Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wa Ode Heni Satriani
Abstrak :
ABSTRAK Latihan fisik aerobik kompleks diduga lebih baik dari latihan fisik aerobik sederhana dalam meningkatkan fungsi kognisi dan neuroplastisitas pada usia pertumbuhan Tesis ini membahas efek latihan fisik aerobik kompleks yang dimulai sejak usia remaja dibandingkan dengan yang baru dimulai pada usia dewasa muda terhadap kadar PSD 95 dan fungsi kognisi mencit Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental in vivo Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna hasil uji kognisi dan kadar PSD 95 pada mencit yang diberi latihan fisik aerobik kompleks sejak remaja dibandingkan dengan yang dimulai sejak usia dewasa muda Selain itu tidak ada perbedaan bermakna kadar PSD 95 dan fungsi kognisi antara mencit yang diberi latihan fisik aerobik kompleks dan yang sederhana Diduga latihan fisik aerobik kompleks yang tidak bervariasi dan dilakukan secara berkepanjangan dapat menimbulkan kebosanan Oleh karenanya penerapan latihan fisik aerobik kompleks yang bervariasi mungkin dapat meningkatkan fungsi kognisi karena subyek lebih termotivasi untuk melakukan latihan.
ABSTRACT Complex aerobic exercise was expected having better effect on cognitive function and neuroplasticity compared to simple aerobic exercise in developmental age The aim of this study was to identify the effect of complex aerobic exercise on PSD 95 and cognitive function in mice applied in adolescence age and early adult age This research was an in vivo experimental study There was no significant difference between cognitive function and PSD 95 levels in adolescence age compared to early adult age mice In addition there was no significant difference cognitive function and PSD 95 levels in mice trained with complex aerobic exercise and simple aerobic exercise It was suspected that invariability of complex aerobic exercise could induce boredom Consequently variation of complex aerobic exercise is important in order to increase motivation of the subjects in doing the exercise that could increase their cognitive function.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabella Qisthina Laksita Dewi
Abstrak :
Latihan fisik aerobik yang dilakukan secara teratur dapat memberikan efek positif terhadap struktur dan fungsi otak tertentu seperti perbaikan perfusi darah peningkatan neurogenesis peningkatan fungsi kognitif dan memori Efek tersebut dapat hilang jika latihan dihentikan detrain Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal di thalamus yang merupakan stasiun relay mayor impuls sensorik dan motorik antar bagian otak Penelitian dilakukan secara eksperimental pada hewan coba yakni dengan penghitungan jumlah sel saraf normal thalamus tiga kelompok tikus diberi perlakuan latihan fisik aerobik training detraining dan tidak diberi perlakuan Hasil menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah sel saraf normal thalamus pada kelompok training 73 dibandingkan dengan kelompok kontrol 59 yang akan menurun pada kelompok detraining 71 Namun uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p 0 266 p 0 05 pada ketiga kelompok tikus Disimpulkan bahwa latihan fisik aerobik dan detrain tidak berpengaruh nyata pada jumlah sel saraf normal thalamus tikus. ...... Regular aerobic exercise is beneficial for certain brain rsquo s structures and functions because it can improve blood perfusion increase neurogenesis improve cognition and memory When it is stopped detrain these benefits will be lost The object of this study is to determine the effect of aerobic exercipse and detrain on the number of normal neuron of thalamus which is a major relay station for sensory and motor impulses between brain areas This study was done experimentally on animal by counting the number of normal thalamus neuron in three groups of mice training detraining and control The results showed that there was an increase number of normal neuron of thalamus in group training 73 compared with group control 59 and then decreased in group detraining However ANOVA test results indicated no difference either p 0 266 p 0 05 It was concluded that aerobic exercise and detrain have no significant effect on the number of normal neuron of thalamus rsquo mice
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Anggiane Putri
Abstrak :
