Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rika Kristina
Abstrak :
Kompetensi sosial anak prasekolah perlu dioptimalkan karena interaksi sosial yang terjalin semakin beragam. Beberapa studi menunjukkan cool executive function yaitu working memory, inhibitory control, dan cognitive flexibility berkontribusi pada perkembangan kompetensi sosial, tetapi sayangnya masih sedikit intervensi yang menyasar executive function dan kompetensi sosial. Penelitian bertujuan melihat efektivitas intervensi cool executive function untuk meningkatkan kompetensi sosial anak prasekolah di masa pandemi COVID-19. Metode convenience sampling dan snowball sampling digunakan untuk merekrut partisipan. Penelitian eksperimental ini terdiri dari 1 sesi pretest, 5 sesi intervensi, dan 1 sesi posttest berdurasi sekitar 40 menit dan dilakukan secara daring. Terdapat 33 partisipan di kelompok eksperimen dan 31 partisipan di kelompok kontrol yang terbagi secara acak. Orang tua partisipan diminta mengisi kuesioner Preschool and Kindergarten Behavior Scale – Skala A pada sesi pre-test dan post-test sebagai pengukuran. Data dianalisis menggunakan analysis of covariance (ANCOVA) dengan mengontrol skor pre-test kompetensi sosial partisipan. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh intervensi yang signifikan setelah mengontrol efek dari skor pre-test kompetensi sosial. Disimpulkan bahwa intervensi yang disusun belum dapat meningkatkan kompetensi sosial anak prasekolah. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan kesempatan interaksi kepada anak secara langsung dan mengukur peningkatan cool executive function dengan alat ukur performance yang dapat diadministrasikan secara daring. ......Preschool children's social competence needs to be optimized because of the increasing variety of social interactions. Several studies have shown cool executive functions (working memory, inhibitory control, and cognitive flexibility) influenced the development of social competence, but unfortunately there’s only few interventions targeting executive function and social competence. The purpose of this study was examining the effectiveness of cool executive function intervention to improve preschool children’s social competence during pandemic COVID-19. Convenience and snowball sampling method were used to recruit the participants. This exeperimental research consist of 1 pretest, 5 intervention, and 1 posttest session conducted online within approximately 40 minutes long. There were 33 participants in experiment group and 31 participants in control group clustered randomly. Parents were asked to fill Preschool and Kindergarten Behavior Scale – Scale A questionnaire. Data were analyzed with analysis of covariance (ANCOVA) by controlling the social competence pretest scores. Result showed there was no significant effect of the intervention and concluded that the intervention has not been able to improve the social competence. Further research is expected to provide opportunities for direct social interaction among children and could measure the increase of cool executive function with performance measurement tools that can be administered online.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Devina
Abstrak :
Kompetensi sosial merupakan tugas perkembangan yang krusial serta perlu untuk dioptimalkan bagi anak usia prasekolah karena pada rentang usia ini terjadi peningkatan kompleksitas dan variasi interaksi sosial. Penelitian sebelumnya sudah menemukan bahwa stres pengasuhan dan perilaku pengasuhan orangtua secara signifikan memengaruhi perkembangan kompetensi sosial anak usia prasekolah. Hanya saja, mekanisme hubungan antara stres pengasuhan, perilaku pengasuhan orangtua, dan perkembangan kompetensi sosial anak belum banyak diteliti. Penelitian kali ini bertujuan untuk mempelajari peran autonomy support Ibu sebagai mediator dalam hubungan antara stres pengasuhan dan kompetensi sosial anak prasekolah. Metode convenience sampling digunakan untuk merekrut partisipan. Terdapat 56 anak usia 48-72 bulan beserta Ibunya yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Autonomy support Ibu diobservasi melalui kegiatan interaksi bersama anak dalam mengerjakan puzzle. Kompetensi sosial anak diukur dengan kuesioner Preschool and Kindergarten Behavior Scale – Skala A yang diisi oleh orangtua, sedangkan stres pengasuhan diukur dengan kuesioner Parental Stress Scale. Hasil menunjukkan bahwa autonomy support memediasi penuh hubungan stres pengasuhan dan kompetensi sosial anak usia prasekolah. Penelitian ini memperluas temuan sebelumnya tentang pengaruh tidak langsung stres orang tua terhadap kompetensi sosial anak prasekolah yang dimediasi oleh perilaku pengasuhan autonomy support. