Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Limbong, Andre Wijaya
Abstrak :
ABSTRACT
Di bidang panas bumi, data magnetotelluric biasanya digunakan untuk mendapatkan informasi resistivitas di bawah permukaan. Salah satu pengolahan data magnetotelurik adalah inversi data, dimana inversi adalah proses mengubah data magnetotelurik menjadi penampang resistivitas. Inversi yang digunakan dalam penelitian ini adalah inversi 1D dan 2D. Salah satu informasi bawah permukaan yang menjadi fokus eksplorasi panas bumi adalah lapisan tudung yang dicirikan oleh nilai resistivitas kecil. Salah satu mineral yang terkandung dalam batu yang diubah adalah smektit. Smektit terbentuk pada suhu 20-180oC, pada suhu di atas 70oC, smektit menjadi tidak stabil dan lapisan smektit-ilit menjadi tidak terdeteksi pada batuan berpori pada suhu di atas 200oC. Untuk mendeteksi smektit ini, teknik sederhana, yaitu titrasi metilen-biru (MeB), digunakan pada batuan pemboran. Teknik ini telah lama digunakan untuk memperkirakan kandungan smektit pada batuan yang dipotong dengan baik di bidang panas bumi. Data penelitian diambil di wilayah kontrak Sarulla, bidang Namora I-Langit yang merupakan bidang panas bumi yang berlokasi di Sumatera Utara. Korelasi antara nilai MeB dengan data resistivitas berbanding terbalik. Ini karena nilai MeB yang tinggi dari konten smektit dalam lapisan juga tinggi, oleh karena itu nilai CEC dalam lapisan juga akan tinggi, akibatnya nilai resistivitas lapisan akan rendah.
ABSTRACT
Kata kunci: Magnetotellurik, Inversi 1D & 2D, MethyIn the geothermal field, magnetotelluric data are commonly used to obtain resistivity information below the surface. One of magnetotelluric data processing is data inversion, wherein inversion is a process of changing magnetotelluric data into resistivity cross section. The inversion used in this research is 1D and 2D inversion. One of the subsurface information that is the focus of geothermal exploration is the hood layer which is characterized by a small resistivity value. One of the minerals contained in the altered rock is smectite. Smectites are formed at temperatures of 20-180oC, at temperatures above 70oC, smectites become unstable and smectite-illite layers become undetectable in porous rocks at temperatures above 200oC. To detect this smectite, a simple technique, namely methylene-blue (MeB) titration, is used on the drilling rock. This technique has long been used to estimate smectite content in well-cut rocks in the geothermal field. The research data was taken in the Sarulla contract area, Namora I-Langit field which is a geothermal field located in North Sumatra. The correlation between MeB values ​​with resistivity data is inversely proportional. This is because the high MeB value of the smectite content in the layer is also high, therefore the CEC value in the layer will also be high, as a result the resistivity value of the layer will be low. Keywords: Magnetotellurik, 1D & 2D Inversion, Methy
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhara Adhnandya Kumara
Abstrak :
Dewasa ini Indonesia tengah berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi untuk tujuan ketahanan energi nasional. Salah satu energi yang tengah diusahakan adalah energi baru dan terbarukan yang salah satunya adalah energi panas bumi. Untuk mencapai target ini, eksplorasi energi panas bumi perlu digencarkan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode yang sering digunakan adalah metode magnetotellurik. Dalam melakukan survei magnetotellurik terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu desain survei. Salah satu parameter penting dalam proses akuisisi data adalah mengetahui jumlah dan jarak antar stasiun yang tepat untuk memberikan gambaran bawah permukaan terbaik. Jarak antar stasiun sebaiknya tidak terlalu besar, dikhawatirkan apabila terlalu besar resolusi yang didapatkan terlalu rendah dan juga terjadi ekstraplorasi pada saat pengolahan data. Namun, apabila membuat jarak terlalu rapat itu juga akan menguras biaya dan waktu selama pengukuran. Terutama dalam survei magnetotellurik, untuk mendapatkan data yang dalam diperlukan waktu pengukuran yang semakin lama. Biasanya dalam eksplorasi panas bumi, pengukuran data magnetotellurik dapat dilakukan hinnga 24 jam. Sehingga apabila semakin banyak titik yang diukur semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk mengukur. Pada saat ini, belum ada penelitian yang membahas berapa jarak optimum dalam akuisisi data magnetotelurik untuk eksplorasi panas bumi. Penggunaan jarak antar stasiun pada penelitian-penelitian sebelumnya sangatlah bervariatif. Hal ini tentunya berpengaruh pada gambaran sistem panas bumi hasil pengolahan data magnetotelurik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak antar stasiun yang paling optimum untuk eksplorasi pada lapangan panas bumi. Dimana penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemodelan kedepan (forward modelling) dan pemodelan inversi (inverse modelling). Dengan membuat beberapa model dan melakukan variasi jarak stasiun, jarak antar stasiun yang optimal dapat disimpulkan. Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa dengan jarak 500-1000 meter untuk daerah interest sudah mampu menggambarkan batasan clay cap dengan baik sehingga jarak ini sudah optimum. Sementara itu, diluar daerah interest diperlukan beberapa stasiun pengikat dengan jarak 1000 meter. Dibandingkan dengan inversi 2D, inversi 3D mampu menggambarkan sistem dengan lebih baik.
Currently Indonesia is trying to meet energy needs for national energy security goals. One of the energies being consideredis new and renewable energy, one of which is geothermalenergy. To meet this goal, exploration for geothermalenergy need to be intensified. The geophysics method which usually used for geothermal energy exploration is the magnetotelluric method. One of the important parameters in the data acquisition is decidingthe number and spacing for eachstation to provide the best sub-surfaceimage. The distance between stations should not be too large, that caused the resolution obtained will betoo low and extrapolation also occurs when the data processing obtained. However, if the distance too denseit will also drain the cost and time during the measurement. Especially in magnetotelluric surveys, to obtain deep depthrequires a longer measurement time. Usually in geothermalexploration, measurement of magnetotelluric data can be done up to 24 hours. Thus, whenmore points are measured the longer the time needed to measure. At present, there is no research that discusses the optimum distance in magnetoteluric data acquisition for geothermal exploration. The use of distance between stations in previous studies ishighly varied. This certainly affects the imaging of the geothermal system resulting from the processing of the magnetoteluric data. This study aims to determine the most optimum distance between stations for exploration on geothermal fields. Where this research will be carried out by doing forward modeling and inverse modelling. By building several models and varied the station spacing, optimum spacing in geotermalarea could be concluded. The study result shown that the optimum spacing is 500-1000 meters for the interest zone, it is capable to delineate the Top of Resevoar. Moreover, outside the interest zone several stasion should be put with the station spacing for about 1000 meters. 3D inversion shown better result in the ability on mapping the system compared with 2D inversion.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library