Latar Belakang : Beberapa penelitian terbaru memperlihatkan bahwa apoptosis terjadi pada beberapa keadaan jantung patologis seperti pada keadaan kerusakan ?iskemia-reperfusi?, infark miokardium dan gagal jantung. Di sisi lain terdapat penelitian yang memperlihatkan bahwa latihan fisik dapat menurunkan apoptosis kardiomiosit. Dari beberapa jenis latihan fisik, latihan fisik aerobik merupakan latihan yang paling dianjurkan karena diyakini efektif dalam mencegah dan bahkan sebagai terapi rehabilitasi pada penyakit kardiovaskular. Keadaan henti latih pasca latihan fisik ternyata dapat mengembalikan seluruh atau sebagian adaptasi yang sudah terbentuk setelah latihan fisik. Tujuan : Penelitian ini bertujuan ingin melihat bagaimana pengaruh latihan fisik aerobik dan henti-latih terhadap apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri dengan menggunakan protein caspase-3 sebagai parameter apoptosis. Desain : Penelitian ini menggunakan studi eksperimental in vivo pada tikus Metode : identifikasi protein caspase-3 pada jaringan ventrikel kiri jantung tikus dengan pemeriksaan pulasan imunohistokimia pada 8 kelompok tikus ( kelompok kontrol 4 minggu (K4M), kontrol 8 minggu (K4MD), kontrol 12 minggu (K12M), kontrol 16 minggu (K12MD) dan kelompok perlakuan latihan aerobik 4 minggu (AR4M), perlakuan latihan aerobik 12 minggu (AR12M), perlakuan latihan aerobik 4 minggu diikuti dengan henti-latih 4 minggu (AR4MD) serta kelompok latihan aerobik 12 minggu diikuti dengan henti-latih 4 minggu(AR12MD)). Hasil : Analisis data menunjukan peningkatan persentase ekspresi caspase-3 kelompok pasca latihan fisik aerobik (K4M 6,40%1,78 dan AR4M 65,38%2,54, p<0,001; K12M 5,72%0,88 dan AR12M 41,81%3,21, p<0,001; K4MD 8,64%±3,59 dan AR4MD 66,55%±1,88; K12MD 7,35%±2,06 dan AR12MD 46,78%±2,45, p<0,001). Kecenderungan Peningkatan persentase ekspresi caspase-3 kelompok pasca henti latih (AR4M 65,38%2,54 dan AR4MD 66,55%1,88%, p=1,000; AR12M 41,81%3,21dan AR12MD 46,78%±2,45, p=0,230). Ekspresi caspase 3 kelompok latihan aerobik 4 minggu lebih tinggi dibanding kelompok latihan aerobik 12 minggu (AR4M 65,38%2,54 dan AR12M 41,81%3,21, p<0,001). Kesimpulan : latihan fisik aerobik tidak menurunkan apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus dan program henti latih tidak meningkatkan apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus.
Background: Recent studies showed that apoptosis occurs in several pathological heart condition as in myocardial ischemia-reperfusion injury, myocardial infarction and heart failure. It has been also research showing that physical exercise can reduce apoptosis on cardiomyocyte. Of some kind of physical exercise, aerobic exercise is an exercise that is most recommended because it is believed to be effective in preventing and even as a rehabilitation therapy on cardiovascular disease. Detraining was able to restore all or part of adaptation that has been formed after the exercise. Objective: This study aimed to see the effect of aerobic exercise and detraining on left ventricular cardiomyocyte apoptosis using caspase-3 protein as a parameter of apoptosis. Design: This study used an experimental in vivo study on rats. Methods: Caspase-3 protein in rat cardiac left ventricular tissue is identified by immunohistochemistry staining conducted on 4 sedentary control group ( 4 weeks control group (K4M), 8 weeks control group (K4MD), 12 weeks control group (K12M), 16 weeks control (K12MD)) and 4 treatment groups ( 4 & 12 weeks post aerobic exercise group (AR4M, AR12M) and 4&12 weeks post aerobic exercise followed by 4 weeks detraining (AR4MD,AR12MD)). Results: Analysis of the data shows an increase percentage of caspase-3 expression on post-aerobic exercise group (K4M 6,40%1,78 and AR4M 65,38%2,54, p<0,001; K12M 5,72%0,88 and AR12M 41,81%3,21, p<0,001; K4MD 8,64%±3,59 and AR4MD 66,55%±1,88; K12MD 7,35%±2,06 and AR12MD 46,78%±2,45, p<0,001) The data also shows tendency an increase percentage of caspase-3 expression on detraining group (AR4M 65,38%2,54 and AR4MD 66,55%1,88%, p=1,000; AR12M 41,81%3,21 and AR12MD 46,78%±2,45, p=0,230). Percentage of caspase-3 expression on post-4 weeks aerobic exercise group is higher than post-12 weeks aerobic exercise (AR4M 65,38%2,54 and AR12M 41,81%3,21, p<0,001). Conclusion: Aerobic physical exercise does not decrease left ventricular cardiomyocyte apoptosis and does not improve left ventricular cardiomyocyte apoptosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donna Adriani Kusumadewi Muhammad
Abstrak :
