Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadirin
"Perkembangan produk elektronika pada dekade terakhir ini berlcembang begitu pesatnya. Kemajuan teknologi ini hams ditunjang pula dengan inovasi produk komponen elektronika seperti transistor yang dihasilkan oleh 'industri semikonduktor. Chip yang terbuat dari bahan semikonduktor, merupakan inti dari komponen ini. Perlakuan yang benar terhadap chip dalam perakitan transistor akan menghasilkan produk semikonduktor yang berkualitas.
Perakitan chip dalam pembuatan lcomponen transistor adalah meletakkan chip dengan sistem solder pada lead frame dan menghubungkan chip dengan benang emas ke kaki-kaki transiston Mesin perakit chip ini Salah satunya yaitu mesin Mound-er 107B menggunakan die pemiukaan pemanas sebagai medium unluk memanaskan lead frame sehingga pada pennukaannya tercapai ternperatur titik lebur (melting point) dari chip yaitu 310 sampai 3l4°C.
Untuk mencapai tcmperatur tersebut diperlukan perhitungan perpindahan kalor yang baik dan tepat. Karena proses perakitan chip berlangsung dalam kecepatan yang tinggi yaitu mesin diset mampu menghasillran produk 0,66 detik per pieses.
Dari hasil perhitungan didapatkan panjang lintasan die permukaan pemanas utama sampai posisi chip diletakkan adalah 50 mm dan die pemanas awal adalah 75 mm. Dalam proscs perpindahan kalor yang terjadi pada die tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan dari die dan perlakuan terhadap lead fianme saat chip diletakkan, karena hal ini berhubungan dengan besamya rcsistansi antara die dengan lead frame.
Diharapkan dari hasil perhitungan dan perlakuan terhadap proses penyolderan chip ini dapat dihasilkan produk yang berkualitas tinggi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Castellucis, Richard L.
New York: Van Noustrand Reinhold, 1976
621.381 CAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Yulius Surya Panca Putra
"ABSTRAK
Sintesis dengan metode pendinginan cepat (rapid quenching) dan karakterisasi bahan konduktor superionik berbasis gelas (AgBr)x(LiP03)1-x dengan variasi penambahan AgBr (x) = 0,0; 0,3; 0,5 dan 1 ,0 telah dilakukan. Hasil y~ng diperoleh pada komposisi AgBr (x) = 0,0 berupa bahan substrat gelas LiP03 transparan (bening) dan tidak berwarna, untuk x = 0,3 dan 0,5 diperoleh produk yang masing-masing terdiri dari dua komponen dengan warna berbeda yaitu hijau sebagai komponen AgBr dan merah muda bercampur putih sebagai komponen LiP03 dan untuk x = 1,0 diperoleh padatan AgBr berwarna hijau sebagai garam terlelehkan (molten salt). Karakterisasi difraksi sinar-X menunjukkan bahwa substrat gelas LiP03 dan komponen-komponen berwarna merah muda bercampur putih merupakan bahan gelas bersifat amort, sedangkan garam terlelehkan AgBr dan komponen-komponen berwarna hijau merupakan bahan yang masih memiliki sifat kristalin dengan perubahan struktur ke arah amort. Karakterisasi morfologi dan komposisi unsur pada komponen LiP03 dengan SEM-EDS memperlihatkan adanya pertumbuhan presipitat AgBr di dalam matriks gelas yang semakin jelas dengan persen berat yang meningkat dengan semakin besarnya komposisi AgBr. Sementara pada komponen AgBr, mortologinya tidak jauh berbeda untuk semua komposisi AgBr. Penambahan AgBr dengan komposisi x = 0,5 akan menurunkan persen berat total dari Ag dan Br di dalam komponen. Pengukuran densitas terhadap komponen LiP03menunjukkan bahwa komposisi AgBr yang semakin besar meningkatkan
