Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Divio Adi Winanda
Abstrak :
Di Indonesia, broker politik memiliki posisi yang strategis dalam pemilu akibat lemahnya institusi partai politik dan bergantungnya politisi kepada jaringan-jaringan personalnya. Akan tetapi, pembelotan broker masih menjadi masalah yang dihadapi para politisi. Kasus di Pilkada Kota Cilegon Tahun 2020 menunjukkan bagaimana Sahruji sebagai seorang clientelist broker membelot dari dinasti politik Aat Syafaat. Menggunakan Teori Pembelotan Broker Politik oleh Aspinall (2014), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengapa clientelist broker membelot dari politisi dengan prospek kemenangan tinggi ke politisi dengan prospek kemenangan yang lebih rendah. Penelitian ini berargumen bahwa pembelotan clientelist broker dipengaruhi oleh motivasi patronase yang ia inginkan dan melemahnya hubungan hierarkis dengan patronnya. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat pelemahan hubungan hierarkis antara broker dengan patron-nya yang menjadi faktor penunjang pembelotan, serta adanya faktor penentu di mana clientelist broker membelot kepada politisi yang bisa menyediakan patronase yang ia inginkan. Dalam kasus ini, clientelist broker memiliki motivasi untuk menguasai institusi partai demi memperkuat pengaruh politiknya. Untuk itu, dapat dianalisis bahwa konteks lemahnya institusi partai membuat clientelist broker yang ingin menguasai partai lebih bergantung kepada elit partai yang berkuasa dibandingkan politisi dengan prospek kemenangan tinggi dalam pemilu. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa clientelist broker akan mendukung politisi patron manapun yang dapat mewujudkan keinginannya, baik di lingkup pemerintahan atau nonpemerintahan. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bagaimana hubungan antara clientelist broker dan partai politik pada konteks budaya politik informal dapat bersifat kompatibel di mana keduanya bisa saling menguntungkan. ......In Indonesia, political brokers have a strategic position in an election due to weak political party institutions and politicians’ reliance on their personal networks. However, political brokers defection is still a problem that every politician must face. The case in Cilegon City 2020 Regional Head Election shows how Sahruji as a clientelist broker defected from Aat Syafaat’s political dynasty. Using the Theory of Political Broker’s Defection by Aspinall (2014), this research aims to analyze why do clientelist broker defects from an electorally strong prospected candidate to an electorally weak prospected candidate. This research argues that clientelist broker defection is affected by the broker’s patronage demand and the weakening hierarchy relationship with the patron. This research found that the hierarchy relationship between broker and the patron is weakening which creating the supporting factor of defection, and there is a determinant factor where clientelist broker defects to the politician who can provide the patronage he pursue. In this case, clientelist brokers have the motivation to rule party institutions in order to strengthen their political influence. Thus, we can analyze that the context of weak party institution turns the clientelist broker who seeks to rule a party to be more dependent on party elites rather than the electorally strong prospected candidate in the election. This research concludes that clientelist broker will support any political patron who can deliver their demands, whether in government or non-government area. Furthermore, this research shows how the relationship between clientelist broker and political party within informal politics context could be compatible where both sides are mutually beneficial.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rufaida Yandri
Abstrak :
Tulisan ini meneliti tentang penggunaan klientelisme sebagai strategi pemenangan kandidat Fadly-Asrul dalam Pilkada Kota Padang Panjang tahun 2018. Kemenangan Fadly-Asrul akan diteliti menggunakan teori Klientelisme Elektoral dari Simeon Nichter sebagai pisau analisis. Sejatinya, paslon petahana memiliki modal relasi yang lebih kuat untuk melakukan klientelisme pada masyarakat dan pejabat struktural yang pernah dipimpin. Namun paslon Fadly-Asrul sebagai pendatang baru mampu mengalahkan paslon petahana dan paslon lain yang sudah lebih dikenal di Kota Padang Panjang. Diantara keempat kandidat, Fadly-Asrul merupakan kandidat dengan modal finansial besar sama halnya dengan paslon petahana, Hendri-Eko. Selama kampanye, Fadly-Asrul dan Hendri-Eko banyak melakukan pendekatan yang bersifat klientelisme pada masyarakat. Meskipun sama-sama kuat dari segi finansial, Fadly-Asrul memiliki strategi klientelisme elektoral yang lebih tepat sasaran dibanding paslon Hendri-Eko. Fadly-Asrul melakukan klientelisme elektoral secara menyeluruh dengan menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Fadly-Asrul memperhitungkan seluruh klasifikasi pemilih, mulai dari supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters, dan opposing nonvoters. Strategi klientelisme elektoral yang digunakan oleh Fadly-Asrul diperhitungkan dengan baik dan disesuaikan dengan kondisi pemilih, seperti kultur, agama, dan kebiasaan. Sehingga klientelisme Fadly-Asrul lebih