Latar Belakang: Berdasarkan data dari WHO, penderita penyakit kardiovaskular diduga akan terus meningkat. Salah satu proses patologis yang mendasari penyakit kardiovaskular adalah aterosklerosis. Disfungsi endotel yang mengawali aterosklerosis dimulai sejak anak-anak. Stres oksidatif dapat disebabkan oleh pertambahan usia. Salah satu herba yang memiliki efek antioksidan kuat dan dapat mencegah stres oksidatif adalah Hibiscus sabdariffa Linn. Metode: Penelitian eksperimental dilakukan pada 36 ekor tikus jantan galur Wistar usia 5 minggu selama 4 minggu, 8 minggu, dan 12 minggu. Hewan coba secara acak terbagi atas 12 kelompok, yaitu: kontrol (K4, K8, K12), latihan fisik aerobik (L4, L8, L12), pemberian H. sabdariffa Linn. 400 mg/kgBB/hari (H4, H8, H12) dan kombinasi latihan fisik aerobik dan pemberian H. sabdariffa Linn. 400 mg/kgBB/hari (HL4, HL8, HL12). Pengukuran kadar NO, ET-1, aktivitas spesifik SOD dan MDA menggunakan supernatan dari homogenat aorta abdominal. Hasil: Pola kadar NO kelompok K dan L menurun sesuai peningkatan usia. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar NO kelompok K dan L, K dan H, dan K dan HL. Kadar ET-1 pada semua kelompok tidak bermakna secara statistik. Terdapat peningkatan aktivitas spesifik SOD pada kelompok L, H, dan HL dibandingkan K. Terdapat perbedaan bermakna Kadar MDA antara K dan H, L dan HL. Terdapat korelasi sedang antara NO dan aktivitas spesifik SOD. Kesimpulan: latihan fisik aerobik, pemberian H. sabdariffa Linn. 400 mg/kgBB/hari dan kombinasi latihan fisik aerobik dan pemberian H. sabdariffa Linn. 400 mg/kgBB/hari menurunkan kadar MDA dan ET-1, sebalikanya meningkatkan aktivitas spesifik SOD dan NO. Penurunan kadar MDA lebih jelas terlihat pada kelompok HL. Peningkatan aktivitas spesifik SOD meningkatkan produksi NO. Tidak terjadi disfungsi endotel dan stres oksidatif pada seluruh kelompok. ...... Background: Based on data from WHO, patients with suspected cardiovascular disease will continue to rise. One of the pathological processes underlying cardiovascular disease is atherosclerosis. Endothelial dysfunction which is the first sign of atherosclerosis begins in childhood. Increasing age is one of the cause of oxidative stress. A herb that has strong antioxidant effects and can prevent oxidative stress is Hibiscus sabdariffa Linn. Methods: Thirty six male Wistar rats aged 5 weeks were randomly divided into 12 groups consisting of control group (K4, K8, K12), aerobic exercise group (L4, L8, L12), administration of H. sabdariffa L. 400 mg/kgBW/day group (H4, H8, H12) and combination of aerobic exercise and H. sabdariffa L. 400 mg/kgBW/day group (HL4, HL8, HL12). NO, ET-1, MDA level, and SOD activity was measured from abdominal aorta homogenate supernatant. Results: NO level pattern in the K and L groups tend to decline with age. NO level in L, H and HL groups were higher than K. The difference of ET-1 level in all groups were not statistically significant. Specific activity of SOD in L, H and HL groups were higher than control. The concentration of MDA of group K is significantly lower compare to groups H, L and HL. There is a moderate correlation between specific activity of SOD and NO. Conclutions: Aerobic exercie, administration of H. sabdariffa L. 400 mg/kgBW/day, and combination of both decreases MDA and ET-1 concentration. While, specific activity of SOD and NO are increased. The decrease at MDA concentration was more prominent in HL group. An increase in spesific activity of SOD, increases the NO level. No endothelial dysfunction nor oxidative stress were observed in all groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Tri Amalia
Abstrak :
Latar Belakang. Aktivitas fisik yang kurang aktif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya dislipidemia. Pegawai perkantoran merupakan pekerjaan dengan aktivitas fisik rendah. Program wellness diketahui dapat meningkatkan aktivitas fisik dan kebugaran kardiorespirasi di tempat kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan program wellness terhadap kepatuhan menjalankan latihan fisik aerobik dan perubahan profil lipid darah pada pegawai pemerintah. Metode. Desain penelitian ini adalah randomized controlled trial RCT yang dilakukan selama 6 minggu. Sebanyak 30 orang subjek penelitian yang merupakan pegawai pemerintah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan n=15 mendapat program wellness secara intensif sedangkan kelompok kontrol n=15 hanya mendapat edukasi. Dinilai tingkat kepatuhan menjalankan latihan fisik aerobik serta