densitas komponen LiP03 dan sebaliknya akan menurunkan densitas komponen AgBr. Secara umum, densitas komponen LiP03Iebih rendah daripada komponen AgBr. Kekerasan Vickers komponen gelas tertinggi diperoleh pada komposisi AgBr (x) = 0, 5 sedangkan pada komposisi yang lain kekerasannya lebih rendah. Sementara itu, komposisi AgBr yang semakin besar secara konsisten menurunkan kekerasan komponen AgBr. Karakterisasi sifat termal dengan DSC menunjukkan temperatur transisi gelas {Tg) komponen LiP03 turun pada komposisi AgBr (x) = 0,3 dan kembali naik pada x = 0,5 sebagai akibat kristalisasi dan presipitasi AgBr di dalam matriks gelas. Sementara itu, komposisi AgBr yang semakin besar secara konsisten akan meningkatkan Tg dari komponen AgBr. Pengukuran konduktifitas ionic dengan LCR-meter menunjukkan bahwa peningkatan komposisi AgBr akan meningkatkan konduktifitas komponen LiP03. Konduktifitas komponen LiP03 tertinggi pada temperatur ruang dan frekuensi 1 Hz adalah 2,3736 X 1 o-7 S/cm pada komposisi AgBr (x) = 0,5. Konduktifitas komponen AgBr turun pada x = 0,5 akibat adanya presipitasi AgBr dan mencapai maksimum pada x = 1,0 yaitu 3,8949 x 1 o-7 S/cm. Secara umum komponen AgBr memiliki konduktifitas yang lebih tinggi daripada komponen LiP03."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, ], [2006, 2006]
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohan Permata
"Sistem transmisi yang handal dan mempunyai reliabilitas yang tinggi akan selalu menjadi pilihan yang utama dalam perancangannya. Saluran udara sebagai salah satu pilihan alternatif untuk menditribusikan energi listrik haruslah memiliki kemampuan yang optimum dalam penyaluran daya tersebut.
Konduktor merupakan komponen utama sistem transmisi saluran udara. Media penghantar yang terbuat dari berbagai bahan yang bersifat konduktif ini menyalurkan arus listrik dari tempat ke tempat lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya secara parameter mekanis dan listrik.
Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, parameter mekanis dan elektris konduktor dapat dioptimalkan seperti yang telah digunakan pada Saluran Udara Tegangan Tinggi Durikosambi-Cengkareng. Konduktor ACSR Dove yang dipasangkan pada saluran udara menunjukkan kehandalannya baik secara parameter mekanis maupun listrik. Parameter mekanis meliputi panjang saluran, andongan dan tinggi saluran di atas permukaan dan parameter mekanis berupa resistansi, reaktansi induktifdan reaktansi kapasitif saluran."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S40002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Ariyanti
"Adanya perkembangan teknologi bahan, khususnya untuk aplikasi kabel penghantar listrik menyebabkan terjadinya pergeseran terhadap bahan yang digunakan untuk konduktor listrik yang sebelumnya menggunakan tembaga dan sekarang mulai digeser oleh paduan Aluminium. Pergeseran tersebut disebabkan oleh paduan aluminium mempunyai keunggulan dibandingkan dengan kawat tembaga antara lain; mempunyai berat jenis lebih rendah, proses pembuatan relatif lebih mudah, serta harga relatif lebih murah. Bahan konduktor tidak selalu berada pada lingkungan yang ideal.
Isu pencemaran udara tidak luput dari kualitas bahan konduktor di lapangan, salah satu contohnya adalah hujan asam. Hujan asam dapat mempengaruhi kualitas bahan konduktor. Hujan asam dapat membuat korosi dan menurunkan konduktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penyebab menurunnya konduktivitas bahan konduktor aluminium dan paduan aluminium dengan melakukan pengujian konduktor yang terkontaminasi oleh larutan H2SO4. Bahan konduktor yang digunakan adalah aluminium murni, AlZrCe+Mg 1%+ Al2O31% dan AlZrCe + Al2O31%.