mudah diterima oleh masyarakat atau pemilih. ......This paper examines the use of clientelism as a winning strategy of Fadly-Asrul in Padang Panjang Regional Head Elections 2018. The victory of Fadly-Asrul will be analyzed using the theory of Simeon Nichter Electoral Clientelism. Indeed, incumbent candidate, Hendri- Eko, has a stronger relationship to clientelism in society and current structural officials. However, Fadly-Asrul as a newcomer was able to defeat the incumbent and other more well known candidates in the city of Padang Panjang. Among the four candidates, Fadly- Asrul is a candidate who has a firm financial resources as well as the incumbent. During the campaign, Fadly-Asrul and Hendri-Eko did many clientelism based approaches to the voters. Although equally strong in terms of financial, Fadly-Asrul has clientelism electoral strategy that is more targeted than Hendri-Eko. Fadly-Asrul conduct a thorough electoral clientelism by approaching all levels of society. Fadly-Asrul took into account the entire classification of voters, ranging from supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters and opposing nonvoters. Electoral clientelism strategy that was being used by Fadly-Asrul was reckoned and adapted to the condition of voters, such as culture, religion, and custom. So Fadly-Asrul’s clientelism was more easily accepted by the public or voters in Padang Panjang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gherry Jhonnathan
Abstrak :
Upaya legalisasi becak di DKI Jakarta telah menimbulkan kontroversi dalam bentuk pro dan kontra. Hal ini dikarenakan becak pada dasarnya sudah dilarang untuk beroperasi di DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda Tibum). Anies Baswedan beralasan bahwa pemberlakuan kembali becak di Jakarta merupakan salah satu upaya pemenuhan janji politiknya pada masa kampanye. Skripsi ini melihat bentuk implementasi kontrak politik yang ditandatangani oleh Anies Baswedan dalam upaya legalisasi becak di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan teori klientelisme Susan Stokes dengan menggunakan metode kualitatif dengan wawancara dalam. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kontrak politik yang digunakan adalah kontrak politik dengan Urban Poor Consortium (UPC), di mana Serikat Becak Jakarta (SEBAJA) tergabung di dalamnya. Pihak UPC berkewajiban untuk memenangkan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, sementara pihak Anies-Sandi berwajiban untuk memenuhi tuntutan dalam kontrak politik tersebut. Penerapan upaya legalisasi becak merupakan suatu bentuk klientelisme dengan sifat club goods yang hanya akan mengakomodir para tukang becak yang sudah terdaftar dalam SEBAJA dan tidak boleh bertambah jumlahnya. Sementara itu, kontrak politik FKTMB tidak berhubungan dengan upaya ini, sehingga FKTMB tidak akan mendapatkan keuntungan. ......Efforts to legalize pedicabs in DKI Jakarta have caused controversy in the form of pros and cons. This is because the pedicab has basically been banned from operating in DKI Jakarta based on the Regional Regulation of the DKI Jakarta Provincial Regulation Number 8 of 2007 concerning Public Order (Perda Tibum). Anies Baswedan reasoned that the re-enactment of the pedicab in Jakarta was one of the efforts to fulfill his political promises during the campaign period. This thesis looks at the form of implementation of political contracts signed by Anies Baswedan in the effort to legalize pedicabs in DKI Jakarta. This study uses Susan Stokes's clientelism theory by using qualitative methods with in-depth interviews. In this study it was found that the political contract used was a political contract with the Urban Poor Consortium (UPC), in which the Jakarta Becak Union (SEBAJA) was incorporated. The UPC party is obliged to win Anies-Sandi in the 2017 DKI Jakarta Election, while Anies-Sandi is obliged to fulfill the demands in the political contract. The application of the pedicab legalization effort is a form of clientelism with the nature of club goods which will only accommodate the pedicab drivers who have registered in SEBAJA and may not increase in number. Meanwhile, FKTMB's political contract does not relate to this effort, so FKTMB will not benefit.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi Sumarto
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018
306.2 MUL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hisab Akbar Regaty
Abstrak :
Artikel ini akan menguraikan faktor-faktor yang mampu mendorong keberhasilan sebuah organisasi civil society di tingkat desa untuk memengaruhi kebijakan pemberian bantuan oleh pemerintah daerah, dengan studi kasus kelompok tani Sekar Mulyo di Kota Batu. Pertanyaan yang diangkat adalah mengapa kelompok tani Sekar Mulyo berhasil memengaruhi kebijakan pemberian bantuan infrastruktur dan pertanian Kota Batu tahun 2009-2016? Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan merujuk data primer berupa wawancara dan data sekunder berupa dokumen tertulis. Faktor- -faktor yang menjadi penentu keberhasilan yang ditemukan adalah strategi kolaboratif organisasi civil society, modal sosial, dan hubungan klientelisme.
Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2017
320 JURPOL 3:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library