Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sulistyo
"Studi ini membuktikan bahwa pemogokan buruh bukan sekedar masalah hukum dan bahkan hubungan kerja. Pemogokan, sebagai bagian dari politik buruh di tempat kerja, merupakan produk dari hubungan-hubungan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di sekitarnya atau dengan kata lain sebagai proses komunitas lokal. Pemahaman atas dunia perburuhan industri minyak tidak cukup hanya dengan membayangkan hubungan antara buruh dan pengusaha tetapi juga masyarakat sekitar bahkan negara menempati peran sangat menentukan. Buruh yang bersama-sama mogok memerlukan keberanian, karena mempertaruhkan penghidupannya. Oleh karena itu pemogokan dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa. Dukungan kelompok-kelompok di luar tempat kerja diperlukan karena resiko pemecatan sangat besar. Apabila terjadi konflik antara pengusaha dan buruh, maka terdapat kecenderungan negara memihak pengusaha, karena terdapat ketergantungan ekonomi negara pada pengusaha.
Secara konseptual negara terdiri dari seluruh masyarakat, termasuk buruh. Namun dalam sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai masa reformasi mengalami perubahan-perubahan penting yang kontradiktif. Pada masa sebelum kemerdekaan, negara kolonial cenderung berpihak pada pengusaha, meskipun terdapat anggota dewan yang berpihak pada buruh, setelah politik Etis di awal abad 20 bermunculan partai-partai politik pembela buruh; pada awal kemerdekaan negara merupakan pendukung gerakan buruh yang bercirikan dekolonisasi atas keberadaan perusahan asing. Akan tetapi pada masa Orde Baru negara berbalik menjadi pendukung pengusaha asing. Konsekuensinya buruh minyak yang sejak awal kemerdekaan dalam mengatasi masalah hubungan perburuhan terhadap pengusaha mendapat pengawalan negara, kecuali di Sumatra. Pada masa Orde Baru buruh diperlakukan semata-mata hanya sebagai alat produksi. Depolitisasi pekerja terjadi pada masa Orde Baru. Ideologi nasionalisme yang berkembang menjadi penggerak perjuangan buruh di perusahaan asing ditinggalkan digantikan dengan isu tentang Hubungan Industrial Pancasila Karyawan Indonesia dalam perusahaan asing yang diharapkan akan lebih simpati pada nasib buruh pada lapisan bawah, tidak punya pilihan lain kecuali menunjukkan loyalitasnya kepada pengusaha asing. Tidak terdapat satu partai politik dan anggota dewan pun yang menjadi pembela buruh pertambangan minyak dalam mencari keadilan. Perusahaan mendapat pengawalan ABRI, terlindungi oleh sistem peradilan dan kontrak kerja menutup peluang protes terbuka kepada perusahaan asing sebagai kontraktor PERTAMINA. Oleh karena itu buruh subkontraktor dikalahkan dalam pemogokan tahun 1999 dan 2000 oleh VICO, perusahaan minyak multi-nasional di Muara Badak, Kalimantan Timur.
Penulisan disertasi ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan etnografi sejarah. Pendekatan penelitian dan penulisan berdasarkan Grounded Research. Sumber-sumber yang digunakan berupa arsip, pers, dan internet. Wawancara dilakukan tidak hanya kepada para pejabat perusahaan, pihak kecamatan, kepada desa atau kelompok elit desa lainnya, tetapi juga masyarakat kebanyakan. Dalam penelitian disadari perlunya menciptakan situasi obyektivitas. Intervensi ide dihindari agar tidak mempengaruhi jawaban yang diberikan informan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
D537
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sulistyo
"ABSTRAK
