkungan pasca banjir juga memerlukan biaya
mencapai Rp 188,77 juta. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi kerugian
ekonomi tersebut adalah tinggi banjir dan durasi banjir. Jika dibandingkan dengan
pendapatan per tahun, rata-rata nilai kerugian yang dialami untuk tiap golongan
tersebut mencapai 6,36% dan 4,99% dari rata-rata pendapatan per tahun mereka.
Hal ini memungkinkan alasan masyarakat untuk tidak ingin pindah dari lokasi
rawan banjir.

ABSTRACT
Flood disaster is one of the Jakarta?s problems and caused many losses in various
sectors, one of which the household sector. Village of Rawa Buaya, Cengkareng,
West Jakarta is one of Jakarta areas most prone to flooding. Flood events which
occur often makes the people who live there to be able to adapt and be able to do a
good flood management in order to reduce the level of losses. The aim of this study
was to analyze perceptions of risk to flooding as well as the perception of the
importance of adaptation in the village of Rawa Buaya, estimate the economic
losses total as a result of flooding caused by flooding in the village of Rawa Buaya,
West Jakarta, analyzes the factors that influence the economic loss of households
due to flooding, and analyze the socio-economic circumstances of society in Rawa
Buaya in the face of floods. The research method is a mixture of quantitative and
qualitative. Based on this research, it is known that communities in Rawa Buaya
already have a higher risk perception regarding flood and most of them have done
adaptation measures. The results in economic losses experienced on average per
household was estimated at Rp 1,87 million. Another social losses that can be
calculated is the cost of the activity of the common kitchen which reached Rp 49,64
million and external costs of external assistance reached Rp 58,73 million. As for
the environment in the context of post-flood recovery also requires a cost of Rp
188,77 million. The factors that most influence the economic loss is inundation
depth and flood duration. Compared with the income per year, the average value of
losses for each group reached 6.36% and 4.99% of the average of their income per
year. This allows the public a reason to not want to move from flood-prone
locations., Flood disaster is one of the Jakarta’s problems and caused many losses in various
sectors, one of which the household sector. Village of Rawa Buaya, Cengkareng,
West Jakarta is one of Jakarta areas most prone to flooding. Flood events which
occur often makes the people who live there to be able to adapt and be able to do a
good flood management in order to reduce the level of losses. The aim of this study
was to analyze perceptions of risk to flooding as well as the perception of the
importance of adaptation in the village of Rawa Buaya, estimate the economic
losses total as a result of flooding caused by flooding in the village of Rawa Buaya,
West Jakarta, analyzes the factors that influence the economic loss of households
due to flooding, and analyze the socio-economic circumstances of society in Rawa
Buaya in the face of floods. The research method is a mixture of quantitative and
qualitative. Based on this research, it is known that communities in Rawa Buaya
already have a higher risk perception regarding flood and most of them have done
adaptation measures. The results in economic losses experienced on average per
household was estimated at Rp 1,87 million. Another social losses that can be
calculated is the cost of the activity of the common kitchen which reached Rp 49,64
million and external costs of external assistance reached Rp 58,73 million. As for
the environment in the context of post-flood recovery also requires a cost of Rp
188,77 million. The factors that most influence the economic loss is inundation
depth and flood duration. Compared with the income per year, the average value of
losses for each group reached 6.36% and 4.99% of the average of their income per
year. This allows the public a reason to not want to move from flood-prone
locations.]"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library