Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Langitan, Nikita Barten
"Tesis ini membahas mengenai agenda media massa dan imparsialitas yang dilakukan oleh media massa khususnya media berita online ketika menyampaikan berita mengenai konflik di Papua. Penetapan agenda media pada media berita online dipengaruhi oleh beberapa faktor dan menunjukkan bentuk imparsialitas yang dilakukan oleh media berita online. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis agenda media yang terdapat dalam pemberitaan mengenai konflik di Papua dan imparsialitas yang dilakukan oleh media berita online. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dan metode penelitian analisis isi, dengan menganalisis berita mengenai konflik di Papua pada media berita online dan kanal berita online, yaitu Detik.com, Papuanewsonline.com, dan Papuabarat.antaranews.com. Hasil dari penelitian menemukan bahwa media berita online dan kanal berita online dalam menetapkan agendanya dipengaruhi oleh faktor tertentu, yaitu representasi kaum elit. Penelitian ini juga menemukan bahwa Detik.com, Papuanewsonline.com dan Papuabarat.antaranews.com melakukan imparsialitas dengan bentuk ketidakberpihakan sebagai keseimbangan. Media sebagai pilar demokrasi keempat memiliki peran penting dalam pembentukan agenda publik dan menunjukkan ketidakberpihakan media ketika menyampaikan informasi, media massa terutama media berita online perlu untuk menjaga proses penetapan agenda yang dimiliki demi menjaga imparsialitasnya.

This thesis discusses the agenda of mass media and the impartiality of the mass media, especially online news media, when conveying news about the conflict in Papua. Agenda setting in online news media is influenced by several factors and shows a form of impartiality carried out by online news media. This research aims to analyze the media agenda contained in reporting on the conflict in Papua and the impartiality carried out by online news media regarding the conflict in Papua. The research was conducted using a descriptive quantitative approach and content analysis research methods, by analyzing news about the conflict in Papua in online news media and online news channels, namely Detik.com, Papuanewsonline.com, and Papuabarat.antaranews.com. The results of the research found that when setting their agenda, online news media and online news channels were influenced by certain factors, namely the representation of elites. This research also found that Detik.com, Papuanewsonline.com and Papuabarat.antaranews.com carry out impartiality with a form of impartiality as a balance. The media as the fourth pillar of democracy has an important role in forming the public agenda and shows the media's impartiality when conveying information. The mass media, especially online news media, need to maintain their agenda-setting process in order to maintain their impartiality."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Saparni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang peran kepemimpinan Majelis Rakyat Papua MRP Provinsi Papua Barat dalam penyelesaian konflik di Papua Barat sepanjang tahun 2011 sampai 2016. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, MRP Papua Barat memiliki peran dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Papua Barat diantaranya konflik hak ulayat tanah adat Marga Anny, Konflik Ibukota Kabupaten Maybrat, kasus LNG Tangguh dan kasus Genting Oil. Kedua, MRP memiliki kendala dalam penyelesaian konflik diantaranya; belum ada Perdasus mengenai dana bagi hasil pengelolaan SDA, Belum ada Perdasus mengenai jaminan iklim investasi, dan terbatasnya kewenangan Majelis Rakyat Papua.

ABSTRACT
This Thesis discuss about The Role Of Papuan People rsquo s Assembly Of West Papua Province In The Context Of Conflict Resolution In West Papua Period 2011 2016. This research using descriptive method with qualitative approach. The conclusions are. Firstly, MRP West Papua had a role to settle up the problems in West Papua including Anny rsquo s customary land, Genting Oil and many more. Secondly, MRP had an obstacles to finish the conflict, there is no Perdasus to regulate investmenst in West Papua and limitary of authority of MRP to solve the conflicts."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grecia Anggelita
"Internasionalisasi konflik Papua Barat merupakan hasil dari konflik masa lalu Indonesia dan Belanda di masa kemerdekaan yang di masa sekarang justru semakin meningkat di tingkat regional dan global. Peningkatan jumlah aktor di dalam proses internasionalisasi menjadi salah satu alasan mengapa internasionalisasi konflik Papua Barat terus meningkat. TKA berusaha mengidentifikasi dan membahas aktor-aktor internasional berdasarkan literatur-literatur akademis yang membahas mengenai internasionalisasi konflik Papua Barat untuk memahami bagaimana literatur melihat aktor-aktor di dalam internasionalisasi konflik Papua Barat. Sebagian besar literatur berfokus kepada aktor negara seperti Vanuatu, Papua Nugini dan Fiji dan hanya satu aktor non-negara, yaitu OPM. Kondisi tersebut salah satunya dijelaskan di dalam TKA karena adanya pengaruh state centric view di dalam Ilmu Hubungan Internasional yang mempengaruhi cara pandang penulisan mengenai konflik Papua Barat. Selain itu, dominasi Order Baru selama lebih dari tiga dekade di Indonesia juga tampaknya menyebabkan dominasi penulis asing dan celah waktu penulisan di dalam literatur internasionalisasi konflik Papua Barat.

