Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Suprapto Dwi Cahyono
Abstrak :
Konflik peran pada anggota Polri di perguruan tinggi muncul ketika aktifitas sebagai anggota Polri dan aktifitas sebagai mahasiswa saling bertentangan. Suatu aktifitas bertentangan dengan aktifitas lain adalah ketika satu aktifitas mencegah, menghalangi, atau mengganggu kejadian atau efektifitas dari aktifitas yang lain (Deutsch, dalam Wijaya 2002). Konflik peran yang terjadi tidak dapat dibiarkan begitu saja karena akan berpeluang menimbulkan stres. Untuk mengatasi konflik peran yang dialami, anggota Polri tersebut harus mengembangkan strategi coping. Coping terdiri dari problem focused coping, emotion focused coping, dan malcidaptive coping. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi yang menimbulkan konflik peran pada anggota Polri di perguruan tinggi pada status perguruan tinggi dan alasan kuliah dan strategi coping apa yang digunakan. Tipe penelitian ini adalah Non experimen1cil Design yang bersifat ex posi fcicto field siudy. Penelitian dilakukan terhadap anggota Polri yang sedang menjalani kegiatan perkuliahan di perguruan tinggi di Jakarta. Subyek penelitian ini berjumlah 104 orang yang diambil secara insidental di Mabes Polri, Polda Metro jaya dan di beberapa Polres di wilayah Polda Metro Jaya. Hasil penelitian ini menunjukkan kondisi-kondisi yang menurut subyek menimbulkan konflik peran. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa konflik peran yang dialami subyek yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi negeri lebih tinggi dari yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi swasta. Selain itu, konflik peran pada anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi dengan alasan tugas lebih tinggi daripada dengan kemauan sendiri. Mengenai strategi coping, ternyata anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi menggunakan ketiga strategi coping yang ada yaitu Problem-Focused Coping, Emotion-Focused Coping, dan Malcidaptive Coping. Meskipun demikian, ternyata Problem-Focused Coping lebih banyak digunakan oleh anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tingi, kemudian diikuti Emotion-Focused Coping dan Maladaptive Coping. Saran yang diberikan untuk subyek adalah agar lebih memahami konsekuensi yang timbul dan melakukan antisipasi terhadap konsekuensi tersebut jika memutuskan melakukan studi di perguruan tinggi. Selain itu subyek agar belajar mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatasi konflik peran yang dialami.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudi Herdiadi Rokim
Abstrak :
ABSTRAK
Magister Kedokteran KerjaJudul : Gangguan Cemas Berdasarkan Hamilton Rating Scale For Anxiety dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada PolisiLatar Belakang. Gangguan cemas pada polisi dapat menurunkan performa dalam pekerjaan serta menurunkan kepuasan dalam lingkungan kerja sehingga dapat mengakibatkan layanan kepada masyarakat menjadi kurang bagus. Hal ini karena polisi termasuk profesi yang beresiko tinggi dan berpotensi memiliki tingkat stres yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja fungsi/satuan kerja dan faktor-faktor yang berhubungan terhadap gangguan cemas pada anggota polisi.Metode. Penelitian ini meggunakan desain potong lintang dengan besar sampel 106 orang yang diambil secara kuota sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2017 dengan 4 kuesioner; Hamilton Rating Scale for Anxiety HARS , Survei Diagnosis Stres SDS , Self-Reporting Questionnaires 20 SRQ-20 , dan Penapisan Stres Paska Trauma.Hasil. Didapatkan prevalensi gangguan cemas sebesar 61.3 dengan gangguan cemas ringan sebesar 30.7 , gangguan cemas sedang sebesar 13.8 , gangguan cemas berat sebesar 23.1 dan gangguan cemas berat sekali sebesar 32.3 . Dari analisis multivariat didapatkan konflik peran sedang-berat RO 4,815, IK 95 1,926-12,041 , dan stres RO 8,469, IK 95 1,021-70,260 .Kesimpulan dan Saran. Gangguan cemas dapat mempengaruhi performa di dalam pekerjaan, sehingga pelayanan terhadap masyarakat menjadi kurang bagus. Prevalensi gangguan cemas di Polres X tinggi, konflik peran sedang-berat, dan stres memiliki hubungan dengan kejadian gangguan cemas. Karena itu perlu dilakukan intervensi, baik secara administrasi maupun secara medis.Kata kunci: Anggota Polisi; gangguan cemas; konflik peran; stres.
