Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evelyn Kosasih
Abstrak :
Latar belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang mengandung zat aktif xanthorrhizol adalah salah satu tanaman herbal asli Indonesia yang memiliki efek anti candida albicans. Keamanan dan kualitas tanaman herbal dipengaruhi oleh kemampuannya mempertahankan karakteristik fisik, kimia serta biologisnya. Karakteristik biologis ekstrak etanol temulawak dapat diamati dengan pengujian kontaminasi mikroba. Tujuan: Menganalisis bagaimana pengaruh lingkungan tumbuh tanaman terhadap karakteristik biologis ekstrak etanol temulawak (EET). Metode: Ekstrak etanol temulawak yang berasal dari dua sumber yaitu Balitro Jawa Barat dan Materia Medica Jawa Timur disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan pada suhu 4⁰C. Selanjutnya dilakukan pengenceran pada EET dengan metode serial dilution dan ditumbuhkan pada medium Plate Count Agar (PCA) kemudian dilakukan triplo. Media agar yang telah diberikan perlakuan berupa pemberian EET diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37⁰C. Perhitungan jumlah koloni pada setiap agar dilakukan secara manual dan kemudian dimasukkan ke dalam rumus perhitungan koloni sehingga didapatkan satuan CFU/mL. Perbedaan jumlah koloni C. albicans yang dipapar EET dari sumber yang berbeda dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Ekstrak etanol temulawak yang berasal dari Balitro steril dan sepenuhnya tidak mengalami kontaminasi mikroba sedangkan ekstrak etanol temulawak yang berasal dari materia medica mengalami kontaminasi minimal yaitu sebesar 3 x 101 CFU/ml dan 2 x 102 CFU/ml setelah penyimpanan 1 bulan serta sebesar 3 x 101 CFU/ml setelah penyimpanan 2 bulan. Tidak ada perbedaan signifikan jumlah koloni C. albicans yang dipapar EET dari dua sumber berbeda (p ≥ 0,05). Kesimpulan: Perbedaan lingkungan tumbuh tanaman temulawak tidak mempengaruhi karakteristik biologis EET. ......Background: One of the original Indonesian herbal plants is Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) which contains the active substance xanthorrhizol and has an anti-candida albicans effect. The safety and quality of herbal plants are influenced by their ability to maintain their physical, chemical and biological characteristics. Biological characteristics of temulawak ethanol extract can be observed by testing for microbial contamination. Aim: To determine the effect of herbs cultivation environment on the biological characteristics of temulawak ethanol extract. Methods: Ethanol extract of temulawak from two sources, Balitro, West Java and Materia Medica, East java, were stored for 1 month and 2 months at 4⁰C temperature. Subsequently, the ethanol extract of temulawak was diluted using the serial dilution method and grown on Plate Count Agar (PCA) medium, then carried triplo. The media which had been treated in the form of temulawak ethanol extract were incubated for 48 hours at 37⁰C temperature. The colonies calculation on each agar was count manually and then entered into the colony calculation formula to obtain CFU/mL units. The difference of C. albicans colony number after being exposed to Temulawak ethanol extract from two different sources were analyzed by the Mann-Whitney statistical test. Results: Ethanol extract of temulawak from Balitro was sterile and entirely contamination free while ethanol extract of temulawak from Materia Medica had minimal contamination, specifically 3 x 101 CFU/mL and 2 x 102 CFU/mL after 1 month and 3 x 101 CFU/mL after 2 months of storage. No significant difference of C. albicans colony number after being exposed to the two Temulawak ethanol extract derived from different source (p ≥ 0,05). Conclusion: Different cultivation environment of the Temulawak plant does not significantly affect the biological characteristic of Temulawak ethanol extract.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Putri Ayu Rosalia
Abstrak :
Pendahuluan: Ekstrak temulawak telah dilaporkan memiliki efek inhibisi dan eradikasi in vitro terhadap C. albicans. Setiap obat dalam pengembangannya harus melalui uji standar stabilitas biologis, fisika, dan kimia. Salah satu uji kestabilan biologis obat adalah pengujian kontaminasi mikroba pada obat selama 4 minggu Tujuan: Mengetahui kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak menggunakan TPC untuk menghitung, menganalisis dan membandingkan perubahan jumlah koloni dengan satuan Colony Forming Unit (CFU). Metode: Obat tetes ekstrak etanol temulawak temulawak disimpan dalam 3 suhu (suhu rendah 4±2oC; suhu ruangan 28±2oC; dan suhu tinggi 40±2oC). Obat tetes ekstrak etanol temulawak diencerkan dengan serial dilution dan ditumbuhkan pada medium nonselektif Plate Count Agar (PCA) dengan metode Spread Plate. Pada setiap sampel pengujian dilakukan duplo. Media yang telah dikultur dengan obat tetes ekstrak etanol temulawak kemudian yang telah ditumbuhkan, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Perhitungan koloni pada setiap agar dilakukan secara manual, kemudian dimasukkan ke dalam rumus penghitungan koloni sehingga didapatkan satuan CFU/mL. Pengujian baseline dan Pengulangan uji kontaminasi dilakukan setiap 2 minggu selama 1 bulan. Hasil: Pada minggu kedua tidak terdapat kontaminasi mikroba pada obat tetes ekstrak etanol temulawak. Sedangkan pada minggu keempat, terlihat koloni sebanyak 5x10 CFU/mL yang terbentuk pada media dengan kultur obat tetes ekstrak etanol temulawak pada suhu tinggi (40±2oC). Kesimpulan: Temperatur penyimpanan mempengaruhi kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak. Pada penelitian ini, sediaan obat tetes ekstrak etanol temulawak tetap stabil bebas kontaminasi mikroba setelah penyimpanan selama 4 minggu pada suhu rendah dan suhu ruang. Sedangkan pada penyimpanan selama 4 minggu pada suhu tinggi, terjadi kontaminasi minimal. ......Introduction: Curcuma extract has been reported to have effect on inhibition and eradication in vitro of C. albicans. Every drug during its development must pass biological, physical and chemical stability. One of the biological stability tests of drugs is testing for microbial contamination of drugs in 4 weeks. Objective: To know the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract drugs using TPC to count, analyze and compare changes in the number of colonies with Colony Forming Units (CFU). Methods: Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is stored at 3 temperatures (low temperature 4 ± 2oC; room temperature 28 ± 2oC; and high temperature 40 ± 2oC). Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is diluted with serial dilution and plated on nonselective medium Plate Count Agar (PCA) using the spread plate method. Duplo testing was carried out for each sample. Medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract then incubated for 48 hours at 37oC. Colony counting for each agar is done manually, then entered into the colony counting formula to obtain CFU/mL units. Baseline test and repeated contamination tests were carried out every 2 weeks for 1 month. Results: In the second week, there is no microbial contamination in oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, in the fourth week, it can be count 5x10 CFU/mL that formed on medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract which stored in high temperature (40±2oC). Conclusion: Storage temperature affects the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. In this research, oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract remained stable and free of microbial contamination after 4 weeks of storage at low and room temperature. Meanwhile in storage for 4 weeks at high temperature, there was minimal contamination.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Revyliana Marta Betzy
Abstrak :
Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman herbal Indonesia yang telah diketahui memiliki efek antibakteri dan antijamur khususnya terhadap S. mutans dan C. albicans. Dalam rongga mulut, S. mutans dan C. albicans memiliki hubungan sinergis dalam pembentukan biofilm. Ikatan sinergis dual species dalam biofilm tersebut dapat meningkatkan resistensi terhadap agen antimikroba. Dalam pengembangan ekstrak etanol temulawak, diperlukan keamanan dan kualitas tanaman yang baik, yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam mempertahankan stabilitas fisika, kimia, dan biologisnya dalam durasi dan temperatur penyimpanan yang berbeda. Tujuan: Menganalisis efek ekstrak etanol temulawak dalam mengeradikasi perkembangan biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans), serta pengaruh durasi dan temperatur penyimpanan terhadap stabilitas biologis ekstrak etanol temulawak. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak pada biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) selama 6 jam untuk mencapai biofilm fase awal, dan dilakukan TPC dan MTT Assay. KEBM diuji dengan memaparkan ekstrak etanol temulawak pada biofilm usia 6 jam. Stabilitas biologis ekstrak dapat diamati melalui uji kontaminasi mikroba pada ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C dan dilakukan pengujian setiap 2 minggu selama 4 minggu. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengenceran ekstrak etanol temulawak yang ditumbuhkan pada medium Plate Count Agar (PCA) dan dilakukan perhitungan koloni atau Total Plate Count (TPC), yang kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Ekstrak etanol temulawak memiliki nilai KEBM50 pada biofilm single species (S. mutans maupun C. albicans) pada fase awal sebesar 15%. Sedangkan pada dual species (S. mutans dan C. albicans) fase awal sebesar 25%. Kontaminasi mikroba yang terjadi masih berada di bawah batas produk farmasi non steril (<107 CFU/gr). Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak mampu mengeradikasi biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) pada fase awal. Diperlukan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi untuk menghambat dan mengeradikasi biofilm dual species dibandingkan single species. Ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C masih dapat mempertahankan stabilitas biologisnya bahkan setelah durasi 4 minggu penyimpanan. ......Background: Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb) is an Indonesian native herbal plant which is known to have antibacterial and antifungal effects, especially against S. mutans and C. albicans. In the oral cavity, S. mutans and C. albicans have a synergistic relationship in the formation of biofilm. The synergistic bond of dual species in the biofilm can increase resistance to antimicrobial agents. In the development of Javanese ethanol extract, good safety and quality of the plant is needed, which can be seen from its ability to maintain its physical, chemical, and biological characteristics in different storage duration and temperatures. Objective: To analyze the effect of Javanese turmeric ethanol extract in eradicating the development of single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm, and the effect of storage duration and temperature on the biological characteristic of Javanese turmeric ethanol extract. Methods: Exposure of Javanese turmeric ethanol extract to single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm for 6 hours to achieve early phase, and measured by TPC and MTT Assay. MBEC was tested by exposing Javanese turmeric ethanol extract to a 6 hour old biofilm. Biological characteristic can be observed through microbial contamination test on Javanese ethanol extract stored at 4°C and 28°C and tested every 2 weeks for 4 weeks long. The test was carried out by diluting the Javanese turmeric ethanol extract grown on Plate Count Agar (PCA) medium and total plate count (TPC), then were statistically analyzed using the Mann-Whitney test. Results: MBEC50 of Javanese turmeric ethanol extract for single species (S. mutans as well as C. albicans) in early phase were 15%. And for dual species (S. mutans and C. albicans) in early phase were 25%. The microbial contamination that occurred was still below the limit for non-sterile pharmaceutical products (<107 CFU/gr) Conclusion: Javanese ethanol extract has the ability to eradicate single species and dual species (S. mutans and C. albicans) in the early phase. Higher concentrations of Javanese turmeric ethanol extract are required to eradicate dual species than single species biofilm. Javanese turmeric ethanol extract stored at 4°C and 28°C still maintained its biological characteristics even after 4 weeks of strorage.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library