Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kementerian Perdagangan RI, Jl. M. I. Ridwan Rais no. 5
321 INTRA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaa Karimah Suyanto
"Tingginya angka penjualan konsumen menyebabkan pelaku usaha berlomba-lomba mempromosikan produknya melalui iklan. Promosi teersebut tentunya dilakukan dengan semenarik mungkin untuk menarik perhatian konsumen. Salah satu cara untuk menarik perhatian konsumen adalah dengan menggambarkan kecantikan yang sempurna. Namun penggambaran kecantikan yang sempurna tidak dimiliki secara penuh oleh manusia,
sehingga pelaku usaha melakukan cara tersebut dengan teknik manipulasi visual. Penggunaan teknik manipulasi visual pada dasarnya diperkenankan untuk tujuan hiburan, bukan sebagai penggunaan dalam iklan kosmetik. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 pun tidak mengatur secara lebih lanjut terhadap penggunaan manipulasi visual dalam periklanan. Hal tersebut menyebabkan adanya celah bagi pelaku usaha untuk menggunakan teknik manipulasi visual yang dapat mengelabui konsumen yang awam atas manipulasi visual dalam periklanan. Bila mengamati dengan kasus manipulasi visual dalam iklan kosmetik yang ada di Inggris, manipulasi visual di Inggris sebenarnya
diperkenankan selama tidak mengubah fungsi produk yang diiklankan. Pengaturan mengenai manipulasi visual dalam iklan kosmetik di Inggris juga sudah lebih mengatur secara sempit, sehingga terhadap praktik maupun pengawasan periklanan di Inggris
menjadi lebih mudah bagi pelaku usaha, konsumen, ataupun otoritas pengawas di Inggris. Melalui metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini hendak membahas kesesuaian pengaturan hukum di Indonesia terhadap manipulasi visual iklan kosmetik beserta
perbandingan dengan Inggris, serta pertanggungjwaban dari pihak yang berkaitan dan penyelesaian sengketa apabila konsumen merasa dirugikan. Manipulasi visual dalam iklan kosmetik yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah seharusnya ditindak dengan tegas oleh otoritas setempat, salah satunya dapat melalui BPSK dengan memberikan fungsi bagi BPSK untuk dapat memberikan sanksi.

High sale of cosmetics made businesses compete in promoting their products through advertisements. Promotions through advertisements is certainly done as attractive as possible to attract consumers’ attention. One way to attract costumers’ attention is to show flawless beauty. However, the depiction of flawless beauty is not completely owned by humans, so businessmen use visual manipulation techniques to produce flawless beauty. The use of visual manipulation techniques basically is allowed for entertainment purposes, not for uses on cosmetic advertisement which may change the efficacy of the
advertised product. The Consumer Protection Law No. 18/1999 does not further regulate the use of visual manipulation techniques. With absence of regulation on visual manipulation techniques by The Consumer Protection Law, this may create an opportunity for businessmen to use visual manipulation techniques that may mislead consumer who did not know about visual manipulation in advertisements. The case of
visual manipulation in cosmetic advertisements in UK, it is allowed if it doesn’t change the efficacy of the advertised product. UK regulations on visual manipulation of cosmetic advertisements are regulated narrowly and has guidance for businessmen to use visual manipulation, so the practice and supervision of cosmetic advertisements in UK becomes
easier for businesses, consumers, or supervisory authorities in UK. Through juridicalnormative research method, this study aims to discuss the suitability of legal arrangements in Indonesia for visual manipulation on cosmetic advertisements along with comparisons on UK, as well as the responsibilities of related parties and dispute resolution on consumer protection. Visual manipulation on cosmetic advertisements that does not comply with laws and regulations in Indonesia must dealt strictly by local authorities, one of which can be through BPSK by giving BPSK a function to be able to impose sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketaren, Davina M.P.
"Sengketa konsumen dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu melalui pengadilan atau melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Tesis ini mengangkat salah satu cara penyelesaian sengketa konsumen, yaitu dengan mediasi. Mediasi adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dibantu oleh mediator yaitu pihak ketiga yang netral untuk membantu memperoleh kesepakatan yang memuaskan para pihak. Hasil kesepakatan yang dicapai harus menguntungkan kedua belah pihak atau yang lebih dikenal dengan asas win win solution. Penelitian dilakukan di YLKI dengan menganalisis tiga kasus yang diselesaikan oleh YLKI melalui proses mediasi.