ABSTRACT
Anxiety Disorder Based On The Hamilton Rating Scale for Anxiety and Associated Factors Amongs Police OfficersBackground. Anxiety disorder on the Police can decrease the work performance and satisfaction in the work environment so that it can affect to the decrease of service quality to the communities. It is because the police profession belongs to one of the high risk and potentially high stress jobs. This research aimed to find out the relation between the workload and factors which are related to the anxiety disorder on the police officers.Method. This research used a cross sectional design with 106 police officer as respondents selected by quota sampling. This research was conducted in January 2017 using 4 questionnaires Hamilton Rating Scale for Anxiety HARS , Survey of Stress Diagnosis SDS , Self Reporting Questionnaires 20 SRQ 20 , and Post Traumatic Stress Screening.Result. The result showed that the prevalence of anxiety disorders by 61.3 with low anxiety disorder by 30.7 , moderate anxiety disorder by 13.8 , moderate anxiety disorder by 23.1 , and severe anxiety disorder by 32.3 . From the multivariate analysis, it was obtained that the moderate ndash severe role conflict OR 4.815, CI 95 1.926 12.041 , and stress OR 8,469, CI 95 1.021 70.260 .Conclusion. Anxiety disorders can affect someone rsquo s performance in his work so that the service given to the community becomes less good. The prevalence of anxiety disorder in Departmental Police X is high, the moderate ndash severe role conflict and stress have relation with anxiety disorder. The intervention needs to be done, either administratively or medical.Keywords Police officers anxiety disorder role conflict stress
Jakarta: 2017
T55562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Undang Supriatna
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dan gambaran konflik pekerjaankeluarga, konflik keluarga-pekerjaan, kelelahan kerja dan kinerja perawat RSUD. Jenis Penelitian ini analisa kuantitatif dengan desain penelitian crossectional. Responden dalam penelitian ini berjumlah 118 orang perawat wanita rawat inap RSUD Pandeglang yang sudah menikah. Peneliti menggunakan alat ukur workfamily conflict scale untuk mengukur konflik peran ganda, MBI untuk mengukur kelelahan kerja dan performance scale untuk mengukur kinerja perawat. Ketiga alat ukur tersebut telah diadaptasi dan merupakan hasil dari penelitian sebelumnya.

Analisa pada penelitian ini menggunakan SEM dengan software LISREL 8.54. Berdasarkan hasil output LISREL diperoleh hasil bahwa konflik pekerjaankeluarga dan konflik keluarga pekerjaan tidak berhubungan signifikan dengan kinerja, nilai T-value < 1,96. Konflik pekerjaan-keluarga dan keluarga-pekerjaan berhubungan signifikan dengan kelelahan kerja dengan nilai T-value 6,27 dan 5,34. Kelelahan kerja berhubungan signifikan dengan kinerja dengan nilai T-value 3,63. Tidak ditemukan hubungan karakteristik dengan ke empat variabel laten tersebut.