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi profesional untuk mengembangkan program intervensi yang berfokus pada peningkatan kemampuan Ibu untuk mengelola stres pengasuhan serta peningkatan keterampilan pengasuhan autonomy support. ......Social competence is a crucial developmental task for preschool children that needs to be optimized due to the increasing complexity and variety of the social interactions. Research has revealed the significance of parental stress and parenting behavior in influencing the development of social competence during the preschool period. Nonetheless, the mechanism of relationship between parental stress, parenting behavior, and child's social competence development has not been well explored. Furthermore, limited studies have investigated the mediating role of mother’s parenting practice in the relationship between parental stress and child's social competence. This research aims to explore the role of mother’s autonomy support as one of parenting behavior as a mediator in the relationship of parental stress and preschool child's social competence. Children aged 48-72 months old (N = 56) and their mothers participated in the current study. Children's social competence and parents' level of parental stress were measured through two different parent-report questionnaires, Preschool and Kindergarten Behavior Scale – Skala A dan Parental Stress Scale. Mother’s autonomy support was observed during the dyadic interaction between the mother and the child in the context of structured play. Data collection and observations are conducted online. Results indicate that mother’s autonomy support fully mediates the relationship of parental stress and preschool children's social competence. This research extends previous studies about the indirect effect of parental stress on preschool children's social competence mediated by parenting behavior in a pandemic condition. The results of this study can become a basis for professionals to develop program interventions that focus on increasing mothers' ability to manage parenting stress and increase the level of autonomy support.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Gressy S. Cornelia
Abstrak :
ABSTRAK Masa kanak-kanak awal merupakan salah satu periode penting dalam perkembangan seorang anak, dimana pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak pada masa ini akan mempengaruhi tumbuh kembangnya dikemudian hari. Salah satu perubahan besar yang terjadi pada masa ini adalah meluasnya lingkungan sosial anak, yang ditandai dengan mulainya anak melakukan hubungan sosial dengan teman sebayanya (Sroufe dkk, 1996). Pengalaman awal dalam berhubungan dengan teman sebaya ini merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan sosial anak usia prasekolah. Adanya kesulitan-kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya pada masa ini akan memperbesar kemungkinan munculnya masalahmasalah tingkah laku, emosional, dan akademik pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya. Pentingnya hubungan dengan teman sebaya pada masa kanak-kanak awal memberi implikasi akan pentingnya membina hubungan yang positif dengan teman sebaya pada masa ini. Namun tidak semua anak dapat membina hubungan yang positif. Adanya perbedaan kemampuan untuk membina hubungan yang positif dengan teman sebaya menunjukkan derajat kompetensi sosial yang dimiliki masingmasing anak. Dengan demikian kompetensi sosial memegang peranan penting bagi keberhasilan seorang anak dalam membina hubungan dengan teman sebaya pada masa prasekolah. Sroufe dkk (1996) mengatakan anak-anak yang memiliki kompetensi sosial yang baik (socia/ly competent) - yang seringkah disebut sebagai anak-anak yang disukai oleh teman sebayanya - adalah mereka yang mampu memulai interaksi dan memberikan respon kepada teman sebaya dengan perasaan yang positif, mereka yang tertarik pada hubungan dengan teman sebaya dan mereka yang sangat dihargai oleh teman sebaya, mereka yang dapat berperan sebagai pemimpin sekaligus pengikut, dan mereka yang mampu mempertahankan saling memberi dan menerima dalam interaksi dengan teman sebaya akan dinilai oleh guru dan observer lain sebagai anak yang memiliki kompetensi sosial (yang baik) (Vaughn dan Waters, 1980 dalam Sroufe, 