The internationalization of the West Papua conflict is the result of past conflicts between Indonesia and the Netherlands in the independence era, which at present is increasing at the regional and global political level. The increasing number of actors in the internationalization process is one reason why the internationalization of the West Papua conflict continues to increase. TKA seeks to identify and discuss international actors based on academic literature discussing the internationalization of the West Papua conflict to understand how the literature looks at actors in the internationalization of the West Papua conflict. Most of the literature focuses on state actors such as Vanuatu, Papua New Guinea and Fiji, and only one non-state actor, OPM. One of the conditions is explained in the TKA because of the influence of the state-centric view in International Relations that affects the perspective of writing about the West Papua conflict. Besides, the dominance of the New Order for more than three decades in Indonesia also seems to lead to the dominance of foreign writers and the time gap of writing in the literature of internationalization of the West Papua conflict.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Dewanda Dawangi
"Penetapan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris telah menimbulkan kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan dan eskalasi konflik di Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan kekerasan struktural dan eskalasi konflik TPNPB-OPM dengan aparat keamanan (TNI dan Polisi) setelah ditetapkannya TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara tidak terstruktur terhadap narasumber dari Kontras, Papua Center UI, BRIN, BNPT dan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Penelitian ini menggunakan teori structural violence untuk menggambarkan bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi pasca disematkan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris. Selanjutnya melalui pemahaman konsep tahapan eskalasi konflik Mitchell, peneliti mencoba menggambarkan eskalasi konflik yang terjadi antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM. Hasil penelitian ini menunjukan penetapan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris menciptakan kekerasan di Papua. Kekerasan tersebut dilakukan baik oleh pihak apparat keamanan maupun TPNPB-OPM. Selain itu penyematan teroris terhadap TPNPB-OPM meningkatkan eskalasi konflik antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM.

The designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization has raised concerns over the increasing violence and conflict escalation in Papua. This study purposed to describe the structural violence and conflict escalation between security forces (TNI and Police) and TPNPB-OPM after the designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization. This research was conducted using a qualitative approach through unstructured interviews with informants from Kontras, Papua Center UI, BRIN, BNPT and lecture from the Faculty of Law University of Brawijaya. This study uses the theory of structural violence to describe the forms of violence that occurred after the TPNPB-OPM was designated as a terrorist organization. Furthermore, by understanding the concept of conflict escalation stages, researchers tried to describe the conflict escalation that occurred between the security forces and TPNPB-OPM. The results of this study show that the designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization creates violence in Papua. This violence was carried out by both the security forces and the TPNPB-OPM. In addition, the designation of terrorists to TPNPB-OPM increased the conflict escalation between security forces and TPNPB-OPM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Al Hadi Nst
"Konflik di Papua telah berlangsung berpuluh-puluh tahun, bahkan sejak masih dikenal dengan nama Irian Jaya. Sejarah panjang proses integrasi Papua yang bermasalah telah melahirkan konflik yang hingga kini tidak kunjung mencapai kata selesai. Dalam perkembangannya, kini ancaman tidak hanya datang dari kelompok bersenjata yang menginginkan kemerdekaan Papua. Studi terbaru juga menunjukkan besarnya potensi konflik, baik di antara orang Papua itu sendiri, maupun antara orang Papua dengan penduduk pendatang. Untuk menangani situasi di Papua, pemerintah telah melakukan tindakan-tindakan yang patut diduga membatasi Hak Asasi Manusia, seperti pengerahan aparat bersenjata dan pembatasan akses terhadap informasi dan media. Pada masa orde baru, secara faktual Papua bahkan pernah menjadi Daerah Operasi Militer. Uniknya, terlepas adanya indikasi kedaruratan yang nyata, pemerintah tidak pernah mendeklarasikan keadaan darurat secara resmi berdasar hukum. Padahal, menurut doktrin Hukum Tata Negara Darurat, tindakan-tindakan khusus yang membatasi Hak Asasi Manusia tersebut hanya dapat dilakukan dalam suatu keadaan darurat yang dideklarasikan secara resmi. Melalui studi pustaka, penelitian ini berusaha menelusuri norma pembatasan hak asasi manusia dalam keadaan darurat, baik dalam teori, hukum positif di Indonesia, dan pengaturannya dalam konstitusi negara-negara lain. Uraian-uraian menyangkut konflik yang terjadi di Papua juga disajikan untuk menambah pemahaman terhadap persoalan yang ada. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan tindakan-tindakan khusus yang dilakukan dalam penanganan konflik di Papua telah bertentangan dengan asas proklamasi yang dikenal dalam Hukum Tata Negara Darurat. Selain itu, kasus-kasus pembunuhan di luar proses hukum dan penyiksaan juga menunjukkan pelanggaran serius terhadap non-derogable rights yang dijamin Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 4 International Covenant on Civil and Political Rights. Lebih-lebih lagi, ketiadaan pengawasan oleh parlemen dan pengadilan menyebabkan tidak terdeteksinya tindakan-tindakan lain yang patut diduga tidak beralasan dan tidak proporsional terhadap ancaman bahaya yang ada.

The conflict in Papua has been ongoing for decades, dating back to when it was known as Irian Jaya. The troubled integration process has led to a conflict that remains unresolved. Recently, studies have shown that threats come not only from armed groups seeking Papuan independence. Recent studies also show the potential conflicts, both between Papuans themselves, and within the Papuan community and between Papuans and the migrant population. The government's efforts to handle the situation, including the deployment of armed forces and restrictions on information access and the media, have raised concerns about human rights restrictions. Despite indications of an emergency, the government has never officially declared a state of emergency based on law, as required by the Emergency Constitutional Law doctrine. This study aims to explore how human rights restrictions during state of emergency in theory, Indonesian law, and in the constitutions of other countries. In addition, it presents descriptions of conflict in Papua to shed light on existing problems. The research reveals that the special measures used to manage the conflict in Papua conflict with the proclamation principle outlined in the Emergency Constitutional Law doctrine. Furthermore, cases of extrajudicial killings and torture demonstrate serious violations of the non-derograble rights guaranteed by the Article 28I of Constitution of the Republic of Indonesia and the Article 4 of the International Covenant on Civil and Political Rights. The absence of oversight by parliament and the courts has led to the failure to detect other actions alleged to be unreasonable and disproportionate to the gravity of the events."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library