Penelitian dilakukan dengan merendam bahan konduktor didalam larutan H2SO4 1%, 3%, dan 5% selama 7 hari dan data diambil pada hari pertama, kedua, ketiga dan ketujuh. Konduktivitas hari pertama dan ketujuh mengalami penurunan konduktivitas akibat larutnya butir butir aluminium dan paduan aluminium. kondisi awal konduktivitas aluminium murni IACS pada hari ketujuh atau 7x24 jam terjadi penurunan menjadi 57,584% IACS pada larutan 1%, 56,486% IACS pada larutan 3% dan 55,632% IACS pada larutan 5%. Hal ini dapat terjadi karena elektron bebas yang melewati kisi-kisi kristal yang terdistorsi, maka elektron-elektron akan dibelokkan sehingga jarak bebas rata-ratanya menurun atau tahanan listrik menjadi naik dan kisi kristal terdistorsi didapat dari paduan Aluminium

The development of materials technology, especially for the application of electrically conductive wires causing a shift to materials used for electrical conductors previously using copper and are now starting to be shifted by Aluminum alloy. The shift is caused by aluminum alloys have advantages over copper wire, among others; lower specific gravity, easy manufacturing process, cheaper price. Conductor materials are not always at the ideal environment.
The issue of air pollution does not escape from the conductor material quality in the field, one example is acid rain. Acid rain can affect the quality of the conductor material. Acid rain can create corrosion and lowers conductivity. This study aimed to obtain the decrease in the conductivity of the conductor material of aluminum and aluminum alloy conductors by testing contaminated by H2SO4solution Conductor material used is pure aluminum, AlZrCe Mg + 1% + Al2O31% and AlZrCe + Al2O3 1%.
The study was conducted by immersing the conductor material in solution H2SO4 1%, 3%, and 5% for 7 days and the data taken on the first, second, third and seventh. The first day of the seventh conductivity and conductivity decreased due to the dissolution of the items to aluminum and aluminum alloys. Initial conditions IACS conductivity of pure aluminum on the seventh day or 7x24 hours decreased 57.584% IACS into a solution of 1%, 56.486% IACS in a solution of 3% and 55.632% IACS at a 5% solution. This may occur because the free electrons which pass through a crystal lattice that is distorted, then the electrons will be deflected so that the mean free path decreases or the electrical resistivity to be increased and distorted crystal lattice obtained from Aluminum alloy.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan
"Pengaruh penambahan iogam azirkonium (Zr) dan lanthanum (La) terhadap konduktivitas listrik dan ketahanan panas aluminium telah diteliti. Penelitian dilakukan terhadap tiga jenis cuplikan aluminium, yaitu aluminium kemurnian komersial (Cuplikan A), aluminium dengan tambahan Zr (Cuplikan B) serta aluminium dengan tambahan 0.04 % berat Zr dan La dengan kandungan La bervariasi(Cuplikan C). Cuplikan dibuat dengan proses penuangan dan pengerolan menjadi kawat berdiameter 3.52 mm. Konduktivitas listrik aluminium ditentukan dari pengukuran resistivitas listriknya menggunakan alat jembatan ganda Kelvin. Ketahanan panasnya ditentukan dari pengukuran kekuatan tarik cuplikan sebelum dan setelah pemanasan selama 1 jam pada temperatur bervariasi serta pengukuran kurva DSC(Differential Scanning Calforimetry). Untuk menjelaskan pengaruh penambahan unsur Zr dan La terhadap perubahan sifat aluminium, struktur mikro cuplikan juga diamati dengan mikroskop optik maupun elektron dan parameter kisi kristalnya dikonfirmasi dengan difraksi sinar-X.
Hasil penetitian menunjukkan bahwa penambahan 0.04% berat Zr meningkatkan ketahanan panas aluminium dari 85.1 % menjadi 91 %, tetapi menurunkan konduktivitas listriknya dari 61.78 % 1ACS (International Annealed Copper Standard) menjadi 60.07 % IACS. Dengan menambahkan lanthanum ke dalam aluminium yang mengandung 0.04 ° berat Zr, konduktivitas listrik cuplikan B dapat ditingkatkan dari 60.07 menjadi 60.80 %IACS. Diperoleh indikasi kuat ?bahwa peningkatan ketahanan panas aluminium disebabkan oleh penghalusan butir dan terbentuknya fasa-fasa kedua di dalam aluminium, sedangkan peningkatan konduktivitas iistrik disebabkan adanya penurunan kelarutan unsur-unsur pengotor di dalam Iogam aluminium akibat penambahan unsur lanthanum. Berdasarkan data penefitian ini, ketahanan panas dan konduktivitas listrik cuplikan aluminium yang optimum dapat diperoleh dengan penambahan 0.04 % berat Zr dan 0.13 % berat La.