Sebagian besar responden mengalami konflik pekerjaan-keluarga rendah 60 orang (50,8%), dan tinggi 13 orang (11.0%). Responden konflik keluarga-pekerjaan yang mengalami konflik rendah 62 orang (52,5%), dan yang tinggi 8 orang (6,8%). Responden yang mengalami kelelahan kerja rendah ada 78 orang (66,1%), dan tinggi 4 orang (3,4%). Distribusi responden menurut kinerja sebanyak 6 orang mengatakan rendah (5,1%), dan tinggi 77 orang (65,3%). Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diajukan untuk manajerial adalah membuat program redesain pekerjaan, pengurangan jam kerja, dan program benefit yang didalamnya termaktub family friendly policies. Selain itu organisasi rumah sakit agar dapat membangun strategi coping untuk individu karyawan agar mereka mampu bertahan dalam tekanan dan konflik
Abstract
This study aims to see the picture of the work-family conflict; family-work conflict, burnout, and nurses performance of Pandeglang Hospital. This type of analysis of quantitative research with crossectional research design. Respondents in this study amounted to 118 female nurses inpatient Pandeglang hospitals has been married. Researcher use a measuring tool work-family conflict scale to measure the dual roles conflict, MBI to measure burnout and performance scale to measure the performance of nurses. The three tools measurement has been adapted and is the result of previous research.

The analysis in this study using SEM with LISREL 8.54 software. Based on the LISREL output results obtained that work-family conflict and family conflict did not associated significantly with performance, T-value < 1.96. Work-family conflict and family-work conflict associated significantly with work fatigue, with T-value 6.27 and 5.34. Burnout is significantly associated with performance, Tvalue 3.63. No found relationship between the variable characteristic of the four latent variables

Most respondents experienced work-family conflict low 60 people (50.8%), and high 13 men (11.0%). Respondents work-family conflict experienced low conflict 62 people (52.5%), and high of 8 people (6.8%). Respondents who experienced low burnout there 78 people (66.1%), and high of 4 people (3.4%). Distribution of respondents according to performance as much as 6 people say low (5.1%) and high 77 people (65.3%). Based on research results, the suggestions for the managerial job is to make the redesigned program, the reduction of working hours, and programs that benefit family friendly policies contained therein. In addition hospital organization in order to build coping strategies to individual employees to enable them to survive the pressure and conflict.
2012
T31283
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dana Carera
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara konflik peran gender dan agresivitas fisik, dilakukan penelitian pada sejumlah 281 orang mahasiswa Universitas Indonesia (136 orang laki-laki) pada usia dewasa muda (18 ? 25 tahun). Partisipan diminta untuk mengisi Gender role conflict scale ? short form (GRCS ? SF) untuk mengukur tingkat konflik peran gender, sementara variabel agresivitas fisik diukur menggunakan Buss ? Perry Aggression Questionnaire sub ? skala agresivitas fisik. Hasilnya ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara konflik peran gender dan agresivitas fisik pada usia dewasa muda. Hasil dari penelitian ini didiskusikan kemudian.
ABSTRACT
This research aimed to examine the relationship between gender role conflict and physical aggression among emerging adults. Gender role conflict was measured by using Gender role conflict scale ? short form (GRCS ? SF) and physical aggression was measured by using physical aggression sub-scale from Buss ? Perry Aggression Questionnaire. A total of 281 undergraduate students of Universitas Indonesia participated in this study. The result showed that there is a significant relationship between gender role conflict and physical aggression. The findings of this study are discussed.