Studi ini membuktikan bahwa pemogokan buruh bukan sekedar masalah hukum dan bahkan hubungan kerja. Pemogokan, sebagai bagian dari politik buruh di tempat kerja, merupakan produk dari hubungan-hubungan social, ekonomi dan budaya masyarakat di sekitarnya atau dengan kata lain sebagai protes komunitas lokal. Pemahaman atas dunia perburuhan industri minyak tidak cukup hanya dengan membayangkan hubungan antara buruh dan pengusaha tetapi juga masyarakat sekitar bahkan negara menempati peran sangat menentukan. Buruh yang bersama-sama mogok memerlukan keberanian, karena mempertaruhkan penghidupannya. Oleh karena itu pemogokan dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa. Dukungan kelompok-kelompok di luar tempat kerja diperlukan karena resiko pemecatan sangat besar. Apabila terjadi konflik antara pengusaha dan buruh, maka terdapat kecenderungan negara memihak pengusaha, karena terdapat ketergantungan ekonomi negara pada pengusaha. Secara koseptual negara terdiri dari seluruh masyarakat, termasuk buruh. Namun dalam sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai masa reformasi mengalami perubahan-perubahan penting yang kontradiktif. Pada masa sebelum kemerdekaan, negara kolonial cenderung berpihak pada pengusaha, meskipun terdapat anggota dewan yang berpihak pada buruh, setelah politik Etis di awal abad 20 bermunculan partai-partai politik pembela l uruh; pada awal kemerdekaan negara merupakan pendukung gerakan t. ruh yang bercirikan dekolonisasi atas keberanaan perusahan asing. Akan tetapi pada masa Orde Baru negara berbalik menjadi pendukung pengusaha asing. Konsekuensinya buruh minyak yang sejak awal kemerdekaan dalam mengatasi masalah hubungan perburuhan terhadap pengusaha mendapat pengawalan negara, kecuali di Sumatra. Pada masa Orde Baru buruh diperlakukan semata-mata hanya sebagai alat produksi. Depolitisasi pekerja terjadi pada masa Orde Baru. Ideologi nasionalisme yang berkembang menjadi penggerak perjuangan buruh di perusahaan asing ditinggalkan digantikan dengan isyu tentang Ilubungan Industrial Pancasila. Karyawan Indonesia dalam perusahaan asing yang diharapkan akan lebih simpati pads nasib buruh pada lapisan bawah, tidak punya pilihan lain kecuali menunjukkan loyalitasnya kepada pengusaha asing. Tidak terdapat satu partai politik dan anggota dewan pun yang menjadi pembela buruh pertambangan minyak dalam mencari keadilan. Perusahaan mendapat pengawalan ABRI, terlindungi oleh sistem peradilan dan kontrak kerja menutup peluang protes terbuka kepada perusahaan asing sebagai kontraktor PERTAMINA. Oleh karena itu buruh subkontraktor dikalahkan dalam pemogokan tahun 1999 dan 2000 oleh VICO, perusahaan minyak multi-nasional di Muara Badak, Kalimantan Timur. Penulisan disertasi ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan etnografi sejarah. Pendekatan penelitian dan penulisan berdasarkan Grounded Research. Sumber_sumber yang digunakan berupa arsip, pers, dan internet. Wawancara dilakukan tidak hanya kepada para pejabat perusahaan, pihak kecamatan, kepala desa atau kelompok elit desa lainnya, tetapi juga masyarakat kebanyakan. Dalam penelitian disadari perlunya menciptakan situasi obyektivitas. Intervensi ide dihindari agar tidak mempengaruhi jawaban yang diberikan informan."
2005
D1569
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The SAGE Handbook of Modern Japanese Studies includes outstanding contributions from a diverse group of leading academics from across the globe. This volume is designed to serve as a major interdisciplinary reference work and a seminal text, both rigorous and accessible, to assist students and scholars in understanding one of the major nations of the world."