kadar profil lipid antara dua kelompok. Hasil. Kelompok perlakuan lebih patuh menjalankan latihan fisik aerobik dibandingkan kelompok kontrol OR=42,2, IK95 5,1-346,9 . Terdapat perbedaan rerata kadar kolesterol total sesudah perlakuan yang bermakna antara kelompok perlakuan 181,4 23,1 dan kontrol 183,5 25,3 dengan nilai p=0,011. Tidak ada perbedaan rerata bermakna pada kadar High Density Lipoprotein, Low Density Lipoprotein dan trigliserida sesudah perlakuan antara kedua kelompok. Simpulan. Program wellness dapat meningkatkan kepatuhan menjalankan latihan fisik aerobik dan menurunkan kadar kolesterol total dalam darah. ......Background. Lack of physical activity is a risk factor for dyslipidemia. Office workers are jobs with low physical activity. Wellness programs are known to increase physical activity and cardiorespiratory in the workplace. This study aims to know the effect of a wellness program implementation on the aerobic physical exercise adherence and blood lipid profile change of the government employee. Methods. This study is randomized controlled trial RCT design that was conducted for 6 weeks. A total of 30 subjects who are government employees is allocated into 2 groups. Intervention group n 15 received intensive wellness program while control group n 15 only get education. Adherence to exercise and lipid profile levels between two groups were compared. Result. Intervention group was more adherent to do aerobic exercise than control group OR 42,2, CI95 5,1 346,9 . There was a significant mean difference of total cholesterol level after intervention between intervention group 181,4 23,1 and control group 183,5 25,3 with p value 0,011. There were no significant mean difference p 0.05 in High Density Lipoprotein, Low Density Lipoprotein and triglycerides levels after intervention in both group. Conclusion. Wellness programs can enhance aerobic exercise adherence and decrease blood total cholesterol level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Stefanus
Abstrak :
Latihan fisik berpengaruh terhadap plastisitas sinaps yaitu dalam interaksi neuron-glia. Astrosit adalah sel glia yang paling berperan dalam plastisitas sinaps. Penelitian ini menggunakan kadar glial fibrillary acidic protein (GFAP) dan heat shock protein 27 (HSP27) plasma sebagai parameter aktivitas astrosit yang diinduksi latihan fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan durasi latihan fisik aerobik intensitas sedang (10 menit vs 30 menit) terhadap kadar GFAP dan HSP27 plasma pada orang dewasa muda sehat. Penelitian eksperimental ini mengunakan desain kontrol diri sendiri. Mahasiswa kedokteran usia dewasa muda (n=22) dibagi dalam dua kelompok perlakuan, kelompok pertama mengunakan perlakuan sepeda statis intensitas sedang dengan durasi 10 menit dan kelompok yang lain mengunakan perlakuan sepeda statis intensitas sedang dengan durasi 30 menit. Uji sepeda statis dilakukan selama 1 hari. Sebelum dan sesudah uji sepeda statis dilakukan pengambilan darah. Kadar GFAP dan HSP27 plasma diukur dengan enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA). Kadar GFAP plasma menurun bermakna pada kelompok yang mendapat latihan fisik aerobik intensitas sedang durasi 30 menit (p<0,05). Kadar HSP27 plasma menurun bermakna pada kelompok yang mendapat latihan fisik aerobik intensitas sedang durasi 10 menit (p<0,05). Kadar GFAP dan HSP27 plasma antara kelompok latihan fisik aerobik intensitas sedang durasi 10 menit dan 30 menit tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p>0,05). Penelitian ini menunjukan latihan fisik intensitas sedang menginduksi perubahan yang bermakna pada marker aktivitas astrosit. Kadar GFAP plasma menurun bermakna pada durasi 30 menit sedangkan konsentrasi HSP27 menurun bermakna pada durasi 10 menit. Namun, durasi latihan fisik aerobik intensitas sedang tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kadar dua parameter aktivitas astrosit yaitu GFAP dan HSP27 plasma. Meskipun kadar GFAP plasma menurun pada durasi latihan fisik yang berbeda, perbandingan antara kadar GFAP plasma sesudah durasi 10 menit dan 30 menit tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Hasil yang sama juga ditemukan pada HSP27. Penelitian ini adalah yang pertama kali menunjukan penurunan kadar GFAP plasma sesudah latihan fisik durasi 30 menit dan kadar HSP27 plasma sesudah latihan fisik durasi 10 menit. ...... Physical exercise effects on synapses plasticity that in neuron-glia