2016
S62810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramitha Salsabila
Abstrak :
Perempuan generasi sandwich merupakan kelompok usia dewasa madya yang dinilai memiliki potensi optimal guna memenuhi kebutuhan dan mencapai kondisi kesejahteraan sosial. Namun, terdapat banyak tuntutan yang dimiliki oleh perempuan generasi sandwich terhadap tiga generasi. Oleh sebab itu penelitian ini membahas keberfungsian sosial perempuan generasi sandwich atas peran-peran yang dimiliki dan ditinjau berdasarkan ilmu kesejahteraan sosial. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sejak Maret 2022 hingga Juli 2022. Penelitian ini dijabarkan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Informasi dan data diperoleh berdasarkan wawancara serta observasi pada tiga perempuan generasi sandwich, dua rekan, dan tiga perwakilan keluarga dari perempuan generasi sandwich. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan generasi sandwich dihadapkan pada konflik peran ganda berupa time-based conflict. Hal ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan atau tekanan waktu serta tingginya beban kerja. Adapun strategi yang mampu dilakukan oleh perempuan generasi sandwich untuk menghadapi konflik peran ganda adalah problem-focused coping. Strategi ini merupakan penyelesaian masalah dengan mencari informasi tentang suatu permasalahan dan mengumpulkan solusi untuk dipertimbangkan dan dipilih sebagai alternatif. Disamping konflik peran ganda yang dihadapi, pelaksanaan peran perempuan generasi sandwich menjadi optimal karena terpenuhinya seluruh aspek dan domain keberfungsian sosial. Dengan demikian, kondisi kesejahteraan sosial dapat dicapai dan ditinjau berdasarkan pemenuhan keberfungsian sosial pada perempuan generasi sandwich. ......Sandwich generation women are middle-aged adults who are considered to have optimal potential to meet needs and achieve social welfare conditions. However, there are many demands that the women of the sandwich generation have of the three generations. Therefore, this study discusses the social functioning of women of the sandwich generation on the roles they have and is reviewed based on social welfare science. Data collection in this study was carried out from March 2022 to July 2022. This research was described using descriptive qualitative methods. Information and data were obtained based on interviews and observations of three sandwich generation women, two colleagues, and three family representatives from sandwich generation women. This study found that women of the sandwich generation are faced with multiple role conflicts in the form of time-based conflict. This is motivated by the limitations or pressure of time and the high workload. The strategy that can be done by women of the sandwich generation to deal with dual role conflict is problem-focused coping. This strategy is a problem solving strategy by seeking information about a problem and collecting solutions to be considered and selected as alternatives. Besides the dual role conflicts faced, the implementation of the role of women in the sandwich generation is optimal because all aspects and domains of social functioning are fulfilled. Thus, the condition of social welfare can be achieved and reviewed based on the fulfillment of social functions in women of the sandwich generation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruri Citra Diani
Abstrak :
ABSTRAK
Peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sangat diharapkan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Namun banyak kecurangan dan berbagaipraktik pelanggaran etika dan hukum yang mengakibatkan kerugian negara tidak berhasil diungkap oleh APIP, melainkan diungkap oleh pihak luar organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh level penalaran moral dan konflik peran terhadap perilaku whistleblowing APIP. Dengan menggunakan desainfaktorial 2x2 antarsubjek, eksperimen yang melibatkan 102 mahasiswa magister akuntansi, menemukan bahwa APIP dengan level penalaran moral yang tinggi memiliki perilaku whistleblowing lebih tinggi dibandingkan APIP dengan level penalaran moral yang rendah. APIP dalam kondisi konflik peran terbukti memiliki perilaku whistleblowing lebih rendah dibandingkan APIP dalam kondisi tidak ada konflik peran. APIP dengan level penalaran moral tinggi dan tidak ada konflik peran memiliki perilaku whistlblowing lebih tinggi dibandingkan dengan APIP dengan level moral rendah dan ada kondisi konflik peran. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku whistleblowing APIP dengan level penalaran moral yang tinggi tidak berbeda signifikan dalam kondisi tidak ada konflik peran atau dalam kondisi tidak ada konflik peran.
