Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irfan Andityo
Abstrak :
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, kehidupan manusia pun demikian mengembangkan. Hal ini pun berdampak pada dunia kedokteran. Di dalam dunia di bidang kedokteran, muncul fasilitas kesehatan baru yaitu telemedicine. Telemedicine itu sendiri, pada dasarnya adalah fasilitas medis yang memudahkan dokter masyarakat di Puskesmas untuk berkonsultasi dengan spesialis yang berada di rumah sakit, untuk membantu dokter umum dalam melakukannya analisis, diagnosis, dan juga resep obat. Dengan sarana telemedicine kesehatan, akan memudahkan puskesmas setempat jauh untuk dapat memberikan pengobatan yang tepat kepada pasien. Tapi, nyatanya belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur telemedicine. Hal ini menyebabkan tidak adanya kepastian hukum tentang kompetensi dan kewenangan dokter serta akuntabilitas hukum dokter dalam penerapan fasilitas kesehatan telemedicine. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keadaan penyelenggaraan fasilitas kesehatan telemedicine di Puskesmas Tangerang Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam aplikasi fasilitas kesehatan telemedicine, mempunyai kompetensi dan kewenangan masing-masing untuk dokter. Selain itu, tanggung jawab hukum dokter juga bisa dikaitkan dengan Kode Etik Kedokteran, Disiplin Kedokteran, dan juga Kode Etik Kedokteran Hukum Perdata dan Pidana. Kesimpulan yang bisa ditarik oleh Penulis dalam penerapan fasilitas telemedicine terdapat perbedaan kompetensi dan otoritas antara dokter umum dan spesialis. Selanjutnya saran yang diberikan penulis adalah kepada Kementerian Kesehatan Diharapkan terbentuknya regulasi terkait dengan penyelenggaraan fasilitas telemedicine ini, agar mampu memperjelas kompetensi, wewenang, hak dan kewajiban personil kesehatan terutama dokter. ......Along with advances in information technology, human life is increasingly developing. This also has an impact on the world of medicine. In the world of medicine, a new health facility has emerged, namely telemedicine. Telemedicine itself is basically a health facility that makes it easy for community doctors in Puskesmas to consult with specialists in hospitals, to assist general practitioners in analyzing, diagnosing, and prescribing drugs. With the health telemedicine facility, it will make it easier for local health centers to be able to provide appropriate treatment to patients. But, In fact, there are no laws and regulations that regulate it telemedicine. This causes the absence of legal certainty regarding the competence and authority of doctors as well as the legal accountability of doctors in the application of telemedicine health facilities. The aim of this research is to describe the state of operation of the telemedicine health facility at the South Tangerang Health Center. The research method used is normative juridical. The results showed that in the application of telemedicine health facilities, doctors have their respective competences and authorities. In addition, a doctor's legal responsibility can also be linked to the Medical Code of Ethics, Medical Discipline, and also the Medical Code of Ethics. Civil and Criminal Law. Conclusions that can be drawn by The author in the application of telemedicine facilities there are differences in competence and authority between general practitioners and specialist doctors. Furthermore, the advice given by the author is to the Ministry of Health. It is hoped that the formation of regulations related to the operation of this telemedicine facility, in order to be able to clarify the competence, authority, rights and obligations of health workers, especially doctors.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malau, Aro Sintong
Abstrak :
Neonatal Intensive Care Unit adalah unit perawatan intensif yang disediakan khusus untuk bayi baru lahir dengan kondisi kritis atau memiliki gangguan kesehatan berat. Rentang usia pasien yang dirawat di ruang NICU ini adalah bayi baru lahir.  Bayi Baru Lahir yang dimaksud adalah bayi umur 0 sampai dengan 28 hari. Bayi-bayi yang baru lahir dan bermasalah dengan kesehatannya tidak boleh dibawa pulang, namun harus dirawat di ruang NICU. Selain bayi-bayi prematur, ruang NICU juga diisi dengan bayi-bayi yang lahir normal, sudah dibawa pulang namun perlu dirawat karena ada gangguan kesehatan serius. Bayi baru lahir memiliki banyak penyesuaian yang perlu dia lakukan terhadap dunia di luar rahim ibunya. Penyesuaian tersebut adalah langkah yang besar untuk sang bayi karena ia tak lagi bergantung sepenuhnya pada tubuh sang ibu seperti bernapas, makan, ekskresi, atau daya tahan tubuh. Maka, tenaga medis yang melaksanakan tindakan medis di NICU tentu diharapkan memiliki kompetensi dan keahlian tambahan dalam hal perawatan intensif pada bayi-bayi tersebut. Tetapi, sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Hal ini menyebabkan belum adanya kepastian hukum mengenai kompetensi dan kewenangan dokter serta pertanggungjawaban hukum dokter dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan keadaan dari pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit ditinjau dari kasus Blegur berdasarkan putusan nomor 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, terdapat kompetensi dan kewenangan tersendiri bagi dokter spesialis anak. Disamping itu, pertanggungjawaban hukum dokter dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit ditinjau dari kasus Blegur berdasarkan putusan nomor 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, dapat dikaitkan dengan Kode Etik Kedokteran,  Disiplin Kedokteran, dan juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Pidana. Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis yakni dalam pelaksanaan tindakan medis di Neonatal Intensive Care Unit (NICU), terdapat perbedaan kompetensi dan kewenangan antara dokter umum dan dokter spesialis anak. Selanjutnya, saran yang penulis berikan, yakni kepada Kementerian Kesehatan diharapkan agar membentuk peraturan terkait pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit, agar dapat memperjelas kompetensi, kewenangan, hak, dan kewajiban tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis anak.
Neonatal Intensive Care Unit is an intensive care unit that is provided specifically for newborns with critical conditions or has severe health problems. The age range of patients treated in the NICU room is a newborn. Newborn babies in the subject are babies aged 0 to 28 days. Newborns who have health problems may not be taken home but must be treated in the NICU room. In addition to premature babies, the NICU room is also filled with babies who are born normal, have been taken home but need to be treated because there are serious health problems. A newborn baby has many adjustments he needs to make to the world outside his mother's womb. This adjustment is a big step to the baby because the baby no longer depends entirely on the mother's body such as for breathing, eating, excretion, or endurance. Thus, medical personnel who carry out the medical treatment in NICU are certainly expected to have additional competence and expertise in terms of intensive care for these babies. However, until now there has been no legislation governing the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. This has caused the absence of legal certainty regarding the competence and authority of doctors as well as the legal responsibility of doctors in carrying out medical actions at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. The purpose of this study is to describe the state of the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. The research method used is normative juridical. The results of the study stated that in the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals in terms of the Blegur case based on decision number 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, there is competence and special authority for pediatricians. Besides, the legal responsibility of doctors in carrying out medical actions at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals in terms of Blegur cases based on decision number 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, can be related to the Code of Medical Ethics, Medical Discipline, and also Civil Code and Criminal Law. The conclusion that can be drawn by the author, namely in the implementation of medical actions in the Neonatal Intensive Care Unit (NICU), there are differences in competence and authority between general practitioners and pediatricians. Furthermore, the advice given by the author, namely to the Ministry of Health is expected to form regulations related to the implementation of medical measures for the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals, to clarify the competencies, authorities, rights, and obligations of health workers, especially pediatricians.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library