Penelitian dilatar belakangi dengan timbulnya perselisihan antara PT Telkom dengan konsumen mengenai tagihan premium call yang tidak sesuai dengan pemakaian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peraturan hukum yang terkait dengan masing-masing kasus, hak dan kewajiban apa Baja yang dilanggar oleh para pihak, serta bagaimana perselisihan tersebut diselesaikan dengan cara mediasi. Penelitian menggunakan data sekunder guna meneliti fakta serta faktor yang berkaitan dengan obyek penelitian untuk menghasilkan kesimpulan evaluatif analitis. Setiap kasus yang diselesaikan mediator menghasilkan kesepakatan antara para pihak yang dilandasi peraturan yang terkait. Penyelesaian perselisihan premium call antara PT Telkom dan konsumen pada masing - masing kasus yang dilakukan melalui mediasi sudah tepat, dan menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi para pihak.

A dispute involving consumers can be settled through two means, that are the one involving the court and the one beyond the court. This thesis would like to expose one of the means mentioned, namely the mediation. Mediation is one among several means to settle a consumer's dispute, conducted beyond the court by using a mediator, defined as a neutral third party that will help to lead the confronting parties to reach a satisfying agreement. The agreement should benefit both confronting parties, the principle of which is renowned as the win-win solution principle. This research is conducted in YLKI by analyzing three cases that were settled through a mediation process.
The background of this was a dispute happened between PT Telkom with the consumer concerning the premium call bill which was not in accordance with the real usage. This research is intended to identify the law regulations relevant to respective case, the rights and duties violated by respective party, as well as how mediation could be the mean to settle the dispute. The research is using a secondary data to scrutinize the facts and factors relevant to the research object in order to draw an evaluative-analytical conclusion. Each case settled by a mediator has managed to bring an agreement between the parties concerned and yet still based on the relevant law. The dispute settlement on the premium call between PT Telkom and its consumers in respective case processed through the mean of mediation can be considered as appropriate, and furthermore it has managed to make an agreement beneficial for the parties involved within.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meinar Dyan Muslimah
"Indonesia, the largest proportion of internet market in Southeast Asia, has 32.19% usage allocated for e-commerce (BPS, 2018) and the biggest contribution by beauty category (Statista, 2018). This current study investigated whether the factors influencing online buying behavior (Laszlo & Mihai, 2015) contains: product perception (price, variety, quality), shopping experience (convenience, capability, playfulness), and information access; has a positive influence to online trust that already defined as the main issue at e-commerce (Sahney et al, 2013) which probably also having an influence to online buying behavior specifically in Indonesia beauty category. Questionnaire was taken as a quantitative method to test the hypotheses. Data from 261 valid respondents had been processed by SEM confirmed that online buying behavior in Indonesia beauty industry positively affected by product quality, information access, enjoyment / playfulness, and website image. Moreover, this research also found a differences of online buying behavior factors between millennial (18–34 years old) and non-millennial (>34 years old): millennial has an influence of product quality, convenience, capability, and enjoyment/playfulness, meanwhile non-millennial is more being influenced to information access than product quality.