A close study about the effects of the addition of zirconium (Zr) and lanthanum (La) metals on the condutivity and heat resistance of commercial purity aluminium has been carried out on the three kinds of aluminium samples consisting of commercial purity aluminium (Sample A), aluminium with the addition of Zr (Sample B), as well as aluminium with the addition of 0.04 wt % Zr and La (SampleC). The samples were made by casting and rolling processes to form a-3.52 mm wire in diameter. The electrical conductivity of the aluminium samples was determined by measuring the resistivity employing Kelvin double bridge instrument. The heat resistance properties were obtained by measuring their strength before and after heating the sample for one hour at various temperatures, and by measuring their DSC curves. To elucidate the effect of the addition of Zr and La to the properties of aluminium, their microstructures were also observed by the optical as well as electron microscopes and their lattice parameters were confirmed by X-ray diffraction.
The results shows that the addition of 0.04 wt.% Zr increased the heat resistance of aluminium from 85.1% to 91.0 %, however it reduces their electrical conductivity from 61.78 % IACS (International Annealed Copper Standard) to 60.07 % IACS. By the addition of La into aluminium containing 0.04 % wt. %Zr, the electrical conductivity of the Sample B can be increased from 60.07 IACS to 60.80 %IACS. There is a strong indication that the increase of the heat resistance was caused by grain refinement and the second phase formation in the aluminium, whereas the increase in the electrical conductivity of aluminium was caused by a decrease in the solid solubility of impurities in the aluminium due to the addition of lanthanum elements. Based on the data from such study, the optimum heat resistance and electrical conductivity were obtainable by the addition of 0.04 wt. °A Zr and 0.13 wt. % La.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T2099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika
"Sintesis dengan menggunakan metode indirect (pembuatan substrat gelas terlebih dahulu), metode pendinginan cepat (rapid quenching) dan metode milling telah dilakukan serta karakterisasi bahan konduktor superionik berbasis gelas (AgI)x(LiPO3)1-x dengan variasi penambahan AgI (x) = 0,0; 0,3; 0,5 dan 1,0. Hasil yang diperoleh pada komposisi AgI (x) = 0,0 berupa bahan substrat gelas LiPO3 transparan (bening), untuk x = 0,3 dan 0,5 diperoleh produk yang masing-masing terdiri dari dua komponen yaitu hijau kekuningan sebagai komponen dominan AgI dan bening transparan kekuningan sebagai komponen dominan LiPO3 dan untuk x = 1,0 diperoleh padatan AgI berwarna hijau kekuningan sebagai garam terlelehkan (molten salt). Sedangkan bahan yang telah mengalami proses milling (after milling) berupa serbuk berwarna kuning untuk komponen dominan AgI dan berupa serbuk berwarna coklat untuk komponen dominan LiPO3.
Karakterisasi difraksi sinar-X menunjukkan bahwa substrat gelas LiPO3 dan komponen-komponen bening kekuningan merupakan bahan gelas bersifat amorf, sedangkan garam terlelehkan AgI dan komponen-komponen berwarna hijau kekuningan merupakan bahan yang masih memiliki sifat kristalin. Untuk bahan after milling baik komponen dominan AgI dan komponen dominan LiPO3 pola difraksi sinar-X menunjukkan perubahan ke arah yang lebih amorf.