1996). Dengan perkataan lain anak yang memiliki kompetensi sosial yang baik adalah mereka yang memiliki ketrampilan-ketrampilan sosial tertentu, yang memungkinkannya memperoleh penerimaan dari teman sebayanya. Namun tidak semua anak prasekolah memiliki kompetensi sosial yang baik. Hasil-hasil penelitian menunjukkan hubungan atau interaksi antara orangtua dengan anak yang terlihat jelas dalam gaya pengasuhan yang diterapkan orangtua kepada anak memberi pengaruh yang signifikan terhadap hubungan anak dengan teman sebayanya. Dalam penelitian ini ingin digali mengenai karakteristik anak yang memiliki kompetensi sosial yang buruk. Kompetensi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini memfokuskan pada tiga tugas sosial, yakni saat anak memulai interaksi dengan teman sebayanya yang meliputi dua situasi; saat anak memulai interaksi pada awalawal masuk sekolah dan saat memulai interaksi dengan sekelompok temannya yang sedang melakukan aktivitas bersama, saat anak memelihara hubungan dengan teman sebayanya; dan saat anak mengalami konflik dengan temannya. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam akan hal ini, peneliti juga menggali informasi mengenai gaya pengasuhan orangtuanya. Mengingat dalam masyarakat kita ibu masih memegang peranan yang besar dalam pengasuhan anak, maka gaya pengasuhan orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya pengasuhan yang diterapkan ibu saat berinteraksi dengan anaknya sehari-hari. Gaya pengasuhan ini terlihat dari perilaku conlrol/imcontrol dan responsive/uwesponsive yang ditampilkan ibu saat berinteraksi dengan anaknya sehari-hari. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (/'// depth interview) dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap dua orang ibu dari anak yang memiliki kompetensi sosial buruk dan gurunya. Sementara observasi dilakukan terhadap sikap dan perilaku anak di sekolah. Pemilihan subyek dilakukan dengan pendekatan purposif dimana sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa anak yang memiliki kompetensi sosial buruk umumnya menampilkan perilaku agresif, baik agresif fisik maupun agresif verbal, saat berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah. Hal ini membuat mereka cenderung mengalami penolakan dari teman-temannya. Perilaku lain yang membuat mereka mengalami penolakan dari teman-temannya adalah perilaku egois (seperti tidak/kurang mau berbagi dengan temannya, selalu ingin berkuasa/mendominasi temannya, kurang mampu mengontrol dirinya termasuk keinginannya); tidak/kurang mampu menampilkan perilaku prososial dalam hal ini empati (kurang menghargai keberadaan temannya, iri hati); kurang terampil dalam perilaku keijasama (cenderung ingin menjadi pemimpin dan tidak mau menjadi pengikut saat aktivitas kelompok, kurang menghargai pendapat/keinginan temannya). Sementara gaya pengasuhan yang diterapkan ibu dalam penelitian ini bervariasi, yakni satu subyek menerapkan gaya pengasuhan otoritarian, yang ditandai oleh adanya perpaduan antara perilaku respomive dan control yang rendah. Sementara subyek yang lain menerapkan gaya pengasuhan otoritarian, yang ditandai oleh adanya perilaku control yang ketat tanpa disertai perilaku responsive. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa gaya pengasuhan ibu bukanlah satusatunya faktor yang dominan memberi kontribusi bagi perkembangan kompetensi sosial anak. Beberapa faktor lain yang turut memberi kontribusi bagi perkembangan kompetensi sosial adalah karakter anak itu sendiri dan lingkungan dimana anak itu diasuh.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosana Dewi Yunita
Abstrak :
Masa kanak-kanak awal merupakan periode kritis untuk pembentukan sikap dan perilaku sosial. Pada saat inilah muncul tugas perkembangan sosial yang meliputi keterampilan sosial, emosional, kognitif serta keterampilan berperilaku, belajar bekerjasama dan mengembangkan hubungan persahabatan. Kontak sosial yang terjadi pada saat ini akan mendorong berkembangnya kompetensi sosial pada anak, yang membantunya beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak yang kurang mempunyai kompetensi sosial, kemungkinan besar akan menjadi orang dewasa yang mempunyai resiko tinggi mengalami gangguan perilaku dan kurang memiliki motivasi berprestasi. Untuk mengembangkan kompetensi sosial pada anak, lingkungan sekolah merupakan lingkungan belajar yang efektif untuk mengembangkan keterampilan akademik maupun sosial. Keberhasilan guru dalam membantu anak mengembangkan kompetensi