Jakarta: Direktorat Litbang BPK RI, 2017
332 JTKAKN 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Malika
Abstrak :
Dewasa ini jumlah wanita yang terjun dalam dunia pekerjaan kian meningkat. Berbagai alasan mendasari keputusan wanita untuk bekerja, seperti: tetap adanya stimulasi intelektual, tambahan kontak sosial dan perasaan berharga. Selain itu, juga karena penghasilan yang didapat dapat menjadi tambahan penghasilan keluarga. Selanjutnya, ketika seorang wanita bekerja telah menikah dan memiliki anak maka ia akan menjalani peran ganda secara bersamaan, yaitu perannya dalam keluarga dan perannya dalam pekerjaan. Status bekerja yang dimiliki oleh wanita yang telah menikah dan memiliki anak ini, sedikit banyak akan memberikan pengaruh terhadap area tugasnya, yaitu: pengaruh terhadap hubungan dengan suami, pengaruh terhadap anak, pengaruh terhadap pekerjaan dan pengaruh terhadap dirinya sendiri (Hoffman, 1984). Adapun peran dalam keluarga yang kerap dituntut dari seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak terkait dengan interaksi yang mereka Iakukan yaitu terhadap suami (peran sebagai istri) dan anak (peran sebagai ibu). Peran sebagai ibu ini juga semakin dirasakan ketika usia anak masih berusia bayi (0-I 8 bulan) karena di usia ini kelekatan (attachment) ibu dengan anak berpengaruh pada perkembangan anak di masa yang akan datang. Selain peran dalam keluarga tersebut, seorang wanita bekerja juga harus memenuhi perannya dalam pekerjaan. Ia diharapkan dapat memenuhi tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam pekerjaan yang ia geluti. Ia juga dituntut untuk memberikan komitmen yang baik terhadap pekerjaannya. Adanya tuntutan atau role expectation dari kedua peran (dalam keluarga dan dalam pekerjaan) inilah yang kemudian dapat menimbulkan konf1ik peran pada wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak. Secara lebih khusus, konflik peran yang terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan tuntutan dari keluarga disebut sebagai workfamily conflict (Thomas & Ganster, 1995). Penelitian ini bermaksud untuk melihat lebih lanjut mengenai fenomena work family conflict, yang dialami oleh wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak usia bayi (0-18 bulan). Penelitian ini diawali dengan pendekatan kuantitatif terhadap 34 subjek untuk menyaring 3 subjek dengan skor workfamily conflict yang tertinggi. Kemudian penelitian dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif berupa wawancara terhadap ketiga subjek tersebut untuk menggali keunikan dan kekhasan work family conflict yang dialami subjek. Hasil kuantitatif yang didapatkan menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan cukup valid dan reliabel dalam mengukur workfamily conflict (WPC) sescorang. Selain itu skor tertinggi yang didapat subjek dalam penelitian ini adalah 89 dan skor terendah adalah 41, sedangkan rata-rata dari skor yang diperoleh subjek adalah 66,4. Hasil penelitian kualitatif berupa wawancara terhadap 3 orang subjek dengan skor WFC tertinggi menunjukkan bahwa status wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak dapat memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif, terhadap hubungan mereka dengan suami, anak, pekerjaan dan wanita itu sendiri. Adapun hal yang dapat menyebabkan munculnya WPC pada subjek penelitian ini adalah job stressors dan/ atau family srressors dan adanya family involvement yang besar. Dampak dari WFC yang timbul adalah adanya gejala-gejala job distress, family distress maupun depresi yang dialami subjek. Kemudian dalam menghadapi WFC tersebut, dilakukan beberapa strategi, seperti mendefinisikan ulang keputusan untuk bekerja dan mendelegasikan tugas dalam keluarga selama sedang bekerja di kantor.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosephine Dwi Eka S.