Pengukuran konduktifitas ionik dengan LCR-meter menunjukkan bahwa peningkatan komposisi AgI akan meningkatkan konduktifitas komponen dominan LiPO3. Adanya proses milling akan meningkatkan nilai konduktifitas karena selain memperkecil ukuran partikel juga memperbesar luas permukaan, memperbanyak kontak partikel, mengurangi porositas sehingga memudahkan proses difusi ion-ion dan membentuk jejak konduksi yang lebih baik. Konduktifitas komponen dominan LiPO3 tertinggi pada temperatur ruang dan frekuensi 1 Hz adalah 6,639 x 10-7 S/cm pada komposisi AgI (x) = 0,3 meningkat menjadi 2,040 x 10-6 S/cm setelah dimilling. Konduktifitas komponen dominan AgI pada x = 0,3 adalah 1,138 x 10-5 S/cm meningkat menjadi 7,049 x 10-5 S/cm setelah dimilling. Konduktifitas komponen dominan AgI pada x = 0,5 adalah 3,942 x 10-5 S/cm meningkat menjadi 1,298 x 10-4 S/cm setelah dimilling. Secara umum komponen dominan AgI memiliki konduktifitas yang lebih tinggi daripada komponen dominan LiPO3.
Karakterisasi sifat termal dengan DTA (Diffential Thermal Analysis) menunjukkan temperatur transisi gelas (Tg) komponen dominan LiPO3 turun pada komposisi AgI x = 0,3 yaitu 2330C bila dibandingkan dengan komponen dominan LiPO3 pada komposisi AgI x = 0,0 yaitu 240,50C. Sementara itu, komposisi AgI yang semakin besar secara konsisten akan meningkatkan Tg dari komponen dominan AgI. Temperatur transisi gelas akan mengalami penurunan pada masing-masing bahan yang telah mengalami proses milling. Bahan AgI murni tidak memiliki temperatur transisi gelas.
Kekerasan Vickers komponen LiPO3 tertinggi diperoleh pada komposisi AgI x = 0, 0 sedangkan pada komposisi yang lain kekerasannya lebih rendah. Sementara itu, kekerasan komponen AgI terendah diperoleh pada x = 1,0, sedangkan pada komposisi lain kekerasannya lebih tinggi. Pengukuran densitas terhadap komponen LiPO3 menunjukkan bahwa komposisi AgI yang semakin besar meningkatkan densitas komponen LiPO3 serta akan menaikkan densitas komponen AgI. Secara umum, densitas komponen LiPO3 lebih rendah daripada komponen AgI.Konsistensi ini terdapat pula pada bahan yang telah mengalami proses milling."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koswara
"Batang kawat konduktor komposit nano dengan matrix Aluminium dan penguat partikel nano SiC telah dibuat dengan teknik metalurgi serbuk dan ekstrusi. Bahan baku yang digunakan berupa serbuk aluminium dan serbuk nanopartikel SiC berukuran 50 nm sebanyak 0%, 1%, 5% dan 10% SiC dicampur dengan menggunakan ball mill. Bahanbaku aluminium serbuk dibuat melalui proses milling dan partikel nano SiC dilapisi dengan Mg yang dilanjutkan dengan proses oksidasi sehingga permukaan partikel nano ditutupi oleh MgO. Proses kompaksi menggunakan mesin press satu arah dengan tekanan sebesar 10.000 kg menghasilkan tablet berdiameter 22 mm dan tebal 4 mm. Proses sinter dilakukan pada temperatur 5700C pada tekanan oksigen parsial sangat rendah selama 72 jam. Sampel hasil proses sinter dimasukkan ke dalam kontainer aluminium sehingga diperoleh bilet berdiameter 24 mm dan panjang 30 mm. Dengan proses ekstrusi pada temperatur 6000C dihasilkan kawat berdiameter 7 mm.
Berdasarkan pengujian dengan difraksi sinar x diketahui adanya fasa Al dan SiC dan terbentuknya fasa Al2MgO4. Melalui pengamatan dengan SEM, ditunjukkan telah terjadinya penggabungan partikel aluminium sebagai hasil proses sinter dan ekstrusi serta menunjukkan posisi nanopartikel SiC. Dari hasil pengujian kekerasan dengan menggunakan uji kekerasan mikro Vickers terhadap batang kawat Al-SiC/np diketahui bahwa nilai kekerasan pada Al-SiC/np naik seiring dengan naiknya kandungan SiC/np. Batang kawat AlSiC/np juga memiliki ketahanan terhadap temperatur yang cukup baik. Nilai kekerasan tetap stabil setelah pemanasan sampai 3000C selama 2 jam. SiC/np menurunkan konduktivitas kawat sehingga pemakaiannya dibatasi sampai hanya maksimum 1%.