interactions. Astrocytes are the most responsible glial cells in synapse plasticity. This study uses the glial fibrillary acidic protein (GFAP) and heat shock protein 27 (HSP27) plasma concentrations as exercise-induced astrocyte activity parameter. The aim of this study was comparison between two duration of moderate-intensity aerobic exercise (10 minutes vs 30 minutes) on GFAP and HSP27 plasma concentration in healthy young adults. This experimental study was before and after study design. Healthy young adult medical students (n = 22) were divided into two treatment groups, the first group was using stationary bikes exercise in moderate-intensity activity for 10 minutes duration and the other group was using stationary bikes exercise in moderate-intensity activity for 30 minutes duration. Static bike test was performed in the same day. Blood sampling was performed before and after static bike test. GFAP and HSP27 plasma levels were measured with enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA). GFAP plasma concentration decreased significantly in the 30 minutes moderate-intensity aerobic exercise duration (p<0.05). HSP27 plasma concentration decreased significantly in the 10 minutes moderate-intensity aerobic exercise (p<0.05). There was no significant differences in GFAP and HSP27 plasma concentration between 10 minutes and 30 minutes moderate-intensity aerobic exercise(p>0.05). Our result showed moderate-intensity aerobic exercise induced significant changes in astrocytes activity parameter. 30 minutes duration significantly lowered GFAP plasma concentration while 10 minutes duration significantly lowered HSP27 plasma concentration. However, duration of moderate-intensity aerobic exercise did not alter significantly plasma concentration of the two astrocyte activity parameter: GFAP and HSP27. Despite the lowered GFAP plasma concentration in different exercise duration, comparison between GFAP plasma concentration after 10 minutes and 30 minutes duration showed no significant differences. The same result also found in HSP27. This is the first result that showed a decrease in GFAP plasma concentration after 30 minutes exercise and HSP27 plasma concentration after 10 minutes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsya Pradana Loeis
Abstrak :
Otak adalah sebuah organ yang sangat peka terhadap perubahan oksigenasi jaringan. Latihan fisik aerobik memiliki banyak manfaat, diantaranya meningkatkan cardiac output yang secara tidak langsung akan meningkatkan oksigenasi jaringan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal pada gyrus dentatus tikus. Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan mengamati persentase sel saraf normal pada setiap sediaan otak tikus yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kontrol, latihan fisik (training) dan detrain. Hasil rata-rata persentase sel normal perkelompok sebagai berikut, kontrol 24,8%, training 41,1%, dan detrain 25,2% Hasil dari uji Post Hoc LSD menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol terhadap training (p<0,001) dan training terhadap detrain (p< 0,001) namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kontrol terhadap detrain (p< 0,853). Hasil penelitian ini mendukung teori tentang peningkatan oksigenasi jaringan ke otak akan meningkatkan jumlah sel saraf yang normal pada daerah gyrus dentatus otak tikus. ...... Brain is an organ which is very sensitive to changes in tissue oxygenation. On the other hand, aerobic exercise has many benefits, including increased cardiac output which will indirectly increase tissue oxygenation. The purpose of this study was to determine the effect of aerobic exercise and detrain on the gyrus dentatus number of normal neuron. This study used experimental design to observe the percentage of normal nerve cells in each mouse brain. The mice were divided into three groups, control, physical exercise (training) and detrain. Average percentage of normal cells per group as follows, controls 24.8%, 41.1% training and detrain 25.2% Results of Post Hoc test of LSD showed significant difference between the control group of the training (p <0.001 ) and training to detrain (p <0.001) but no significant difference between the control detrain (p <0.853). The results supported the theory of increased tissue oxygenation to the brain will increase the number of nerve cells in the area of ​​gyrus dentatus rat brain.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library