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres konflik peran, locus of control, dan coping secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja sopir taksi. Kepuasan kerja yang diteliti mencakup kepuasan terhadap aspek-aspek pekerjaan serta kepuasan kerja secara umum. Subjek penelitian ini adalah 226 sopir taksi di Jakarta. Data diperoleh melalui kuesioner yang mencakup Stres Konflik Peran, Locus of Control dari Rotter, Coping dari Lazarus, serta kuesioner Job Descriptive Index (JDI) versi tahun 1997 dan Job In General (JIG). Metode Penelitian 1. Uji Validitas dan Reliabilitas - Uji validitas alat ukur dilakukan menggunakan metode internal consistency. - Reliabilitas alat ukur dihitung menggunakan metode Cronbach alpha. 2. Metode Analisis - Teknik analisis yang digunakan adalah teknik Analisa Regresi Berganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara stres konflik peran, locus of control, dan coping secara bersama-sama dengan masing-masing variabel kepuasan kerja, baik terhadap aspek tugas (JS-work), upah (JS-pay), promosi (JS-promotion), supervisi (JS-supervision), penumpang (JS-client), maupun kepuasan kerja secara umum (JIG). 1. Stres Konflik Peran - Memberi sumbangan yang bermakna terhadap JS-work, JS-promotion, dan JIG. 2. Locus of Control - Memberi sumbangan yang bermakna terhadap JS-work, JS-promotion, JS-supervision, dan JS-client. 3. Coping - Memberikan sumbangan yang bermakna terhadap JS-pay, JS-promotion, JS-supervision, dan JS-client. Temuan Lain 1. Perbedaan Signifikan - Terdapat perbedaan signifikan antara variabel stres konflik peran, coping, JS-work, JS-pay, dan JS-client di antara sopir taksi dengan internal locus of control dan external locus of control. - Terdapat perbedaan signifikan pada variabel JS-work, JS-pay, JS-supervision, dan JIG di antara sopir taksi dengan stres konflik peran tinggi dan rendah. - Terdapat perbedaan signifikan pada variabel stres konflik peran, coping, JS-promotion, dan JS-supervision di antara sopir taksi dengan sistem upah setoran dan sistem upah komisi. Saran yang diajukan 1. Perusahaan - Perusahaan harus memperhatikan stres konflik peran, locus of control, dan coping dalam meningkatkan atau mempertahankan kepuasan kerja sopir taksi. 2. Pelatihan Kontinyu - Diadakan pelatihan kontinyu mengenai aspek psikologis. 3. Penelitian Lanjutan - Melakukan penelitian lanjutan agar alat ukur JDI dan JIG dapat dipergunakan sebagai alat ukur baku di Indonesia. Penelitian ini memberikan wawasan tentang bagaimana faktor-faktor psikologis seperti stres konflik peran, locus of control, dan coping mempengaruhi kepuasan kerja sopir taksi. Dengan pemahaman ini, perusahaan dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan kerja sopir taksi melalui program-program yang dirancang khusus untuk mengatasi stres, memperkuat kontrol internal, dan mengembangkan strategi coping yang efektif.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharsi Anindyajati
Abstrak :
ABSTRAK
Konflik peran merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan stres pada atlet mahasiswa. Stres yang dialami oleh atlet mahasiswa berpengaruh pada unjuk kerjanya dalam kegiatan akademik dan olahraga. Stres dapat menurunkan unjuk kerja dan menimbulkan berbagai gangguan emosi, fisik, dan tingkah laku. Di sisi lain, stres dapat meningkatkan unjuk kerja. Upaya untuk membatasi efek negatif stres menurut Greenberg adalah melalui manajemen stres.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara sebagai metode pengumpulan data yang utama. Metode penunjang yang digunakan adalah observasi. Dalam penelitian ini juga digunakan berbagai alat bantu, seperti, pedoman wawancara, lembar observasi, dan alat perekam. Subyek dalam penelitian ini adalah empat orang atlet mahasiswa Universitas Indonesia yang berasal dari fakultas dan program studi yang berbeda.

Hasil penelitian terhadap keempat atlet mahasiswa menunjukkan bahwa mereka mengalami konflik peran dengan intensitas dan kualitas yang berbeda. Keempat subyek juga memiliki persepsi yang berbeda terhadap konflik peran. Konflik peran pada atlet mahasiswa timbul karena adanya tuntutan dari dalam diri dan lingkungan subyek untuk dapat menjalankan dua perannya dengan baik. Kesulitan yang dialami subyek dalam memenuhi tuntutan tersebut akan menimbulkan stres pada dirinya. Walaupun seluruh subyek mengahadapi sumber stres yang sama, namun respons yang diberikan berbeda pada tiap subyek. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa stres yang disebabkan oleh konflik peran tidak selalu membawa efek negatif, tetapi juga positif. Untuk mengatasi efek negatif stres, setiap subyek melakukan manajemen stres yang berbeda.