SiC/np reinforced aluminum conductor metal matrix nanocomposite wirerod has been produced by powder metallurgy process and extrusion method. The aluminum powder and each of 0%, 1%, 5% and 10% by weight of the 50 nm SiC nanoparticle were mixed in a ball milling unit. The aluminum powder manufactured by milling method and SiC nanoparticles covered by magnesium by electroless method, continued by oxidizing the Mg to obtain MgO cover in SiC nanoparticles. The 22 mm diameter and 4 mm thickness green bodies were obtained after the mixed particles were pressed in a mold with a unidirectional 10,000 kg compacting force. The green bodies were then sintered in a very low oxygen partial pressure at 5700C in 72 hours. The sintered samples were then canned in aluminum containers to obtain 24 mm diameter and 30 mm long billets. The billets were extruded in 6000C to obtain 7 mm diameter wires.
X-ray diffraction examinations show Al and SiC phases and formation of Al2MgO4. The SEMs examination show coalescent of aluminum particles as results of sintering and extrusion processes. SEMs also show position of SiC/np in the matrix. Hardness tests using microvickers of the wire show increasing hardness value of MMNC SiC/np. Hardness value of the wire is stable after heating to 3000C in 2 hours. SiC/np influences conductivity of the wire and application of SiC/np limited to maximum 1%."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
D1278
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Prasetyo
"Masalah yang dihadapi pasokan energi listrik saat ini tidak hanya kapasitas pembangkit, tetapi juga keterbatasan untuk mendistribusikan dan mentransmisikan energy listrik untuk memenuhi permintaan yang meningkat. Salah satu cara untuk mengatasi masalah keterbatasan andongan (sag) dan kapasitas pada sistem transmisi adalah mengganti konduktor dari tipe konvensional ke tipe konduktor High Capacity Low Sag (HCLS). Saluran udara modern dengan konduktor HCLS dapat beroperasi dengan kemampuan hantar arus yang lebih tinggi. Keuntungan utama dari konduktor HCLS adalah desain khusus dari kondisi operasi, yang menyebabkan terjadinya transformasi beban tarikan mekanis dari konduktor ke inti penguat. Transformasi ini disebut knee point temperature. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai knee point temperature dan pengaruhnya terhadap andongan (sag) pada konduktor HCLS. Simulasi akan dilakukan pada konduktor HCLS, yaitu ACCC/TW LISBON (310), yang membentang antar span sepanjang 100 meter. Pembebanan listrik pada konduktor dilakukan secara bertahap sampai suhu operasi maksimum yang diijinkan untuk konduktor ACCC/TW LISBON (310), 180oC tercapai. Dari hasil simulasi, kita dapat menentukan nilai knee point temperature ACCC/TW LISBON (310) sekitar 60oC - 62oC. Nilai andongan (sag) setelah knee point temperature cenderung stabil meskipun pembebanan ampacity meningkat.

The problem facing the energy supply currently is not only generating capacity, but also the ability to distribute and transmit power to meet the increasing demand. One way to overcome the problem of sag and capacity limitations is conductor replacement from the conventional types to high capacity low sag (HCLS) types. The modern overhead lines with HCLS conductors can be operated at higher current carrying capacity. The main advantage of HCLS conductors is the special design of operating conditions, which cause the transformation of the mechanical pull load from the conductors to the reinforcing core. This transformation is called knee point temperature. This study aims to determine the knee point temperature and the effect on sag HCLS conductors. The simulation will be conducted on the HCLS conductors, namely ACCC/TW LISBON (310), which stretches between a span of 100meters. The electrical loading of conductors is gradually giving until a maximum operating temperature of ACCC/TW LISBON (310), 180oC is reached. From the simulation results, we can determine the knee point temperature of the ACCC/TW LISBON (310) conductor is around 60oC-62oC. The value of the sag after the knee point temperature tends to be stable even though the ampacity loading is increased."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nikmatin
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T39810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>