London: Sage Publications, 2015
e20510947
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rury Uswatun Hasanah
"ABSTRAK
Nama : Rury Uswatun HasanahProgram Studi : Ilmu PolitikJudul : Gerakan Buruh Pasca Reformasi: Studi Kasus Gerakan Serikat Pekerja Kereta Api SPKA pada tahun 2005, xiv 141 halaman, 10 lampiran, 37 buku, 39 dokumen, 11 jurnal, 4 tesis, 31 artikel koran, 1 sumber online, 3 wawancara Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pengalihan status pegawai PJKA yang semula sebagai PNS menjadi pegawai Perumka yang kemudian beralih status sebagai karyawan PT. KA Persero . Peralihan status tersebut menyisakan permasalahan bagi para pegawai karena mereka kehilangan hak-hak sebagai PNS dan tidak mengalami peningkatan kesejahteraan seperti yang telah dijanjikan oleh perusahaan setelah beralih status. Berawal dari persoalan tersebut, para pegawai melalui SPKA melakukan serangkaian aksi perjuangan untuk menuntut pengembalian status PNS dan peningkatan kesejahteraan. Aksi perjuangan tersebut baru dapat terlaksana pasca Reformasi dan mengalami peningkatan intensitas pada tahun 2005. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban bagaimana faktor kesempatan politik, struktur mobilisasi, dan proses pembingkaian mendorong kemunculan dan peningkatan frekuensi gerakan perjuangan SPKA terhadap PT. KA Persero dan pemerintah pada tahun 2005.Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori gerakan sosial dari Tilly, Diani, Binson, Burke,Turner, dan Killian, teori aktor gerakan sosial dari Heberle, Moris, Staggenbor, Gusfield, Tilly, teori kesempatan politik dari Kitschelt, Eisinger, Tarrow, dan Kurt, teori struktur mobilisasi dari McCarthy, dan teori proses pembingkaian dari Snow, Benford, dan Zald. Selain itu, penelitian ini menggunakan teori penertiban gerakan sosial yang disampaikan oleh Porta dan Fillieule dan teori tahapan gerakan sosial dari Blumer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan dokumen dan melakukan wawancara secara mendalam sebagai sumber primer. Sementara, sumber sekunder diperoleh melalui buku, jurnal, dan lain sebagainya.Temuan di lapangan menunjukkan bahwa gerakan perjuangan SPKA pada tahun 2005 memanfaatkan tiga faktor gerakan sosial, yaitu kesempatan politik, struktur mobilisasi dan proses pembingkaian untuk mencapai tujuannya. Selain itu, gerakan tersebut tergolong berhasil karena sikap pemerintah dan PT. KA Persero yang cukup kooperatif dalam menyelesaikan persoalan para pegawai.Implikasi teoritis memperlihatkan bahwa kesempatan politik, struktur mobilisasi dan proses pembingkaian berhasil dimanfaatkan oleh gerakan perjuangan SPKA. Selain itu, penertiban gerakan sosial terbukti bersifat lunak sehingga gerakan tersebut mencapai kesuksesan dan memasuki tahapan penurunan gerakan sosial.Kata kunci:Gerakan Buruh, Pasca Reformasi, Kesempatan Politik, Struktur Mobilisasi, Proses Pembingkaian

ABSTRACT
Name Rury Uswatun HasanahStudy Program Political ScienceTitle Labor Movement in Post Reform A Case Study of Indonesian Railways Workers Union Serikat Pekerja Kereta Api SPKA in 2005, xiv 141 pages,10 appendices, 37 books, 39 documents, 11 journals, 4 theses, 31 newspaper articles, 1 online source, 3 intervieweesThis research is motivated by the transfer of PJKA employee status who was originally as civil servant to Perumka employee who then switched status as an employee of PT. KA Persero . The transition of status left a problem for the employees as they lost the rights of civil servants and did not get the welfare improvements as promised by the company after switching status. Starting from that, the employees through the SPKA took precautions to get back the civil servant status and welfare improvement. The action of the struggle could only be implemented post Reformation and increased in 2005. Therefore, this research is conducted to find answers how the political opportunities, the mobilizing structures, and the framing process factors encourage the emergence and improvement of SPKA 39 s struggle movement against PT. KA Persero and the government in 2005.As a theoretical foothold, this study uses the social movement theories of Tilly, Diani, Binson, Burke, Turner, and Killian, the actor of social movement theories of Heberle, Moris, Staggenbor, Gusfield, Tilly, the political opportunities theories of Kitschelt, Eisinger, Tarrow, and Kurt, McCarthy 39 s theory of mobilization structure, and the framing process theories of Snow, Benford, and Zald. In addition, this research uses the policing protest theories submitted by Porta and Fillieule and the social movement stages theory of Blumer. The method used in this study is a qualitative method that is descriptive analytical. Techniques of data collecting are conducted by collecting documents and conducting in depth interviews as a primary source. Meanwhile, secondary sources are obtained through books, journals, and so forth.Field findings showed that the SPKA struggle movement in 2005 utilized three social movement factors, namely political opportunities, mobilizing structures and framing process to achieve its goals. In addition, the movement was quite successful because of the attitude of the government and PT. KA Persero was quite cooperative in solving the problems of the employees.The theoretical implication shows that political opportunities, mobilizing structures and framing process are successfully utilized by the SPKA struggle movement. In addition, the controlling of social movements proved to be soft so that the movement achieved success and entered the decline stage of social movements. Keywords Labor Movement, Post Reform, Political Opportunities, Mobilizing Structures, Framing Process "
2017
T47915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library