Intensitas dan kualitas konflik peran mempengaruhi persepsi subyek terhadap konflik peran. Intensitas dan kualitas konflik peran yang tinggi menyebabkan persepsi negatif terhadap konflik peran. Konflik peran ini terjadi terutama karena adanya tuntutan dari dalam diri keempat subyek untuk dapat menjalankan kegiatan akademik dan olahraganya dengan baik. Untuk mengatasi efek negatif stres, intervensi terhadap situasi yang merupakan sumber stres adalah teknik manajemen stres yang paling sering dilakukan oleh keempat subyek. Peranan berbagai pihak yang terkait sangat diperlukan dalam memberikan pelatihan khusus dan sosialisasi berbagai teknik manajemen stres bagi para atlet mahasiswa.
2001
S3060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufiq
Abstrak :
Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi. Hal ini tercantum dalam UUD 1945. Karena jumlah penduduk yang besar, wilayah negara yang luas, dan bentuk permasalahan yang kompleks membuat Indonesia menganut demokrasi perwakilan, yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan memperjuangkan aspirasi dan harapan rakyat. Akan tetapi, dalam perjalanannya ternyata anggota legislatif yang memiliki peran sebagai wakil rakyat sekaligus anggota partai yang telah mencalonkannya dalam pemilu tidak menjalankan tugasnya seperti yang diharapkan. Gejala yang banyak terjadi adalah seringnya anggota legislatif lebih mementingkan perannya sebagai anggota partai dibanding memenuhi kewajiban sebagai wakil rakyat. Kondisi ini bahkan lebih terlihat pada anggota legislatif yang berada di pusat atau DPR. Dua peran yang dimiliki oleh anggota legislatif yaitu sebagai wakil rakyat dan anggota partai dapat menimbulkan konflik bagi anggota legislatif saat kedua peran tersebut memiliki harapan yang saling bertentangan. Konflik peran sebagai hasil interaksi dengan rakyat dan partai dalam rangka menunaikan tugas dapat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anggota legislatif. Hal ini dikarenakan interaksi dengan lingkungan sekitar membentuk konsep diri individu (Wrightsman, 1993). Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah konsep diri anggota legislatif? Dengan berbagai gejala sosial yang melatarbelakangi, bagaimanakah gambaran diskrepansi diri real-ideal dan diskrepansi diri real-sosial? Kemudian bagaimanakah gambaran konflik peran yang dialami oleh anggota legislatif? Seberapa besar pengaruh konflik peran terhadap diskepansi konsep diri anggota legislatif? Dalam menjawab rumusan permasalahan tersebut, penelitian ini memakai teori komponen konsep diri Baron (1997), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), social self dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, konflik antar-peran dari Shaw dan Constanzo (1985). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisa kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah anggota legislatif pusat atau DPR. Penghitungan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, dan pengukuran regresi serta coding effect pada regresi berganda. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa diri ideal merupakan diri yang paling menonjol dalam menggambarkan diri anggota legislatif dibanding diri yang sesungguhnya dan diri yang ditampilkan di lingkungan. Diskrepansi konsep diri real-ideal anggota legislatif tergolong rendah, sedangkan diskrepansi konsep diri real-sosial mereka termasuk sangat rendah. Rendahnya diskrepansi konsep diri melalui analisa kualitatif disebabkan oleh kemampuan anggota legislatif untuk memenuhi harapan dari lingkungan. Konflik peran yang dialami anggota legislatif tergolong agak rendah dengan kecenderungan untuk mengakomodasi harapan partai. Sumbangan konflik peran terhadap diskrepansi konsep diri ternyata tidak berarti dan lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain. Dari hasil penelitian tambahan ditemukan bahwa afiliasi politik anggota legislatif dengan orang tuanya memberikan hasil yang berbeda dalam diskrepansi konsep diri real-sosial. Selain itu, hasil penelitian lainnya adalah bahwa jenjang pendidikan anggota legislatif menentukan tinggi konflik peran yang dirasakan. Kedua temuan ini patut mendapat perhatian dalam melakukan penelitian lanjutan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>