Indonesia sebagai pangsa pasar internet terbesar di Asia Tenggara memiliki 32,19% kontribusi aktivitas dari e-commerce (BPS, 2018) dimana kontribusi terbesarnya berasal dari kategori kecantikan (Statista, 2018). Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi apakah factor-faktor yang berpengaruh kepada perilaku pembelanjaan online menurut Laszlo & Minhai (2015): persepsi terhadap produk (harga, variasi, dan kualitas), pengalaman berbelanja (kenyamanan, kemampuan, dan interaksi), dan akses informasi memiliki pengaruh positif terhadap rasa percaya terhadap online yang menjadi issue utama dalam e-commerce (Sahney et al, 2013) dimana juga memiliki pengaruh positif terhadap perilaku berbelanja online. Metode rist kuantitatif dilakukan dengan kuesioner untuk menguji hipotesis. Data yang didapat dari 261 responden valid yang telah di proses menggunakan SEM menunjukan bahwa perilaku berbelanja online di kategori kecantikan di Indonesia dipengaruhi secara positif dari kualitas produk, akses informasi, interaksi online, dan kesan website. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara factor yang memengaruhi perilaku berbelanja online antara generasi millennial (18–34 tahun) dan generasi non-millennial (>34 tahun), dimana generasi millennial dipengaruhi oleh kualitas produk, kenyamanan, kemampuan, dan interaksi; sedankan generasi non-millennial lebih dipengaruhi oleh akses informasi dibandingkan dengan kualitas produk."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhahdila M. Luthfi
"Semakin tingginya angka penjualan kendaraan bermotor roda empat (mobil) menyebabkan pelaku usaha selalu terpacu untuk memproduksi berbagai jenis mobil. Produksi tersebut seharusnya memperhatikan fitur-fitur keselamatan kendaraan. Salah satu fitur keselamatan kendaraan adalah dengan uji tes tabrak (crash test). Hal ini sejalan dengan kebutuhan konsumen akan keselamatan menjadi alasan kuat kenapa uji tes tabrak perlu dilakukan setiap perusahaan yang memiliki mobil baru. Namun, serangkaian proses uji tes tabrak pada beberapa fitur kendaraan tidak begitu mudah, sehingga pelaku usaha melakukan cara tersebut dengan memanipulasi hasil uji tes tabrak. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 pun tidak mengatur secara lebih lanjut tentang manipulasi dalam suatu kendaraan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Begitupun dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 belum mengatur tentang uji tes tabrak maupun terhadap sanksinya. Hal tersebut menyebabkan adanya celah bagi pelaku usaha untuk memanipulasi hasil uji tes tabrak yang dapat mengelabui konsumen yang awam atas uji tes tabrak sehingga tidak mengetahui jelas apabila adanya manipulasi terhadap uji tes tabrak. Bila mengamati dengan kasus manipulasi hasil uji tes tabrak Daihatsu yang ada di Jepang dan berdampak juga di Malaysia, manipulasi hasil uji tes tabrak di Jepang sudah terbukti melakukan manipulasi dan sudah melanggar proses administrasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Transportasi Jepang. Hal yang sama juga diakui oleh Malaysia bahwa berdampak di Malaysia namun pengaturan mengenai uji tes tabrak di Jepang dan Malaysia juga sudah mengatur secara sempit mengenai uji tes tabrak, sehingga terhadap praktik maupun pengawasan kendaraan di Jepang dan Malaysia menjadi lebih mudah bagi pelaku usaha, konsumen, ataupun otoritas pengawas di Jepang. Melalui metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas kesesuaian pengaturan hukum di Indonesia terhadap manipulasi hasil uji tes tabrak beserta perbandingan dengan Malaysia dan Jepang. Adapun pertanggungjawaban dari pihak yang berkaitan dan penyelesaian sengketa apabila konsumen merasa dirugikan. Manipulasi hasil uji tes tabrak yang tidak sesuai sudah seharusnya diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, salah satunya dapat melalui Kementerian Perhubungan.

The increasing number of sales of four-wheeled motorized vehicles (cars) causes business actors to always be encouraged to produce various types of cars. Such production should pay attention to vehicle safety features. One of the vehicle safety features is the crash test. This is in line with consumer needs for safety, which is a strong reason why crash tests need to be carried out by every company that has a new car. However, a series of crash test processes on some vehicle features are not so easy, so business actors do this by manipulating crash test results. Law No. 18/1999 does not further regulate manipulation in a vehicle by business actors. Likewise, Law No. 22 of 2009 does not regulate crash tests or the sanctions. This causes a gap for business actors to manipulate crash test results that can trick consumers who are unfamiliar with crash tests so that they do not know clearly if there is manipulation of the crash test. When observing the case of manipulation of Daihatsu crash test results in Japan and also in Malaysia, manipulation of crash test results in Japan has been proven to manipulate and has violated the administrative process issued by the Japanese Ministry of Transportation. The same thing is also recognized by Malaysia that the impact in Malaysia but the regulation of crash tests in Japan and Malaysia has also narrowly regulated crash tests, so that the practice and supervision of vehicles in Japan and Malaysia become easier for business actors, consumers, or supervisory authorities in Japan. Through the juridical-normative research method, this study will discuss the suitability of legal arrangements in Indonesia for the manipulation of crash test results along with a comparison with Malaysia and Japan. The liability of related parties and dispute resolution if consumers feel harmed. Manipulation of inappropriate crash test results should be regulated in Indonesian legislation, one of which can be through the Ministry of Transportation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library