Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivan Lexi
"Pada saat ini, kasus-kasus kerusakan lingkungan mulai bermunculan di muka publik dan mendapatkan perhatian dari berbagai media massa. Salah satunya adalah kasus pertambangan emas ilegal di Kalimantan Barat yang ditampilkan dalam film dokumenter Longgok (C)emas : Mengeruk Emas, Menimbun Cemas. Tulisan ini mengkaji narasi kerusakan lingkungan yang divisualisasikan dalam film dokumenter tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Dengan menggunakan analisis naratif dan pembedahan adegan yang dipandu pendekatan kriminologi hijau, kriminologi naratif, dan kriminologi visual, ditunjukkan bahwa terdapat narasi kerusakan lingkungan dalam film dokumenter tersebut. Yakni terdapatnya visualitas mengenai berbagai macam pelanggaran hak, baik bagi manusia, hewan, maupun ekosistem di Kalimantan Barat.

During this time, instances of environmental harm began to surface in the public eye and received attention from various media outlets. One such example is the case of illegal gold mining in West Kalimantan, featured in the documentary Longgok (C)emas: Mengeruk Emas, Menimbun Cemas. This paper analyzes the portrayal of environmental harm depicted in the documentary as a means of increasing public awareness. By using narrative analysis and scene dissection guided by the approaches of green criminology, narrative criminology, and visual criminology, it is shown that there is a narrative of environmental harm in the documentary. It reveals a narrative of environmental harm, including various kinds of rights violations for humans, animals, and ecosystems in West Kalimantan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Dini Rizki
"Pada dasarnya, kejahatan memiliki batasan tersendiri di setiap disiplin ilmu, seperti halnya yang ditekankan dalam tulisan ini, yaitu suatu tindakan yang dapat memberikan kerugian fisik, psikologis, bahkan materi. Terlebih lagi ketika media telah mengambil peran, sehingga terbentuk pola yang dapat merepresentasikan suatu kejahatan, baik secara faktual maupun fiktif sebagai bagian dari landasan berpikir seorang individu mengenai sifat kejahatan, khususnya viktimisasi. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini secara khusus menyoroti film sebagai wadah penyampaian makna melalui audio dan visual menenai sebuah fenomena yang dikenal sebagai glass ceilling. Film Kim Ji-Young, Born 1982 merupakan salah satu film yang berusaha menunjukkan adanya bias gender di ranah privat maupun dunia kerja. Untuk mempermudah penulis dalam melihat fenomena tersebut, metode pengumpulan data yang dimanfaatkan oleh penulis merujuk pada level analisis wacana yang ditawarkan oleh Sara Mills, meliputi 1) cuplikan adegan karakter dan peran Kim Ji Young; 2) cuplikan adegan fokalisasi Kim Ji Young; 3) cuplikan adegan skemata Kim Ji Young; dan 4) cuplikan adegan penggambaran glass ceiling sebagai bentuk bias gender dalam film Kim Ji Young, Born 1982. Lebih lanjut, penulis mendalami fenomena tersebut menggunakan teori feminis sosialis, kriminologi konstitutif, pendekatan kriminologi visual, dan pendekatan kriminologi naratif. Berdasarkan teori feminis sosialis dan kriminologi konstitutif, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat pembatas yang dibuat secara nyata dalam lingkungan sosial. Secara khusus, dalam tulisan ini feminis sosialis berfungsi untuk melihat adanya sistem patriarki dan kapitalis sebagai landasan terjadinya bias gender. Kondisi ini kemudian dijelaskan sebagai sebuah kejahatan karena dilandasi oleh bias gender yang pada akhirnya membatasi ruang gerak perempuan, pada akhirnya juga bisa berdampak pada kesehatan mental seorang perempuan atau dikenal sebagai postpatrum depression.

Crime has limitations in each discipline, as emphasized in this paper, namely an action that can cause physical, psychological, and even material harm. When the media has taken a role, a pattern is formed that can represent a crime, both factually and victimization. As part of the foundation of an individual's thinking about the nature of the crime, especially victimization. Based on this, this paper explicitly highlights film as a vehicle for conveying meaning through audio and visuals regarding a phenomenon known as glass ceilings. Kim Ji-Young, Born in 1982, is one of the films that try to show the existence of gender bias in the private sphere and the world of work. To make it easier for the writer to see this phenomenon, the data collection method used by the writer refers to the level of discourse analysis offered by Sara Mills, including: 1) footage of Kim Ji Young's character and role; 2) footage of Kim Ji Young's vocalization scene; 3) stills of Kim Ji Young's schemata scene; and 4) Footage of the glass ceiling depiction as a form of gender bias in the film Kim Ji Young, Born 1982. Furthermore, the author explores this phenomenon using socialist feminist theory, constitutive criminology, visual criminology, and narrative criminology approaches. Based on socialist feminist theory and constitutive criminology, the writer can conclude that there are barriers that are actually made in the social environment. Specifically, in this paper, socialist feminists function to see the patriarchal and capitalist systems as the foundation for gender bias. This condition is then explained as a crime because it is based on gender bias which ultimately limits women's space for movement. In the end, it can also impact a woman's mental health, known as postpartum depression."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fidya Ade Rahmawati
"Kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia turut disebabkan karena lamanya pengesahan RUU TPKS yang utamanya disebabkan oleh pertarungan ideologi dan kuatnya narasi utama kekerasan seksual yang mengopresi penyintas. Perlawanan terhadap narasi utama kekerasan seksual dan upaya untuk menghadirkan ruang bagi penyintas salah satunya dilakukan dengan memanfaatkan media kreatif, seperti yang ditunjukan dalam video dokumenter berjudul Dengar dan Suarakan yang dipublikasikan oleh LBH APIK Jakarta. Tulisan ini menganalisis bagaimana kontra-narasi kekerasan seksual divisualisasikan dalam video dokumenter Dengar dan Suarakan sebagai salah satu upaya untuk melawan narasi penolakan RUU TPKS dan mengadvokasikan pengesahannya. Melalui pembedahan adegan, matrikulasi data, dan analisis dengan pendekatan kriminologi visual, kriminologi naratif, dan kriminologi feminis, tulisan ini menemukan pada media visual video dokumenter Dengar dan Suarakan dapat merepresentasikan suara penyintas dan menghadirkan kontra-narasi kekerasan seksual dalam rangka menegaskan urgensi dan mendukung pengesahan RUU TPKS.

Ideological battles and the solid existing narrative of sexual violence that oppresses survivors, has prolonged the passing of the TPKS law, and concocted emergency conditions regarding sexual violence in Indonesia. LBH APIK is publishing a documentary video entitled "Dengar dan Suarakan" to resist the existing narrative and create space to support survivors in voicing their experiences, which include efforts to obtain justice. This paper analyzes the visualization of the counter-narrative of sexual violence in the documentary Dengar dan Suarakan to counter the narrative of rejecting the Sexual Violence Crime Bill (RUU TPKS) and advocate for its ratification. Through scene analysis, matriculation data, and analysis using visual criminology, narrative criminology, and feminist criminology approach and perspective, this article finds that the visualization of the documentary "Dengar dan Suarakan" can represent the voices of survivors and present a counter-narrative of sexual violence to emphasize the urgency and support the ratification of the RUU TPKS."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library