Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Husni Arifin
"Munculnya pembagian kerja internasional baru (NIDL - New International Division of Labour) dan berbagai deregulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik investor asing maupun dalam negeri, menyebabkan pesatnya pertumbuhan pabrik-pabrik pasar dunia. Karakteristik utama dari pabrik-pabrik pasar dunia adalah penggunaan teknologi ban berjalan, padat karya, dan preferensi terhadap buruh perempuan. Preferensi pemodal terhadap buruh perempuan karena menganggap perempuan sangat memenuhi syarat dalam strategi penekanan biaya produksi. Proses akumulasi modal dilakukan dengan memanfaatkan ideologi gender dan patriarki yang telah mengakar di masyarakat. Akibatnya, buruh perempuan selalu rentan terhadap bentuk-bentuk eksploitasi dan subordinasi gender. Dalam pengertian ini, hubungan saling mendukung, interplay, dialektika, antara modal dan gender tidak dapat disangkal bermain di sini.
Karena itu, permasalahan utama penelitian ini adalah memeriksa kecenderungan subordinasi gender dalam diri buruh perempuan. Adalah Diane Elson dan Ruth Pearson yang mengemukakan hipotesa tentang tiga kecenderungan subordinasi gender sebagai hasil dari dialektika antara modal dan gender. Keeenderungan mengintensifkan, membusukkan, dan memunculkan kembali bentuk-bentuk subordinasi gender. Dalam memeriksa ketiga kecenderungan tersebut, analisa tidak hanya mefokuskan pada pengalaman kerja perempuan di pabrik, tapi diperiksa juga bangunan relasi gender di rumah tangga sebagai implikasi dari kerja pabrik-an. Dua analisa itu bukan merupakan bagian yang saling terpisah, melainkan suatu gabungan dalam memahami keeenderungan subordinasi gender buruh perempuan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berperspektif gender dan berparadigma kritikal. Pemihakan, standpoint, adalah posisi yang diambil peneliti untuk mengungkap persoalan-persoalan perempuan yang tersembunyi. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara mendalam terhadap buruh perempuan serta anggota keluarganya sebagai sumber primer, yang ditentukan secara purposif dengan tehnik snow ball.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kerja pabrik-an dan implikasinya terhadap relasi gender di rumah memproduksikan kecenderungan subordinasi gender yang tidak dapat dikatakan seragam antara buruh perempuan lajang dan yang menikah. Melalui kerja pabrik-an, keduanya cenderung memunculkan kembali, recompose, bentuk subordinasi gender baru. Keduanya terperangkap di dalam lingkaran kontrol patriarki di pabrik. Walaupun begitu, kerja pabrik-an dapat memberikan otonomi relatif bagi buruh lajang menghadapi otoritas laki-laki di rumah, karena itu cenderung membusukkan, decompose, bentuk-bentuk subordinasi gender yang ada. Sebaliknya, bagi buruh berkeluarga, kerja pabrik-an cenderung me-intensifkan, intense, bentukbentuk subordinasi gender yang ada. Karena pengaruh otoritas laki-laki lain di pabrik dan dipikulnya beban Banda, double burden - sebagai penghasil utama nafkah keluarga dan sekaligus terbebani oleh kerja-kerja domestik.
Diskusi teoritik yang dapat dihasilkan adalah (1) strategi "pecah belah" terhadap kelompok buruh merupakan strategi efektif bagi pemodal untuk menjaga kelancaran akumulasi modal; (2) kerja pabrik-an, kerja upahan, berpotensi membebaskan perempuan dari subordinasi gender, tapi dengan prasyarat tumbuhnya kesadaran gender dalam diri perempuan; (3) tanpa diikuti kesadaran, kerja upahan hanya akan memediasi munculnya subordinasi gender daripada menghilangkannya; (4) analisa tentang kecenderungan subordinasi gender pada diri buruh perempuan, perlu mengkaitkan analisa pengalaman kerja perempuan di pabrik dengan implikasi kerja upahan terhadap relasi gender di rumah.