sosial tergantung kepada kemampuan guru dalam memberikan program yang spesifik yang dapat membantu pengembangan keterampilan tersebut. Dengan demikian untuk membantu guru, maka disusunlah suatu program yang aplikasi disesuaikan dengan perkembangan anak. Program ini diharapkan mampu mencapai tujuan secara sistematis dalam mengembangkan kompetensi sosial anak. Program ini juga dapat menjadi panduan bagi orangtua di rumah. Namun demikian, masih ada kekurangan dalam program ini, antara lain analisa kebutuhan awal tidak dilakukan di berbagai tempat/daerah, selain itu program ini juga belum diujicobakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlulah bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan analisa kebutuhan di beberapa tempat yang dapat mewakili karakteristik anak di berbagai tempat yang bersangkutan sehingga dapat diperoleh data yang lebih komprehensif. Selain itu, apabila akan menggunakan program ini, sebaiknya melakukan uji coba lebih dahulu untuk penyempurnaannya. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh peneliti selanjutnya adalah membuat format evaluasi yang lebih detail yang dapat memberi data tentang perkembangan anak setelah mendapatkan program, dapat juga mencoba mengidentifikasi aspek kompetensi sosial pada kegiatan-kegiatan lain yang diajarkan dan memberikan panduan guru memantau perkembangan kompetensi sosial pada anak didiknya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Hasby
Abstrak :
Kompetensi sosial emosional merupakan salah satu kemampuan yang dibutuhkan oleh guru dalam menyiapkan siswa yang kompeten secara sosial emosional untuk menghadapi berbagai tantangan di abad 21. Dalam mengembangkan kompetensi sosial emosional pada guru, persepsi guru terhadap iklim sekolah dan tingkat efikasi diri guru menjadi faktor yang mendukung hal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mencari efek mediasi yang dimiliki oleh efikasi diri guru terhadap hubungan antara persepsi iklim sekolah dan kompetensi sosial emosional guru. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 493 guru sekolah dasar di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan alat ukur Social Emotional Competencies-Teacher Rating Scale untuk mengukur kompetensi sosial emosional guru, Revised-School Level Enviromental Questionnaire untuk mengukur persepsi iklim sekolah, dan Teachers’ Sense of Efficacy Scale versi bahasa Indonesia untuk mengukur efikasi diri guru. Analisis regresi Hayes dilakukan terhadap penelitian ini dan ditemukan bahwa terdapat mediasi parsial untuk variabel efikasi diri guru terhadap hubungan persepsi iklim sekolah dan kompetensi sosial emosional guru pada dimensi teacher-student relationships dan emotion regulation. Hasil temuan ini membuktikan bahwa persepsi positif guru terhadap iklim sekolah dan efikasi diri guru berperan dalam meningkatkan kompetensi sosial emosional pada guru sekolah dasar. ......Social-emotional competence is one of the abilities required by teachers to prepare students who are socially and emotionally competent to face various challenges in the 21st century. In developing social-emotional competence in teachers, teachers' perceptions of the school climate and the level of teacher self-efficacy become factors that support this. This study aims to find the mediating effect of teacher self-efficacy on the relationship between perceptions of the school climate and the social-emotional competence of teachers. The participants in this study were 493 elementary school teachers in Indonesia. This research is quantitative in nature, using the Social Emotional Competencies-Teacher Rating Scale (SECTRS) to measure teachers' social-emotional competence, the Revised-School Level Environmental Questionnaire (R-SLEQ) to measure perceptions of the school climate, and the Teachers’ Sense of Efficacy Scale in the Indonesian language (I-TSES) to measure teacher self-efficacy. Regression analysis, specifically Hayes' method, was applied to this research, and it was found that there is partial mediation for the variable of teacher self-efficacy in the relationship between perceptions of the school climate and teachers' social-emotional competence in the dimensions of teacher-student relationships and emotion regulation. These findings demonstrate that positive perceptions of the school climate and teacher self-efficacy play a role in enhancing social-emotional competence in elementary school teachers.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library