Rekomendasi yang diusulkan berdasarkan temuan-temuan penelitian, yaitu: (1) resistensi perempuan terhadap dominasi laki-laki melalui kerja upahan, harus didukung oleh unsur-unsur lain, seperti peningkatan tingkat pendidikan, menghindari pernikahan di usia dini, penurunan fertilitas, dan kesadaran gender. Dengan demikian dapat tercipta hubungan antara laki-laki dan perempuan yang egaliter, setara; (2) perlu mengembangkan konsep "perlawanan" (struggle) yang tidak hanya mempersoalkan persoalan ekonomi semata, tapi sebagai suatu cara untuk mengembangkan otonomi diri (self determination); (3) diperlukan intervensi negara untuk memberikan perlindungan, security, bagi buruh perempuan dari bentuk-bentuk subordinasi gender melalui kebijakan-kebijakan perburuhan; (4) perlu mendorong dan mendukung peningkatan kapasitas serikat-serikat buruh dalam membela dan memperjuangan kepentingan dan hak-hak buruh perempuan, partisipasi aktif buruh perempuan dalam kegiatan serikat buruh, dan kontinuitas serikat buruh (5) pendekatan GAD (Gender and Development) dengan strategi pengarusutamaan gender relevan dijadikan basis kebijakan pemerintah (Depnaker) soal perburuhan. Kaitannya terhadap penyelesaian isu-isu struktural perempuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T12243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Eloisa Marinda
"Pada dekade 1980-an , laju pertumbuhan angkatan kerja di Sumatera Barat adalah sebesar 3,5 persen pertahun. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja ini dianggap masih cukup tinggi . Bila dilihat secara keseluruhan dari pertumbuhan angkatan kerja tersebut menurut daerah dan jenis kelamin dapat disimpulkan beberapa hal.
Pertama, pertumbuhan angkatan kerja di kota jauh lebih tinggi daripada desa. Ini secara tidak langsung menyatakan bahwa arus migrasi dari desa ke kota di Sumatera Barat cukup tinggi. Kedua, pertumbuhan angkatan kerja laki-laki jauh lebih rendah dari angkatan kerja wanita. Ketiga, pertumbuhan angkatan kerja wanita di kota jauh lebih tinggi dari pada di desa. Tingginya pertumbuhan angkatan kerja wanita ini diduga antara lain disebabkan peningkatan pendidikan wanita telah memberi dampak terhadap kenaikan partisipasi angkatan kerja wanita di pasar kerja.
Meskipun tingkat pertumbuhan angkatan kerja wanita lebih tinggi dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki akan tetapi partisipasi angkatan kerja (TPAK)nya relatif lebih rendah. Bila dibandingkan dengan TPAK wanita di pulau Jawa ternyata juga relatif lebih rendah (SUPAS 1985). Kalau diamati lebih lanjut, rendahnya TPAK wanita di Sumatera Barat disebabkan rendahnya TPAK pada wanita kelompok masa melahirkan yaitu pada usia 20-35 tahun. Hal ini berkaitan dengan masih tingginya angka kelahiran. Karena itu diduga sebagian besar wanita menarik diri dari angkatan kerja semasa child bearing age tersebut.
Dalam teori ekonomi mikro, keputusan seorang individu untuk berpartisipasi di dalam angkatan kerja sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah selera, preferensi dan tingkat upah yang berlaku di pasar tenaga kerja. Bagaimanakah seorang individu memutuskan, apakah ia akan ikut ambil bagian dalam kegiatan proses produksi sebagai pekerja, atau akan menghabiskan seluruh waktunya untuk tidak bekerja. Bila ia memutuskan untuk bekerja, berapa lama waktu yang akan dicurahkannya untuk bekerja dan berapa lama untuk kegiatan diluar 'bekerja`.
Pada kasus rendahnya TPAK wanita menikah dan mempunyai anak di Sumatera Barat, wanita menganggap memperoleh hasil yang bernilai tinggi di dalam rumah tangga dibandingkan bila mereka memasuki pasar kerja. Pilihan untuk tidak berpartisipasi dalam angkatan kerja menurut tingkat upah yang berlaku di pasar sesungguhnya merupakan pilihan memaksimumkan utilitas.
Meskipun seorang individu memilih tidak bekerja pada tingkat upah yang berlaku dipasar, bila terjadi suatu kenaikan tingkat upah yang lebih tinggi maka hal ini akan mendorong individu tersebut memasuki pasar kerja. Kenaikan upah tersebut telah mengubah tingkah laku individu sehingga ia memutuskan untuk berpartisipasi di dalam angkatan kerja.
Gambaran diatas memperlihatkan suatu model perilaku seorang individu, bagaimana individu tersebut menentukan pilihan-pilihan dan keinginan-keinginannya agar dapat dipenuhi secara memuaskan. Becker' (1960) dalam tulisannya "An Economic Analysis of Fertility", membahas mengenai tingkah laku fertilitas individu di negara maju. Keputusan untuk memiliki anak dipengaruhi oleh konsep biaya opportunity , yaitu pendapatan yang tidak jadi diterima oleh orang tua yang tidak bekerja karena harus mengurus anak-anaknya.
Karena adanya suatu kenaikan tingkat upah nyata yang diterima kaum wanita causal PD TI, menyebabkan semakin banyaknya wanita yang ikut berperan di dalam pasar kerja sehingga pada gilirannya tingkat kelahiran menjadi turun. Tingkah laku fertilitas yang dijelaskan melalui analisis ekonomi ini kemudian lebih dikenal sebagai new homes economics . Analisis ini disebut home karena pada dasarnya rumah langga secara minimal terdiri dari suami, istri dan anak".
Perkembangan selanjutnya memperlihatkan bahwa new homes economics tidak hanya dapat diterapkan untuk menganalisa tingkah laku fertilitas, tetapi dapat menganalisis hampir semua tingkah laku manusia yang berhubungan dengan pilih memilih termasuk analisis penawaran terhadap pekerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zuriah Sunarmi
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Untuk Mengetahui hubungan kuat penerangan dengan kelelahan mata dan produktivitas kerja, telah dilakukan penelitian kross seksional terhadap 264 tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai penjahit di Industri Konveksi PT. Busana Rama Tekstil & Garment. Pengumpulan data dilakukan dengan cara Anamnesa, pemeriksaan fisik, khususnya kelelahan mata dengan menggunakan near point ruler serta pemeriksaan lingkungan terutama yang menyangkut penerangan tempat kerja dengan menggunakan lux meter.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian mencatat kuat penerangan rata-rata di seluruh tempat kerja adalah 238.50 lux, dengan simpang baku 77.36. Prevalensi rate kelelahan mata setelah 4 jam adalah 84.5%. Tidak ditemukan hubungan antara timbulnya kelelahan mata dengan kuat penerangan, warna bahan pakaian, lama kerja, pendidikan, serta golongan umur. Produktivitas rata-rata seluruh pekerja setelah bekerja selama 4 jam adalah 72,65 potong pakaian per jam dengan simpang baku 38.47. Hasil uji statistik memperlihatkan hubungan yang bermakna antara produktivitas kerja dengan warna bahan pakaian serta dengan kuat penerangan, tetapi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelelahan mata, lama kerja, pendidikan, dan golongan umur.

The Relationship between Light Intensity and Asthenopia as well as Working Productivity of the Labor Working at Garment Industry of PT. Busana Rama Textile & Garment TangerangThe Scope and Method of Study. In order to find out the relationship between the light intensity with asthenopia and working productivity, a cross sectional study is conducted toward 264 female worker who are working as tailor in the garment industry of PT. Busana Rama Textile and Garment. The collection of data is carried out by anamneses, physical examination, especially related to asthenopia by using near point ruler, and environment examination regarding the light intensity at the working place by using the lux meter.
Results and Conclusion: The study find out that the average light intensity for all working places is 238,50 lux, with standard deviation of 77.36. The prevalence rate of asthenopia after working for 4 hours is 84,5%. There are no relationship between asthenopia and light intensity, color of clothes raw-material, length of work, educational level, and age group of the female workers. The average productivity for all workers after working for 4 hours is 72,65 pieces of cloth per hour with the standard deviation of 38,47. The result of statistic shown that there are relationship between working productivity and color of cloths raw-material and light intensity. However with regards of asthenopia, length of work, educational level, and age group of the female workers there are no relationship with working productivity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zuhdi
"ABSTRACT
Apprehensive working condition in garment sector has becoming an issue among some scholars. This study investigates the working conditions in some garment factory located in Java Island. The basis of standard applied was compliance working conditions in concordance with Better Work Indonesia. The other focus of this study is to examine the effects of work life balance WLB on worker rsquo s satisfaction in garment industry. Convenience sampling was used for this research and the samples consists some area in Java islands. This research was conducted with 55 samples. The hypotheses are tested using Statistical Package for Social Science SPSS version 23 and focus group discussion. The results show that work life balance does has influences towards worker rsquo s job and life satisfaction. It also reveals about worker rsquo s apprehensive working condition in garment factory.

ABSTRAK
Kondisi kerja yang memperihatinkan di sektor garmen telah menjadi isu di antara beberapa pakar. Studi ini meneliti kondisi kerja di beberapa pabrik garmen yang berlokasi di Pulau Jawa. Dasar penerapan standar adalah kepatuhan terhadap kondisi kerja yang sesuai dengan Better Work Indonesia. Fokus lain dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh work-life balance terhadap kepuasan pekerja pada industri garmen. Convenience sampling digunakan untuk penelitian ini dan sampelnya terdiri dari beberapa wilayah di pulau Jawa. Penelitian ini dilakukan dengan 55 sampel. Hipotesis diuji dengan menggunakan Statistical Package for Social Science SPSS versi 23 dan diskusi kelompok terarah. Hasil menunjukkan bahwa work-life balance memiliki pengaruh terhadap kepuasan pekerja baik di tempat kerja dan kehidupan di luar kerja. Penelitian ini juga mengungkapkan kondisi kerja pekerja yang memprihatinkan di pabrik garmen."
2017
S69984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library